Anda di halaman 1dari 12

Kelompok 6 :

Nama : Bambang Pramana (08010421008)


Adjeng Nurussalam ( 08020421039)
Kelas : ES4F
Mata Kuliah : Sistem Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Dr. sri Wigati M.EI.

KONSEP KEPEMILIKAN DAN TANAH DALAM 
SISTEM EKONOMI ISLAM

1.1 Definisi Konsep Kepemilikan


Konsep atau biasa di sebut dengan conceptum istilah tersebut di berasal dari bahasa
Latin yang mempunyai arti dapat di mengerti atau beberapa pberitahuan, hasil pemikiran
yang erat berkaitan dengan sesuatu yang telah terjadi serta memberikan instruksi atau poin
dengan melakukan penelitian.
Sedangkan dalam sistem ekonomi islam memiliki mempunyai pengertian secara
etimologis yakni al- milk yang berasal dari bahasa arab yang berarti sesuatu yang di miliki
(harta) , milik adalah hubungan seseorang dengan sesuatu harta yang di akui oleh syara' yang
menjadikannya memiliki kekuasaan yang khusus terhadap harta tersebut, kecuali timbulnya
halangan ( kendala) syara'1
Adapun milik jika di jelaskan secara terminologis meiliki beberapa pendapat yakni :
1) Menurut ahmad azhar Basyir milik mempunyai pengertian penguasaan terhadap sesuatu
dimana orang yang miliki kuasa terhadap sesuatu tersebut bebas melakukan tindakan-
tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya selain itu dapat mengambil manfaat apabila tidak
adanya halangan syarak
2) Menurut mushtafa ahmad zarqa kepemilikan yakni pengkhuausan kepada seseorang terhadap
benda yang menungkinkannya untuk bertindak sesuai keinginanya terhadap benda tersebut
selama tidak adanya halangan syarak dalam hal ini benda yang di khususkan penguasan
sepenuhnya kepada orang tersebut sehingga orang lain tidak diperbolehkan bertindak dan
memanfaatkannya, pemikik juga bebas bertindak hukum terhadap apa yang di miliki nya
seperti contohnya : diperjual belikan, diwakafkan, dihibahkan dan meminjamkannya kepada
orang lain. Hal ini dapat dilakukan selama tidak adanya halangan syarak halangan syarak
sendiri yakni seperti : orang gila, anak kecil yang belum mengerti, orang yang belum cukup
dalam bertindak hukum.
1
Dr. Mardani.Hukum sistem ekonomi islam. Jakarta, PT rajagrafindo, 2015. 130-132
3) Yang terakhir menurut kompilasi hukum ekonomi syariah kepmilikan yakni hak yang di
miliki seseorang, sekelompok orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau bahkan
tidak berbadan hukum untuk melakukan perbuatan hukum
Konsep Dasar kepemilikan dalam islam adalah firman Allah SWT
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni
siapa yang dikehendaki”(Qs. Al-Baqarah : 284)
ُ ‫ ۤا ُء ۗ َو‬F‫ ِّذبُ َم ْن ي ََّش‬F‫ ۤا ُء َويُ َع‬F‫ ُر لِ َم ْن ي ََّش‬Fِ‫ ِه هّٰللا ُ ۗ فَيَ ْغف‬Fِ‫ ْب ُك ْم ب‬F‫اس‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ض ۗ َواِ ْن تُ ْب ُدوْ ا َما فِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَوْ تُ ْخفُوْ هُ يُ َح‬
ِ ْ‫ت َو َما فِى ااْل َر‬
ِ ‫ِ َما فِى السَّمٰ ٰو‬
‫هّٰلِل‬

