KONTEMPORER
Sugeng Santoso
Kabag Humas PM. Darul Hikmah Tawangsari
Email: thesugengs@gmail.com
Abstrak
Penelitian kepustakaan ini mengeksplorasi dan mengkomparasikan
pemikiran beberapa tokoh ekonomi Islam kontemporer antara lain; Baqr
al Sadr, Muhammad Abdul Mannan, Muhammad Nejatullah Siddiqi,
Sayyed Haidar Naqfi, Taqiyyuddin An Nabhanni, dan Monzer Kahf. Para
pemikir muslim tersebut terbagi dalam tiga kategori; pertama, pakar bidang
fiqh sehingga pendekatan yang dilakukan adalah legalistik dan normatif;
kedua, kelompok modernis yang lebih berani dalam memberikan interpretasi
terhadap ajaran Islam agar dapat menjawab persoalan yang dihadapi
masyarakat kini; ketiga para praktisi atau ekonom muslim yang berlatar
belakang pendidikan Barat. Mereka menggabungkan pendekatan fiqh dan
ekonomi sehingga ekonomi Islam terkonseptualisasi secara integrated. Pada
kenyataannya, konstruksi sistem ekonomi Islam yang mampu mengantarkan
pada kesejahteraan dan keadilan sosial harus dibangun atas dasar aqidah
dan dijabarkan dengan sangat detail dalam konsep-konsep kepemilikan,
peran negara, dan distribusi, termasuk di dalamnya produksi dan konsumsi.
Sekalipun distribusi pendapatan di masyarakat menjadi hal yang paling
utama dalam konstruksi sistem ekonomi Islam, namun semua itu tetap terkait
dengan unsur-unsur yang lain. Oleh karena itu konstruksi sistem ekonomi
Islam tidak bisa berdiri sendiri, namun harus terintegrasi dan terkoneksi
dengan unsur yang lain.
Abstract
This literature study is explore and compare of Islamic scholar’s thought in
contemporary era: Baqr al Sadr, Muhammad Abdul Mannan, Muhammad
Nejatullah Siddiqi, Sayyed Haidar Naqfi, Taqiyyuddin An Nabhanni, and
Monzer Kahf. Islamic scholars are divided into three categories; firstly, an
expert in the Islamic law (fiqh) that is conducted in a legalistic and normative;
secondly, more daring modernist group in their interpretation of Islamic
teachings in order to answer the issues facing society today; thirdly practitioners
or Muslim economists educational background in the West. They combine both
Islamic law and economic approach that is integrated to be Islamic economy.
In fact, the construction of an Islamic economy system capable of delivering
on welfare and social justice must be built on the basis of faith (akidah)
and described in great detail the concepts of ownership, the role of the state,
and distribution, including production and consumption. Even distribution
of income in society into the most important thing in the construction of an
Islamic economy system, but all of it was related to other elements. Therefore,
the construction of an Islamic economy system can not stand alone, but must
be integrated and connected with other elements.
PENDAHULUAN
Saat sekarang paradigma ekonomi Islam semakin marak dipelajari
dan diteliti, riil dunia pada masa kontemporer ini mendorong semakin
banyaknya para pembuat kebijakan yang secara serius meragukan
universalitas, realitas, produktivitas, dan bahkan moralitas sejumlah
asumsi dasar dan konsepsi inti paradigma tersebut. Ketidaksepakatan
dan ketidak setujuan tidak lagi hanya terbatas pada masalah pinggiran,
melainkan banyak masalah serius yang menyangkut masalah pokok. Apa
yang sedang dipersoalkan kembali bukan semata-mata berkaitan dengan
masalah persepsi terhadap kebijakan dan produk akhir, melainkan telah
mencakup asumsi-asumsi dasar tentang sifat manusia, motivasi, usaha,
perusahaan yang menjadi dasar ekonomi dan institusional yang di
1
Muhammed Islam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. (Jakarta:
Rajawali pers, 2010). hlm. 15-16,
2
Ibid, hlm, 15-16
3
Ibid, hlm, 15-16
TEORI KONSUMSI
a. Rasionalisme Islam
Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan
dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali
kita mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan.
Rasionalisme dalam Islam dinyatakan sebagai alternative yang konsisten
dengan nilai-nilai Islam, unsur-unsur pokok rasionalisme ini adalah sbb:
b. Konsep asas rasionalisme Islam menurut Monzer Kahf:
-Konsep kesuksesan
Islam membenarkan individu untuk mencapai kesuksesan
di dalam hidupnya melalui tindakan-tindakan ekonomi, namun
kesuksesan dalam Islam bukan hanya kesuksesan materi akan tetapi
juga kesuksesan di hari akhirat dengan mendapatkan keridhaan dari
Allah SWT. Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur dengan
moral agama Islam. Semakin tinggi moralitas seseorang, semakin
tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan
ketakwaan kepada Allah SWT merupakan kunci dalam moralitas
Islam. Ketakwaan kepada Allah dicapai dengan menyandarkan
seluruh kehidupan hanya karena (niyyat) Allah, dan hanya untuk
(tujuan) Allah, dan dengan cara yang telah ditentukan oleh Allah.
