Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SISTEM EKONOMI ISLAM

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

DASAR – DASAR EKONOMI ISLAM

Dosen Pengampu :

Ririn Tri Puspita Ningrum, MSI

Disusun Oleh:

1. Sheila Septiana Dewi (23403007)


2. Annisa Hidayatur Rohmah (23403013)
3. Risky Wijayanti (23403018)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH – KELAS A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam sebagai suatu Ilmu pengetahuan lahir melalui proses
pengkajian ilmiah yang panjang, dimana pada awalnya terjadi sikap pesimis
terkait eksistensi Ekonomi Islam dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Dalam hal ini termasuk didalamnya Ilmu Ekonomi, namun sekarang hal ini
sudah mulai terkikis. Para Ekonom Barat pun mulai mengakui eksistensi
Ekonomi Islam sebagai suatu Ilmu Ekonomi yang memberi warna
kesejukan dalam perekonomian dunia dimana Ekonomi Islam dapat menjadi
sistem Ekonomi alternatif yang mampu mengingatkan kesejahteraan umat,
disamping sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang telah terbukti tidak
mampu meningkatkan kesejahteraan umat. Ekonomi Islam dibangun atas
dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak terpisahkan dari
agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, Ekonomi Islam akan
mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem
kehidupan , dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan
yang lengkap bagai kehidupan manusia termasuk dlam bidang Ekonomi. 1
Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan dalam hidupnya,
namun manusia memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang
kesejahteraan. Dalam berbagai literatur Ilmu Ekonomi konvensional dapat
disimpulkan bahwa tujuan manusia memenuhi kebutuhannya atas barang
dan jasa adalah untuk mencapai kesejahteraan. Manusia menginginkan
kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya, dan untukinilah ia berjuang
dengan segala cara untuk mencapainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan masalah pokok ekonomi islam?
2. Apa yang dimaksud dengan karakteristik ekonomi islam?
3. Apa saja fondasi dan pilar ekomomi islam?
4. Apa tujuan dari ekonomi islam?
5. Apa saja nilai dan prinsip ekonomi islam?

1
Nik Mohamed Affandi bin Nik Yusoff, Islam and Business (Selangor, Malaysia: Pelanduk Publications,
2002).

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui masalah pokok ekonomi islam
2. Untuk mengetahui karakteristik ekonomi islam
3. Untuk mengetahui fondasi dan pilar ekomomi islam
4. Untuk mengetahui tujuan dari ekonomi islam
5. Untuk mengetahui nilai dan prinsip ekonomi islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Pokok Ekonomi Islam

Ilmu ekonomi dalam pandangan konvensional merupakan kajian


tentang pemanfaatan sumber daya yang langka atau terbatas(scarcity) untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas.Pengertian ini
memberikan implikasi bahwa ada kesenjangan antara ketersediaan jumlah
sumber daya yang terbatas (limited resources) dengan kebutuhan manusia
yang tidak terbatas (unlimited needs). Dari konsep ini terlihat bahwa
permasalahan pokok ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional
adalah kelangkaan (scarcity) dari sumber daya untuk mencukupi kebutuhan
manusia. Akibatkesenjangan ini memberikan implikasi pada kemiskinan
individu secara parsial dan kemiskinan negara secara komunal. 2

Secara terperinci, masalah-masalah pokok dalam ekonomi


disebabkan oleh tiga faktor yang saling berkaitan, yaitu:

1. Kelangkaan sumber daya

Kelangkaan merupakan akibat dari ketidakseimbangan atau kesenjangan


antara ketersediaan faktor-faktor produksi yang terbatas dengan tingkat
kebutuhan yang tidak terbatas

2. Kebutuhan yang tidak terbatas


Kebutuhan merupakan cerminan dari keperluan manusia akan hal-hal
mendasar yang digunakan untuk melangsungkan kehidupan. Di dalam
ekonomi konvensional, manusiadigambarkan sebagai makhluk yang
mempunyai keinginan yang tidak terbatas sehingga tidak sesuai jumlah
sumber daya yang tersedia.
3. Terbatasnya faktor-faktor produksi
Faktor-faktor produksi merupakan sesuatu yang telah ada (disediakan oleh
alam) atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa, seperti tanah dan sumber alam, tenaga kerja,
modal, dan skill. Faktor-faktor produksi ini tidak selalu tersedia dalam

2
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi (Jakarta: Rajawali Press, 2015).

3
jumlah yang berlimpah sehingga manusia harus memikirkan cara untuk
melakukan produksi secara efisien.

