Anda di halaman 1dari 26

Makalah Studi Ayat Dan Hadist Ekonomi

Tafsir Ayat Al-Qur’an Dan Syarah Hadis Tentang Hak Milik/Kepemilikan Harta
Oleh :
Anggun Anantha/NIM. 232041002, Hasnul Kamil/NIM. 232041009

A. Pendahuluan
Sebagai sutu sistem kehidupan universal dan komprehensif, Islam hadir dan dipercaya
oleh pemeluknya sebagai ajaran yang mengatur tentang segala bentuk aktivitas manusia,
termasuk masalah ekonomi. Salah satu bentuk aktivitas yang berkaitan dengan masalah
ekonomi adalah persoalan kepemilikan (al-milkiyyah). Islam senantiasa memberikan
ruang dan kesempatan kepada manusia untuk mengakses segala sumber kekayaan yang
dianugerahkan-Nya di bumi ini, guna memenuhi semua tuntutan kehidupan, memerangi
kemiskinan, dan merealisasikan kesejahteraan dalam semua sisi kehidupan manusia.
Secara historis, persoalan kepemilikan sebenarnya telah ada dan muncul sejak adanya
manusia pertama di muka bumi ini. Ketika itu, makna kepemilikan tidak lebih dari
sekedar penggunaan sesuatu guna memenuhi kebutuhan hidupnya, karena manusia belum
berfikiran untuk menyimpan apa yang ia miliki. Hal ini, disebabkan karena penghuni bumi
saat itu masih sedikit, sedangkan kebutuhan hidup sangat melimpah. Kepemilikan
terhadap sesuatu pada saat itu, hanya sekedar penggunaan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu dan tuntutan kebutuhan masyarakat,
sedikit demi sedikit jumlah manusia mulai bertambah dan memenuhi penjuru bumi.
Ketika itu mulailah persaingan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, setiap orang ingin
memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka sejak ini mulai pergeseran makna kepemilikan
yang awalnya hanya penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjadi kewenangan
dan kekuasaan, saat ini muncul istilah kepemilikan atau dikenal juga dengan “al-
milkiyyah”.
B. Penjelasan Istilah
1. Pengertian Hak
Kata hak berasal dari bahasa Arab yaitu al-haqq yang secara bahasa
mempunyai beberapa definisi yang berbeda-beda, antaranya al-haqq artinya adalah
milik, ketetapan dan kepastian, kebenaran. Hal ini sesuai dengan firman Allah ‫ﷻ‬
surat Yassin/36: 7:

1
(۷) َ‫علَ ٰٓى أ َ ْكث َ ِر ِه ْم فَه ْم ََل يؤْ ِمنون‬
َ ‫لَقَدْ َح َّق ٱ ْلقَ ْول‬
Artinya: Sesungguhnya telah pastilah perkataan (Allah) (yaitu siksaan) terhadap
kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman
Al-haq dimaksudkan juga dengan ketetapan dan menjelaskan. Seperti yang
tercantum dalam firman Allah ‫ ﷻ‬surat al-Anfal/8: 8:

ِ ‫اط َل َولَ ْو َك ِرهَ ْالم‬


(۸) َ‫جْرم ْون‬ ِ َ‫ِلي ِح َّق ْال َح َّق َويب ِْط َل ْالب‬
Artinya: Supaya Allah menetapkan kebenaran dan menghapuskan yang batil,
meskipun orang-orang yang berdosa (musyrik) tidak menyukai.
Al-haq juga didefinisikan dengan bagian (kewajiban) yang terbatas seperti
tertuang dalanm firman Allah surat al-Baqarah, 2: 241:
(۲۴۱) َ‫علَى ٱ ْلمت َّقِين‬ ِ ‫ت َمت َ ٌۢع ِبٱ ْل َم ْعر‬
َ ‫وف ۖ َحقًّا‬ َ ‫َو ِل ْلم‬
ِ َ‫طلَّق‬
Artinya: Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh
suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang
yang bertakwa.
Al-haqq didefinisikan juga dengan kebenaran sebagai lawan dari kebatilan,
seperti tertera dalam firman Allah surat Yunus, 10: 35:
‫ق أ َ َح ُّق أَن يت َّ َب َع‬
ِ ‫ِى ِإلَى ٱ ْل َح‬
ٰٓ ‫ق ۗ أَفَ َمن َي ْهد‬
ِ ‫ق ق ِل ٱ َّّلل َي ْهدِى ِل ْل َح‬
ِ ‫ِى ِإلَى ٱ ْل َح‬
ٰٓ ‫ق ْل ه َْل ِمن ش َر َكا ٰٓ ِئكم َّمن َي ْهد‬
(۳۵) َ‫ْف تَحْ كمون‬ َ ‫َل أَن ي ْهدَى ۖ َف َما َلك ْم َكي‬ ٰٓ ‫أ َ َّمن ََّل َي ِهد‬
ٰٓ َّ ‫ِى ِإ‬
Artinya: Katakanlah: Adakah di antara sekutu- sekutumu (berhala) yang
menunjukan kepada kebenaran? Manakah yang lebih berhak diikuti, yang
menunjukkan kebenarankah atau yang tidak dapat petunjuk melainkan jika
ditunjukkan? Mengapakah kamu? Bagaimana kamu menghukum Bagaimanakah
(memutuskan)?
Dari uraian pengertian secara bahasa di atas dapat dipahami bahwa maksud hak
adalah sesuatu yang dimaksudkan untuk menjelaskan tetang kepemilikan, kepastian,
ketetapan dan kebenaran. Sedangkan definisi hak secara lengkap dapat dilihat dari
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar berikut:
Hak adalah sesuatu yang diakui oleh syara kepada seseorang, baik bermanfaat
secara material atau moral, manfaat tersebut berkaitan dengan harta, atau yang
berkaitan dengan diri. Umpamanya hak penjagaan, hak berdakwah, menjaga
kepentingan agama dan berjihad.

2
Pengertian hak menurut para ahli
a. Syaikh 'Ali al-Khaff mendefinisikan hak dengan kemaslahatan yang diperoleh
secara syara'.
b. Mustafa Ahmad Zarga mendefinisikan bahwa hak adalah sesuatu kekhususan
yang padanya ditetapkan syara' suatu kekuasaan.
c. Definisi yang lebih singkat dan sederhana dikemukakan oleh Ibn Nujaim (dari
tokoh Hanafi) yaitu suatu kekhususan yang terlindungi.
d. Menurut Wahbah al-Zuhaily, Hak adalah suatu sifat kekhususan (ekslusif)
dimana denganya syara menetapkan suatu kekuasaan (otoritas) bagi pemiliknya
atau kewajiban atas obyeknya
Dalam membicarakan tentang hak, ada rukun hak yang dapat diuraikan dalam
kajian ini yaitu kepada dua bagian: bahwa rukun hak itu dapat dibagi (a) pemilik
hak, (b) objek hak (baik yang bersifat materi maupun hutang). Pemilik hak dalam
pandangan Islam adalah Allah ‫ﷻ‬, baik yang menyangkut hak-hak keagamaan, hak-
hak pribadi maupun hak hak secara hukum, seperti persyarikatan. Sedangkan objek
hak adalah segala sesuatu yang dibolehkan oleh syarak.
Seseorang manusia, menurut ketetapanI telah memiliki hak-hak pribadi sejak
ia masih dalam janin dan hak-hak itu dapat dimanfaatkannya dengan penuh apabila
janin lahir ke dunia dengan selamat. Hak-hak pribadi yang diberikan Allah ‫ﷻ‬
tersebut akan habis dengan wafatnya pemilik hak. (Rizal dkk. 2013 : 33-36)
2. Pengertian Milik
Dalam bahasa Arab pemilikan atau milik berarti penguasaan seseorang terhadap
harta secara mutlak. Dalam kamus Arab pemilikan bermaksud menyimpan dan
memiliki sesuatu secara mutlak, yaitu seseorang itu berkuasa penuh untuk
menguruskannya. Kata milik juga menunjukkan kepada penguasaan seseorang
terhadap harta baik boleh bertindak hukum atau memiliki manfaatnya selama tidak
dilarang oleh syara'. (Rizal dkk. 2013 : 36)
Memiliki adalah kata dengan makna menguasai. Memiliki suatu benda misalnya,
berarti mempunyai hak mengatur dan memanfaatkan, selama tidak terdapat larangan
syara’. Dengan kepemilikan, pihak yang tidak memiliki tidak berhak menggunakan
tanpa izin dari pemilik resmi. Keterkaitan antara manusia dan hartanya berbeda
dengan keterkaitan manusia dengan kepemilikan. Sebab kepemilikan bukanlah hal
yang bersifat materi. Dalam Islam kepemilikan membutuhkan legalisasi dari syara