‫ع َٰلى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬


2.1 Sebab-sebab Kepemilikan untuk memiliki yang ditetapkan syariat
Sebab-sebab Kepemilikan untuk memiliki (tamalluk) yang ditetapkan syariat, terdiri atas
empat sebab sebagai berikut:
1) Ihrazul Mubahat (Menimbulkan Kebolehan) ihrazul mubahat adalah sebab timbul atau sifat
memiliki seseorang atas benda. Mubah yang di maksud dalam ihrazul mubahat yakni harta
yang tidak masuk kedalam milik seseorang yang sah dan tidak juga tidak adanya suatu
penghalang yang di benarkan syara' dari pemiliknya 2Syarat dalam memiliki benda mubahat
yakni : a) benda mubahat belom di ikhrazkan kepada orang lain seperti contoh ada orang yang
mengumpukan air kedalam wadah kemudian orang tersebut membiarkan air itu, maka tidak
ada hak atas orang lain untuk mengambil air tersebut. B) adanya niat memiliki, maka disini
seseorang tidak di perbolehkan memiliki harta mubahat tanpa adanya niat seperti contoh ada
seorang pemburu yang meletakkan jaringan di sawah dengan niat hanya sekedar untuk
menjemur agar jaring tersebut kering akan tetapi ada burung" Yang tersangkut di jaring
tersebut maka Butung tersebut tidak berhak di miliki
2) Khalafiyah( penggantian)
Yakni bertempatnya seseorang atau berpindahnya seseorang ke tempat yang baru dari
orang yang lama yang telah hilang sebagai macam hak nya khalafiyah sendiri ada 2 macam
yang pertama Khalafiyah syakhsy’an syakhsy yakni si waris memiliki harta yang di
tinggalkan oleh muwari, harta tersebut di sebut tarikah dan yang kedua Khalafiyah syai’an
syai’in yakni apabila seseorang merugikan milik orang lain atau merusak bahkan
2
Muhtadi, R., Safik, M., & Mansur. tt. Tinjauan Ekonomi Islam Konsep Kepemilikan dalam Konteks Indonesia .
Pamekasan: STAI Miftahul Ulum.hal 107-110.
menghilangkan milik orang lain mak wajib baginya menganti dan membayar kerusakan-
kerusakan yang terjadi kepada pemilik. Maka Khalafiyah syai’an, syai’in ini disebut tadlmin
atau ta’widl (menjamin kerugian)
3) Al-uqud ( akad)
Akad yakni sebab terjadinya kepemilikan akad bisa juga di sebut transaksi dalam
pemindahan hak dalam sistem kepemilikan ada dua hal yang harus di perhatikan dalam akad
yang pertama uqud jabariyah yakni akad yang di wajib di lakukan bedasarkan atas keputusan
hakim seperti menjual hata seseorang yang berhutang secara paksa. Yang kedua, istilah untuk
maslahat umum seperti tanah yang berada di samping masjid apabila di perlukan untuk masjid
maka masjid harus memiliki terlebih dahulu tanah tersebut dan pemilik tanah harus
menjualnya.
4) At-tawalud min al- Mamluk ( kepemilikan dari benda yang dimiliki)
At-Tawallud min al-mamluk yakni segala sesuatu yang bersumber atau berasal dari
benda atau apapun yang di miliki maka itu menjadi milik orang tersebut seperti contoh :
seseorang memiliki sapi maka apabila Sali tersebut menghasilkan susu maka susu itu menjadi
hak orang yang memiliki sapi contoh kedua apabila seseorang memiliki pohon dan pohon
tersebut berbuah maka buah pohon tersebut menjadi milik orang yang memiliki pohon.
3.1 Macam-Macam Kepemilikan
An-Nabhaniy menyatakan bahwa kepemilikan menurut pandangan Islam dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu, 3
 Kepemilikan Individu (private property) kepemilikan individu yakni ketetapan yang di tetep
akan hukum syara' yang berlaku untuk zat ataupun jasa ( manfaat) tertentu yang
memungkinkan siapapun yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta
memperoleh keuntungan atau kompensasi apabila barang yang dimiliki orang tersebut di
manfaatkan kegunaanya oleh orang lain seperti di sewa ataupun di konsumsi seperti di beli.
Karna hal tersebut setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan sebab atau cara kepemilikan
tertentu.
An-nabhaniyah membahas dan mengkaji bahwa hukum syarak yang menentukan
kepemilikan orang atas harta tersebut, sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas atas lima
sebab yakni :
3
Sobarna, Nanang. (2021). Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam Menurut Taqiyuddin An-Nabhani. Jurnal
Ilmiah Ekonomi dan Keuangan Syariah, (2)2.114-115.
a. Warisan
b. Bekerja
c. harta pemberian negara yang di berikan kepada rakyat
d. kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
e. harta yang perolehanya tidak mengeluarkan tenaga atau harta

 Kepemilikan Umum (collective property)


