Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

FIQIH ARAH KIBLAT


Perspektif Madzhab Syafi’iyah

Disusun guna memenuhi Tugas


Mata kuliah : Fiqh Arah Kiblat
Dosen Pengampu : M Zaenal Mawahib S.HI,M.H

Disusun Oleh:
1. Wiranti (1702046025)
2. Adillah Safiy Nuha (1702046022)
3. Resta Eka Kuswantara (1702046020)

ILMU FALAK
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arah kiblat merupakan sesuatu yang urgent dalam islam karena menjadi
salah satu syarat ketika menjalankan ibadah shalat. Oleh karena itu, ulama-ulama
terdahulu merumuskan hukum tentang arah kiblat. Semua ulama mazhab
berpendapat bahwa ka’bah adalah kiblat bagi orang yang dekat yang dapat
melihatnya. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai orang yang jauh yang
tidak dapat melihat ka’bah.
Salah satunya yaitu Imam Syafi’i dan sebagian kelompok Imamiyah
menyatakan wajib menghadap Ka’bah itu sendiri, baik bagi orang yang dekat
maupun bagi orang yang jauh. Kalau dapat mengetahui arah kiblat secara tepat,
maka wajib menghadap arah tersebut. Tetapi apabila tidak. Maka cukup dengan
perkiraan saja.
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai arah kiblat dalam
perspektif Mazhab Syafi’iyah, mulai dari dalil yang dipakai, argumentasi dan
istinbath hukumnya serta pandangan Mazhab Syafi’iyah mengenai fiqih arah kiblat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dalil mengenai arah kiblat?
2. Bagaimana istinbath hukum dan fiqh arah kiblat menurut pandangan
Syafi’iyah?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bagaimana Dalil Mengenai Arah Kiblat

Kata kiblat berasal dari bahasa Arab ‫القبلت‬ asal katanya ialah ‫مقبلت‬
,sinonimnya adalah ‫ وجهة‬yang berasal dari kata ‫ مواجهة‬artinya adalah keadaan arah
yang dihadapi. Kemudian pengertianya dikhususkan pada suatu arah,di mana semua
orang mendirikan shalat dan menghadap kepadanya. 1 Arah kiblat adalah arah
terdekat menuju Ka’bah. Kewajiban menghadap ke arah ka’bah (Al masjid al
Haram) dalam pelaksananan shalat telah diperintahkan Allah SWT dalam Al Quran.

Arah kiblat merupakan bidang pembahasan yang sangat erat kaitannya


dengan masalah ibadah sehari-hari umat muslim, baik ibadah wajib maupun ibadah
sunnah. Dalam ibadah wajib, -shalat misalnya- tanpa menghadap kiblat, maka shalat
tidak sah hukumnya. Hal ini telah disepakati para ulama berdasarkan firman Allah
SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 144. Adapun dalam hal ibadah sunah, tidak
diwajibkan menghadap kiblat dalam pelaksanaannya. Seperti dalam hal membaca
Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, dan lain sebagainya. Bagi mereka yang
melaksanakannya dengan menghadap kiblat, ada ganjaran tersendiri yang akan
mereka peroleh. Namun, tidak ada dosa bagi mereka yang melaksanakannya tanpa
menghadap kiblat.

Secara konseptual, arah kiblat telah dinyatakan dalam Al-Qur’an, khususnya


Surah Al-Baqarah ayat 142, 143, 144, 149, dan 150. Kata kiblat dan derivasinya
dalam Al Quran mempunyai beberapa arti yaitu,

a.Kata Kiblat yang berarti arah (Kiblat)

ُ ‫ّلِل ِ ال ْ َم شْ ِر‬
‫ق‬ َّ ِ ‫اس َم ا َو ََّّل ه ُ مْ ع َ ْن ق ِ ب ْ ل َ ت ِ ِه م ُ ا ل َّ ت ِ ي ك َ ا ن ُ وا ع َ ل َ ي ْ هَ ا ۚ ق ُ ْل‬
ِ َّ ‫س َ ي َ ق ُ و ُل ال س ُّ ف َ هَ ا ءُ ِم َن ال ن‬

‫ط ُم سْ ت َق ِ ي ٍم‬
ٍ ‫ص َر ا‬ ُ ‫َو ال ْ َم غ ْ ِر‬
ِ ‫ب ۚ ي َ ْه ِد ي َم ْن ي َ شَ ا ءُ إ ِ ل َ ٰى‬