Menurut Samuelson, ketiga faktor sebagaimana dijelaskan di atas


dapat dijabarkan dalam tiga persoalan pokok, yaitu:

1. What to produce? (Apa yang diproduksi?)


Masalah utama ekonomi yang pertama adalah memutuskan jenis barang
dan jasa apa yang perlu diproduksi yang diikuti dengan keputusan tentang
berapa yang harus diproduksi. Keputusan ini didasarkan pada preferensi dan
prioritas masyarakat.

2.How to produce?(bagaimana memproduksi?)

Masalah utama kedua dari ekonomi adalah memutuskan bagaimana


memproduksi barang-barang ini. Masyarakat harus memutuskan kombinasi
faktor terbaik untuk menciptakan output barang dan jasa yang diinginkan.

3. For whom to produce? (Untuk siapa diproduksi?)


Masalah utama ketiga dari ekonomi adalah memutuskan untuk siapa
memproduksi barang-barang ini. Dengan kata lain, dapat dikatakan itu
adalah keputusan alokasi barang di antara anggota masyarakat.

Islam memandang bahwa persoalan kelangkaan sumber daya dan


tidak terbatasnya kebutuhan manusia tidak sepenuhnya bisa dijustifikasi.
Ajaran Islam menyebutkan bahwa Allah SWT menyediakan sumber daya
yang melimpah bagi manusia untuk diolah dan dimanfaatkan bagi
kelangsungan hidup manusia di muka bumi. Selain itu, Islam juga
mengajarkan manusia untuk selalu merasa cukup dengan bersyukur
terhadap apa yang telah Allah SWT berikan. Berkaitan dengan ini, Baqir
As-Sadr menyebutkan bahwa pada dasarnya jumlah sumber daya yang
tersedia di muka bumi ini melimpah dan tidak terbatas. Hal ini juga
diperkuat oleh al-Qaradhawi yang menyebutkan bahwa salah satumasalah
utama dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat adalah distribusi yang
tidak merata.

4
Baqir As-Sadr juga menolak pendapat yang menyatakan bahwa
keinginan manusia tidak terbatas. Ia berpendapat, bahwa manusia akan
berhenti mengonsumsi suatu barang atau jasa apabila tingkat kepuasan
terhadap barang atau jasa tersebut menurun atau nol. Oleh sebab itu ia
meyakini bahwa yang menjadi masalah utama dari ilmu ekonomi adalah
tidak meratanya distribusi sumber daya di antara manusia.Pandangan ini
didukung oleh sejumlah ahli ekonomi yang mewakili mazhab iqtishaduna. 3

Akan tetapi, sebagian ahli dalam mazhab mainstream meyakini


bahwa tidak ada perbedaan yang begitu mendasar dalam memahami
masalah pokok ekonomi antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.
Menurut mazhab ini, masalah ekonomi terletak padapersoalan kelangkaan
(scarcity) sumber daya ekonomi dibandingkan dengan kebutuhan manusia.
Meskipun tidak terjadi kesenjangan secara keseluruhan antara jumlah
sumber daya ekonomi dengan kebutuhan manusia, tetapi secara relatif pada
suatu waktu tertentu.dan pada tempat tertentu tetap akan dijumpai
kelangkaan tersebut. Perbedaannya terletak pada mekanisme menyelesaikan
masalah ekonomi. Menurut pandangan mazhab mainstream ini,bahwa
penyelesaian masalah ekonomi tersebut harus merujuk pada Alquran dan
sunah, sementara dalam pandangan kapitalis melalui bekerjanya mekanisme
pasar dan sosialisme klasik melalui sistem perencanaan yang sentralistik.

Akan tetapi, jika dicermati berbagai fenomena yang ada disekeliling


kita, kekurangan sumber daya (resource) yang tersedia dibandingkan
dengan kebutuhan dan keinginan manusia dalam rangka mencapai falah.
Kenyataan inilah yang digunakan sebagai dasar oleh mazhab mainstream
untuk menyebutkan bahwa ‘kelangkaan’ itu nyata. Jika dicermati lebih
saksama, kelangkaan yang dimaksudkandi sini bukanlah persoalan yang
terjadi secara terus menerus, tetapi hanya bersifat temporer sampai
ditemukannya barang pengganti. Oleh sebab itu, kelangkaan seperti ini
disebut sebagai kelangkaan relatif
Kelangkaan relatif disebabkan oleh tiga faktor:

