Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara informal ilmu ekonomi muncul hampir bersamaan dengan
diturunkannya manusia di bumi. Sejak itu, manusia telah dihadapkan pada persoalan
bagaimana caranya memenuhi kebutuhanya sehari-hari berupa makanan, pakaian,
tempat tinggal, dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhannya, awalnya manusia
bekerja sebagai individu seorang diri, lalu bekerjasama sebagai anggota kelompok
manusia yang semakin bertambah jumlahnya. Peradaban manusia pun juga
mengalami kemajuan yang pesat.1
Kegiatan ekonomi adalah aktivitas yang fundamental dan persoalannya
merupakan suatu fenomena dalam kehidupan manusia yang bersifat universal dan
memliki etika serta prinsip tersendiri mengenai perekonomian sesuai pemikiran
masing-masing pihak. Seiring dengan berkembangnya peradaban dan penyebaran
hidup manusia benih pemikiran ekonomi lahir untuk berkembang dengan serangkaian
proses pemikiran, dimana pemikiran tersebut telah tumbuh dan menyebar di dunia
adalah berasal dari peradaban Islam, Kapitalisme dan Sosialisme.
Perkembangan mazhab ekonomi Barat yang dikenal dengan sebutan mazhab
Non-Kapitalisme telah melahirkan banyak pemikir ekonomi dan memberikan
dukungan terhadap mazhab ekonomi tersebut. Hingga pada abad 20-an, pemikir Islam
mulai tumbuh untuk membangun sistem dan teori baru terkait dengan masalah
ekonomi. Maka pada masa inilah sudah mulai bermunculan pemikir dan aktivitas
ekonomi yang berasaskan pada nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, untuk upaya
memahami dan menerapkan kerangka berpikir mengenai kaidah-kaidah dan landasan
dasar ekonmi Islam penulis menelaah dan mengembangkan kemampuan berpikir
historis untuk menanamkan sikap berorientasi pada masa kini dan masa depan terkait
dengan pembahasan pada makalah ini yaitu pemikir-pemikir ekonomi Islam era
Kontemporer.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:

1
Apridar, Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Graha ilmu, 2010), hlm. 1.

1
1. Bagaimana kronologi sejarah pemikiran ekonomi Islam dari Muhammad Baqir
Ash-Shadr?
2. Apa saja pokok pemikiran ekonomi Islam menurut Muhammad Abdul Mannan ?
3. Bagaimana pemikiran ekonomi Islam oleh Umar Chapra ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kronologi pemikiran ekonomi Islam dari Muhammad Baqir
As-Sadr
2. Untuk memahami pokok pemikiran ekonomi Islam menurut Abdul Mannan
3. Untuk memahami karakteristik dan pemikiran ekonomi Islam oleh A.M

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ekonomi Islam Kontemporer Menurut Muhammad Baqir Ash-Shadr