1 Ahmad Mustafa Al Maraghi.1993.Terjemah Tafsir AL Marghawi.(Semarag:Toha Putra).hal.2

3
“Orang orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata : “apakah yang
memalingkan mereka (umat islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu
mereka telah berkiblat kepadanya?’’ Katakanlah : ‘Kepunyaan Allah timur dan
barat: Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki Nya ke jalan yang
lurus”. (Qs Al Baqarah [2] ; 142)

b.Kata kiblat yang berarti tempat shalat

Hal ini seebagaimana firman Allah SWT dalam Qs.Yunus [10] ayat 87.

‫ص ََلةَ َو َبش ِِر ْال ُمؤْ ِم ِنين‬


َّ ‫ص َر بُيُوتًا َواجْ َعلُوا بُيُوت َ ُك ْم قِ ْبلَةً َوأَقِي ُموا ال‬
ْ ‫سى َوأ َ ِخي ِه أ َ ْن ت َ َب َّوآَ ِلقَ ْو ِم ُك َما ِب ِم‬
َ ‫َوأ َ ْو َح ْينَا ِإلَى ُمو‬

“Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya : Ambilah olehmu berdua
beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaumu dan jadikanlah
olehmu rumah rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta
gembirakanlah orang orang yang beriman” (QS.Yunus [10] : 87)

Dasar hukum dalam hadist,sebagaimana yang terdapat dalam hadits Nabi


Muhammad SAW yang membicarakan tentang kiblat anatar lain,
-Hadist riwayat Imam Bukhari

َّ ‫ي ْبنُ أ َ ِبي َك ِثي ٍْر َع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْبد‬


‫ِالرحْ َم ِن‬ َ ْ‫ َحدَّثَنَا َيح‬: ‫ َحدَّثَنَا ِهشَا ٌم قَا َل‬:َ‫ َحدَّثَنَا ِهشَا ٌم قَال‬:‫َحدَّثَنَا ُم ْس ِل ٌم قَال‬
َ‫ َفا ِإذَا أ َ َراد‬, ُ‫ْث ت ََو َّج ْهت‬
ُ ‫اح َل ِت ِه َحي‬ِ ‫ص ِلى َعلَى َر‬ َ ُ‫سلَّ َم ي‬َ ‫َّللا َعلَ ْي ِه َو‬
َّ ‫صلَى‬ َّ ‫س ْو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ َكانَ َر‬:َ‫َع ْن َجا ِب ٍر قَال‬
)‫ضةَ نَزَ َل فَا ْستَ ْقبِ ِل ال ِق ْبلَةَ (رواه البخارى‬
َ ‫الفَ ِر ْي‬

“Bercerita Muslim ,bercerita Hisyam,bercerita Yahya bin Abi Katsir dari


Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir berkata : Ketika rasulullah SAW shalat di
atas kendaraan (tungganganya) beliau menghadap ke arah sekehendak
tungganganya ,dan ketika beliau hendak melakukan shalat fardlu beliau turun
kemudian menghadap kiblat. (HR.Bukhari)

-Hadist riwayat Imam Bukhari

‫ استَ ْقبِ ِل ال ِق ْب َلةَ و‬: ‫سلَّ َم‬


َ ‫صلَّى َّللاِ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫َّللا تَعَالَى َع ْنهُ قَا َل‬
َ ِ‫سو ُل َّللا‬ ِ ‫ي‬ ِ ‫قَا َل أَب ُْو ه َُري َْرة َ َر‬
َ ‫ض‬
)‫ك َِب ْر(رواه البخارى‬

4
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : ‘‘menghadaplah
kiblat lalu takbir” (HR.Bukhari)

Sebuah kaidah popular juga menyatakan

‫ما َّل يتم الواجب إَّل به فهو الواجب‬

“Sesuatu yang tidak sempurna perbuatan wajib kecuali denganya,maka sesuatu itu
juga wajib”

