Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial, dimana satu individu membutuhkan individu yang lain
dalam menghadapi berbagai persoalan hidup untuk memenuhi kebutuhan antara yang satu
dengan yang lainnya. Karena setiap manusia mempunyai kebutuhan, sering terjadi
pertentangan-pentertangan kehendak. Oleh karena itu, untuk menjaga keperluan masing-
masing perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar tidak melanggar hak-
hak yang lainnya. Maka, timbullah hak dan kewajiban diantara sesama manusia salah satunya
adalah hak milik sebagai salah satu fitrah manusia yang Allah ciptakan bagi mereka. Pemilik
sesungguhnya dari sumber daya yang ada di dunia adalah Allah SWT, manusia dalam hal ini
hanya dititipkan untuk sementara saja. Sehingga sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh
Allah SWT. Oleh sebab itu kepemilikan mutlak atas harta tidak diakui dalam Islam.
Konsep kepemilikan dan harta dalam Islam tidak mengenal kepemilikan yang mutlak
sebagaimana yang terdapat dalam konsep ekonomi konvensional. Harta yang dimiliki
merupakan suatu ujian bagi manusia, agar manusia selalu mengingat nikmat Allah SWT atas
karunia yang telah diberikan. Islam telah mengatur dalam syariatnya terhadap pengelolaan
harta, baik mulai dari cara pemerolehannya maupun dalam pemanfaatannya. Harta yang
diperoleh melalui usaha langsung maupun melalui transaksi yang dalam prosesnya ditentukan
oleh keberadaannya akad yang telah disepakati. Hal ini begitu penting, bagaimana harta
seseorang itu diperoleh dan hartanya digunakan untuk apa yang akan menjadi pertanyaan
Allah di hari kiamat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan Dasar Hukum Kepemilikan Berdasarkan Al-Qur’an?
2. Apa saja Tujuan Kepemilikan Dalam Islam?
3. Apa saja Manfaat Kepemilikan?
4. Apa saja macam-macam Kepemilikan?

C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan pengertian serta dasar hukum kepemilikan berdasarkan Al-Qur’an
2. Menjelaskan tujuan kepemilikan dalam Islam
3. Menjelaskan manfaat adanya kepemilikan
4. Menjelaskan macam-mcam kepemilikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepemilikan Berdasarkan Al-Qur’an


Mikiyah menurut bahasa berasal dari kata milku (‫ )ملك‬yang artinya sesuatu yang berada
dalam kekuasaannya, sedangkan milkiyah menurut istilah adalah penguasaan terhadap
sesuatu yang penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu
yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak,
yaitu seperti orang gila tidak boleh memiliki harta.1
Secara terminologi atau istilah syari'at ada barang yang tidak dapat di miliki kecuali di
benarkan oleh syari'at, serti harta yang telah di wakafkan atau aset-aset baitul mal. Harta yang
telah di wakafkan tidak boleh di perjual belikan atau di hibahkan. Kecuali sudah rusak atau
biaya perawatannya lebih mahal dari penghasilannya. Dalam hal ini pemerintah boleh
mengizinkan untuk mentransaksikannya harta tersebut.
Oleh karena itu, berbicara mengenai kepemilikan atau harta, dalam kehidupan
masyarakat manusia selalu membutuhkan orang lain, merefleksikan diri saling tolong
menolong dalam berbagai hal termasuk dalam menghadapi berbagai problema yang ada
dalam masyarakat bahkan secara ekonomi untuk menutupi kebutuhan antara yang satu
dengan yang lain melalui pola bisnis. Islam mengajarkan bahwa hak milik berfungsi sosial.
Hal ini berarti bahwa kepentingan orang lain harus menjadi perhatian setiap pemilik benda.
Apabila di hubungkan dengan segi-segi ajaran Islam tentang fungsi hak milik, orang tidak
mempunyai hak mutlak bertindak terhadap benda miliknya dengan mengabaikan kepentingan
orang lain.
Menjaga dan mempertahankan hak milik hukumnya wajib, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW :
Artinya :
Siapa yang gugur dalam mempertahankan hartanya ia syahid, siapa yang gugur dalam
mempertahankan darahnya ia syahid, siapa yang gugur dalan mempertahankan agamanya ia
syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan keluarganya ia syahid (HR. Bukhari dan
Muslim).