3
M Sulaeman Jajuli, Ekonomi Islam Umar Bin Khattab (Yogyakarta: Deepublish, 2016).

5
1. Ketidakmerataan distribusi sumber daya

Secara sunatullah, Allah SWT menjamin ketersediaan rezeki


bagisetiap makhluk ciptaannya, tetapi Allah SWT juga menciptakan dunia
dan segala isinya dengan berbagai keragaman. Masing-masing daerah dan
wilayah memiliki kelebihan dan kekurangannya

tersendiri. Ada daerah yang kaya dengan sumber daya alam,tetapi miskin
sumber daya manusia. Ada daerah yang kayaakan minyak, tetapi miskin
akan air, dan lain sebagainya.Ketidakmerataan seperti sifatnya relatif dan
bersifat jangka pendek. Seiring dengan perubahan manusia kemudian akan
belajar untuk menutupi kekurangannya dengan berbagai cara.Misalnya,
kelangkaan bahan bakar minyak telah melahirkan berbagai inovasi energi
dengan memanfaatkan panas bumi dan energi listrik.

2. Keterbatasan manusia

Di dalam Alquran, Allah SWT menyebutkan bahwa manusia merupakan


makhluk yang diciptakan paling baik, baik dari sisi bentuk maupun sifatnya
yang kompleks. Akan tetapi, dengan penggabungan nafsu, naluri, akal, dan
hati, manusia seringkali tidak bisa memanfaatkan kemampuan yang dimiliki
untukmengolah sumber daya yang ada secara optimal. Hal inimenyebabkan
terjadinya kelangkaan relatif. Selain itu, perilaku buruk manusia seperti
keserakahan juga mengakibatkan terjadinya kelangkaan tersebut. Naluri
manusia yang tidak pernah menyebabkan ia menggunakan segala cara untuk
menguasai sumber daya yang ada sehingga orang lain terhalangi dalam
menggunakannya.

3. Konflik antara berbagai tujuan hidup

Tujuan hidup di antara manusia sangat memungkinkan terjadinya


perbedaan. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya perbedaan prioritas dan
pemahaman terhadap makna hidup yang terlalu sempit. Misalnya, seseorang
yang memprioritaskan tujuan jangka pendek (kebahagiaan duniawi)
cenderung tidak menyeimbangkan dengan tujuan jangka panjang
(kebahagiaan akhirat). Dalam konteks seperti ini, agar tujuan jangka

6
pendeknya tercapai, pengambilan harta orang lain secara tidak sah dianggap
menjadi hal biasa. Akibatnya, akan terjadinya kelangkaan sumber daya bagi
kelompok masyarakat tertentu.

Dari paparan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam


cara pandang terhadap masalah pokok ekonomi antara pandangan ekonomi
konvensional dengan ekonomi Islam. Ekonomi konvensional lebih
menitikberatkan pada objek produk sehingga fokus permasalahannya
terpusat pada keterbatasan dan kelangkaan produk dalam rangka memenuhi
kebutuhan fisik manusia saja. Cara pandang ini berbeda dengan ekonomi
Islam yang lebih menekankan pada objek manusianya sehingga fokus
permasalahannya tidak hanya terpusat pada produk semata, tetapi juga
4
pemberdayaan manusia untuk dapat menyejahterakan diri, keluarga,
masyarakat, dan negara. Hal ini merupakan salah satu upaya manusia dalam
realisasi/penjagaan maqashid dan pencapaian falah. Islam memandang
bahwa martabat kemanusiaan adalah suatu hal yang esensial, sehingga
setiap manusia berperan untuk mendapatkan kebahagiaan hidupnya.

B. Karakteristik Ekonomi Islam


Menurut kamus Bahasa Indonesia, istilah karakteristik diartikan
sebagai “mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu”.(KBBI)
Kata “karakteristik” bersinonim dengan “tipikal, distingtif, eksklusif,". 5Dari
pengertian tersebut, karakteristik dapat dipahami sebagai suatu
keistimewaan atau kekhususan atau keunikan atau ciri khas yang dimiliki
oleh suatu entitas tertentu yang membedakannya dengan entitas lain.
Di dalam kaitannya dengan sistem ekonomi Islam, karakteristik
yang dimaksudkan adalah keunikan yang dimiliki oleh sistem ini yang
membedakannya dengan sistem ekonomi konvensional, baik kapitalis
maupun sosialis/komunisme. Sistem ekonomi Islam memiliki konsep pikir
moral dan penggunaan biaya yang efektif dan efisien dalam mengatur
produksi, distribusi atau pertukaran, dan konsumsi, dan dibentuk oleh

4
al-Qaradhawi, Dawr Al-Qiyam Wa-Al-Akhlaq Fi Al-Iqtisad Al-Islami.
5
BPPB, “Tesaurus Tematis Indonesia,” Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
http://tesaurus.kemdikbud.go.id/tematis/lema/karakteristik.

