2. Akad Tijaroh
Akad tijarah adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang tujuannya
berorientasi pada keuntungan bisnis (komersial). Dalam akad ini masing-masing
pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Dilihat dari tingkat
kepastian hasil yang diperoleh, akad tijaroh hterbagi menjadi 2, yaitu; Natural
Certainty Contrats (NCC) dan Natural Uncertainty Contract (NUC).
a. Natural Certainty Contracts (NCC). NCC adalah akad dalam bisnis yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya.
Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh
kedua belah pihak yangbertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini
menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya (baik barang
maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time
4
Wadi’ah mempunyai dua bentuk, yaitu; (a) Wadi’ah Yad Al-Amanah, dimana barang yang dititipkan
tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan
atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai, dan (b) Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah,
dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin
pemilik barang. dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan
dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak bai’ (jual-
beli)5, ujroh (upah-mengupah), ijaraoh (sewa-menyewa)6, dll.
5
Akad bai’ (jual beli) terdiri dari (a) Bai’ naqdan, adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai.
Dalam jual beli ini bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan, yakni di
awal transaksi (tunai), (b) Bai’ muajjal, adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan di
awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan
secara cicilan selama periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode, (c)
Murabahah, adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat diketahui oleh penjual dan
pembeli, (d) Salam, adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu
dengan syarat-syarat tertentu, dan (e) Istisna, adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan
penjual (Pembuat, shani’).
6
Akad ijaroh (sewa menyewa). Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri. Ijarah terbagi 2 yaitu; (a) Ijarah Muntahiya Bittamlik, adalah ijarah yang membuka kemungkinan
perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode, dan (b) Ju’alah, adalah akad ijarah yang
pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek yang disewa /diupah.
7
Macam–macam musyarakah: (a) Mufawadhah, akad kerjasama dimana masing-masing pihak
memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung
bersama. (b) ‘Inan, akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama
jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal. (c)
Wujuh, akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa
reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal,
pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi
akan mengalami kerugian secara reputasi. (d) Abdan, akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama
bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan
kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu
jika mengalami kerugian. Dan (e) Mudharabah, akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana
sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan
kerugian sesuai dengan porsi investasi. Mudharabah terbagi dua; mudharabah muthlaqah dan mudharabah
muqayyadah.
Transaksi syariah berasaskan pada lima prinsip: (1) persaudaraan (ukhuwah), (2)
keadilan (‘adalah), (3) kemaslahatan (maslahah), (4) keseimbangan (tawazun), dan (5)
universalisme (syumuliyah).
1. Prinsip persaudaraan (ukhuwah), esensinya merupakan nilai universal yang menata
interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara
umum dengan semangat saling tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung
tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga
seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah
dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling
memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling
bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
2. Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya
dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu
sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip
muamalah yang melarang adanya unsur: (a) riba (unsur bunga dalam segala bentuk
dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl), (b) kezaliman (unsur yang merugikan
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan), (c) maysir (unsur judi dan sikap
spekulatif ), (d) gharar (unsur ketidakjelasan), dan (e) haram (unsur haram baik
dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait). Esensi riba
adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap
tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antarbarang-barang ribawi
termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun
tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai. Esensi kezaliman (dzulm) adalah
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai
ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan
kemudaratan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau
membawa kemudaratan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan
transaksi. Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak
berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling). Esensi gharar
adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak
adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain: (a) tidak
adanya kepastian penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad,
baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada, (b) menjual sesuatu yang belum
berada di bawah penguasaan penjual, (c) tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan
kuantitas barang/jasa, (d) tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar
dan alat pembayaran, (e) tidak adanya ketegasan jenis dan objek akad, (f ) kondisi
objek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi, (g) adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang
atau dimanipulasi dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Alquran dan As-
sunnah.
3. Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan
manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta
individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni
kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam
semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan. Transaksi
syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur
yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan
terhadap: (a) akidah, keimanan dan ketakwaan (dien), (b) intelek (‘aql), (c) keturunan
(nasl), (d) jiwa dan keselamatan (nafs), dan (e) harta benda (mal).
4. Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material
dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan
sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak
hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk
kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya
difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat
merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.
5. Prinsip universalisme (syumuliyah), esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan
untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku,
agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil
alamin). Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor
keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga
keberadaan dan nilai uang merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.
4. Asuransi Syariah
Asuransi syariah, berdasarkan fatwa DSN Nomor 21 Tahun 2001,
didefinisikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang
dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Pembayaran
premi dalam asuransi syariah mengguankan dua akad, tijaroh dan tabarru’. Akad
tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial sedangkan
akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan
dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Asuransi syariah juga disebut asuransi takaful. Kata takaful berasal dari kata
takafala-yatakafalu, yang artinya saling menjamin atau saling menanggung. Takaful
dalam pengertian muamalah ialah saling memikul risiko di antara sesama orang
sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.
Saling memikul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong (ta’awun) dalam
kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana sukarela (tabarru’) yang
ditujukan untuk menanggung risiko.8 Dalam konteks kelembagaan, asuransi takaful
merujuk pada pandangan Islam tentang kerjasama saling menjamin yang mana setiap
kelompok anggota masyarakat menarik dana mereka bersama-sama untuk
menghadapi kemungkinan kerugian tertentu.
8
Muhammad Syakir Sula, Konsep Asuransi dalam Islam, Bandung: PPM Fi Zhilal, 1996, hlm. 1.
H. Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi
Untuk materi kajian ayat dan hadis ekonomi mahasiswa diberi keleluasaan
mencari materi ujiannya. Materinya harus berhubungan dengan aktivitas ekonomi, seperti
ayat dan hadis tentang perdagangan, pertanian, perindustrian, perbankan, akuntansi,
manajemen, etika bisnis, dan sebagainya.
Masing-masing mahasiswa harus menghafal minimal 10 ayat dan 10 hadis tentang
tema-tema di atas disertai dengan arti dan maksudnya.