Kepemilikan umum yakni izin as-syari' kepeda suatu lembaga atau komunitas untuk
memamnfaatkam benda. Yang termasuk benda-benda kategori kepemilikan umum yakni
benda yang di nyatakan oleh allah SWT dan Rasulullah SAW bahwa benda tersebut di
tetepkan untuk komunitas dimana mereka Masing-masing saling membutuhkan. Berhubungan
dengan penjelasan diatas hukum islam melarang benda tersebut di kuasai hanya untuk
seseorang atau sekelompok kecil. Benda-benda yang tergolong kepemilikan umum seperti,
benda tersebut merupakan fasilitas umum, karena jika tidak adanya benda tersebut suatu
komunitas atau negri akan menjadi kesulitan dan banyak orang yang mencarinya. Fasilitas
umum adalah apapun yang di gunakan bersama dan di anggap sebagai kepentingan manusia
secara umum
 Kepemilikan negara (state property)
Hata milik negara yakni harta yang merupakan hak seluruh kaum Muslim yang
pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara juga dapat memberukan kepada
sebagian warga negara akan tetapi ada kebijakan yang harus di sesuaikan, arti dari
pengelolaan negara ini yakni kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelolanya seperti
harta fai, kharaj,jizyah dan sebagainya

4.1 Asas kepemilikan


Kepemikikan amwal yakni di dasarkan pada asas
a) Amanah, yang di maksud amanah disini yakni bahwa kepemilikan awal pada dasarnya
merupakan titipan dari allah SWT untuk di manfaatkan bagi kepentingan hidup
b) Infiradiyah yang di maksud adalah bahwa pemilik benda pada dasarnya mepunyai sifat
individual dan penyatuan benda dapat di lakukan dengan bentuk badan usaha atau koperasi
c) Ijtima'iyah, yang di maksud yakni pemilik benda tidak hanya mempunyai fungsi pemenuhan
kebutuhan hidup yang memilikinya akan tetepi di dalam barang tersebut terdapat gak
masyarakat
d) Manfaat, yang di maksud manfaat yakni kepemilikan benda pada hakikatnya di arahkan untuk
mencegah mudharat dan membuka manfaat
Prinsip kepemilikan
Prinsip kepemilikan yakni
a. kepemilikan yang penuh, kepemikikan ini menimbulkan adanya kepe. Inikan manfaat dan
tidak di batasnya waktu
b. kepemilikan yang tidak penuh, kepemilikan ini mengharuskan adanya kepemilikan manfaat
yang di batasi oleh waktu
c. Kepemilikan penuh kepemilikan ini tidak bisa di hapuskan tetapi bisa di alihkan
d. Kepemilikan syarikat yang tidak penuh kepemilikan ini sama dengan kepemilikan terpisah
tasharrufnya
e. kepemilikan syarikat yang penuh di tasharrufnya dengan hal dan kewajiban secara
proposional
Klasifikasi kepemilikan
Dalam fikih muamalah dibahas mengenai kepemilikan secara garis besar di bagi menjadi dua
bagian yakni
1. milk tam, yakni kepemilikan yang berupa benda yang meliputi benda dan manfaat sekaligus
yang artinya zat benda dan kegunaannya dapat di kuasai. Kepemilikan tam dapat di peroleh
dengan berbagai cara salah satunya jual beli
2. Milk naqis, kepemilikan ini yakni bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda itu,
memiliki benda nya tetapi tidak memiliki manfaatnya atau memiliki manfaatnya (kegunaan)
tanpa memiliki zat atau bendanya. Milk naqis jika berupa penguasaan terhadap zat barang di
sebut raqabah sedangkan milk naqis berupa penguasaan kegunaannya saja di namakan milk
manfaat atas hal guna pakai dengan cara seperti wakaf, i'arah dan Washiyah
Dilihat dari segi mahal (tempat) milik di bagi menjadi tiga bagian yakni
1. Milk al-ain disebut milk raqabah yakni kepemilikan benda tetep atau benda yang dapat
dipindahkan seperti kepemilikan terhadap rumah, mobil, kebun, motor
2. Milk al-manfaah yakni seseorang yang hanya memiliki manfaat dari suatu benda seperti
benda meminjam dan lainya
3. milk al-dayn, yakni kepemilikan dikarenakan adanya hutang seperti contoh sejumlah uang
yang dipinjamkan kepada seseorang dan pengganti benda yang di rusakkan, karena hutang
hukumnya wajib dibayar
Dilihat dari segi shurah atau cara berpatutan milik dengan dengan yang dimiliki, di bagi
menjadi dua yakni
1. Milk al-muttamayyiz yakni sesuatu yang bersangkutan dengan yang lain yang mempunyai
batasan-batasan yang bisa menyebabkan terpisahnya dari yang lain seperti contoh : antara
sebuah mobil dan seekor kerbau sudah jelas batas-batasanya.
2. milk al-sya'i atau milk al-musya yakni milik yang bersangkutan dengan sesuatu yang nisbi
dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau kecil benda tersebut seperti contoh seperti seekor
sali yang di beli oleh empat puluh orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya
5.1 Sebab dan berakhirnya kepemilikan
Faktor penyebab kepemilikan dalam Islam, ada empat jenis supremasi yaitu produk yang
diizinkan, kontrak, pertukaran dan Berasal dari sesuatu yang dimiliki. 4Disamping hal tersebut
ada beberapa yang menyebabkan berakhirnya kepemilikan menurut Fuqaha yakni : pemilik
meninggal dunia sehingga menyebabkan semua kepemilikan nya berpindah hak kepada ahli
warisnya, harta atau benda yang di milikinya hilang atau rusak, sudah habis masa pemanfaatan
nya atas sesuatu, harta yang di manfaatkan hilang atau rusak, yang terakhir orang yang
memanfaatkan barang tersebut meninggal dunia.
Kepemilikan Tanah Dalam Ekonomi Islam
6.1 Kepemilikan Tanah Dalam Islam
Konsep Islam tentang kepemilikan tanah didasarkan pada konsep hak milik. Islam
mengakui hak milik individu dan juga hak milik sosial. Menurut ekonomi Islam, hak milik dapat
dibagi menjadi tiga bagian,yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan publik dan kepemilikan
negara. Kepemilikan tanah dalam Islam tidak mengenal istilah zamindari atau sistem penguasaan
tanah. Pada prinsipnya setiap orang atau masyarakat berhak memiliki tanah sepanjang cara
perolehannya sah menurut syariat Islam. Oleh karena itu, Islam juga mengakui hak masyarakat
untuk memiliki uang dan harta benda.5
4
Wedi pratanto rahayu. (2020). Konsep kepemilikan dalam islam.jurnal IRTIFAQ, (7)1. 90.
5
Ali Sodiqin, “HUKUM AGRARIA DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH,” t.t.
Setiap negara memiliki tanah yang dapat digunakan, dan tanah adalah inti dari dzat itu
sendiri sedangkan kegunaan adalah pemanfaatannya, misalnya digunakan sebagai lahan
pertanian,
Islam memperbolehkan kepemilikan tanah dan penggunaannya.Islam juga menetapkan undang-
undang untuk masing-masing kepemilikan tersebut.