3
Menurut syara', kepemilikan adalah sebentuk ikatan antara individu terkat
dengan harta, yang pada tahapan proses kepemilikan, syara mensyaratkan berbagai
hal yang disebut dengan asbab al-Milki (asal-usul kepemilikan). Selanjutnya (pasca
kepemilikan), syara' mengharuskan beberapa aturan dalam pengelolaan harta dalam
mengembangkannya. Semua dimaksudkan, agar segalanya sesuai tuntunan syara’.
(M. Faruq. 2002 : 38)
Milik atau milkiyah (kepemilikan) merupakan hubungan manusia dengan benda
yang mendapat pengakuan syarayang menjadikan manusia itu berkuasa terhadap
benda tersebut sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum seperti yang
diinginkannya kecuali ada halangan secara syar'i, sangat menghormati kemerdekaan
seseorang untuk memiliki sesuatu selama hal itu sesuai dengan aturan syariat.
Islam memperbolehkan setiap orang untuk memiliki benda secara pribadi, hanya
saja Islam memberikan persyaratan :
a. Harus terbukti bahwa harta tersebut diperoleh dengan cara yang disyariatkan.
b. Hendaknya pemilikan pribadi tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat
umum.
c. Kepemilikan harus mencegah pemilik dari usha-usaha yang mengganggu atau
membahayakan orang lain. (Rozalinda. 2015 : 35-38)
Menurut istilah para fuqaha', pemilikan ialah satu hubungan syari (sah) antara
seseorang itu dengan sesuatu benda dimana hubungan itu menyebabkan dia memiliki
keistimewaan yang boleh menghalangi orang lain untuk memiliki benda tersebut. Di
samping itu ia juga berkuasa menguruskan harta tersebut sepenuhnya jika ia
berkelayakan untuk berbuat demikian dalam lingkungan yang dibenarkan oleh
syara'.
Di sisi lain, milik ialah apa yang dimiliki oleh bentuk barang ('ain) ataupun
manfaat. Sehingga berdasarkan definisi ini dapat dipahami bahwa kata-kata ulama
Hanafi, manfaat dan hak merupak milik, ia bukan harta. Karena milik lebih umum
dari harta.”
Dalam ungkapan lain pemilikan adalah pengkhususan seseorang terhadap
sesuatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum terhadap benda
tersebut (sesuai dengan keinginannya) selama tidak ada dilarang syara'. Artinya
benda yang dikhususkan kepada seseorang itu sepenuhnya berada dalam
penguasaannya, sehingga orang lain tidak boleh bertindak dan memanfaatkannya
kecuali bila dibenarkan oleh pemiliknya. Pemilik harta bebas bertindak hukum

4
terhadap hartanya, seperti menjual, menggadaikan, menghibahkan dan lain
sebagainya.
3. Jenis-jenis Milik
Seperti yang telah dijelaskan di atas, pemilikan atau milik artinya penguasaan
terhadap suatu benda. Kuasa ini baik berlaku terhadap ‘ain dan manfaat atau berlaku
terhadap salah satu darinya, yaitu baik manfaat atau zatnya saja. Berdasarkan kuasa
inilah para ulama membagi milik ini kepada dua bagian yaitu:
a. Milik Sempurna
Milik sempurna ialah memiliki zat sesuatu benda yang ada dzat bersama
dengan manfaatnya, dimana segala hak diakui adalah sabit untuk pemilik itu.
Milik ini bersifat mutlak, tidak terbatas kepada masa dan tidak boleh digugurkan
orang lain. seperti seseorang memiliki sebuah rumah, maka ia berkuasa penuh
terhadap rumah tersebut dan boleh ia manfaatkan secara bebas.
Ciri-ciri milik sempurna ini boleh dihuraikan secara ringkas seperti berikut:
Pertama, pemilikan sempurna bersifat kekal dan tidak ada jangka masa
tamat, kecuali pemiliknya sendiri ingin menamatkan pemilikannya itu. Kedua,
Pemilik mempunyai kuasa penuh kepada harta yang dimilikinya.. Ketiga,
Pemilik tidak akan membayar ganti rugi sekiranya berlaku kerusakan atau dia
sendiri merusakan hartanya itu. Ini karena tidak ada gunanya seseorang itu
membayar ganti rugi kepada dirinya sendiri. Walau bagaimanapun, dia mungkin
boleh dikenakan tindakan atau hukum lain atas perbuatannya itu sekiranya yang
dirusakkan atau dimusnahkan itu ialah binatang. Keempat, pemilikannya tidak
boleh digugurkan. Dan kelima apabila hak milik itu kepunyaan bersama, maka
masing-masing orang boleh bebas mempergunakan miliknya itu sebagaimana
milik mereka masing masing.
b. Milik Tidak Sempurna
Milik tidak sempurna yaitu memiliki zat harta saja ataupun memiliki
manfaat saja. Hak memiliki manfaat dinamakan dengan haq al-intifa' sedangkan
hak memiliki dzat harta saja disebut dengan haq 'aini (hak zat harta).
Ciri-ciri milik tidak sempurna ini boleh diuraikan secara ringkas
seperti berikut: Pertama, pemilikan harta tidak sempurna memiliki jangka tamat
karena terbatasnya masa, tempat dan sifatnya. Kedua, Tidak boleh diwariskan
menurut ulama Hanafiyah karena mereka berpandangan bahwa manfaat tidaklah
termasuk kepada harta, sedangkan boleh diwariskan hanya harta. Menurut

5
Jumhur boleh diwariskan, seperti pewarisan yang ulama pemanfaatan rumah
kepada seseorang. Ketiga yang akan memanfaatkan harta itu boleh meminta
harta itu kepada pemiliknya dan apabila harta itu telah diserahkan oleh
pemiliknya, maka harta itu menjadi ditangannya dan dia dikenakan ganti rugi
jika merusakkan harta tersebut. Keempat, jika masa pemanfaatan telah tamat,
harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik semula. (Rizal dkk. 2013 :
38-41)
Ada pun yang menjadi in sebab-sebab atau sumber kepemilikan yang diatur
dalam syariat ada empat, yaitu
a. Al-Isti’la ala al-mubah atau ihraz al-mubahat, yakni penguasaan atas benda
yang belum dimiliki seseorang dan tidak pula dilarang syara’ untuk memilikinya
seperti air di sungai, kayu di hutan, ikan di laut dan lain-lain.
b. Melalui suatu transaksi (uqud) yang dilakukan dengan orang lain atau suatu
badan hukum, seperti jual beli, hibah, wasiat, dan sejenisnya
c. Melalui khalafiyah (penggantian) baik penggantian dari seseorang kepada orang
lain dalam bentuk waris maupun penggantian suatu benda dengan benda lain
dalam bentuk tadmin aw ta'wid (ganti rugi)
d. Melalui tawallud min manluk (berkembang biak) yakni hasil atau buah dari
harta yang telah dimiliki seseorang baik hasil itu datang secara alami, seperti
buah buahan, anak dari binarang ternak, bulu domba, atau melalui usaha
pemiliknya, seperti keuntungan yang diperoleh dari perdagangan. (Rozalinda.
2015: 35)
C. Riview Literatur
Menurut Masrina dkk dalam jurnal Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif
Islam dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan menurut Islam adalah
pemberian hak milik dari suatu pihak kepada pihak yang lainnya sesuai dengan ketentuan
syariat untuk dikuasai, yang pada hakikatnya hak itu adalah milik Allah ‫ﷻ‬. Hal ini berarti
bahwa kepemilikan harta adalah yang didasarkan pada agama. Yang artinya, kendati
manusia sebagai pemilik eksklusif, namun kepemilikan itu hanya sebatas amanah dari
pemilik yang sesungguhnya yakni Allah ‫ﷻ‬.
Menurut Jurnal Ushuluddin yang ditulis Ali Akbar dengan judul “Konsep Kepemilikan
dalam Islam” menjelaskan bahwa Kepemilikan dalam syariat Islam adalah penguasaan
terhadap sesuatu sesuai dengan aturan hukum, dan memiliki wewenang untuk bertindak