Berada dalam atmosfir kekuasaan kapitalisme di zaman modern, gerakan Islamisasi
pengetahuan di kalangan intelektual muslim memiliki beberapa tokoh yang berperan
penting dalam pendirian serta pengembangan dalam pengenmbangan di bidang ekonomi
Islam. Tokoh-tokh pemikir dan karya intelektualnya tentang ilmu ekonomi Islam modern
begitu masyhur. Meskipun mereka bukanlah para intelektual spesialis yang
mendisiplinkan diri pada bidang ilmu ekonomi (ekonom), namun karya-karya mereka
merupakan fondasi cukup kuat akan struktur bangunan Ilmu Ekonomi Islam. Mereka
inilah para filosof generalis Muslim modern yang karya dan pemikirannya tidak mungkin
kita kesampingkan begitu saja.2
Nama lengkapnya asy-Syahid Muhammad Baqir ash-Shadr. Lahir di Kadhimiyah di
sebuah daerah Baghdad pada tahun 1935. Sadr merupakan salah seorang keturunan dari
keluarga sarjana dan intelektual yang menganut paham Syiah. Oleh karena itu, sangat
wajar manakala ia menjadi salah seorang pemikir kontemporer yang mendapatkan
perhatian yang besar dari kalangan umat Islam maupun Non Muslim. Pendidikannya
dimulai dari sebuah sekolah tradisional di Iraq.3
Dua karya masterpis Sadr yang mewakili pemikirannya dalam bidang filsafat dan
ekonomi dapat dirujuk dalam Falsafatuna (filsafat kita) Iqtishoduna (ekonomi kita).
Dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam kontemporer dewasa ini, banyak tokoh
bermunculan menawarkan gagasannya masing-masing dalam rangka menangani
kebuntuan sistem ekonomi konvensional.
Dalam hal ini, yang dimaksud adalah hegemoni sistem kapitalisme maupun sistem
sosialisme-komunisme. Tumbanganya raksasa Uni Soviet pada decade 1990-an dalam
satu sisi telah mematahkan hukum dialektika Marx yang menyatakan bahwa sistem
kapitalisme akan mengalami kehancuran dengan sendirinya. Dengan kata lain,
kehancuran sistem kapitalisme merupakan sesuatu yang niscaya dalam sejarah manusia.4
Kajian Ash-Shadr cukup kental dengan pijakan teologis-normatif dan berlatar kondisi
social pada masa lalu, dengan kajian detail tentang seluk beluk ekonomi Islam (mulai dari

2
Ibid, hlm. 151.
3
Muhammad, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam - Ekonomi, Manajemen, Keuangan, Bank dan Akuntansi,
(Yogyakarta: UII Press, 2019), hlm. 264.
4
Ibid

3
masalah produksi, distribusi, sirkulasi, jaminan social, pajak, batas kekayaan pribadi dan
masalah-masalah lain) bahkan disertai analisa tajam membandingkan sistem ekonomi
Kapitalisme dan Marxisme dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam bukan
sekedar sistem ekonomi tanpa bunga, sistem ekonomi Islam jauh lebih luas daripada itu.
Berlandaskan pada keadilan Islam yang universal, sistem ini mencakup dan menaungi
seluruh aspek ekonomi dalam kehidupan manusia.5 Berikut beberapa pemikiran ekonomi
Islam menurut Ash-Shadr, diantaranya:
1. Hubungan Milik
Shadr memandang sistem ekonomi Islam memiliki format kepemilikan
bersama yang berbeda. Menurutnya, format kepemilikan tersebut ada dua yakni
kepemilikan pribadi dan kepemilikan perusahaan secara bersama yang terbagi
menjadi dua kepemilikan (i) Kepemilikan publik, (ii) milik negara. Kepemilikan
pribadi terbatas pada hak memetik hasil, prioritas dan hak berguna untuk
menghentikan orang lain dari penggunaan milik seseorang. Hal ini, sama dengan
pendapat Taleghani yang membedakan antara kepemilikan (hanya Allah semata) dan
pemilikan (yang dapat diwarisi kepada individu). Perbedaan antara kepemilikan
publik dan negara adalah sebagian besar dalam penggunaan properti tersebut. Tanah
negara harus digunakan untuk kepentingan orang banyak (seperti rumah sakit atau
sekolah). Sedangkan milik negara tidak hanya kepentingan semua, akan tetapi untuk
kepentingan masyarakat tertentu, jika negara telah memutuskan. Walaupun sulit
membuat pengertian operasional dari perbedaan tersebut, perbedaan ini mencegah
total monopoli yang diputuskan oleh suatu negara. Selain itu, dalam pembagian
mengenai sumber alam menjadi norma milik negara, kepemilikan pribadi dapat
dicapai oleh pekerjaan atau tenaga kerja. Hal ini, sesuai jika pekerjaan berhenti maka
kepemilikan akan hilang.6
2. Peran Negara dalam Pengalokasian Sumber Daya dan Kesejahteraan Publik
Dalam kepemilikan, peran negara sangatlah penting. Negara mempunyai
kekuasaan sehingga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memastikan
bahwasanya keadilan berlaku. Hal ini, dapat dicapai melalui berbagai fungsi :
a) Distribusi sumber alam kepada individu yang berdasarkan pada kemauan dan
kepastian untuk bekerja.