Jangka waktu perilaku konsumen
Dalam pandangan Islam kehidupan dunia hanya sementara
dan masih ada kehidupan kekal di akhirat. Maka dalam mencapai
kepuasan perlu ada keseimbangan pada kedua tempoh waktu
tersebut, demi mencapai kesuksesan yang hakiki. Oleh karena
itu sebagian dari keuntungan atau kepuasan di dunia sanggup
dikorbankan untuk kepuasan di hari akhirat.
-Konsep kekayaan
Kekayaan dalam konsep Islam adalah amanah dari Allah
mengatakan bahwa buku ini menonjol sebagai eksposisi yang jelas dari
keterbukaan pasar Ekonomi Islam. Kritiknya terhadap sistim ekonomi
yang ada secara tidak biasa diungkap dengan pintar dan mempunyai
dokumentasi yang baik. Umer Chapra, menurutnya telah membaca
banyak tentang kapitalisme dan sosialisme sehingga kritiknya berbobot.
Dan, Profesor Kuran merekomendasikan buku ini sebagai panduan
sempurna dalam pemahaman ekonomi Islam.
Pendapat M. Umer Chapra terhadap ekonomi Islam pernah
dikatakannya dan didefinisikannya sebagai berikut: Ekonomi Islam
didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya
realisasi kebahagiaan manusia yang berada dalam koridor yang mengacu
pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau
tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa
ketidakseimbangan lingkungan.
a. Prinsip-prinsip paradigma Islam
Rational Ekonomic Man
Mainstream pemikiran Islam sangat jelas dalam mencirikan
tingkah laku rasional yang bertujuan agar mampu mempergunakan
sumber daya karunia Allah dengan cara yang dapat menjamin
kesejahteraan duniawi individu. Kekayaan menurut Islam
akan membangkitkan berbuat salah salah atau mengajak pada
pemborosan, keangkuhan dan ketidakadilan yang harus dikecam
keras. Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal tidak disukai
karena menumbulkan ketidakmampuan dan kelemahan.
b. Positivisme
Positivisme dalam ekonomi konvensional memiliki arti
”kenetralan mutlak antara seluruh tujuan” atau ” beban dari posisi etika atau
pertimbangan-pertimbangan normatif ”. Hal ini berseberangan dengan
Islam. Para ulama telah mengakui bahwa al Quran dan Sunnah
telah menjelaskan bahwa seluruh sumber daya adalah amanah dari
Allah dan manusia akan diminta pertanggungjawabannya.
b. Keadilan
Harun Ar Rasyid mengatakan bahwa memperbaiki kesalahan
dengan menegakkan keadilan dan mengikis keadilan akan
meningkatkan pendapataaan pajak, mengeskalasi pembangunan
negara, serta akan membawa berkah yang menambah kebajikan
di akhirat. Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa mustahil bagi
sebuah negara untuk dapat berkembang tanpa keadilan.
c. Pareto Optimum
Dalam Islam penggunaan sumber daya yang paling efisien
diartikan dengan maqashid. Setiap perekonomian dianggap telah
mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan seluruh
potensi sumber daya manusia dan materi yang terbatas sehingga
kualitas barang dan jasa maksimum dapat memuaskan kebutuhan.
Intervensi Negara
Al Mawardi telah mengatakan bahwa keberadaan sebuah
pemerintahan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mencegah
kedzaliman dan pelanggaran. Nizam al Mulk menyebutkan bahwa
tugas dan tanggung jawab negara atau penguasa adalah menjamin
keadilan.dan menjalankan segala sesuatu yang penting untuk meraih
kemakmuran masyarakat luas.
Elemen – elemen starategis yang penting dalam ekonomi
Islam:
Penyaringan yang merata atas klaim yang berlebihan. Masalah
yang dihadapi setiap masyarakat adalah bagaimana menyaring
klaim-klaim yang tidak terbatas terhadap sumber-sumber daya
yang ada. Agar terciptanya pemerataan terhadap sumber daya
yang ada, maka Islam adalah filter supaya terciptanya pemerataan
tersebut.
5. Abu A’la Al- Maududi
Al-Maududi menerangkan bahwa Islam memiliki sebuah sistem
ekonomi, tetapi bukan berarti Islam menerangkan sebuah sistem yang
8
Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007).