Konsep kepemilikan dijelaskan pula dalam Q.S Al-Jatsiyah ayat 12-13:


‫ض ِل ِهۦ َولَ َعلَّ ُك ْم‬ ۟ ُ‫ى ٱ ْلفُ ْلكُ فِي ِه ِبأ َ ْم ِرِۦه َو ِلت َ ْبتَغ‬
ْ َ‫وا ِمن ف‬ َ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم ٱ ْلبَحْ َر ِلتَجْ ِر‬
َ ‫ٱللَّهُ ٱلَّذِى‬
ٍ ‫ض َج ِميعًا ِم ْنهُ ۚ ِإ َّن فِى َٰذَ ِلكَ َل َءا َٰ َيت ِلقَ ْو‬ ِ ‫ت َو َما فِى ْٱْلَ ْر‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬
َّ ‫س َّخ َر لَكُم َّما فِى ٱل‬ َ ‫۞و‬ َ ‫شك ُُر‬
َ ‫ون‬ ْ َ‫ت‬
َ ‫َيتَفَك َُّر‬
‫ون‬

Artinya: Allahlah yang telah menundukkan untuk kalian lautan, agar bisa berjalan di
atasnya dengan kehendak-Nya, juga agar kalian mengambil kebaikannya. (Dialah)

1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah , (Jakarta: Rajawali Press, 2005), hlm. 9

2
yang menundukkan untuk kalian apa saja yang ada di langit dan bumi...(Q.S Al-
Jatsiyah:12-13)
Allah swt. telah menciptakan segala yang ada di dunia ini, untuk memenuhi kebutuhan
manusia dan juga makhluk lainnya. Allah juga menjelaskan harta kekayaan yang dimiliki
manusia adalah berasal dari pemberian-Nya (QS. Al Baqarah: 3) serta (QS. Al Nisa: 32)

Adapun sebab-sebab Kepemilikan di dalam islam adalah :


1. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah ( ihrazul mubahat ). Contohnya:
ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, air hujan, dan lain-lain.
2. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad ( bil uqud ). Contohnya: lewat jual beli,
hutang piutang, sewa menyewa, hibah, dan lain-lain.
3. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan ( bil khalafiyah ). Contohnya: mendapat
bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari wasiat ahli waris.
4. Harta atau barang yang didapat dari perkembang biakan ( attawalludu minal mamluk )
Contohnya: telur dari ayam yang dimiliki dan lain-lain.

Serta macam-macam Kepemilikan terhadap suatu harta ada tiga macam, yaitu:
1. Kepemilikan penuh ( milk-taam ), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau
harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
2. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas
kepada penguasaan materinya saja.
3. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas
kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai harta itu.
Menurut Dr.Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi:
1. Kepemilikan pribadi (individu), yaitu suatu harta yang dimiliki seseorang atau kelompok,
namun bukan untuk umum. Contohnya: Rumah, Mobil, Sawah, dn lain-lain. Harta benda
yang dimiliki oleh seseorang pada hakikatnya adalah milik Allah, yang diamanatkan
kepada si pemilik, agar digunakan untuk jalan yang diridhai Allah, sebagaimana telah
ditegaskan dalam Qs. al-Hadid ayat 7 :
‫آ ِم ن ُ وا ب ِ ال ل َّ ِه َو َر س ُ و ل ِ ِه َو أ َن ْ ف ِ ق ُ وا ِم َّم ا َج ع َ ل َ ك ُ ْم ُم سْ ت َ ْخ ل َ فِ ي َن ف ِ ي ِه ۖ ف َ ا ل َّ ِذ ي َن آ َم ن ُ وا ِم نْ ك ُ ْم‬
‫َو أ َنْ ف َ ق ُ وا ل َ هُ ْم أ َ ْج ٌر كَ ب ِ ي ٌر‬
Artinya: “Berimanlah kepada Allah dan Rasulnya dan nafkahkanlah sebagian hartamu
yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.”
Telah dijelaskan bahwa Islam melarang orang memborong/ menyimpan/
menyembunyikan barang yang sangat dibutuhkan orang banyak, misalnya bahan makanan,
dengan maksud agar barang tersebut sukar dicari di pasaran bebas, sehingga akibatnya
masyarakat mencarinya dengan susah payah dan membelinya dengan harga yang tinggi,
sedang pemilik barang yang tidak jujur tadi mendapat keuntungan yang berlebih-lebihan
dengan cara yang tidak wajar. Seperti penimbunan masker akibat meluasnya Virus
COVID-19 yang dilakukan banyak orang demi mengambil keuntungan karena dijual
dengan tidak wajar.
2. Kepemilikan Publik (umum), yaitu harta yang dimiliki oleh banyak orang, contohnya:
Jalan Raya, Laut, Lapangan Olahraga, dan lain-lain. Terhadap barang yang sangat

