Anda di halaman 1dari 8

KEPEMILIKAN DAN AKAD

Muhammad Rofiudin

Pada hakikatnya, segala yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah Swt.
Konsekuensinya logis dari pernyataan itu adalah manusia bukan pemilik mutlak, tetapi
dibatasi oleh hak – hak Allah Swt.
Oleh karena itu, wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk berzakat
dan ibadah lainnya.
A. KEPEMILIKAN (MILKIYAH)
1. Pengertian Milkiyah
Milkiyah menurut bahasa berasal dari kata (‫ )مليك‬artinya: sesuatu yang berada dalam
kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang
secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk
dipindahkan
Menjaga dan mempertahankan hak milik hukumnya wajib, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW : “ Siapa yang gugur dalam mempertahankan hartanya ia syahid,
siapa yang gugur dalam mempertahankan darahnya ia syahid, siapa yang gugur dalam
mempertahankan agamanya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan
keluarganya ia syahid “ (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Ketentuan syariat mengenai hak milik
Ketentuan tentang hak – hak manusia untuk memilliki seisi alam ini harus berlandaskan
pada ketentuan yang dibuat Allah Swt. Syariat islam mempunyai aturan tertentu
mengenai keinginan seseorang untuk memiliki kekayaan alam ini menjadi milik
pribadinya.
Ketentuan islam mengenai kekayaan pribadi itu meliputi delapan pokok, yaitu sebagai
berikut :
a. Pemanfaatan kekayaan
b. Membayar zakat
c. Penggunaan yang berfaedah
d. Penggunaan yang tidak merugikan
e. Kepemilikan yang sah
f. Penggunaan berimbang
g. Pemanfaatan sesuai hak
h. Kepentingan kehidupan
3. Sebab-sebab Kepemilikan
a. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul Mubahat).
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam bebas,
air hujan dan lain-lain.
b. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud),
contohnya : lewat jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian dan
lain-lain.
c. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah),
contohnya : mendapat bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari
wasiat ahli waris.
d. Harta atau barang yang didapat dari perkembang biakan (Attawalludu minal mamluk)
Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan lain-lain.
4. Macam-macam Kepemilikan
Kepemilikan terhadap suatu harta ada tiga macam, yaitu :
a. Kepemilikan penuh (milk-taam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda
atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang
terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang
terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk
menguasai harta itu.
Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi :
a. Kepemilikan pribadi (Individu), yaitu suatu harta yang dimiliki seseorang atau
kelompok, namun bukan untuk umum, Contohnya: Rumah, Mobil, Sawah dan lain-lain.
b. Kepemilikan publik (umum), yaitu harta yang dimiliki oleh banyak orang. Contohnya:
Jalan Raya, laut, lapangan Olah Raga dan lain-lain.
c. Kepemilikan Negara
Contohnya: Gedung Sekolah Negeri, Gedung Pemerintahan, Hutan dan lain-lain.
5. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyari’atkannya kepemilikan dalam Islam, antara lain :
a. Terciptanya rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
6. Menghidupkan tanah mati
Ihya’ mawat al – ard adalah menghidupkan tanah yang mati. Maksud tanah yang mati
adalah tanah yang tidak dimiliki seseorang (tanah tak bertuan). Islam membolehkan
umatnya menghidupkan tanah mati, sekaligus menjadi milik dari yang
menghidupkannya. Rasulullah saw bersabda :
(‫من احيا ارضا ميتة فهي له و ليس لعرق ظالم حق )روه ابو داود و الترمذي‬
Artinya :
Barang siapa yang menghidupkan orang mati maka ia menjadi pemiliknya, tidak ada
bagi orang yang aniaya hak atas sesuatu. (HR. Abu Dawud : 2671 dan At – tirmidzi :
1299)
Tanah Allah swt di dunia ini sangat luas dan diciptakan untuk dipergunakan oleh manusia. Akan tetapi, belum semua kekayaan Allah swt itu
dapat dinikmati oleh manusia, masih terdapat banyak tanah – tanah kosong (tidak bertuan) dan tidak berfungsi. Oleh karena itu, menjadi sunnah
hukumnya apabila terdapat orang yang menghidupkan tanah – tanah kosong untuk dapat dipakai dan dimanfaatkan. Rasulullah saw bersabda :
(‫من احيا ارضا ميتة فله منها يعنى اجرا وما اكلت العوافى منها فهو له صدقة )روه احمد عن جابر بن عبد ا‬
Artinya :
Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka ia memperoleh pahala, dan apa – apa yang dimakan binatang maka menjadi sedekah
baginya. (HR. Ahmad dari Jabir bin Abdullah : 13753)
Menghidupkan tanah mati yang diperbolehkan menurut syara’ adalah mempersiapkan tanah itu untuk keperluan yang diinginkan. Dalam
penggunaannya, dianjurkan untuk memberi tanda pembatas dengan tembok atau parit yang menunjukkan pembatas atas tanah yang dihidupkan.
Pembatasan itu diperlukan agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari.
Nabi saw tidak memberi batasan secara tegas, baik luas maupun lebar, tanah yang harus dihidupkan, melainkan sebatas kewajaran saja atau
sebatas kebutuhan untuk kepentingan yang dapat diambil manfaatnya bagi orang banyak, seperti membuat masjid, mushola, tenda –tenda
perkemahan, atau balai untuk kegiatan keagamaan.
B. AKAD
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah akad
adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan
orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad jual
beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.
2. Dasar hukum dilakukannya akad adalah :
‫يا يها الذين امنوا اوفوا بالعقود‬
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS. Al Maidah : 1).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau akad
itu hukumnya wajib.
3. Rukun akad dan Syarat akad
Adapun rukun akad adalah :
a. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.
b. Sighat (Ijab dan Qabul).
c. Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).
Sementara itu syarat akad adalah sebagai berikut :
1. Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang
yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad
2. Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang
yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
3. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang
bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.
4. Macam – macam Akad
Ada beberapa macam akad, antara lain:
1) Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
2) Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada
kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
3) Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan
atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandate.
4) Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
5) Akad Ta’athi (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara umum. Contoh:
beli makan di warung, harga dan pembayaran dihitung pembeli tanpa tawar menawar.
5. Hikmah Akad
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas

Anda mungkin juga menyukai