6
terhadap apa yang ia miliki selama dalam jalur yang benar dan sesuai dengan hukum.
Pada prinsipnya Islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang dalam
memperoleh harta, begitupun Islam tidak membatasi pula kadar banyak sedikit hasil yang
dicapai oleh usahaseseorang. Hal ini tergantung pada kemampuan, kecakapan dan
ketrampilan masing-masing, asalkan dilakukan dengan wajar dan halal, artinya sah
menurut hukum dan benar menurut ukuran moral dan akal (QS. al-Baqarah [2]:188, an-
Nisaa’ [4] :32) serta tidak membahayakan bagi dirinya maupun orang lain. Selain itu,
setiap orang dituntut pula untuk menggunakan sebagian dari hak miliknya untuk
memenuhi kepentingan hidupnya (al-hajâh al-’udhawiyah) baik perseorangan, kelompok
masyarakat maupun negara. Sebab Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi (al-
fardiyah), masyarakat umum (al-‘jama’iyah) maupun kepemilikan negara (al-daulah),
dan menjadikan sebagai dasar bangunan ekonomi. Namun demikian, secara teologis
kepemilikan hakiki berada di tangan Allah, sedangkan manusia hanya diberi kesempatan
untuk memanfa’atkan dalam bentuk amanah.
Jurnal yang ditulis Agus Gunawan dengan judul “Kepemilikan Dalam Islam”
menjelaskan bahwa kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti pendapatan seseorang
yang diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan
keharusan untuk selalu memperhatikan sumber (pihak) yang menguasainya. Dimensi
kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki suatu barang
berarti mempunyai kekuasaan atas barang tersebut, sehingga ia dapat mempergunakannya
sesuai dengan kehendahnya dan tidak ada orang lain baik secara individual maupun
kelembagaan yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang
dimilikinya tersebut.
Konsep kepemilikan kapitalis memandang bahwa manusia merupakan pemilik satu-
satunya terbadap harta yang telah diusahakan. Tidak ada hak orang lain di dalamnya. Ia
memiliki hak mutlak untuk membelanjakan sesuai dengan keinginannya. Sosok pribadi
dipandang memiliki hak untuk memonopoli sarana-sarana produksi sesuai kekuasaannya.
Ia akan mengalokasikan hartanya hanya pada bidang yang memiliki guna materi (Provite
Oriented).
Konsep Kepemilikan sosialis, ekonomi sosialis memandang bahwa segala bentuk
sumber kekayaan dan alat-alat produksi adalah milik bersama masyarakat. Para anggota
masyarakat secara individu tidak memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka peroleh
sebagai bentuk pelayanan absolut. Negara hadir menggantikan masyarakat dengan
dominasi sebagai kekuatan tunggal.

7
Kepemilikan Islam, Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik
dengan hak masyarakat lain. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah baku.
Hanya saja pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang. Ini pun
sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu yang kaitannya adalah target ocial
kemasyarakatan yang hendak diwujudkan. Posisi Islam yang demikian dimaksudkan
untuk membuat perimbangan antara hak milik dan hak intervensi yang ditakutkan
berlebihan dengan dalih : demi kesejahteraan umum.
Fadilah Ulfah menulis dalam jurnalnya dengan judul “Kepemilikan Dalam Islam”
menerangkan bahwa dalam Islam kepemilikan dikenal dengan nama al‐milkiyah. Al‐
milkiyah secara etimologi berarti kepemilikan. Al‐milkiyah memiliki arti yaitu sesuatu
yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan oleh seseorang, dan pengertian lain al‐milk adalah
pemilikian atas sesuatu (al‐mal atau harta benda) dan kewenangan seseorang bertindak
bebas terhadapnya. Kepemilikan merupakan penguasaan seseorang terhadap sesuatu
berupa barang atau harta, baik secara riil maupun secara hukum yang memungkinkan
pemilik melakukan tindakan hukum, seperti jual beli, hibah, wakaf, dan sebagainya, yang
pada prinsipnya seseorang mempunyai keistimewaan berupa kebebasan dalam berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu kecuali ada halangan tertentu yang diakui syara’. Dalam
konsep Islam ada beberapa prinsip dasar tentang kepemilikan, yaitu; kekayaan merupakan
titipan dan pemilik yang sebenarnya adalah Allah ‫ﷻ‬, harta yang di peroleh dapat menjadi
penolong dalam menyempurnakan kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi dan juga
sarana untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan di
hari kemudian, Allah ‫ ﷻ‬telah melimpahkan kekayaan kepada setiap hamba-Nya untuk
dipergunakan menunaikan kewajiban mereka seperti shalat dan zakat, dan Allah ‫ ﷻ‬telah
menetapkan aturan-aturan yang terkait hak-hak kepemilikan, berupa terbatasnya
kebebasan individu dan adanya kewajiban untuk mentasharufkan kekayaan kepada orang-
orang lain yang berhak.
Adapun kepemilikan dalam Islam itu sendiri, diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis,
yaitu; kepemilikan individu; kepemilikan umum; dan kepemilikan negara. Sedangkan
sebab kepemilikan dalam Islam adalah bekerja (menghidupkan tanah mati, menggali
kandungan bumi, berburu, makelar, syirkah, dan ijarah), waris, kebutuhan akan harta
untuk menyambung hidup, pemberian harta negara kepada rakyat, serta harta yang
diperoleh tanpa kompensasi harta dan tenaga.

8
Berakhirnya sebuah kepemilikan menurut fuqaha, yaitu: pemilik meninggal dunia,
sehingga seluruh miliknya berpindah tangan kepada ahli warisnya, harta yang dimiliki itu
rusak atau hilang, habisnya masa berlaku pemanfaatan atas sesuatu, barang yang
dimanfaatkan rusak atau hilang, dan orang yang memanfaatkan meninggal dunia.
Nanang Sobarna dalam jurnal yang ditulisnya dengan judul “Konsep Kepemilikan
Dalam Ekonomi Islam Menurut Taqiyuddin An-Nabhani” menjelaskan bahwa pengertian
Kepemilikan dalam Islam "Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar
kata "malaka"yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk"berarti kepenguasaan
orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya
baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam
bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan
terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya
dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat
menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya
Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan
genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh
menghalanginya dan merintanginya dalam menikmati sepeda motornya. Para fuqoha
memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai ungkapan yang
memiliki inti pengertian yang sama.
Di antara yang paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa
"milik" adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain
terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk
memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.4Batasan
teknis ini dapat digambarkan bahwa ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang
atau harta melalui cara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan
khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus
yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk
menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia
tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau
masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang. Dimensi lain dari
hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak berhak untuk
memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah
memberikan izin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam
hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum

9
balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan
menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang
timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat
diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang
diberi kuasa untuk mewakili).
D. Pembahasan Tafsir
1. Harta/Rezeki sbg fasilitas hidup dari Allah: QS.al-Hijr/15: 19-21.

‫) َو َجعَ ْلنَا لَك ْم فِي َها‬۱۹( ‫ون‬ ٍ ‫يءٍ َم ْوز‬ َ ‫ي َوأ َ ْنبَتْنَا فِي َها ِم ْن ك ِل‬
ْ ‫ش‬ َ ‫ض َمدَدْنَاهَا َوأ َ ْلقَ ْينَا فِي َها َر َوا ِس‬
َ ‫َو ْاْل َ ْر‬
)۲۱( ‫وم‬ٍ ‫يءٍ ِإ ََّل ِعنْدَنَا خَزَ ائِنه َو َما ن َن ِزله ِإ ََّل بِ َقدَ ٍر َم ْعل‬ َ ‫) َو ِإ ْن ِم ْن‬۲۰( َ‫ش َو َم ْن لَسْت ْم لَه بِ َر ِازقِين‬
ْ ‫ش‬ َ ِ‫َمعَاي‬

Artinya: (19) Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
(20) Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan
(Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi
rezeki kepadanya. (21) Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang
tertentu.
Tafsir Ibnu Katsir

َ ‫( َو َج َع ْلنَا لَك ْم ِفي َها َم َعا ِي‬Dan Kami telah menjadikan untuk
Firman Allah ‫ﷻ‬.:.....‫ش‬
kalian di bumi keperluan-keperluan hidup). Allah ‫ﷻ‬. menyebutkan bahwa Dia telah
menciptakan berbagai macam sarana dan penghidupan di muka bumi. Ma'ayisy
adalah bentuk jamak dari ma'isyah.