3
dibutuhkan oleh orang banyak, Islam bahkan melarang barang semacam itu dimiliki oleh
perorangan, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad:
‫النار‬ ِ ‫لناس ش َُركَا ُء فِى ث َ ََلثَة ِفى ا ْل َم‬
ِ ‫اء َوا ْلك َََل ِء َو‬ ُ َ‫ا‬
Artinya: Manusia itu bersama-sama memiliki tiga macam barang, yaitu: air, rumput, dan
api. (Hadis ini terdapat dalam kitab Mashabihus Sunah)

3. Kepemilikan Negara. Contohnya: Gedung Sekolah Negeri, Gedung Pemerintahan, Hutan


dan lain-lain.

B. Tujuan Kepemilikan dalam Islam


Mempertahankan harta dari segala upaya yang dilakukan orang lain dengan cara yang
tidak sah, termasuk di dalam kelompok yang penting dalam Islam. Dalam hal ini, misalnya,
Allah menentukan hukuman potong tangan bagi pencuri seperti yang terdapat dalam firman
Allah dalam Qs. Al-Maidah(5): 38:
ً ‫ار ق َ ة ُ ف َ ا قْ طَ ع ُ وا أ َيْ ِد ي َ هُ َم ا َج َز ا ًء ب ِ َم ا كَ سَ ب َ ا ن َ ك‬
ُ ‫َاًل ِم َن ال ل َّ ِه ۗ َو ال ل َّ ه‬ ِ َّ ‫ق َو ال س‬ ُ ‫ار‬
ِ َّ ‫َو ال س‬
ٌ‫ع َِز ي ٌز َح ِك ي م‬
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Hukuman bagi pencuri yang ditentukan Allah ini tidak lain adalah sebagai bentuk
pemeliharaan dan penghormatan Islam atas harta seseorang. Pemanfaatan harta pribadi tidak
boleh hanya untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam
rangka membantu sesama manusia. Seorang Muslim diperintahkan untuk mencari nafkah
dan menghasilkan harta dengan berjuang sekuat tenaga. Tangan yang memberikan bantuan,
dalam pandangan Islam dalam sebuah hadith Rasulullah saw.: “Dari Abi Hurairah ra. Ia
berkata, Rasulullah saw., bersabda tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang di bawah”.
(HR. al-Bukhari).2

C. Manfaat Kepemilikan
Menurut M.A Manan, ada beberapa ketentuan hak milik menurut syariat islam yang
diantaranya.3
1. Pemanfaatan harta benda yang terus menerus
2. Pembayaran zakat sebanding dengan harta benda yang dimiliki
3. Penggunaan harta benda secara berfaedah
4. Penggunaan harta benda tanpa merugikan orang lain
5. Memiliki harta benda yang sah
6. Penggunaan harta benda yang tidak dengan cara boros atau serakah
7. Penggunaan harta benda dengan tujuan memperoleh keuntungan atas hak-nya

2
Maktabah al-Samilah: Sahih al-Bukhari Juz. 18: hlm. 64
3
Dr Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012) hlm. 21

4
8. Penerapan hukum waris yang tepat dalam islam
Manfaat dari Kepemilikan ini adalah:
1. Manusia tidak boleh sembarangan untuk memilki sesuatu tanpa melihat aturan-aturan
yang berlaku.
2. Manusia akan berusaha dengan benar untuk dapat memiliki sesuatu
3. Membentengi manusia untuk dapat memiliki sesuatu dengan jalan yang tidak benar.4