7
prinsip-prinsip syariah. Tujuan dari sistem ini adalah untuk memastikan
adanya keadilan sosial-ekonomi masyarakat dengan cara mengurangi
kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Karakteristik unik ekonomi
Islam, oleh karena itu, dimanifestasikan dalam mekanisme operasionalnya
yang diharapkan berakar dalam pada prinsip-prinsip Islam. 6
Prinsip-prinsip tersebut telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad
SAW. dalam kegiatan ekonominya yang kemudian menjadi pedoman
masyarakat yang datang sesudahnya. Nilai-nilai kejujuran, keadilan, etika,
dan moral, selama mereka berada di koridor hukum Islam, melarang
transaksi riba, dan sebagainya. Sistem bagi hasil yang telah banyak
dibicarakan telah lama dipraktikkan. Percakapan ekonomi Islam yang
muncul kembali seharusnya tidak hanya dianggap sebagai alternatif dari
sistem konvensional saat ini. Ekonomi Islam mempunyai nilai-nilai
universal yang dapat diterapkan pada semua orang, tidak hanya bagi umat
Islam. Di dalam pandangan al-Qaradhawi, 7 melahirkan empat karakteristik
ekonomi Islam, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Iqtishad Rabbani (Ekonomi Ketuhanan)

Segala aspek dalam Islam tidak bisa lepas dari nilai-nilai tauhid. Ini
merupakan karakteristik pertama yang membedakannya dengan sistem
ekonomi lainnya.. Di dalam ekonomi Islam, sistem ekonomi terikat dengan
tujuan akhir mencapai falah dengan rida Allah SWT. Ketika aktivitas
ekonomi dilakukan sesuai dengan rida Allah SWT, maka aktivitas tersebut
akan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, sistem ekonomi
dalam Islam selalu dikaitkan dengan ibadah sebagai upaya dalam
mempersiapkan bekal untuk hari akhirat. Hal ini sesuai dengan tujuan
penciptaan manusia di muka bumi, yaitu untuk beribadah kepada Allah
SWT.

2. Iqtishad Akhlaqi (Ekonomi Akhlak)

6
Muhammed Umer Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective, Vol. 21 (Kube Publishing Ltd,
2016))

7
Yusuf al-Qaradhawi, Dawr Al-Qiyam Wa-Al-Akhlaq Fi Al-Iqtisad Al-Islami (Maktabat Wahbah: al-Qahirah,
1995).

8
Peran akhlak dalam Islam sangat signifikan karena perbaikan
akhlak merupakan tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW.

Komponen akhlak dalam Islam harus diintegrasikan dalam setiap


aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Islam
memberikan perhatian penting terhadap akhlak. Sistem ekonomi yang
dibangun atas fondasi akhlak yang benar akan memberikan keuntungan
kepada semua pihak dan memberikan pengaruh yang besar terhadap
kemajuan ekonomi. Islam tidak menghalalkan segala macam cara untuk
mendapat keuntungan secara ekonomi dengan mengorbankan akhlak yang
merupakan elemen penting dalam kehidupan sosial.

3. Iqtishad Insani (Ekonomi Kerakyatan)

Di dalam ekonomi Islam, setiap orang memiliki kesempatan yang sama


untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk melakukannya, setiap manusia
dibimbing dengan pola kehidupan rabbani sekaligus manusiawi sehingga ia
mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan, terhadap dirinya,
keluarga, dan kepada manusia lain secara umum.

Sistem ekonomi kerakyatan memberikan kesempatan yang sama bagi siapa


saja untuk melakukan berbagai aktivitas ekonomi. Setiap orang
mendapatkan hak yang sama dalam aktivitas ekonomi tanpa boleh dibatasi
oleh siapa pun selama tidak merugikan dan menzalimi orang lain. Sistem
ekonomi kerakyatan mengakomodir beberapa hal yang ada dalam sistem
ekonomi kapitalis dan juga sistem ekonomi sosialis. Di dalam sistem
kapitalis, kekayaan berpusat pada segelintir orang, sedangkan sistem sosialis
berporos pada besarnya peran pemerintah terhadap kehidupan rakyat.
Sistem ekonomi kerakyatan ini mampu menjembatani kebutuhan semua
pihak sehingga setiap orang dapat melakukan aktivitas ekonomi secara adil
dan merata.