ِ ‫و َم ْن لَسْت ْم لَه ِب َر‬...


Firman Allah ‫ﷻ‬.: َ‫ازقِين‬ َ dan (Kami menciptakan pula)
makhluk-makhluk yang kalian sekali-kali bukanlah pemberi rezeki kepadanya.
Menurut Mujahid, makhluk yang dimaksud ialah hewan-hewan liar dan hewan-
hewan ternak. Sedangkan Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
budak-budak belian, hewan liar, dan hewan ternak. Makna yang dimaksud ialah
Allah telah menganugerahkan kepada mereka segala macam sarana dan mata
pencaharian serta penghidupan untuk fasilitas mereka. Allah juga telah
menundukkan buat mereka hewan-hewan untuk kendaraan mereka, serta hewan
ternak yang mereka makan dagingnya, dan budak-budak lelaki dan wanita yang
melayani mereka, sedangkan rezeki mereka dari Penciptanya, bukan dari orang-
orang yang memiliki mereka, karena mereka hanya memanfaatkannya saja.

10
Tafsir Kementerian Agama RI
Ayat ini menerangkan anugerah Allah ‫ ﷻ‬yang tidak terhingga kepada
manusia, yaitu Dia telah menciptakan bermacam-macam keperluan hidup bagi
manusia. Dia telah menciptakan tanah yang subur yang dapat ditanami dengan
tanam-tanaman yang berguna dan merupakan kebutuhan pokok baginya. Dia
menciptakan air yang dapat diminum dan menghidupkan tanam-tanaman. Dia juga
menciptakan burung yang beterbangan di angkasa yang dapat ditangkap dan
dijadikan makanan yang enak dan lezat. Diciptakan-Nya laut yang di dalamnya
hidup bermacam-macam jenis ikan yang dapat dimakan serta mutiara dan barang
tambang yang diperlukan oleh manusia dan menjadi sumber mata pencaharian. Laut
yang luas dapat dilayari manusia menuju segenap penjuru dunia. Dialah yang
menciptakan segala macam sumber kesenangan bagi manusia itu.
Allah ‫ ﷻ‬menciptakan pula binatang-binatang dan makhluk hidup yang lain yang
rezekinya dijamin Allah ‫ﷻ‬. Allah ‫ ﷻ‬telah memudahkan pula bagi manusia segala
sumber kebutuhan hidup, yang bisa diolah menjadi pakaian, makanan, obat-obatan,
dan sebagainya.
Allah ‫ ﷻ‬menjadikan pula di bumi anak dan cucu sebagai penghibur dan
penerus kehidupan manusia. Sebagian manusia menjadi pelayan atau pembantu, dan
sebagian lainnya menjadi tuan atau atasan. Allah ‫ ﷻ‬juga menciptakan binatang
peliharaan dan kesenangan. Ayat ini merupakan peringatan bagi manusia bahwa
anak-anak, pembantu-pembantu, dan binatang ternak dijamin Allah ‫ ﷻ‬rezekinya.
Tafsir al-Jalalain
(Dan Kami telah menjadikan untuk kalian di muka bumi keperluan-keperluan
hidup) berupa buah-buahan dan biji-bijian (dan) Kami jadikan pula untuk kalian
(makhluk-makhluk yang kalian sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya) yaitu
berupa hamba-hamba sahaya, binatang-binatang dan berbagai macam jenis ternak;
hanya Allahlah yang memberi rezeki kepada mereka.

2. Rezki itu pemberian Allah. Q.S: al Ankabut/29: 60.

(‫ד‬۰)‫س ِميع ٱ ْلعَ ِليم‬


َّ ‫َو َكأ َ ِين ِمن دَآٰ َّب ٍة ََّل تَح ِْمل ِر ْزقَ َها ٱ َّّلل َي ْرزق َها َو ِإيَّاك ْم َوه َو ٱل‬
Artinya: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus)
rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

11
Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah ‫ﷻ‬.:...‫ٱ َّّلل يَ ْرزق َها َوإِيَّاك ْم‬...(Allah-lah yang memberi rezeki
kepadanya dan kepadamu). Allah ‫ ﷻ‬-lah yang menetapkan rezekinya, sekalipun ia
lemah dan Allah memudahkan baginya jalan rezekinya. Untuk itu Allah ‫ﷻ‬
mengirimkan bagi setiap makhluk sejumlah rezeki yang diperlukannya, hingga bibit-
bibit yang ditanam di dalam tanah, juga burung-burung yang ada di udara serta ikan-
ikan yang ada di laut.
Tafsir Kementrian Agama RI
Ayat ini mengisyaratkan kepada kaum Muslimin bahwa Allah ‫ ﷻ‬tidak akan
menyia-nyiakan makhluk-Nya sedikit pun. Dia mengemukakan suatu perumpamaan
mudah dipahami pengertiannya oleh kaum Muslimin, seperti anak-anak binatang
yang tidak sanggup mencari makan sendiri. Allah ‫ ﷻ‬menjadikan induknya sayang
kepadanya, sehingga mereka mau berusaha dan bersusah payah mencarikan makanan
bagi anaknya. Kemudian induk itu menyuapkan makanan yang didapat ke dalam
mulut anak-anaknya, sebagaimana kita saksikan pada burung dan sebagainya. Ada
pula binatang yang memberi makan anaknya dengan air susu dari induknya,
sebagaimana yang terdapat pada binatang menyusui. Semuanya itu merupakan
ketentuan Allah ‫ﷻ‬, sehingga dengan demikian setiap makhluk bisa mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya.
Demikian pula halnya manusia, ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang kaya,
ada yang miskin, ada yang kecil, ada yang besar, ada yang tinggal di tempat yang
subur, dan ada pula yang tinggal di tempat yang tandus, semuanya diberi rezeki oleh
Allah ‫ﷻ‬, sesuai dengan kebutuhan mereka. Inilah yang dimaksud dengan ayat ini.
Allah ‫ ﷻ‬memberikan rezeki kepada semua makhluk-Nya, termasuk kaum Muhajirin,
sekalipun harta benda mereka tertinggal di Mekah, dan mata pencahariannya
terputus.
Dari ayat-ayat di atas dipahami bahwa manusia tidak mengetahui dengan pasti
apa-apa yang dilakukannya. Ia hanya mengetahui keperluan dan kebutuhan lahir
saja, sedangkan keperluan-keperluan yang bersifat rohani, dan yang lainnya, banyak
yang tidak diketahuinya, seperti keperluan akan udara yang harus ia hirup sepanjang
hari, air, dan sebagainya. Meskipun begitu, setiap mukmin diwajibkan berusaha dan
berikhtiar dalam hidupnya. Allah ‫ ﷻ‬telah memberikan potensi untuk berkehendak
dan berusaha sehingga kita tetap wajib berusaha.

12
Tafsir al-Jalalain
(Dan berapa banyak) alangkah banyaknya (binatang yang tidak dapat
membawa rezekinya sendiri) karena lemah. (Allah ‫ ﷻ‬lah yang memberi rezeki
kepadanya dan kepada kalian) hai orang-orang Muhajirin, sekalipun kalian tidak
membawa bekal dan pula tidak membawa nafkah (dan Dia Maha Mendengar)
perkataan-perkataan kalian (lagi Maha Mengetahui) apa yang terpendam di dalam
hati kalian.