Kaidah ini merupakan bagian dari kaidah kaidah umum dalam fiqh
Islam.Artinya,segala sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan kewajiabn
maka hukumnyawajib,sebagaimana kewajiban yang diperintahkan. Dr.Abdul Karim
Zaidan,menyimpulkan bahwa “perintah terhadap suatu kewajiban juga perintah
terhadap suatu yang padanya pelaksanaan kewajiban tadi tidak bisa lepas darinya.”2
Apabila begitu,menyempurnakan wudhu dan menghadap kiblat guna melakukan
shalat merupaka suatu kewajiban dan pelaksanaan ibadah shalat pun tak bisa
dilepaskan daripadanya.Kendati kewajiban wudhu dan mengahadap kiblat adalah
dengan perintah tersendiri bukan dengan perintah shalat.3

B. Pandangan Mazhab Syafi’iyah terkait Fiqih Arah Kiblat


Dalam madzhab Syafii,ada dua pendapat tentang kiblat bagi orang yang tidak
dapat melihat Kakbah; 1) menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul Ka’bah) , 2)
menghadap ke arah Ka’bah (Jihadul Ka’bah). Menurut Imam Al Syirazi dalam
kitabnya Al-Muhadzdzab bahwa apabila orang yang mengetahui tanda tanda atau
petunjuk kiblat,maka ia tetap harus berijtihad untuk mengetahui kiblat. Sedangkan
mengenai kewajibanya,Imam Syafi’I dalm kitab “Al-Umm” mengatakan bahwa
yang wajib dalam berkiblat adalah menghadap secara tepat ke bangunan ka’bah
.Karena, orang yang diwajibkan untuk menghadap kiblat,ia wajib menghadap ke
bangunan Ka’bah,seperti halnya orang Mekah.’’ Sedangkan teks yang jelas yang
dikutip oleh Imam Al-Muzanni (murid Imam As-Syafi’i) dari Imam Syafi’I
mengatakan bahwa yang wajib adalah mengatakan ke arah Ka’bah (Jihatul

2 Abdul karim Zaidan.2008.Al-Wajis.(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar).hal.233


3 A.Kadir.2012.Formula Baru Ilmu Falak.(Jakarta:Amzah).hal.54

5
Ka’bah). Karena, seandainya yang wajib itu adalah mengahadap kepada bangunan
Ka’bah secara fisik, maka shalat jama’ah yang shafnya memanjang adalah tidak
sah karena di antara mereka terdapat orang yang menghadap ke arah luar dari
bangunan Ka’bah.4

Dalam surat Al Baqarah ayat 286 ,


ۚ ‫ف َّللاَّ ُ ن َ ف ْ سً ا إ ِ ََّّل ُو سْ ع َ هَ ا‬
ُ ِ ‫ََّل ي ُ ك َل‬

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupanya” (QS


Al.Baqarah (2) : 286 )

Dari kenyataan tersebut muncul beberapa pendapat diantaranya


dikemukakan oleh Ali Al Sayis dalam kitab tafsir Ayatul Ahkam yang menyebutkan
bahwa golongan Syafiiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa kewajiban menghadap
kiblat tidaklah berhasil kecuali bila menghadap ‘ainya Ka’bah. Hal itu berarti bahwa
kewajiban ini harus dilakukan dengan tepat menghadap Ka’bah. Berdasarkan kitab
Fiqh Lima Madzhab susunan oleh Muhammad Jawad Mughniyah,Imam Syafii
menjelaskan bahwa wajib menghadap Ka’bah ,baik bagi orang yang dekat maupun
orang yang jauh. Sekiranya dapa mengetahui arah Ka’bah itu sendiri secara
tepat,maka ia harus menghadap kea rah tersebut. Tetapi sekiranya tidak dapat
memastikan arah Ka’bah maka cukuplah dengan perkiraan karena orang yang jauh
mustahil untuk memastikan kearah kiblat (Ka’bah) yang tepat dan pasti.5

Sebagaimana dalam pandangan Mazhab Syafii telah menambah dan


menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi syarat menghadap
kiblat yaitu :
a.Ainul Ka’bah yaitu bagi seseorang yang langsung berada di dalam
Masjidil Haram dan melihat langsung Ka’bah,maka ia harus wajib menghadapkan
dirinya ke kiblat dengan penuh yakin,karena kewajiban tersebut bisa dipastikan
terlebih dahulu dengan melihat atau menyentuhnya.
b.Jihatul Al-ka’bah