4. Iqtishad Wasati (Ekonomi Pertengahan)

Islam juga mengajarkan manusia untuk tidak berlebih-lebihan dan hidup


seimbang (wasati). Makna dari keseimbangan ini berlaku dalam konteks

9
yang lebih luas dalam segala aktivitas manusia dengan selalu
mempertimbangkan aspek duniawi dengan aspek ukhrawi. Keseimbangan
dalam konsep ini tidak hanya dalam konteks kepentingan dunia dan akhirat
saja, tetapi keseimbangan berhubungan dengan kepentingan individu dan
masyarakat, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Selain itu, asas
wasati juga mencakup keseimbangan hak antara kepemilikan umum dengan
kepentingan pribadi.

C. Fondasi dan Pilar Ekonomi Islam


 Fondasi ekonomi Islam lahir bersamaan dengan munculnya Islam dan
merupakan bagian integral ajaran Islam itu sendiri. 8Oleh karena itu,
fondasi dasar ekonomi Islam tidak terlepas dari filosofi Islam dengan
tujuan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki di dunia
dan akhirat. Islam sebagai suatu falsafah hidup secara lengkap telah
mendefinisikan dasar-dasar kegiatan yang berkaitan dengan aspek
muamalah, termasuk di dalamnya kegiatan yang berkaitan dengan
ekonomi. Falsafah Islam dalam ekonomi berusaha untuk mengangkat
kesinambungan sistem perekonomian dan mencakup aspek-aspek yang
lebih luas yang terstruktur diformulasikan dalam bentuk fondasi
pemikiran pilar-pilar dan tujuan. Bank Indonesia dalam Cetak Biru
Perbankan Syariah 2002 45 menyaring menjadi empat fondasi ekonomi
syariah, yaitu akidah, syariah,akhlak, dan ukhuwah.
1.Akidah
Akidah merupakan fondasi utama dari segala aktivitas manusia di
muka bumi termasuk aktivitas ekonomi. Konsep akidah membentuk
paradigma dasar bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini
merupakan ciptaan Allah SWT Yang Maha Kuasa. Ciptaan Allah SWT
tersebut merupakan sarana bagi manusia untuk hidup di muka bumi yang
tujuan akhirnya adalah mencapai kesejahteraan secara material dan
spiritual. Fondasi ini menumbuhkan kesadaran bahwa setiap aktivitas
8
.(M Kahf, “Islamic Economics: What Went Wrong?” in paper presented at the Islamic Development Bank
Roundtable on Islamic Economics: Current State of Knowledge and Development of the Discipline (Jeddah
2004))

10
manusia memiliki akuntabilitas Contoh, ketika seorang produsen
memproduksi suatu barang yang baik, yang tidak hanya membawa
kepuasan lahiriah, tetapi juga manfaat yang lebih luas. Dengan pola pikir
seperti ini, setiap pelaku ekonomi akan punya ekspektasi untuk
mengedepankan nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas ekonominya.
2. Syariah
Syariah merupakan fondasi pendukung konsep akidah. Syariah
merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan
interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama
makhluk. Tujuan syariah adalah kemaslahatan makhluk hidup menuju falah
dunia dan akhirat. Prinsip syariah dalam kegiatan ekonomi secara umum
akan menjadi sumber ketentuan yang mengatur pola hubungan bagi semua
pelaku dan stakeholder perbankan syariah. Dalam konteks ini, penerapan
perilaku ekonomi baik dari sisi produksi dan konsumsi tidak boleh lepas
dari konteks maslahat. Contoh, ketika seorang produsen memproduksi suatu
barang, katakanlah makanan, dan kemudian menjualnya ke pasar, harus
tercipta mindset maslahat dengan cara memproduksi dan menjual makanan
yang ketika dikonsumsi oleh konsumen mendatangkan kebaikan baginya.
Ini artinya, dari input bahan baku sudah harus dipilih bahan-bahan yang
halal dan baik; dan proses produksinya tidak mencampuri dengan elemen-
elemen yang mendatangkan kemudaratan bagi tubuh manusia.
3. Akhlak
Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral
dalam interaksi sesama manusia, manusia dengan lingkungannya, dan
manusia dengan pencipta alam semesta agar hubungan tersebut menjadi
harmoni dan sinergis. Akhlak akan membimbing aktivitas ekonomi agar
senantiasa mengedepankan kebaikan sebagai elemen untuk mencapai
tujuan. Hubungan nilainilai moral dengan ekonomi, misalnya dapat
dicontohkan sebagai berikut:
a) tidak menggunakan harta yang dapat merugikan orang lain
b) tidak melakukan penipuan dalam transaksi
c) tidak menimbun harta (ihtikar)