3. Berusaha Mencari Rezeki Bagian dari Tugas Kekhalifahan Manusia,


Q.S. Al An’am/6: 165
ٰۤ
َ‫ي َما ٰٓ اتىك ۗ ْم ا َِّن َربَّك‬ ٍ ‫ضك ْم فَ ْوقَ بَ ْع‬
ٍ ‫ض دَ َرج‬
ْ ِ‫ت ِليَبْل َوك ْم ف‬ ِ ‫ف ْاَلَ ْر‬
َ ‫ض َو َرفَ َع بَ ْع‬ ْ ‫َوه َو الَّذ‬
َ ‫ِي َجعَلَك ْم خَل ِٕى‬
ِ ۖ ‫س ِريْع ْال ِعقَا‬
‫ب َواِنَّهٗ لَغَف ْور َّر ِحيْم‬ َ
Artinya: Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Tafsir Ibnu Katsir
ٰۤ
Firman Allah ‫ﷻ‬.:....‫ض‬ َْ ‫ف‬
ِ ‫اَل ْر‬ ْ ‫( َوه َو الَّذ‬Dan Dialah yang
َ ‫ِي َج َعلَك ْم َخل ِٕى‬
menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi.) Dialah yang menjadikan kalian
meramaikan bumi generasi demi generasi, kurun demi kurun, dan yang sudah lanjut
diganti oleh penerusnya. Demikianlah menurut Ibnu Zaid dan lain-lainnya.
ٍ ‫ضك ْم فَ ْوقَ بَ ْع‬
ٍ ‫ض دَ َرج‬
Firman Allah ‫ﷻ‬.:.....‫ت‬ َ ‫و َرفَ َع بَ ْع‬....
َ (...dan Dia meninggikan
sebagian kalian atas sebagian (yang lain) beberapa derajat.) Yakni Dia membeda-
bedakan di antara kalian dalam hal rezeki, akhlak, kebaikan, kejahatan, penampilan,
bentuk, dan warna, hanya Dialah yang mengetahui hikmah di balik itu.
Firman Allah ‫ﷻ‬.:....‫ي َما ٰٓ اتىك ۗ ْم‬
ْ ِ‫ل َيبْل َوك ْم ف‬.....
ِ (...untuk menguji kalian tentang apa
yang diberikan-Nya kepada kalian.) Maksudnya, untuk menguji kalian dalam
nikmat yang telah dikarunia-kan-Nya kepada kalian. Dia melakukan ujian kepada
kalian, orang kaya diuji dalam kekayaannya yang menuntutnya harus mensyukuri
nikmat itu, dan orang yang miskin diuji dalam kemiskinannya yang menuntutnya
untuk bersikap sabar.

13
Tafsir Kementrian Agama RI
Ayat ini seakan mengatakan, sesungguhnya Tuhanmu yang menciptakan
segala sesuatu, Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi ini dan
Dia meninggikan derajat sebagian kamu dari yang lainnya, baik kedudukan dan
harta maupun kepintaran dan lain-lainnya, karena Dia hendak mengujimu dengan
apa yang telah diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-
Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang yang benar-benar minta
ampun kepada-Nya dan Maha Penyayang bagi hamba-Nya yang mukmin.
Ayat ini menegaskan, bahwa Allah ‫ ﷻ‬lah yang menjadikan manusia
penguasa-penguasa di bumi untuk mengatur kehidupan rakyatnya dan Dia pulalah
yang meninggikan derajat sebagian mereka dari sebagian lainnya. Semua itu adalah
menurut sunatullah untuk menguji mereka masing-masing bagaimana mereka
menyikapi karunia Allah ‫ ﷻ‬yang diberikan kepadanya. Mereka akan mendapat
balasan dari ujian itu, baik di dunia maupun di akhirat. Penguasa-penguasa diuji
keadilan dan kejujurannya, si kaya diuji bagaimana dia membelanjakan hartanya, si
miskin dan si penderita diuji kesabarannya. Oleh karena itu, manusia tidak boleh iri
hati dan dengki dalam pemberian Tuhan kepada seseorang, karena semua itu dari
Allah ‫ ﷻ‬dan semua pemberian-Nya adalah ujian bagi setiap orang.
Tafsir al-Jalalain
(Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi) jamak dari
kata khalifah; yakni sebagian di antara kamu mengganti sebagian lainnya di dalam
masalah kekhalifahan ini (dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang
lain beberapa derajat) dengan harta benda, kedudukan dan lain sebagainya (untuk
mengujimu) untuk mencobamu (tentang apa yang diberikan kepadamu) artinya Dia
memberi kamu agar jelas siapakah di antara kamu yang taat dan siapakah yang
maksiat. (Sesungguhnya Tuhanmu itu adalah amat cepat siksaan-Nya) terhadap
orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya (dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun) terhadap orang-orang mukmin (lagi Maha Penyayang.") terhadap
mereka.

4. Allah lah pemilik hakiki, QS.alMaidah/5: 120.


‫يءٍ قَ ِديْر‬
ْ ‫ش‬ َ ‫ض َو َما فِ ْي ِه َّن َۗوه َو‬
َ ‫على ك ِل‬ َ ْ ‫ت َو‬
ِ ‫اَل ْر‬ َّ ‫ّلل م ْلك ال‬
ِ ‫سمو‬ ِ‫ِه‬

14
Artinya: Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di
dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah ‫ﷻ‬.:.....‫ض َو َما فِ ْي ِه َّن‬ َ ْ ‫ت َو‬
ِ ‫اَل ْر‬ َّ ‫ّلل م ْلك ال‬
ِ ‫سمو‬ ِ ‫( ِ ه‬Kepunyaan Allah-lah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya,) Yakni Dialah Yang
menciptakan segala sesuatu, Yang memilikinya, Yang mengatur semua yang ada
padanya, Yang berkuasa atasnya, semuanya adalah milik Allah ‫ ﷻ‬dan di bawah
perintah, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Maka tiada yang menyaingi-Nya, tiada
pembantu, tiada tandingan, tiada yang memperanakkan-Nya, tidak beranak, tidak
beristri, tiada tuhan selain Dia, tiada pula Rabb selain Dia
Tafsir Kementerian Agama RI
Allah ‫ ﷻ‬kembali menegaskan tentang kekuasaan dan kepemilikan-Nya yang
serba mencakup dan menyeluruh. Milik Allah ‫ ﷻ‬, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya, kerajaan langit dan bumi, dengan kehendak dan kekuasaan mutlak
tiada batas; dan milik Allah ‫ ﷻ‬juga apa yang ada di dalamnya, manusia, jin, setan,
dan malaikat; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, dengan kekuasaan yang adil
dan bijaksana.
Surah ini diakhiri dengan pernyataan, bahwa segala kerajaan langit dan bumi
beserta isinya hanyalah kepunyaan Allah ‫ ﷻ‬. Baik makhluk yang berakal maupun
yang tidak berakal; benda-benda mati ataupun makhluk bernyawa, semuanya tunduk
dan takluk di bawah kudrat dan iradat-Nya. Ayat ini memperingatkan orang-orang
Nasrani atas kesalahan cara berpikir mereka mengenai Isa dan ibunya, yang
dianggap tuhan, padahal keduanya adalah hamba Allah dan milik-Nya. Keduanya
bukan sekutu Allah ‫ ﷻ‬, ataupun tandingan-Nya. Oleh karena itu, doa dan ibadah
tidak selayaknya ditujukan kepada keduanya. Hanya Allah ‫ ﷻ‬yang berhak
disembah, karena Dialah pemilik dan penguasa alam ini beserta segala isinya.
Tafsir al-Jalalain
(Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi) tempat-tempat penyimpanan
hujan, semua tumbuhan, semua rezeki dan lain-lainnya (dan apa yang ada di
dalamnya) dipergunakan kata maa, karena kebanyakan makhluk Allah ‫ ﷻ‬itu terdiri
dari yang tidak berakal (dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) di antara
kekuasaan-Nya itu ialah memberi pahala kepada orang yang berbuat benar, dan
menyiksa orang yang berbuat dusta.