D. Macam-Macam Kepemilikan
Menurut pandangan Islam bahwa hak milik itu dapat dibedakan menjadi beberapa
macam di antaranya:
1. Hak Milik Individu/ Pribadi
Islam membolehkan/membenarkan hak individu terhadap harta benda dan
membenarkan pemilikan semua jenis harta benda yang diperoleh secara halal di mana
seseorang mendapatkan sebanyak harta yang mampu diperolehnya. “Menurut
pengetahuan ,kemahiran dan tenaga dengan menggunakan cara-cara yang bermoral dan
tidak anti sosial.”5
Islam menganggap tidak ada bahaya dalam hak milik perseorangan bahkan sebaliknya
menggalakkan setiap orang supaya berusaha. Islam membenarkan hak milik pribadi.
Tetapi tidak memberikan kebebasan tanpa batas menggunakan hak tersebut
sekehendaknya. Islam membenarkan hak pribadi di tetapkan menurut ketentuan-ketentuan
tertentu supaya tidak membahayakan. Islam memberi kuasa kepada masyarakat untuk
menyusun undang-undang hak milik pribadi.6
Hak milik individu merupakan sesuatu yang mendasar, bersifat permanen. Melekat
pada eksistensi manusia dan bukan merupakan fenomena sementara. Sedemikian Islam
menghargai hak milik individu, sampai-sampai harta mas kawin dalam pernikahan yang
gagal (dengan persyaratan tertentu) harus dikembalikan kepada yang empunya. Para
ulama di masa lalupun (misal al Ghazali, Satiby, Ibnu Taimiyah) hingga pemikir pada
masa kini telah bersepakat bahwa kriteria pembatasan hak milik individu selain ketentuan
syari’at adalah alasan kemanfaatkan yang riil (maslahah).7
Batasan-batasan yang ditentukan oleh syara’ kadang tetap ada yang melanggar hingga
akhirnya hak milik pribadi senantiasa menjadi sebab utama terjadinya konflik dan ketidak
adilan dan keamanannya agar hal ini tidak diabaikan. Permasalahan seperti ini sering
terjadi di negara barat, mencerminkan adanya kekuasaan politik golongan hartawan dan
bukan disebabkan oleh hak milik pribadi.
Ini dikaitkan dengan negara yang menjamin kebebasan masyarakat untuk memiliki
hartanya, dan mempergunakannya setiap usaha yang dipergunakannya sesuai dengan
kepentingannya asal tidak mengganggu kepentingan negara. Kebebasan dalam memiliki
oleh sistem kapitalis merupakan bentuk pemahaman negara tersebut terhadap makna

4
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: KENCANA, 2013), hlm. 69
5
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 48
6
Op.cit. Yunia Fauzia, hlm. 72
7
Faizah Ismail, Asas Muamalat dalam Islam, (Jakarta: KENCANA, 2010), hlm. 475

5
kepemilikan. Kepemilikan tidak akan terjadi tanpa usaha untuk mendapatkan harta yang
akan dimiliki.8
Rakyat tidak mempunyai hal untuk memiliki harta kecuali harta-harta tertentu yang
telah ditetapkan oleh negara. Motivasi masyarakat untuk bekerja itu didasarkan atas nilai
kepemilikan yang ia dapatkan kelak setelah ia bekerja tetapi lebih dikarenakan adanya
aturan yang ketat atas apa yang mereka kerjakan. Namun rakyat mendapatkan hasilnya
melalui pembagian yang rata yang dilakukan negara.9

2. Hak Milik Umum


Konsep hak milik umum mula-mula digunakan dalam Islam dan tidak terdapat dalam
masa sebelumnya. Namun demikian, dapat dicatat istilah “hak milik umum” yang
digunakan oleh Islam mempunyai makna yang berbeda dan tidak memiliki persamaan
langsung dengan apa yang dimaksud oleh sistem sosial dan komunis. Maksudnya, bahwa
semua harta dan kekayaan milik masyarakat yang memberikan pemilikan atau
pemanfaatan atas berbagai macam benda yang berbeda-beda kepada warganya. Pembagian
mengenai harta yang menjadi milik masyarakat dengan milik individu secara keseluruhan
berdasakan kepentingan umum.10