11
d) tidak memubazirkan harta, dan lain-lain.
4. Ukhuwah
Ukhuwah adalah prinsip persaudaraan dalam menata interaksi sosial
yang diarahkan pada harmonisasi kepentingan individu dengan tujuan
kemanfaatan secara umum dengan semangat tolong-menolong. Ukhuwah
dalam aktivitas ekonomi dilakukan melalui proses ta’aruf (saling
mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling menolong), takaful
(saling menjamin), dan tahaluf (saling beraliansi). Ukhuwah menempatkan
pola hubungan antara manusia yang dilandasi dengan prinsip kesejajaran,
saling percaya dan saling membutuhkan. Ukhuwah dapat dihasilkan dari
pola ekonomi sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Transaksi
ekonomi sosial secara sekilas hanya terlihat menguntungkan pihak penerima
manfaat saja, tetapi hakikatnya pemberi manfaat juga diuntungkan dengan
hal-hal yang kurang dapat diperhitungkan secara matematis, seperti
terjadinya keteraturan sosial, terciptanya kenyamanan hidup akibat tidak
adanya pencurian atau perampokan, bertambahnya rezeki dari hal-hal yang
tidak terduga, dan hal-hal lain yang sudah Allah SWT janjikan dalam
Alquran.
 Pilar ekonomi Islam berdiri di atas fondasi akidah, syariah, akhlak, dan
ukhuwah yang berguna sebagai penyangga tujuan ekonomi. Pilar dapat
digunakan sebagai alat ukur kokoh tidaknya bangunan ekonomi mulai
dari level individu, instansi, maupun sistem. Dari karakteristik
sebagaimana dijelaskan di atas, dapat disarikan ke dalam beberapa pilar,
yaitu:
1. Pilar keadilan
memayungi segala aktivitas yang menempatkan segala sesuatu pada
tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta
memperlakukan sesuatu sesuaiposisinya .Ekonomi yang adil adalah
bagian dari masyarakat yang adil, sehat, dan bermoral, yang merupakan
tujuan utama Islam. Apa yang mendasari semua aturan perilaku yang
ditentukan oleh Islam adalah konsepsinya tentang keadilan, yang
menyatakan bahwa semua perilaku, terlepas dari konten dan

12
konteksnya, harus dalam konsepsi dan fungsinya, didasarkan pada
standar yang adil sebagaimana didefinisikan oleh syariah.
2. Pilar keseimbangan
dimaksudkan sebagai penyeimbang antara aspek material dengan
spiritual dalam segala aktivitas ekonomi. Konsep keseimbangan
(tawaazun) merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat pada
berbagai aspek tingkah laku ekonomi Islam, semisal kesederhanaan
(moderation), hemat (parsimony), dan menjauhi sifat boros (israf).
Keseimbangan yang dimaksud yang dimaksud bukan hanya persoalan
keseimbangan antara aspek dunia dan akhirat, tetapi juga seimbang
dalam kaitannya dengan kepentingan perseorangan dan kepentingan
umum, serta antara hak dan kewajiban. Bila dalam
kehidupanperekonomian tidak terjadi keseimbangan antara berbagai
unsur tersebut, maka akan terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial. 9
3. Pilar berikutnya adalah kemaslahatan,
yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi integral
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan
kolektif.Sesuatu dipandang bermaslahat jika memenuhi dua unsur, yaitu
kepatuhan syariah (halal) dan bermanfaat serta membawa kebaikan
(tayib) bagi semua aspek secara integral yang tidak menimbulkan
mudarat dan merugikan pada salah satu aspek. Secara luas, pemenuhan
visi kemaslahatan tercakup dalam maqasid (tujuan) syariah yang terdiri
dari menjaga keimanan dan ketakwaan (dien), keturunan (nasl), jiwa
dan keselamatan (nafs), harta benda (maal), dan rasionalitas
(‘aql).Kelima unsur tersebut merupakan hak dasar manusia sehingga
setiap kegiatan ekonomi syariah harus memenuhi unsur-unsur yang
telah ditetapkandalam maqashid syariah secara terintegritas.

D. Tujuan Ekonomi Islam

Di dalam Islam, pencapaian tujuan ekonomi selaras tujuan syariat


Islam itu sendiri (maqashid syariah), yaitu mencapai maslahat untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat melalui suatu tata kehidupan yang baik

9
al-Qaradhawi, Dawr Al-Qiyam Wa-Al-Akhlaq Fi Al-Iqtisad Al-Islami.