15
5. Manusia itu faqir, Allah yang Kaya, QS.Fathir/35: 15

)۱۵( ‫ي ْال َح ِميد‬


ُّ ِ‫َّللا ه َو ْالغَن‬ ِ َّ ‫يَا أَيُّ َها النَّاس أ َ ْنتم ْالفقَ َراء إِلَى‬
َّ ‫َّللا َو‬

Artinya: Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah
Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
Tafsir Kementerian Agama RI
Hanya Allah ‫ ﷻ‬Tuhan yang patut disembah. Dia Mahakuasa, pemilik langit
dan bumi, sehingga itu manusia sudah pasti sangat memerlukan rahmat dan
pertolongan-Nya. Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah ‫ ; ﷻ‬dan Allah
‫ﷻ‬, Dialah Yang Mahakaya, tidak memerlukan apa pun, lagi Maha Terpuji nama,
sifat, dan perbuatan-Nya.
Pada ayat ini diterangkan bahwa manusia sangat berkepentingan kepada
Penciptanya yaitu Allah ‫ ﷻ‬karena semua manusia membutuhkan pertolongan-Nya
dalam seluruh aspek kehidupan, seperti kekuatan, rezeki, menolak bahaya, mendapat
kenikmatan, ilmu dan sebagainya, baik urusan dunia maupun akhirat. Semua itu
tidak akan terjadi kecuali dengan rahmat dan taufik Allah.
Hanya Allah ‫ ﷻ‬yang wajib disembah dan diharapkan rida-Nya. Ia Mahakaya,
tidak memerlukan sesuatu. Maha Terpuji atas nikmat yang telah dianugerahkan
kepada para hamba-Nya. Setiap nikmat yang dimiliki oleh manusia berasal dari sisi-
Nya. Dialah yang seharusnya dipuji dan disyukuri dalam segala hal. Di ayat lain
Allah menegaskan: Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Dan Allah benar-benar Mahakaya, Maha Terpuji. (al Hajj/22: 64)
Tafsir al-Jalalain
(Hai manusia! Kalianlah yang berkehendak kepada Allah) dalam keadaan
bagaimana pun (dan Allah, Dialah Yang Maha Kaya) tidak membutuhkan makhluk-
Nya (lagi Maha Terpuji) atas perbuatan-Nya terhadap mereka.
Tafsir Ibnu Katsir
Allah ‫ﷻ‬. memberitakan tentang kemahakayaan-Nya dari selain Dia, semua
makhluk berhajat kepada-Nya dan hina di hadapan-Nya. Untuk itu Allah ‫ﷻ‬.
ِ َّ ‫( يَا أَيُّ َها النَّاس أ َ ْنتم ْالفقَ َراء ِإلَى‬Hai manusia, kamulah yang berhajat kepada
berfirman: ‫َّللا‬
Allah), Yakni semuanya berhajat kepada Allah dalam semua gerakan dan diamnya,
sedangkan Allah ‫ﷻ‬. tidak memerlukan sesuatu pun dari mereka. Karenanya dalam
firman selanjutnya disebutkan: ‫ي ْال َح ِميد‬
ُّ ِ‫َّللا ه َو ْالغَن‬
َّ ‫( َو‬dan Allah, Dialah Yang

16
Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Yakni hanya Dia
sematalah yang benar-benar Mahakaya, tiada sekutu bagi-Nya dalam sifat-Nya ini,
dan Dia Maha Terpuji dalam semua apa yang diperbuat dan dikatakan-Nya, juga
dalam semua apa yang ditakdirkan dan yang disyariatkan-Nya.

6. Manusia memiliki harta secara relative, QS.al-Baqarah/2: 29.


ٍ ‫سمو‬
‫ت ۗ َوه َو بِك ِل‬ َ َ‫س َم ٰۤا ِء ف‬
َ ‫س هوىه َّن‬
َ ‫س ْب َع‬ ْ ‫ه َو الَّذ‬
ِ ‫ِي َخلَقَ لَك ْم َّما فِى ْاَلَ ْر‬
َّ ‫ض َج ِم ْيعًا ث َّم ا ْست َٰٓوى اِلَى ال‬
(۲۹) ‫ع ِليْم‬
َ ٍ‫يء‬
ْ ‫ش‬
َ ࣖ
Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah ayat 29)
Tafsir Kementerian Agama RI
Tuhan yang patut untuk disembah dan ditaati itu Dialah Allah yang
menciptakan dan memberikan karunia berupa segala apa yang ada di bumi untuk
kemaslahatan-mu, kemudian bersamaan dengan penciptaan bumi dengan segala
manfaatnya, kehendak Dia menuju ke penciptaan langit, lalu Dia
menyempurnakannya menjadi tujuh langit yang sangat beraturan, baik yang tampak
olehmu maupun yang tidak. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Ilmu Allah
mencakup segala ciptaan-Nya.
Ayat ini menegaskan peringatan Allah ‫ ﷻ‬yang tersebut pada ayat-ayat yang
lalu yaitu Allah ‫ ﷻ‬telah menganugerahkan karunia yang besar kepada manusia,
menciptakan langit dan bumi untuk manusia, untuk diambil manfaatnya, sehingga
manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan agar manusia berbakti kepada
Allah ‫ ﷻ‬penciptanya, kepada keluarga dan masyarakat.
Tafsir al-Jalalain
(Dialah yang telah menciptakan bagimu segala yang terdapat di muka bumi)
yaitu menciptakan bumi beserta isinya, (kesemuanya) agar kamu memperoleh
manfaat dan mengambil perbandingan darinya, (kemudian Dia hendak menyengaja
hendak menciptakan) artinya setelah menciptakan bumi tadi Dia bermaksud hendak
menciptakan pula (langit, maka dijadikan-Nya langit itu) 'hunna' sebagai kata ganti
benda yang dimaksud adalah langit itu. Maksudnya ialah dijadikan-Nya,
sebagaimana didapati pada ayat yang lain, 'faqadhaahunna,' yang berarti maka
ditetapkan-Nya mereka, (tujuh langit dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu)

17
dikemukakan secara 'mujmal' ringkas atau secara mufasshal terinci, maksudnya,
"Tidakkah Allah yang mampu menciptakan semua itu dari mula pertama, padahal
Dia lebih besar dan lebih hebat daripada kamu, akan mampu pula menghidupkan
kamu kembali?"

7. Kepemilikan pribadi yang dilindungi secara mutlak,


QS.al-Nisa‟/4: 29,
‫اض ِم ْنك ْم ۗ َو ََل ت َ ْقتل ْٰٓوا‬
ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ َ ‫َِل ا َ ْن ت َك ْونَ تِ َج‬
َ ً ‫ارة‬ ِ َ‫يٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ا َمن ْوا ََل ت َأْكل ْٰٓوا ا َ ْم َوالَك ْم بَ ْينَك ْم بِ ْالب‬
ٰٓ َّ ‫اط ِل ا‬
(۲۹) ‫َّللاَ َكانَ بِك ْم َر ِح ْي ًما‬ َ ‫ا َ ْنف‬
‫سك ْم ۗ ا َِّن ه‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa' ayat 29)
Tafsir Ibnu Katsir
Allah ‫ﷻ‬. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta sebagian
dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil, yakni melalui usaha
yang tidak diakui oleh syariat, seperti dengan cara riba dan judi serta cara-cara
lainnya yang termasuk ke dalam kategori tersebut dengan menggunakan berbagai
macam tipuan dan pengelabuan. Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut
memakai cara yang diakui oleh hukum syara', tetapi Allah lebih mengetahui bahwa
sesungguhnya para pelakunya hanyalah semata-mata menjalankan riba, tetapi
dengan cara hailah (tipu muslihat). Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya.
Hingga Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul MuSanna,
telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami
Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan seorang lelaki yang
membeli dari lelaki lain sebuah pakaian. Lalu lelaki pertama mengatakan, "Jika aku
suka, maka aku akan mengambilnya, dan jika aku tidak suka, maka akan ku
kembalikan berikut dengan satu dirham." Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal inilah
yang disebutkan oleh Allah ‫ﷻ‬. di dalam firman-Nya:
ِ ‫( يٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ا َمن ْوا ََل ت َأْكل ْٰٓوا ا َ ْم َوالَك ْم بَ ْينَك ْم بِ ْال َب‬Hai orang-orang yang beriman.
‫اط ِل‬
janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil)