Kepemilikan tanah yang diketahui orang sejak zaman dahulu tidak dihilangkan baik oleh
Al-Quran maupun Sunnah Nabi Muhammad SAW. Kepemilikan telah dijelaskan dalam Al-
Qur'an bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah, tetapi manusia
telah diberi hak untuk memiliki bumi sebagai wali atau khalifah Allah. Dengan demikian, Islam
juga mengenal hak milik pribadi atau privat.6
Konsep dasar dalam Syariah Islam telah membagi tanah dalam 2 (dua) macam tanah yaitu :
Tanah Usyriah dan Tanah Kharajiyah :
Konsep dasar Syariat Islam membagi negara menjadi 2 (dua) macam negara, yaitu:
Tanah Usyriah dan Tanah Kharajiyah: 
1. Tanah Usyriah

Tanah Usyriah adalah tanah yang penduduknya masuk Islam secara damai tanpa peperangan,
seperti Madinah Munawwarah dan Indonesia. Tanah ini adalah milik individu dan boleh
diperjualbelikan, menggadaikan, menghibahkan, atau mewariskan. Jika tanah pertanian,
maka kewajiban zakatnya sebesar 10% jika diairi dengan air hujan, atau 5% jika diairi
dengan irigasi buatan. Jika tidak ditanami, tidak ada kewajiban zakatnya. Jika tanah tersebut
tidak berbentuk pertanian, tidak ada kewajiban zakatnya kecuali jika diperdagangkan. Jika
dibeli oleh non-Muslim, tidak terkena kewajiban zakat. Tanah Kharajiyah adalah tanah yang
dikuasai kaum Muslimin melalui peperangan atau perdamaian, seperti Irak, Syam, Mesir,
Bahrain, dan Khurasan.
6
“Sistem ekonomi Islam : prinsip dasar / Muhammad Sharif Chaudhry ; penerjemah, Suherman Rosyidi |
Perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim Riau,” diakses 28 Maret 2023, https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-
opac?id=2736.
2. Tanah Kharajiyah

Tanah Kharajiyah adalah milik negara melalui Baitul Mali, meskipun kepentingannya adalah
milik pribadi. Tanah kharajiyah dapat diperjualbelikan tetapi tidak dapat dihibahkan. Untuk
tanah pertanian, Kharaj harus dibayar setahun sekali, terlepas dari apakah itu dibangun atau
tidak. Tanah Kharajiyah di bawah kekuasaan perang memiliki kharaj yang abadi dan harus
dibayar meskipun pemiliknya masuk Islam atau non-Muslim menjual tanah tersebut kepada
Muslim. Dalam sistem pertanahan Kharajiyah, tanah dimiliki oleh negara dan dikelola oleh
Baitul Mal. Meskipun manfaat tanah kharajiyah adalah milik perseorangan, namun tanah
tersebut tidak dapat diwakafkan karena merupakan milik negara. Apabila tanah kharajiyah
berupa tanah pertanian, kharaj (pajak tanah) dipungut setiap tahun baik yang diusahakan
maupun yang tidak. Ketika tanah Kharajiyah dikuasai dengan damai dan dinyatakan sebagai
milik kaum muslimin, maka Kharaj tersebut akan abadi. Namun, jika tanah tersebut
dinyatakan milik non-muslim, kharajnya seperti jizyah dan akan hilang jika pemiliknya
masuk Islam atau tanahnya dijual kepada seorang Muslim. Apabila tanah kharajiyah berupa
tanah pemukiman, maka tidak dikenakan kewajiban kharaj dan zakat (ushr) jika tanah
tersebut tidak ditukar. Ketika tanah Kharajiyah yang dikuasai militer dijual kepada umat
Islam, Kharaj harus dibayar terlebih dahulu sebelum membayar zakat (usir) atas hasil tanah
pertanian tersebut. 7
6.2 Cara Untuk Memperoleh Kepemilikan Tanah
Dalam pandangan syariat Islam, seseorang yang memiliki tanah luas namun tidak mampu
memanfaatkan sumber daya produksinya dengan baik dapat dikenai tindakan oleh negara Islam
untuk memastikan bahwa tanah tersebut dimanfaatkan secara efektif. Syariat Islam menetapkan
bahwa pemilik tanah harus terus-menerus mengelolanya. Jika pemilik tanah tidak menggarap
tanah tersebut selama tiga tahun berturut-turut, maka ia kehilangan hak kepemilikan atas tanah
tersebut dan negara Islam berhak memberikan tanah tersebut kepada orang lain yang dapat
mengelolanya dengan lebih baik. Dengan demikian, pemilik tanah diwajibkan untuk
memanfaatkan sumber daya produksi yang dimilikinya agar dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat secara efektif.

7
Fadli Hudaya, “KONSEP KEPEMILIKAN TANAH DALAM EKONOMI ISLAM, USAHA MENGURANGI ANGKA
KEMISKINAN DI INDONESIA,” Neraca 13, no. 1 (1 Juni 2017): 43–55, https://doi.org/10.48144/neraca.v13i1.457.
Sebagai pemilik tanah dalam syariat Islam, seseorang diperbolehkan untuk menanami
tanahnya dengan alat, benih, hewan, dan pekerja yang dibutuhkan. Namun, jika pemilik tanah
tidak mampu melakukan pengelolaan tersebut, negara akan memberikan bantuan dalam upaya
pengelolaan tanah tersebut. Hal ini bertujuan agar tidak ada tanah yang dibiarkan kosong dan
tidak produktif. Dengan demikian, syariat Islam mendorong agar sumber daya produksi yang
dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Menurut syariat Islam, kepemilikan atas tanah dapat diperoleh dengan beberapa cara,
yaitu memagari tanah, diberikan oleh khalifah secara cuma-cuma, menghidupkan tanah mati,
mewarisi, atau dengan membeli. Jika ada tanah kosong yang tidak memiliki pemilik, dan
kemudian diolah dan dipagari oleh seseorang hingga menghasilkan produksi, maka orang
tersebut berhak menjadi pemilik tanah tersebut. Namun, kepemilikan tersebut hanya berlaku
selama pengelolaan dilakukan secara terus-menerus. Jika pemilik tanah membiarkan tanah
tersebut kosong selama tiga tahun berturut-turut, maka kepemilikannya akan dicabut oleh negara.
Dengan demikian, syariat Islam mendorong penggunaan sumber daya tanah secara produktif
untuk kesejahteraan masyarakat.8

Sebagai rangkuman dari penjelasan sebelumnya, ada beberapa faktor yang


mempengaruhi kepemilikan tanah dalam sistem ekonomi Islam.Antara lain :
1. Jual Beli (al-ba'i)

Dalam hukum Islam, jual-beli (al-ba'i) merujuk pada pertukaran harta dengan harta,
termasuk kepemilikan dan penguasaannya, dengan saling memberikan persetujuan. Akad
jual-beli diperbolehkan dalam Islam untuk benda-benda yang halal, termasuk tanah. Melalui
akad jual-beli, harta dapat dipindahkan dari satu pihak ke pihak lain dengan memberikan
kompensasi berupa harga.

2. Waris adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh mayit kepada ahli warisnya, sedangkan
Hibah adalah perpindahan kepemilikan tanpa ada pengganti atau kompensasi. Ihya'ul mawat
mengacu pada menghidupkan tanah mati yang tidak dimiliki oleh siapa pun dan tidak
dimanfaatkan. Cara untuk menghidupkan tanah mati adalah dengan memanfaatkannya,
8
Rahma Fitriani, “PEMILIKAN TANAH PERSPEKTIF ISLAM,” t.t.
seperti dengan menanam tanaman, membangun bangunan, dan lain-lain. Dalam Islam,
dikatakan bahwa siapa pun yang menghidupkan tanah mati maka ia berhak memiliki tanah
tersebut. Hal ini didukung oleh sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa tanah
mati yang dihidupkan akan menjadi milik penghidupnya.

3. Tahjir adalah pembatasan pada suatu tanah yang dapat menjadikannya milik seseorang. Hal ini
dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa siapa pun yang membatasi suatu tanah mati maka ia
berhak atas kepemilikan tanah tersebut. Iqtha' adalah pemberian tanah oleh negara kepada rakyat.
Nabi Muhammad SAW memberikan tanah kepada beberapa orang seperti Abu Bakar As-Shiddiq,
Umar bin Khaththab, dan Zubair bin Awwam ketika tiba di kota Madinah.

6.3 Pemanfaatan Tanah ((at-tasharruf fi al-ardh)


Syariah Islam mewajibkan pemilik tanah pertanian untuk mengelolanya agar produktif.
Negara dapat membantu dengan menyediakan sarana produksi pertanian seperti bantuan yang
diberikan oleh Khalifah Umar bin Khathab di Irak untuk para petani. Jika pemilik tanah tidak
mampu mengolahnya, disarankan untuk memberikannya kepada orang lain tanpa kompensasi.
Nabi SAW telah bersabda bahwa siapa pun yang memiliki tanah pertanian harus mengolahnya
atau memberikannya kepada saudaranya. Jika pemilik tanah tidak merawat tanahnya selama tiga
tahun, maka hak kepemilikannya akan hilang.9

6.4 Hak Pemilik Tanah


Negara Islam selain mengatur kewajiban pemilik tanah juga memberikan perlindungan
dan mengatur hak-hak pemilik tanah. Antara lain :
a) Hak jual beli tanah

Pemilik tanah dalam negara Islam memiliki hak untuk membeli dan menjual tanah mereka
sesuai kebutuhan. Hak ini juga dilakukan oleh para sahabat Nabi, yang bebas menjual dan
membeli tanah kharaj serta membayar pajaknya. Dengan adanya hak ini, pemilik tanah dapat
mengelola tanah mereka sesuai keinginan mereka dan memperoleh manfaat yang adil dari
tanah yang dimilikinya.
b) Hak Berkehendak
9
Hudaya, “KONSEP KEPEMILIKAN TANAH DALAM EKONOMI ISLAM, USAHA MENGURANGI ANGKA KEMISKINAN DI
INDONESIA.”
Dalam negara Islam, pemilik tanah diberikan hak untuk mewariskan sepertiga dari tanah
mereka. Selain itu, mereka juga berhak memberikan tanahnya kepada kerabat, teman, atau
bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun. Pemilik tanah juga berhak memberikan tanah
mereka kepada lembaga penerima sedekah. Dengan adanya hak-hak ini, pemilik tanah dapat
memberikan tanah mereka kepada siapa pun yang mereka anggap layak tanpa ada tekanan
atau batasan yang berlebihan.
c) Hak Untuk Mengalihkan Tanah Ke Yayasan /Badan Amanah

Dalam negara Islam, pemilik tanah berhak memberikan tanahnya kepada Badan Amanah
untuk kepentingan masyarakat umum. Namun, setelah tanah tersebut diberikan kepada Badan
Amanah, pemilik tanah tidak lagi berhak atas keuntungan yang dihasilkan dari tanah tersebut.
Tanggung jawab penuh untuk mengelola dan menggunakan hasil dari tanah itu untuk tujuan
tertentu ada pada Badan Amanah. Dengan demikian, pemilik tanah telah memberikan
wewenang sepenuhnya kepada Badan Amanah untuk mengatur dan memanfaatkan tanah
tersebut demi kepentingan umum.
d) Hak untuk menyerahkannya kepada seseorang  

Islam mengatur tentang pemilikan tanah agar terjadi kemaslahatan bersama. Pemilik tanah
dapat memberikan tanahnya untuk digunakan atau dimanfaatkan oleh orang lain tanpa
adanya perpindahan kepemilikan tanah. Namun, jika pemilik tanah tidak mengolah tanahnya
selama tiga tahun berturut-turut, maka tanah tersebut akan menjadi mubadzir dan hak pemilik
tanah akan gugur. Untuk menghindari tanah nganggur, ada beberapa kerja sama dalam bidang
pertanian yang saling menguntungkan seperti muzara'ah/mukhabarah, musaqah, dan
mugharasah.

Dalam mengelola tanahnya untuk pertanian, pemilik tanah harus berinteraksi dengan petani
penggarap. Dalam Islam, pemilik tanah tidak boleh semena-mena terhadap petani penggarap,
dan Islam sangat memperhatikan kesejahteraan petani penggarap. Hak-hak petani antara lain
pemberian upah yang layak, perjanjian tertulis yang jelas antara hak dan tanggung jawab
masing-masing pihak, tidak ada kerja ekstra, tidak ada kelebihan bagian pemilik tanah, tidak
ada pajak, dan tidak ada penggusuran.10

10
Fitriani, “PEMILIKAN TANAH PERSPEKTIF ISLAM.”
6.6 Negara Berhak Menetapkan Hima
Hima adalah wilayah yang ditetapkan oleh negara untuk kepentingan tertentu dan tidak
boleh dimanfaatkan oleh individu. Contohnya adalah hima pada tambang emas dan perak di
Papua yang khusus untuk membeli alutsista. Rasulullah SAW dan khalifah setelahnya juga
pernah menetapkan hima pada tempat-tempat tertentu, seperti Naqi` untuk menggembalakan
kuda dan Rabdzah untuk menggembalakan unta zakat.

DAFTAR PUSTAKA

Mardani. (2015). Hukum Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo.


Muhtadi, R., Safik, M., & Mansur. (tt). Tinjauan Ekonomi Islam Konsep Kepemilikan dalam
Konteks Indonesia. Pamekasan: STAI Miftahul Ulum.
Sobarna, Nanang. (2021). Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam Menurut Taqiyuddin An-
Nabhani. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Keuangan Syariah, (2)2.
Rahayu, W. P. (2020). Konsep Kepemilikan dalam Islam. Jurnal IRTIFAQ, (7)1.
Fitriani, Rahma. “PEMILIKAN TANAH PERSPEKTIF ISLAM,” t.t.
Hudaya, Fadli. “KONSEP KEPEMILIKAN TANAH DALAM EKONOMI ISLAM, USAHA
MENGURANGI ANGKA KEMISKINAN DI INDONESIA.” Neraca 13, no. 1 (1 Juni
2017): 43–55. https://doi.org/10.48144/neraca.v13i1.457.
“Sistem ekonomi Islam : prinsip dasar / Muhammad Sharif Chaudhry ; penerjemah, Suherman
Rosyidi | Perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim Riau.” Diakses 28 Maret 2023.
https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=2736.
Sodiqin, Ali. “HUKUM AGRARIA DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH,” t.t.

Anda mungkin juga menyukai