13
dan terhormat (hayyatan thayyiban). Tujuan ini dapat dicapai dengan
mengusahakan segala aktivitas demi tercapainya halhal yang berakibat
pada adanya kemaslahatan bagi manusia, atau dengan mengusahakan
aktivitas yang secara langsung dapat merealisasikan kemaslahatan itu
sendiri. Kemaslahatan ekonomi juga dapat diraih dengan
menghindarkan diri dari segala hal yang membawa mafsadah
(kerusakan) bagi manusia.10Tujuan akhir penerapan ekonomi Islam
adalah mewujudkan falah (kesejahteraan) masyarakat secara umum.
Falah adalah kesuksesan hakiki berupa pencapaian kebahagiaan
dari segi material dan spiritual serta tercapainya kesejahteraan di dunia
dan akhirat. Falah dalam kehidupan ekonomi dapat dicapai dengan
penerapan prinsip keadilan dalam kehidupan ekonomi. Misalnya, adil
dalam produksi diwujudkan dalam bentuk tidak membebankan pajak
pada produksi sehingga harga tidak meningkat. Di samping itu, falah
juga dapat terwujud dengan menerapkan prinsip keseimbangan dalam
kehidupan ekonomi. Prinsip ini termanifestasikan pada penyaluran zakat
oleh muzaki sebagai pihak yang mempunyai surplus pendapatan kepada
mustahik sebagai pihak yang membutuhkan. Melalui zakat, para
mustahik dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Dari sinilah falah
(kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat) dapat
diwujudkan dalam kehidupan masyarakat.11

E. Nilai dan Prinsip Ekonomi Islam

Di dalam pelaksanaannya, ekonomi Islam dibangun berdasarkan


nilai-nilai tersendiri yang terintegrasi dalam setiap kegiatan ekonomi, yaitu:
1. Kepemilikan Allah SWT secara Absolut Di dalam Islam, hakikat
kepemilikan mutlak hanya berada pada Allah SWT. Adapun manusia hanya
berperan sebagai khalifah, yang diberi amanat dan kepercayaan untuk
mengelolanya dengan segala apa yang telah disediakan oleh Allah SWT
2. Berusaha dengan Berkeadilan

10
Ika Yuniza Fauzia, Prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,2014).
11
Rozalinda, Ekonomi Islam, Teori dan Aplikasinyapada Aktivitas Ekonomi, ( Jakarta: Rajawali Pres, 2015),

14
Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai kecenderungan cinta
terhadap harta.Oleh karena itu, kecenderungan manusia untuk menumpuk
harta harus dikendalikan dan diarahkan untuk mendorong berkembangnya
perniagaan dan partisipasi sosial.Partisipasi sosial dilakukan dengan
menafkahkan sebagian harta untuk kepentingan bersama melalui infak,
sedekah, dan wakaf.
3. Kerja Sama dalam Kebaikan
Kegiatan ekonomi secara individu dan berjamaah keduanya
diperbolehkan. Namun yang lebih didorong adalah kegiatan ekonomi secara
berjamaah yang dijalankan berdasarkan kerja sama dan semangat tolong
menolong dalam kebaikan serta berkeadilan.
4. Pertumbuhan yang Seimbang
Tujuan keberadaan manusia di dunia, yaitu untuk memberikan
manfaat sebanyak-banyaknya kepada alam semesta (rahmatan lil
’alamin).Untuk mencapai tujuan itu pertumbuhan ekonomi men jadi
penting, yaitu pertumbuhan yang menjaga keseimbangan dan kelestarian
alam.
Nilai-nilai ekonomi syariah yang telah diuraikan sebelumnya yang
berdasarkan pada fondasi akidah, akhlak, dan syariah (aturan/hukum), dapat
disarikan dan dirumuskan menjadi 6 (enam) prinsip dasar (guiding
principles), yaitu:
1. Pengendalian Harta Individu
Harta individu harus dikendalikan agar terus mengalir secara produktif.
Prinsip dasar ini merupakan fungsi zakat yang tidak banyak dikemukakan
secara eksplisit dalam pembahasan dan kajian lain.
2. Distribusi Pendapatan yang Inklusif
Dengan prinsip ini, distribusi kekayaan dan pendapatan dari masyarakat
kaya kepada mustahik harus diwujudkan. Distribusi tersebut bertujuan
untuk menjamin daya beli seluruh lapisan masyarakat dalam memenuhi
konsumsi kebutuhan dasarnya. Pendapatan dan kesempatan didistribusikan
untuk menjamin inklusivitas perekonomian bagi seluruh masyarakat.
3. Bertransaksi Produktif dan Berbagi Hasil
Ekonomi syariah menjunjung tinggi keadilan dan menekankan berbagi hasil