5
Apridar, Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya, hlm. 153.
6
Saprida, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, ( Palembang: NoerFikri, 2017), hlm. 241.

4
b) Pelaksanaan yang akurat sesuai dengan undangundang yang sah pada penggunaan
sumber daya.
c) Menjamin keseimbangan sosial.

Ketiga fungsi sebuah negara di atas merupakan fungsi yang sangat penting karena
adanya konflik yang muncul karena adanya perbedaan kapasitas yang berbeda
kapasitas yang bersifat alamiah antar individu (intelektual maupun fisik). Oleh karena
adanya perbedaan tersebut, maka pendapatan akan berbeda pula dan hal ini dapat
mengarah pada terbentuknya kelas ekonomi. Negara lebih diharapkan untuk dapat
memberikan jaminan terciptanya standarisasi hidup yang seimbang bagi semua orang
dari pada distribusi pendapatan yang merata. Dalam hubungan ini, Negara diamanahi
untuk mewujudkan jaminan sosial bagi semua orang. Menurut Sadr, hal ini dapat
dicapai dengan mempromosikan persaudaraan (melalui pendidikan) diantara anggota
masyarakat dan dengan kebijakan pengeluaran publik, misalnya melalui investasi di
sektor publik tertentu yang diarahkan pada pemberian bantuan kepada kaum miskin,
serta melalui regulasi kegiatan ekonomi untuk menjamin tegaknya kejujuran pada
praktik-praktik yang bebas dari eksploitasi.7

3. Larangan Terhadap Riba dan Pelaksanaan Zakat


Sadr tidak banyak mendiskusikan riba. Penafsirannya mengenai riba terbatas
pada uang modal. Sedangkan mengenai pelaksanaan zakat, Sadr memandang hal ini
merupakan tugas sebuah negara. Selain itu, dia juga mendiskusikan khums, pajak, fay’
dan amfal, yang dapat dikumpulkan dan dibelanjakan untuk mengurangi kemiskinan
dan menciptakan keseimbangan sosial. Salah satu poin menarik yang Sard ciptakan
adalah fokus eksklusif kepada kaum miskin. Target Sadr adalah terciptanya
keseimbangan sosial dengan tidak mengarah pada keseimbangan standar hidup antara
si miskin dan si kaya. Para sarjana muslim setuju bahwasanya harus ada standar
kehidupan tertentu yang dapat mempertimbangkan standar minimum. Pengaturan
mengenai standar ini tidak berarti berhenti untuk mengurangi jarak atau jurang
standar kehidupan, sebab seorang mempunyai kesamaan standar hidup.8
4. Pandangan terhadaap kapitalisme demokrat dan kritik kapitalisme sosialis
Krisis keuangan global yang terjadi sekarang ini membuktikan bahwa
ekonomi Islam ekonomi kapitalisme meninggalkan belang dan coreng moreng, yang