4 Imam Yahya.2002.Hisab Rukyat Menghadap Kiblat.(Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra).hal.31-32


5 Slamet Hambali.2011.Ilmu Falak 1 Penentuan Awal Waktu Shalat da Arah Kiblat Seluruh
Dunia.(Semarang : Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang).hal.179

6
Yaitu bagi seorang yang berada di luar masjidil haram atau di sekitar tanah suci
Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan kakbah,maka mereka wajib
menghadap ke arah Majidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah kiblat secara
dzan.
c.Jihatul Kiblat yaitu bagi seseorang berada di luar tanah suci Mekkah
atau bahkan di luar Negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tak dapat
mengira kiblat dzanya ,maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai
arah kiblat.Namun bagi yang dapat mengira maka ia wajib ijtihad terhadap arah
kiblatnya.Ijtihad dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat dari suatu tempat
yang terletak jauh dari Masjidil Haram. Diantaranya adalah ijtihad menggunakan
posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari terbenam, dan perhitunga
segitiga bola maupun pengukuran menggunakan peralatan modern.Bagi lokasi atau
tempat yang jauh seperti Indonesia,ijtihad arah kiblat dapat ditentukan melalui
perhitungan falak atau astronomi serta dibantu pengukuranya menggunakan
peralatan modern seperti kompas,GPS,theodolite, dan sebagainya. 6

6 Ahmad Izzuddin.2017.Ilmu Falak Praktis.(Semarang:Pustaka Rizki Putra)hal.25

7
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari beberapa definisi tentang arah kiblat, maka dapat disimpulkan bahwa arah
kiblat adalah arah terdekat menuju Ka’bah yang wajib dituju oleh umat Muslim dalam
mengerjakan shalat dan ibadah lainnya yang letaknya berada di tengah-tengah Masjidil
Haram. Dasar kewajiban menghadap kiblat ketika shalat berdasarkan surah Al-Baqarah ayat
144 dan ayat 150 serta beberapa hadits Nabi.

Para ulama sepakat bahwa menghadap kiblat dalam melaksanakan shalat hukumnya
adalah wajib karena merupakan salah satu syarat sahnya shalat,sebagaimana yang
terdapat dalam dalil dalil syara’. Bagi orang yang berada di Mekkah dan
sekitarnya,persoalan tersebut tidak ada masalah ,karena mereka lebih mudah dalam
melaksanakan kewajiban itu,bahkan yang menjadi persoalan adalah bagi orang yang
jauh dari Kota Mekkah,kewajiban seperti itu merupakan hal yang berat karena
mereka tidak pasti bisa mengarah ke Ka’bah secara tepat,bahkan para ulama
berselisih mengenai arah yang semestinya.Sebab mengarah ke Ka’bah yang
merupakan syarat sahnya shalat adalah menghadap Ka’bah yang haqiqi
(sebenarnya).

Sebagaimana dalam pandangan Mazhab Syafii telah menambah dan


menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi syarat menghadap
kiblat yaitu : Ainul Ka’bah yaitu bagi seseorang yang langsung berada di dalam
Masjidil Haram dan melihat langsung Ka’bah,maka ia harus wajib menghadapkan
dirinya ke kiblat dengan penuh yakin. Jihatul Al-ka’bah,yaitu bagi seorang yang
berada di luar masjidil haram atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat
melihat bangunan kakbah,maka mereka wajib menghadap ke arah Majidil Haram.
c.Jihatul Kiblat yaitu bagi seseorang berada di luar tanah suci Mekkah atau bahkan di
luar Negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tak dapat mengira kiblat
dzanya ,maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai arah kiblat.

8
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa Al Maraghi.1993.Terjemah Tafsir alMarghawi.(Semarag:Toha
Putra)
Abdul karim Zaidan.2008.Al-Wajis.(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
A.Kadir.2012.Formula Baru Ilmu Falak.(Jakarta:Amzah)
Imam Yahya.2002.Hisab Rukyat Menghadap Kiblat.(Semarang:PT.Pustaka Rizki
Putra).
Slamet Hambali.2011.Ilmu Falak 1 Penentuan Awal Waktu Shalat da Arah Kiblat
Seluruh Dunia.(Semarang : Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang).
Ahmad Izzuddin.2017.Ilmu Falak Praktis.(Semarang:Pustaka Rizki Putra)

Anda mungkin juga menyukai