15
dan risiko (profit and risk sharing). Pelarangan atas riba akan meniadakan
tambahan atas modal yang dipastikan di awal sehingga pemilik modal turut
menanggung risiko dari kegiatan usaha. Peniadaan riba juga dapat
memperbesar wilayah kelayakan investasi menjadi lebih optimal. Hal ini
akan mendorong pergerakan perekonomian untuk terus aktif dan pada
gilirannya akan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Semakin banyak
tenaga kerja yang terserap oleh pasar, semakin banyak aliran produksi,
distribusi, dan konsumsi yang terjadi.
4. Transaksi keuangan terkait erat sektor riil
Ekonomi syariah mensyaratkan bahwa setiap transaksi keuangan harus
berdasarkan transaksi di sektor riil. Menurut prinsip dasar ini, transaksi
keuangan hanya terjadi jika ada transaksi sektor riil yang perlu difasilitasi
oleh transaksi keuangan. Sektor keuangan ada untuk memfasilitasi sektor
riil, seperti ungkapan money follow the trade dan tidak sebaliknya.
Penerapan prinsip dasar ini akan menghindari financial bubble yang kerap
terjadi pada ekonomi konvensional.
5. Partisipasi Sosial untuk Kepentingan Publik
Sesuai dengan nilai ekonomi Islam yakni pencapaian tujuan sosial
diupayakan secara maksimal dengan menafkahkan sebagian hartanya untuk
kepentingan bersama .
6. Bertransaksi atas Kerja Sama dan Keadilan
Sejalan dengan nilai-nilai ekonomi Islam yang menjunjung tinggi keadilan,
kerja sama dan keseimbangan, setiap transaksi muamalah, khususnya
transaksi perdagangan dan pertukaran dalam perekonomian, harus
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dalam syariat.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem ekonomi islam mengajarkan kita bagaimana cara memanfaatkan dan
menggunakan harta benda yang kita miliki sebaik mungkin sesuai apa yang telah
disyariatkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sesuatu yang menjadi milik kita di
dunia ini hanyalah titipan yang diamanatkan oleh Allah Swt. kepada kita. Sudah
sepatutnya kita sebagai makhluk menjaga dan memanfaatkannya demi kepentingan
masyarakat, bukan hanya kepentingan diri sendiri. Sudah sepatutnya kita saling
berbagi kepada sesama yang lebih membutuhkan daripada kita, seperti yang telah
difirmankan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur’an. Suatu saat nanti apa yang kita punya
akan diambil oleh pemilik sesungguhnya yaitu Allah Swt. Oleh karena itu, kita
tidak boleh terlalu berlebihan dalam menggunakan harta benda yang kita miliki,
seperti apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad untuk selalu seperlunya saja
dalam hal apapun. Karena yang berlebihan akan berdampak buruk bagi diri kita
sendiri.
B. Saran
Kami selaku penyusun makalah ini sangat menyadari masih jauh dari kata
sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami .Oleh karena itu,
kami selaku penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada seluruh pembaca.Kami juga mengharapkan dengan
adanya makalah ini dapat bermanfaat untuk kami dan khususnya bagi pembaca

17
DAFTAR PUSTAKA

Nik Mohamed Affandi bin Nik Yusoff, Islam and Business (Selangor, Malaysia: Pelanduk
Publications, 2002).

Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi (Jakarta:
Rajawali Press, 2015).

M Sulaeman Jajuli, Ekonomi Islam Umar Bin Khattab (Yogyakarta: Deepublish, 2016).

al-Qaradhawi, Dawr Al-Qiyam Wa-Al-Akhlaq Fi Al-Iqtisad Al-Islami.

BPPB, “Tesaurus Tematis Indonesia,” Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
http://tesaurus.kemdikbud.go.id/tematis/lema/karakteristik.

Muhammed Umer Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective, Vol. 21


(Kube Publishing Ltd, 2016))

Yusuf al-Qaradhawi, Dawr Al-Qiyam Wa-Al-Akhlaq Fi Al-Iqtisad Al-Islami (Maktabat


Wahbah: al-Qahirah, 1995).

M Kahf, “Islamic Economics: What Went Wrong?” in paper presented at the Islamic
Development Bank Roundtable on Islamic Economics: Current State of Knowledge
and Development of the Discipline (Jeddah 2004)

Ika Yuniza Fauzia, Prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,2014).

Rozalinda, Ekonomi Islam, Teori dan Aplikasinyapada Aktivitas Ekonomi, ( Jakarta:


Rajawali Pres, 2015),

18

Anda mungkin juga menyukai