18
Tafsir Kementerian Agama RI
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekali-kali kamu saling
memakan atau memperoleh harta di antara sesamamu yang kamu perlukan dalam
hidup dengan jalan yang batil, yakni jalan tidak benar yang tidak sesuai dengan
tuntunan syariat, kecuali kamu peroleh harta itu dengan cara yang benar dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu yang tidak
melanggar ketentuan syariat. Dan janganlah kamu membunuh dirimu atau
membunuh orang lain karena ingin mendapatkan harta. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu dan hamba-hamba-Nya yang beriman.
Ayat ini melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil (tidak
benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar kerelaan bersama.
Menurut ulama tafsir, larangan memakan harta orang lain dalam ayat ini
mengandung pengertian yang luas dan dalam, antara lain:
a. Agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat
perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat.
b. Hak milik pribadi, jika memenuhi nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya dan
kewajiban lainnya untuk kepentingan agama, negara dan sebagainya.
c. Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak dan banyak pula orang
yang memerlukannya dari golongan-golongan yang berhak menerima
zakatnya, tetapi harta orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin
pemiliknya atau tanpa menurut prosedur yang sah.
Mencari harta dibolehkan dengan cara berniaga atau berjual beli dengan dasar
kerelaan kedua belah pihak tanpa suatu paksaan. Karena jual beli yang dilakukan
secara paksa tidak sah walaupun ada bayaran atau penggantinya. Dalam upaya
mendapatkan kekayaan tidak boleh ada unsur zalim kepada orang lain, baik individu
atau masyarakat. Tindakan memperoleh harta secara batil, misalnya mencuri, riba,
berjudi, korupsi, menipu, berbuat curang, mengurangi timbangan, suap-menyuap,
dan sebagainya.
Selanjutnya Allah ‫ ﷻ‬melarang membunuh diri. Menurut bunyi ayat, yang
dilarang dalam ayat ini ialah membunuh diri sendiri, tetapi yang dimaksud ialah
membunuh diri sendiri dan membunuh orang lain. Membunuh orang lain berarti
membunuh diri sendiri, sebab setiap orang yang membunuh akan dibunuh, sesuai
dengan hukum kisas. Dilarang bunuh diri karena perbuatan itu termasuk perbuatan

19
putus asa, dan orang yang melakukannya adalah orang yang tidak percaya kepada
rahmat dan pertolongan Allah.
Kemudian ayat 29 ini diakhiri dengan penjelasan bahwa Allah ‫ ﷻ‬melarang
orang-orang yang beriman memakan harta dengan cara yang batil dan membunuh
orang lain, atau bunuh diri. Itu adalah karena kasih sayang Allah ‫ ﷻ‬kepada hamba-
Nya demi kebahagiaan hidup mereka di dunia dan di akhirat.
Tafsir al-Jalalain
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta sesamamu
dengan jalan yang batil) artinya jalan yang haram menurut agama seperti riba dan
gasab/merampas (kecuali dengan jalan) atau terjadi (secara perniagaan) menurut
suatu qiraat dengan baris di atas sedangkan maksudnya ialah hendaklah harta
tersebut harta perniagaan yang berlaku (dengan suka sama suka di antara kamu)
berdasar kerelaan hati masing-masing, maka bolehlah kamu memakannya. (Dan
janganlah kamu membunuh dirimu) artinya dengan melakukan hal-hal yang
menyebabkan kecelakaannya bagaimana pun juga cara dan gejalanya baik di dunia
dan di akhirat. (Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) sehingga
dilarang-Nya kamu berbuat demikian.

QS.al-Baqarah/2; 267. (Harta yang Bisa Dibelanjakan adalah Hasil usaha sendiri)
َ ‫ض ۗ َو ََل ت َ َي َّمموا ْال َخ ِبي‬
‫ْث ِم ْنه‬ َ ْ َ‫سبْت ْم َو ِم َّما ٰٓ ا َ ْخ َرجْ نَا لَك ْم ِمن‬
ِ ‫اَل ْر‬ َ ‫ت َما َك‬ َ ‫يٰٓا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ا َمن ْٰٓوا ا َ ْن ِفق ْوا ِم ْن‬
ِ ‫ط ِيب‬
(۷۲)‫ي َح ِميْد‬ٌّ ِ‫غن‬
َ ‫َّللا‬ ٰٓ َّ ‫ت ْن ِفق ْونَ َولَسْت ْم بِا ِخ ِذ ْي ِه ا‬
َ ‫َِل ا َ ْن ت ْغ ِمض ْوا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَم ْٰٓوا ا َ َّن ه‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Tafsir Ibnu Katsir


Allah ‫ ﷻ‬memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk
berinfak. Yang dimaksud dengan infak dalam ayat ini ialah bersedekah. Menurut
Ibnu Abbas, sedekah harus diberikan dari harta yang baik (yang halal) yang
dihasilkan oleh orang yang bersangkutan.

20
Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan hasil usaha ialah berdagang, Allah
telah memudahkan cara berdagang bagi mereka. Menurut Ali dan As-Saddi, makna
firman-Nya: dari hasil usaha kalian yang baik., Yakni emas dan perak, juga buah-
buahan serta hasil panen yang telah ditumbuhkan oleh Allah di bumi untuk mereka.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah ‫ ﷻ‬memerintahkan kepada mereka untuk
berinfak dari sebagian harta mereka yang baik, yang paling disukai dan paling
disayang. Allah ‫ ﷻ‬melarang mereka mengeluarkan sedekah dari harta mereka yang
buruk dan jelek serta berkualitas rendah, karena sesungguhnya Allah itu Mahabaik,
Dia tidak mau menerima kecuali yang baik. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan
darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya.Yakni janganlah kalian
sengaja memilih yang buruk-buruk. Seandainya kalian diberi yang buruk-buruk itu,
niscaya kalian sendiri tidak mau menerimanya kecuali dengan memicingkan mata
terhadapnya. Allah Mahakaya terhadap hal seperti itu dari kalian, maka janganlah
kalian menjadikan untuk Allah apa-apa yang tidak kalian sukai.
Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: Dan janganlah kalian
memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. Yakni janganlah kalian
menyimpang dari barang yang halal, lalu dengan sengaja mengambil barang yang
haram, kemudian barang yang haram itu kalian jadikan sebagai nafkah kalian.
Tafsir Kementrian Agama RI
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik¸ dan diperoleh dengan cara yang halal, sebab Allah itu baik dan
hanya menerima yang baik-baik. Dan sedekahkanlah sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi berupa hasil pertanian, tambang, dan lainnya, untukmu. Pilihlah
yang baik-baik dari apa yang kamu nafkahkan itu, walaupun tidak harus semuanya
baik, tetapi janganlah kamu memilih secara sengaja yang buruk untuk kamu
keluarkan guna disedekahkan kepada orang lain, padahal kamu sendiri kalau diberi
yang buruk-buruk seperti itu tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata karena rasa enggan terhadapnya. Cobalah berempati. Posisikan
dirimu seperti orang yang diberi. Jika kamu tidak mau menerima yang buruk-buruk,
mengapa kamu berikan yang seperti itu kepada orang lain. Dan ketahuilah dan
yakinlah bahwa Allah Mahakaya, tidak membutuhkan sedekah kamu, baik
pemberian untukNya maupun untuk makhluk-makhluk-Nya, sebab Dia bisa

21
memberi secara langsung. Sedekah itu justru untuk kemaslahatan orang yang
memberi. Dia juga Maha Terpuji, antara lain karena Dia memberi ganjaran terhadap
hamba-hamba-Nya yang bersedekah.
Orang yang benar-benar beriman, niscaya akan menafkahkan sesuatu yang
baik, bila dia bermaksud dengan infaknya itu untuk menyucikan diri dan
meneguhkan jiwanya. Sesuatu yang diinfakkan, diumpamakan dengan sebutir benih
yang menghasilkan tujuh ratus butir, atau yang diumpamakan dengan sebidang
kebun yang terletak di dataran tinggi, yang memberikan hasil yang baik, tentulah
sesuatu yang baik, bukan sesuatu yang buruk yang tidak disukai oleh yang
menafkahkan, atau yang dia sendiri tidak akan mau menerimanya, andaikata dia
diberi barang semacam itu.
Namun demikian, orang yang bersedekah itu pun tidak boleh dipaksa untuk
menyedekahkan yang baik saja dari apa yang dimilikinya, seperti yang tersebut di
atas. Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah bersabda kepada Mu'adz bin Jabal ketika beliau
mengutusnya ke Yaman:
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi ‫ ﷺ‬mengutus Mu'adz ke Yaman”lalu ia
menyebutkan hadis”dan padanya: bahwa Allah ‫ ﷻ‬mewajibkan kepada mereka zakat
pada harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya lalu diserahkan kepada fakir
miskin di antara mereka. (Riwayat Muttafaq 'alaih)
Tafsir Jalalain
(Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah), maksudnya zakatkanlah
(sebagian yang baik-baik) dari (hasil usahamu) berupa harta (dan sebagian) yang
baik-baik dari (apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu) berupa biji-bijian
dan buah-buahan (dan janganlah kamu sengaja) mengambil (yang jelek) atau yang
buruk (darinya) maksudnya dari yang disebutkan itu, lalu (kamu keluarkan untuk
zakat) menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'tayammamu' (padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya) maksudnya yang jelek tadi, seandainya ia menjadi
hak yang harus diberikan kepadamu (kecuali dengan memejamkan mata
terhadapnya), artinya pura-pura tidak tahu atau tidak melihat kejelekannya, maka
bagaimana kamu berani memberikan itu guna memenuhi hak Allah ‫( !ﷻ‬Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya) sehingga tidak memerlukan nafkahmu itu (lagi
Maha Terpuji) pada setiap kondisi dan situasi.