7
Ibid, hlm. 242.
8
Ibid

5
patut digugat. Pasalnya, sistem skonomi kapitalisme memberi ruang kebebasan tidak
terbatas dan hal itu melahirkan ketidakseimbangan atau kesenjangan. Islam tidak
setuju dengan konsep distribusi kapitalisme, bahkan marxisme yang mengaitkan
kepemilikan sumber-sumber produksi dengan bentuk produksi yang berlaku.
Sementara Islam, menurut Ash-Shadr membatasi kebebasan individu dalam
memiliki sumber-sumber dari bentuk produksi. Alasan dibalik itu, Islam melihat
unsur manusia demi keadilan. Islam mengobarkan jihad melawan keterbelakangan
dan kemunduran. Maka, bagi Ash-Shadr, tidak ada “Kerangka” yang tepat untuk
mencari solusi berbagi problem keterbelakangan ekonomi, kecuali dengan sistem
ekonomi Islam.9
5. Teori Produksi dan distribusi kekayaan
Dalam aktivitas produksi Sadr, mengklasifikasi dua aspek yang mendasari
terjadinya aktivitas produksi. Pertama, adalah aspek objektif atau aspek ilmiah yang
berhubungan dengan dengan sisi teknis dan ekonomis yang terdiri atas sarana-sarana
yang digunakan, kekayaan alam yang diolah dan kerja yang dicurahkan dalam
aktivitas produksi. Kedua, aspek subjektif, yaitu aspek yang terdiri atas motif
psikologis, tujuan yang hendak dicapai lewat aktivitas produksi, dan evaluasi aktivitas
menurut berbagai konsepsi keadilan yang dianut. Dalam pemikiran Sadr, distribusi
kekayaan berjalan pada dua tingkatan, yang pertama adalah distribusi sumber-sumber
produksi dan yang kedua adalah distribusi kekayaan produktif. Pokok pikiran yang
dimaksud Sadr, sebagai sumber-sumber produktif adalah terkait dengan tanah, bahan-
bahan mentah, alatalat dan mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi beragam
barang dan komoditas. Sedangkan yang termasuk dengan kekayaan produktif hasil
dari proses pengolahan atau hasil dari aktivitas produksi melalui kombinasi sumber-
sumber produksi yang dihasilkan manusia melalui kerja. Berkenaan dengan ini, maka
prinsip-prinsip menjaga adilnya sirkulasi kekayaan dan keseimbangan harta di tengah-
tengah kehidupan masyarakat juga masuk dalam konsepsi Sadr, sebagaimana
pemikiran ekonomi Islam lainnya.10
B. Pokok Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Menurut Abdul Mannan
Mannan termasuk salah satu pemikir ekonomi Islam kontemporer yang cukup
menonjol. Kelebihan yang dimiliki dalam pemikirannya adalah karena karakteristik
pemikiran ekonomi Islam Mannan itu unik, dibandingkan dengan ekonom lainnya.

9
Apridar, Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya, hlm. 153.
10
Muhammad, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hlm. 270-272.

6
Mannan pada dasarnya adalah sosok neoklasik, pencerminan dari output pendidikan
ekonomi konvesional yang ia terima. Mannan memilih metode elektik dalam
pandangannya, dan bahkan meminjam gagasan dari mazhab-mazhab di dalam tradisi
ekonomi Barat yang lebih radikal dan terisolasi. Berikut ini beberapa pemikiran ekonomi
Muhammad Abdul Mannan yang sangat berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi
Islam kontemporer.11
1. Konsep ekonomi Islam
Pemikiran Mannan tentang ekonomi Islam bahwa seseorang tidak berada
dalam kedudukan semaunya dalam mendistribusikan sumber daya. Ada satu batasan
yang sangat serius berdasarkan ketetapan Al-Quran dan Sunnah atas tenaga individu.
Pada masalah kelangkaan, Mannan berpendapat bahwa dalam ekonomi manapun,
kelangkaan itu sama saja dan dianggap sebagai masalah ekonomi. Perbedannya
adalah sistem ekonomi Islam disbanding dengan sistem ekonomi yang lain adalah
sifat motivasional yang memengaruhi pola, struktur, arah dan komposisi penduduk,
distribusi dan konsumsi. Dengan demikian tugas utama ekonomi Islam adalah
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi asal-usul permintaan dan penawaran
sehingga dimungkinkan untuk mengubah keduanya ke arah distribusi yang lebih adil.
Mannan menyatakan bahwa ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah rakyat dengan berpedoman kepada nilai-nilai ilahiah
yaitu ajaran Islam yang peripurna.12
2. Kerangka Institusional Ekonomi Islam Abdul Mannan
Mannan membahas sifat, ciri dan kerangka institusinal ekonomi Islam, sebagai
berikut :
Pertama, keterpaduan antara individu, masyarakat dan negara. Abdul Mannan
menekankan bahwa ekonomi berpusat pada individu, karena menurutnya, masyrakat
dan negara ada karena adanya individu. Oleh karena itu ekonomi Islam harus
digerakkan oleh individu yang patuh pada agama dan bertanggungjawab pada Allah
SWT dan masyarakat. Menurutnya, kebebasan individu dijamin oleh kontrol social
dan agama. Kebebasan individu adalah kemampuan untuk menjalankan semua
kewajiban yang digariskan oleh Syari’ah. Mannan menjamin tidak ada konflik antara
individu, masyarakat dan negara, karena Syariah telah meletakkan peranan dan posisi
masing-masing dengan jelas. Bahkan antara kebebasan individu dan kontrol

11
Havis Aravik, sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Depok: Kencana, 2017) hlm. 37.
12
Ibid, hlm. 38.

7
masyarakat dan Negara akan saling melengkapi karena mempunyai tujuan dan
maksud baik yang bersama-sama diupayakan dalam menjalankan sistem ekonomi
Islam.
Kedua, Mekanisme pasar dan peran negara. Dalam upaya pencapaian titik temu
antara sistem harga dengan perencanaan negara, Mannan mengusulkan adanya bauran
yang optimal antara persaingan, kontrol yang terencana, dan kerjasama yang bersifat
sukarela. Mannan tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana bauran ini dapat tercipta.
Sekali lagi Mannan telah memunculkan pemikiran normatif elektis yang masih sangat
membutuhkan tindakan kongkrit untuk merelaisasikan norma tersebut dengan teknik-
teknik dan pendekatan tertentu. Tapi yang jelas, Mannan tidak setuju dengan
mekanisme pasar saja untuk menentukan harga dan output. Hal itu akan
memunculkan ketidakadilan dan arogansi.13
Ketiga, kepemilikan swasta yang bersifat relatif dan kondisional. Isu dasar dari
setiap pembahasan ekonomi, termasuk juga ekonomi Islam adalah masalah
kepemilikan. Dalam hal ini, Mannan mendukung pandangan yang menyatakan bahwa
kepemilikan absolut terhadap segala sesuatu hanyalah pada Allah SWT saja. Manusia
dalam posisinya sebagai khalifah di muka bumi bertugas untuk menggunakan semua
sumberdaya yang telah disediakan oleh-Nya untuk kebaikan dan kemaslahatannya.14
Keempat, implementasi zakat. Mannan memandang bahwa zakat merupakan
sumber utama penerimaan negara, namun tidak dipandang sebagai pajak melainkan
lebih sebagai kewajiban agama, yaitu sebagai salah saatu rukun Islam. Karena itulah
maka zakat merupakan poros keuangan Negara Islam. Sungguhpun demikian,
beberapa pengamat ekonomi Islam melakukan kritik terhadap zakat yang menyatakan
bahwa sekalipun dalam konotasi agama, kaum Muslimin berupaya menghindari
pembayaran zakat itu.
Kedudukan zakat dalam kebijakan fiskal perlu dikaji lebih mendalam. Salah
satunya dengan melakukan penelusuran sejarah masyarakat Muslim sejak masa
Rasulullah SAW sampai sekarang. Hal itu penting karena zakat memiliki dua fungsi,
yaitu fungsi spiritual dan fungsi sosial (fiskal). Fungsi spiritual merupakan
tanggungjawab seorang hamba kepada Tuhannya yang mensyariatkan zakat.
Sedangkan fungsi sosial adalah fungsi yang dimainkan zakat untuk membiayai

13
Fahrur Ulum, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Analisis Pemikiran Tokoh dari Masa Rasulullah SAW
Hingga Masa Kontemporer, (Surabaya: GoI dan IDB, 2015), hlm. 221-222.
14
Muhammad, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hlm. 287.

8
proyek-proyek sosial yang dapat juga diteruskan dalam kebijakan penerimaan dan
pengeluaran negara.
Kelima, Pelarangan riba. Sistem ekonomi Islam melarang riba. Seperti juga ahli
ekonomi yang lainnya, Mannan sangat menekankan penghapusan sistem bunga dalam
sistem ekonomi Islam. Sehubungan dengan permasalahan bunga ini. Mannan
memberi alternatif dengan mengalihkan sistem bunga kepada sistem mudharabah,
yang menurutnya merupakan bagi laba (rugi) dan sekaligus partisipasi berkeadilan.
Tentu saja penawaran Manna tidak sebatas pada alternatif penggunaan akad
mudharabah saja. Namun, disertai pula tawaran transaksi lainnya mulai musyarakah,
ijarah, kafalah, wakalah dan sebagainya.15
C. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Oleh Umar Chapra
Umar Chapra merupakan salah satu pemikir ekonomi Islam kontemporer. Chapra
memahami secara mendalam tentang ekonomi konvensional dan ekonomi Islam
sekaligus. Gagasannya tidak hanya berputar-putar pada tataran teoritis yang mengawang,
tapi juga sangat visiable untuk diterapkan. Khususnya pada sistem ekonomi keuangan
modern yang erat kaitannya dengan konsep uang, perbankan dan kebijakan moneter.16
Berikut pemikiran ekonomi Islam kontemporer dari seorang Umar Chapra yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Konsep dan Sistem Ekonomi Islam
Menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu
upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang
terbatas yang berada dalam koridor yang memacu pada pengajaran Islam tanpa
memberi kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang
berkesinambung dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan. Sistem ekonomi
berdasarkan prinsip syariah tidak hanya merupakan sarana untuk menjaga
keseimbangan kehidupan ekonomi tetapi juga merupakan sarana untuk merelokasi
sumber-sumber daya kepada orang-orang yang berhak menurut syariah sehingga
dengan demikian tujuan efisiensi ekonomi dan keadilan dapat dicapai secara
bersamaan.17
Umar juga membahas mengenai sistem moneter Islam yang dibahas dalam
buku keduanya yaitu Economic Sistem of Islam: A Discussion of Its Goals and

15
Ibid, hlm. 289.
16
Havis Aravik, sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontempore, hlm. 82.
17
Ibid, hlm. 86-87.

9
Nature. Bab pertama membahas tentang sasaran dan strategi sistem perbankan dan
keungan dalam perekonomian Islam yaitu:
a. Kesejahteraan ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh dan laju
pertumbuhan ekonomi yang optimal
b. Keadilan sosioekonomi dan distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata
c. Stabilitas nilai mata uang untuk memungkinkan alat tukar sebagai satuan unit
yang dapat diandalkan, standar yang adil bagi pembayaran yang ditangguhkan,
dan alat penyimpan yang stabil.
d. Mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dalam suatu
cara yang adil sehingga pengambilan keuntungan dapat dijamin bagi semua pihak
yang bersangkutan
e. Memberikan semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal diharapkan
berasal dari sistem perbankan.18
2. Keuangan Publik
a) Zakat.
Zakat merupakan kewajiban rel igius bagi seorang Muslim sebagaimana
shalat, puasa dan naik haji, yaitu harus dikeluarkan sebagai proporsi tertentu
terhadap kekayaan atau output bersihnya. Hasilnya zakat ini tidak bisa
dibelanjakan oleh pemerintah sekehendak hatinya sendiri. Namun demikian,
pernerintah Islam harus tetap menjaga dan memainkan peranan penting dalam
memberikan kepastian dijalankannya nilai-nilai Islam. Agar zakat memainkan
perananya secara berarti, sejumlah ilmuan menyarankan bahwa zakat ini
seharusnya menjadi suplemen pendapatan yang permanent hanya bagi orang-
orang yang tidak mampu menghasilkan pendapatan yang cukup melalui usaha-
usahanya sendiri. Untuk kepentingan lainnya, zakat dipergunakan hanya untuk
menyediakan pelatihan dan modal unggulan baik sebagai kredit yang bebas bunga
ataupun sebagai bantuan untuk membuat mereka mampu membentuk usaha-usaha
kecil sehingga dapat berusaha mandiri.
b) Pajak lainnya.
Dengan dijadikannya hasil penerimaan zakat terutama untuk menyediakan
jaring pengamanan ekstra, pemerintahan Islam membutuhkan sumber daya lain
agar dapat menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilitas secara efektif.