3. Hak Milik Negara


Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum. Tetapi dalam pengelolahan
hak yang mengelola adalah hak pemerintah. Negara juag memiliki hak milik terhadap
terhadap barang dan jasa, terutama yang terkait untuk melaksanakan kewajibannya, untuk
menyelenggarakan pendidikan, penyediaan fasilitas publik, memelihara hukum dan
keadilan menyantuni fakir miskin, dan lain-lain. Negara dapat memungutnya dari pajak
secara terbatas kepada masyarakat, di samping mengendalikan pemasukan lain seperti
ghanimah, hadiah, temuan benda tak bertuan, wakaf, hingga zakat. Kekayaan negara
secara aktual merupakan kekayaan publik sehingga harus dikeluarkan untuk kepentingan
publik pula. Kepada negara hanya pemegang amanah. Meskipun begitu, sangatlah dilarang
penggunaan kekayaan negara secara berlebihan. Kekayaan negara harus digunakan untuk
kepentingan ekonomi masyarakat, mengembangkan untuk kepentingan sosial dan
mengurangi disparitas pendapatan.11

8
Op.cit, Lukman Hakim, hlm. 50-53
9
Op.cit, Mardani, hlm. 30
10
Ibid
11
Ibid

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Secara terminologi atau istilah syari'at ada barang yang tidak dapat di miliki kecuali di
benarkan oleh syari'at, serti harta yang telah di wakafkan atau aset-aset baitul mal. Harta
yang telah di wakafkan tidak boleh di perjual belikan atau di hibahkan. Kecuali sudah
rusak atau biaya perawatannya lebih mahal dari penghasilannya. Dalam hal ini pemerintah
boleh mengizinkan untuk mentransaksikannya harta tersebut.
 Manfaat dari Kepemilikan ini adalah: (1) Manusia tidak boleh sembarangan untuk
memilki sesuatu tanpa melihat aturan-aturan yang berlaku, (2) Manusia akan berusaha
dengan benar untuk dapat memiliki sesuatu, (3) Membentengi manusia untuk dapat
memiliki sesuatu dengan jalan yang tidak benar.
 Islam menganggap tidak ada bahaya dalam hak milik perseorangan bahkan sebaliknya
menggalakkan setiap orang supaya berusaha. Islam membenarkan hak milik pribadi.
Tetapi tidak memberikan kebebasan tanpa batas menggunakan hak tersebut
sekehendaknya. Islam membenarkan hak pribadi di tetapkan menurut ketentuan-ketentuan
tertentu supaya tidak membahayakan. Islam memberi kuasa kepada masyarakat untuk
menyusun undang-undang hak milik pribadi
 Konsep hak milik umum mula-mula digunakan dalam Islam dan tidak terdapat dalam
masa sebelumnya. Namun demikian, dapat dicatat istilah “hak milik umum” yang
digunakan oleh Islam mempunyai makna yang berbeda dan tidak memiliki persamaan
langsung dengan apa yang dimaksud oleh sistem sosial dan komunis.
 Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum. Tetapi dalampengelolahan hak
yang mengelola adalah hak pemerintah. Negara juag memiliki hak milik terhadap terhadap
barang dan jasa, terutama yang terkait untuk melaksanakan kewajibannya, untuk
menyelenggarakan pendidikan,

7
DAFTAR PUSTAKA

Fauzia, Ika Yunia. 2013. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: KENCANA

Hakim, Lukman. 2009. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga

Ismail, Faizah.2010. Asas Muamalat dalam Islam. Jakarta: KENCANA

Al- Samilah, Maktabah. 1980. Sahih al-Bukhari.

Mardani. 2012. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

https://www.kompasiana.com/rikokris/5c903cef95760e38bb2d95f2/kepemilikan-dalam-islam
diakses pada tanggal 15 Maret 2020, pukul 10:15 WIB.

http://alhushein.blogspot.com/2012/01/hak-milik-dalam-islam.html diakses pada tanggal 15


Maret 2020, pukul 10:20 WIB

Anda mungkin juga menyukai