22
E. Pembahasan Hadis
1. Hadist Riwayat Ibnu Hibban (3239 dan 3241), Al Hakim (II/4), Al Baihaqi
(V/264 dan 265), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (III/156-157)
‫ أ َ ْخ ِذ ال َحالَ ِل َو ت َ ْركِ ال َح َر ِام‬,‫ب‬ َّ ‫ فَأ َ ْجمِل ْوا فِي ال‬,‫ق ه َو لَه‬
ِ َ‫طل‬ ٍ ‫ فَإِنَّه لَ ْن يَم ْوتَ العَبْد َحتَّى يَبْل َغ آخِ َر ِر ْز‬, َ‫االر ْزق‬
ِ ‫ا َ ت َ ْستَبْطِ ئ ْو‬

Artinya : “Janganlah menganggap rezeki kalian lambat turun. Sesungguhnya, tidak


ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezekinya.
Carilah rezeki dengan cara yang baik (dengan) mengambil yang halal dan
meninggalkan perkara yang haram”. (HR. Ibnu Hibban, Al Hakim, Al Baihaqi, Abu
Nu’aim)
Maksud dari hadist ini adalah, Setiap manusia memiliki takaran rezekinya
masing-masing jadi tidak perlu iri dengan rezeki yang dimiliki orang lain. Allah ‫ﷻ‬
lah yang lebih tahu tentang apa yang kita butuhkan di dunia ini sehingga rezeki yang
sudah ditetapkan merupakan yang terbaik untuk hamba-Nya.

2. Hadist Riwayat Ibnu Majah (Nashiruddin, 2007: 294)

(‫ إن أطيب ما اكل الرجل من )رواه إبن ماجه‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬,‫عن عائشة قالت‬
‫كسبه و إن ولده‬

Artinya :“Dari Aisyah RA. Ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, sesungguhnya hal


yang terbaik yang dimakan oleh seseorang adalah apa yang Ia dapat dari hasil
usahanya sendiri, dan sungguh anaknya adalah hasil usahanya”. (HR. Ibnu Majah)
Hadist ini menunjukkan manusia harus berusaha agar mendapatkan harta,
yakni berusaha dengan jalan yang baik dan benar yaitu sesuai dengan syariat Islam,
karena sebaik-baiknya apa yang akan dipakai untuk kebutuhan sehari-sehari diperoleh
dari hasil usaha sendiri.

3. Hadist Riwayat Bukhari (Nashiruddin. 2007: 24)


ِ ‫ عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال لَيَأْتِيَ َّن َعلَى ال َّن‬,‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه‬
َ‫اس زَ َمان ََل يبَالِي ْال َم ْرء بِ َما أ َ َخذ‬
ْ ‫ْال َمالَ أَم ِْن َح َال ٍل أ َ ْم‬
)‫مِن َح َر ٍام(رواه بخارى‬

Artinya : “Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi ‫ﷺ‬, beliau bersabda, “Akan datang
kepada manusia suatu masa yang mana sesorang tidak peduli darimana ia
mendapatkan harta, apakah dari yang halal atau yang haram”. (HR. Bukhari).
Maksud hadist ini adalah bahwa Tidak semua hak milik pribadi dilindungi
oleh Islam. Islam tidak melindungi kepemilikan harta benda yang diperoleh dengan

23
jalan haram dan melindungi hak milik yang diperoleh dengan jalan yang halal.
Artinya harta yang dimiliki seharusnya diperoleh dari jalan yang halal.

4. Hadist Riwayat Ibnu Majah (Nashiruddin. 2007:481)


‫ من قتل دون ماله فهو شهيد (رواه إبن‬: ‫ عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬,‫عن سعيد ابن زيد بن عمر وبن ثقيل‬
)‫ماجه‬
Artinya : “Dari Sa’id ibnu Zaid ibnu Umar dan Ibnu Tsaqil, dari Rasulullah ‫ﷺ‬
bersabda: Barang siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia
adalah seorang syahid”. (HR. Ibnu Majah)
Hadist ini menjelaskan bahwa Islam mewajibkan atas seluruh manusia untuk
menjaga hak miliknya. Bahkan orang-orang yang terbunuh karena gigih
mempertahankan hartanya dan membelanya hak miliknya, maka ia digolongkan
sebagai orang yang mati syahid.

5. Hadist Riwayat Bukhori dan Muslim


)‫نهى رسول هللا عن اضاعة المال (رواه بخارى و مسلم‬
Artinya : “Rasulullah ‫ ﷺ‬melarang membuang- buang harta”. (HR. Bukhori dan
Muslim).
Maksud hadist ini adalah seorang muslim dilarang menggunakan hartanya
kepada jalan yang tidak diridhoi oleh Allah ‫ ﷻ‬. Seorang muslim janganlah berlaku
boros, karena pemboros itu adalah saudara-saudaranya syaitan.

F. Penutup: Kesimpulan Akhir


Allah ‫ ﷻ‬merupakan pemilik segala sesuatu di Alam semesta ini, sudah sewajarnya
kekuasaan sepenuhnya mutlak berada pada-Nya sehingga segala ketetapan apapun selama
berada di dalam Al-Qur’an itu adalah sebuah petunjuk. kita sebagai manusia yang sedari
awal tidak memiliki harta benda di dunia harus memahami pemberian sebagai anugerah
yang diberikan Allah ‫ ﷻ‬dengan menggunakannya sebaik mungkin untuk kebermanfaatan
orang banyak yang kelak akan mengantarkan kita kepada kemulian sebagai manusia.
Manusia hanya berperan sebagai pengelola yang memberdayakan segala sumber daya
bukan sebagai pemilik karena pada setiap aktivitas apapun manusia hanya diberi
kepercayaan bukan diberikan keleluasaan untuk bertindak sesukanya. Sebagai manusia
harus menjaga, merawat dan mengelola apapun dengan baik karena sudah dititpkan atau
diamanahkan oleh Allah ‫ ﷻ‬serta segala perbuatan kita yang dapat merusak kelak akan
dimintai pertanggungjawaban berupa siksa yang pedih.

24
Segala sesuatu yang terhampar di muka bumi dari ujung timur ke barat telah disediakan
oleh Allah ‫ ﷻ‬dengan sebaik-baiknya dengan beragam kenikmatan yang bisa dimanfaatkan
oleh manusia seperti tanah yang subur, air yang menjadi sumber kehidupan dan lain
sebagainya. Sebagai manusia harus memelihara kelestarian dan aneka sumber daya yang
melimpah agar dapat digunakan sebagai mana mestinya, tidak boros dalam
menggunakannya, tidak saling merebut, mencuri ataupun menganggap sebagai
kepemilikan diri pribadi tapi seharusnya saling memberi, mengasihi dan menyayangi
anugerah yang telah diberi.

25
Daftar Kepustakaan

Al Qur’an al-Karim
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Shahih Sunan Ibnu Majah. Jakarta: Azzam
Ali, A. (2012). Konsep Kepemilikan Dalam Islam. Jurnal Ushuluddin, XVIII (2), 124-140.
Gunawan, Agus. 2017. Kepemilikan Dalam Islam. TAZKIYA (Jurnal Keislaman,
Kemasyarakatan & Kebudayaan). 18 (2). 145-158
M. Faruq. 2002. Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta : UII Press
Masrina dkk. 2023. Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif Islam. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam. 9(01). 30-35
Rizal dkk. 2013. Ekonomi Islam. Batusangkar : STAIN Batusangkat Press
Rozalinda. 2015. Ekonomi Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Sobarna, Nanang. 2021. Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam Menurut Taqiyuddin
An-Nabhani. Eco-Iqtishodi Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Keuangan Syariah. 2 (2)
Ulfah, Fadilah. 2021. Kepemilikan Dalam Islam.

26

Anda mungkin juga menyukai