18
Muhammad, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hlm. 294.

10
Sumber daya atau pendapatan yang diperolah pada masa Nabi dan para
sahabatnya bisa bersumber dari pajak seperti kharaj, ushr, jizyah, fa’i, ghanaimah
dan tarif cukai dan lainnya. Perekonomian pada masa itu bertumpu pada
pertanian, oleh karenanya pajak seperti kharaj dan ushr merupakan pajak utama
atas output pertanian.19 Sistem pajak yang adil harus memenuhi tiga kriteria yaitu:
1) Pajak harus dipungut untuk membiayai hal-hal yang yang benar-benar
dianggap perlu dan untuk kepentingan mewujudkan maqashid.
2) Beban pajak tidak boleh terlalu memberatkan dibandingkan dengan
kemampuan orang yang memikulnya
3) Hasil pajak harus dibelanjakan secara hati-hati sesuai dengan tujuan awal
pengumpulan pajak tersebut.
3. Prinsip-Prinsip Pengeluaran
Ada enam prinsip umum untuk membantu memberikan dasar yang rasional dan
konsisten mengenai belanja publik, yaitu:
a) Kriteria utama untuk semua alokasi pengeluaran adalah sejahteranya masyarakat.
b) Penghapusan kesulitan hidup dan penderitaan harus diutamakan di atas
penyediaan rasa tentram.
c) Kepentingan mayoritas harus didahulukan di atas kepentingan minoritas yang
lebih sedikit.
d) Pengorbanan individu dapat dilakukan untuk menyelamatkan pengorbanan atau
kerugian publik.
e) Siapapun yang menerima manfaat harus menanggung biayanya.
f) Sesuatu dimana tanpa sesuatu tersebut kewajiban tidak dapat terpenuhi, maka
sesuatu itu hukumnya wajib. 20

19
Saprida, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hlm. 229.
20
Havis Aravik, sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontempore, hlm. 97.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas mengenai pemikiran ekonomi
Islam era kontemporer, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kajian Ash-Shadr cukup kental dengan pijakan teologis-normatif dan berlatar kondisi
sosial pada masa lalu, dengan kajian detail tentang seluk beluk ekonomi Islam (mulai
dari masalah produksi, distribusi, sirkulasi, jaminan social, pajak, batas kekayaan
pribadi dan masalah-masalah lain) bahkan disertai analisa tajam membandingkan
sistem ekonomi Kapitalisme dan Marxisme dengan sistem ekonomi Islam.
2. Poko pemikiran Mannan bahwa tugas utama ekonomi Islam adalah menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi asal-usul permintaan dan penawaran sehingga
dimungkinkan untuk mengubah keduanya ke arah distribusi yang lebih adil. Mannan
menyatakan bahwa ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah rakyat dengan berpedoman kepada nilai-nilai ilahiah
yaitu ajaran Islam.
3. Umar Chapra merupakan salah satu pemikir ekonomi Islam kontemporer. Gagasan
Chapra yaitu Khususnya pada sistem ekonomi keuangan modern yang erat kaitannya
dengan konsep uang, perbankan dan kebijakan moneter. Menurut Chapra ekonomi
Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan
manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam
koridor yang memacu pada pengajaran Islam tanpa memberi kebebasan individu atau
tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambung dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.
B. Saran
Untuk penulisan selanjutnya dengan topik yang sama, disarankan untuk menggunakan
model analisis dan penjabaran mengenai pembahasan terkait yang lebih lengkap untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dan akurat dengan memperhatikan ketepatan data yang
digunakan dari instansi dengan pencatatan data.

12
DAFTAR PUSTAKA

Apridar. 2010. Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya,. Yogyakarta: Graha ilmu.

Aravik, Havis. 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. Depok: Kencana.

Muhammad. 2019. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam - Ekonomi, Manajemen, Keuangan,


Bank dan Akuntansi. Yogyakarta: UII Press.

Saprida. 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Palembang: NoerFikri.

Ulum, Fahrur. 2015Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Analisis Pemikiran Tokoh dari Masa
Rasulullah SAW Hingga Masa Kontemporer. Surabaya: GoI dan IDB.

13

Anda mungkin juga menyukai