Hlm, 62.
Zakat
Yang di kehendaki dalam Islam pada hakekatnya supaya
kekayaan tidak dibiarkan berkumpul di salah satu tempat dalam
masyarakat. Tidak selayaknya bagi orang-orang yang memperoleh
kekayaan karena kebetulan nasib mereka baik atau karena kecakapan
dan kecerdasan mereka, akan menyimpan dan tidak membelanjakan
di jalan kebajikan. Namun wajib bagi mereka membelanjakan
dijalan yang memungkinkan bagi mereka yang tidak mempunyai
nasib baik, akan memperoleh bagian yang cukup dari kekayaan
masyarakat dalam distribusinya.
Hukum Waris
Islam maju selangkah lagi untuk membagi-bagikan kekayaan
yang mungkin masih tinggal terkumpul di suatu tempat, hingga
sesudah pengeluarannya untuk keperluan pribadi, untuk infaq di
jalan Allah dan untuk menunaikan zakat.Yang demikian itu adalah
dengan melaksanakan hukumnya mengenai waris.Yang dikehendaki
dalam Islam dengan hukum iniadalah barang siapa meninggalkan
harta banyak atau sedikit sebaiknya harta itu dibagi-bagikan kepada
kerabat karibnya. Dan barang siapa yang tidak mempunyai ahli waris
yang mewarisinya, tidaklah seharusnya hak itu diberikan kepada
anak angkat, namun semua hartanya harus diserahkan kepada
Baitul mal kaum Muslimin supaya dapat dinikmati manfaatnya
oleh seluruh umat Islam.
Ghanimah
Islam telah memerintahkan, supaya yang dapat dirampas
oleh Muslimin di medan perang dibagi menjadi lima bagian, empat
bagian buat mereka yang ikut dalam peperangan dan sebagian untuk
kepentingan sosial kaum muslimin.
Hemat
Islam memperhatikan dan mengawasi perputaran kekayaan
pada seluruh masyarakat, dan ditentukannya satu bagian dari
Ekonomi Ilahiah
Dikatakan Ekonomi Ilahiah karena bertitik berangkatnya
dari Allah. Sehingga tujuan, cara dan kegiatan-kegiatan ekonomi
diikatkan pada prinsip Ilahiah yakni tidak bertentangan dengan
syari’at Allah SWT. Dasar ayat Al-qur’an berkaitan dengan hal ini
tercantum dalam Qs. Al-Mulk : 15, Qs. Al-Baqarah : 168, Qs. Al-‘raf
: 31-32, Qs. Al-Isra : 29, Qs. Saba : 15, Qs. Al-Baqarah : 72.
Dengan prinsip Ilahiah, seorang muslim akan selalu
tunduk kepada aturan Allah dalam bermuamalah, sehingga ia
akan menghindari sesuatu yang haram, tidak akan melakukan
penimbunan, tidak akan berlaku zalim, menipu, menyuap dan
menerima suapan, bahkan dari hal-hal syubhat. Ketika seorang
muslim memiliki harta, hartanya tidak mutlak miliknya sehingga
tidak bertindak sekehendak hatinya.9
Makna selanjutnya dari ekonomi Ilahiah yakni menempatkan
kegiatan ekonomi sebagai sarana penunjang baginya dan mejadi
pelayan bagi aqidah dan risalahnya. Yusuf Qardhawi juga
menekankan bahwa Ekonomi adalah bagian dari Islam, dan
merupakan bagian yang dinamis serta penting, tetapi bukan asas
dan dasar bagi bangunan Islam, bukan titik pangkal ajarannya,
bukan tujuan risalahnya, bukan ciri peradaban dan bukan pula
cita-cita umatnya.
Ekonomi Islam yang Rabbani ini juga menjelaskan adaya
pengawasan Internal atau hati nurani, yang ditumbuhkan di dalam diri
seorang muslim. Oleh sebab itu, Yusuf Qardhawi merasa pentingnya
penfifikan iman dalam rangka mengarahkan perekonomian ke
arah yang dikehendaki Islam dan mengendalikannya dengan
hukum syari’ah. Dunia persaingan di alam liberalisasi ekonomi
yang pelakunya ingin melahap segala sesuatu tetapi tidak pernah
merasa kenyang dan tidak mengenal akhlak dan kemuliaan,
9
Ibid, hlm, 63.
PENUTUP
Pemikiran ekonomi Islam adalah respon para pemikir muslim
terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran
ekonomi tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-quran sunnah,
ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Objek kajian
dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran tentang ekonomi,
tetapi pemikiran para ilmuan Islam tentang ekonomi dalam sejarah atau
bagaimana mereka memahami ajaran Al-quran dan sunnah tentang
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA