Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sistem ekonomi dunia yang saat ini bersifat sekuler dimana terjadi
dikotomi antara agama dengan kehidupan duniawi termasuk di dalamnya
aktivitas ekonomi telah mulai terkikis.Terjadinya dikotomi ini terjadi pada
masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, dimana pada masa
tersebut kekuasaan gereja Katolik sangat dominan.Sehingga hal ini
menimbulkan pergerakan yang berupaya untuk mengikis kekuasaan gereja
yang terlalu besar pada masa itu.Pergerakan inilah yang pada akhirnya
memunculkan suatu aliran pemikiran bahwa harus terjadi suatu pembedaan
atau pembatasan antara aktivitas agama dengan aktivitas dunia, sebab
munculnya pemikiran keilmuan seringkali dianggap bertentangan dengan
doktrin gereja pada masa itu.
Hal tersebut tidak berlaku dalam Islam, sebab Islam tidak mengenal
pembedaan antara ilmu agama dengan ilmu duniawi.Hal ini terbukti bahwa
pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, justru terjadi masa
keemasan dan kejayaan Islam. Dimana terjadi pembaharuan dan
perkembangan pemikiran oleh para ilmuwan muslim, bahkan menjadi dasar
landasan pengembangan keilmuan sampai saat ini, seperti ilmu aljabar.
Namun hal ini tidak pernah diketahui oleh dunia terutama oleh para
generasi muda muslim, sehingga generasi muda muslim saat ini melakukan
hal yang sama dengan yang dilakukan oleh Barat pada waktu dark ages
yaitu melakukan dikotomi antara aktivitas spiritual dan aktivitas duniawi
yang justru membuat Islam semakin redup cahayanya. Karena Negara
Barat semakin maju ketika jauh dari ajaran agamanya, sementara umat
Islam akan semakin tertinggal ketika meninggalkan agamanya.

1
Ilmu ekonomi adalah suatu disiplin ilmu yang menerangkan tentang
proses pengambilan keputusan dalam mengalokasikan kelangkaan sumber
daya dalam pemenuhan kegiatan produksi dan aktivitas konsumsi dalam
rangka menciptakan suatu kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Ilmu
ekonomi dibagi dalam dua cabang utama, yaitu mikroekonomi dan
makroekonomi.Mikroekonomi menangani perilaku satuan-satuan ekonomi
individual termasuk di dalamnya dalam pengambilan keputusan dalam
rangka untuk mengatasi permasalahan alokasi akibat kelangkaan sumber
daya.Satuan-satuan ini mencakup konsumen, pekerja atau buruh, para
penanam modal, pemilik tanah, perusahaan bisnis –intinya setiap individu
atau entitas memainkan peranan dalam berfungsinya suatu perekonomian.
Mikroekonomi menjelaskan cara dan alasan-alasan satuan ini membuat
keputusan-keputusan ekonomis. Bidang lain yang penting dari
mikroekonomi adalah bagaimana satuan-satuan ekonomi berinteraksi untuk
membentuk satuan-satuan yang lebih besar pasar dan industri.
Sementara makroekonomi, cabang utama lain dari ekonomi menangani
kepada isu-isu yang bersifat makro atau lebih luas lagi, termasuk di
dalamnya mengenai jumlah agregat ekonomi, seperti tingkat dan laju
pertumbuhan produksi nasional, suku bunga, pengangguran dan inflasi.
Tetapi pembatasan antara makroekonomi dan mikroekonomi sudah
semakin pudar belakangan ini.Analisis mikroekonomi selalu dimulai
dengan pemahaman mengenai kelembagaan dalam ekonomi, termasuk di
dalamnya hukum, yang mampu menjelaskan prilaku produsen dalam
mengalokasikan sumber dayanya. Para produsen itu pada akhirnya akan
mampu mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan, namun
para konsumen tersebut memiliki batasan dalam melakukan pilihannya.
Dengan mempelajari mengenai aspek kelembagaan dalam ekonomi,
kita akan belajar mengenai keterbatasan yang dihadapi oleh individu dalam

2
mengambil keputusan yang akan mampu mempengaruhi mereka dalam
mengalokasikan sumber dayanya. Untuk memahami apa pilihan mereka,
kita harus mampu mengerti apa yang menjadi motif mereka dalam
mengambil keputusan ekonominya. Mikroekonomi selalu mengasumsikan
bahwasanya motivasi manusia dalam melakukan aktivitas ekonominya oleh
kepentingan pribadi yang bersifat materi yaitu nafsu dalam memiliki suatu
produk baik barang maupun jasa, sehingga asumsi awal dalam
mikroekonomi konvensional adalah kepentingan pribadi yang bersifat
materi inilah yang menjadi motif utama manusia dalam melakukan aktivitas
ekonominya.Meskipun ilmu mikroekonomi mamou mengakomodasi
kepentingan lainnya termasuk kemungkinan kepedulian kita dengan
kesejahteraan sesama.
Dalam konteks skenario ekonomi masa kini di satu sisi ditandai oleh
adanya kompetisi, efisiensi, pragmatisme dan transparansi, di pihak lain
model saling ketergantungan (cooperation) antar manusia atau lembaga
semakin kompleks dan bervariasi. Dalam kondisi ini, ada persoalan besar
dan sangat mendasar yaitu paradigma ilmu ekonomi yang ada ternyata
tidak mampu memecahkan problem ekonomi yang dihadapi manusia.Teori-
teori ekonomi yang ada terbukti tidak mampu mewujudkan ekonomi global
yang berkeadilan dan berkeadaban.Malah yang terjadi adalah dikotomi
antara kepentingan individu, masyarakat, negara serta hubungan
antarnegara. Selain itu, teori ekonomi yang ada saat ini tidak mampu
menyelesaikan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.Juga tidak mampu
menyelaraskan hubungan antar regional di suatu negara, antara negara-
negara di dunia terutama antara negara-negara maju dengan negara
berkembang dan terbelakang.Lebih parahnya lagi adalah terabaikannya
pelestarian sumber daya alam (non renewable resources). Untuk itu, tidak
heran jika belakangan banyak muncul kritik dari pakar ekonomi itu sendiri.

3
1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana Filosofi dan Konsep dasar Ekonomi Islam ?


2. Bagaimana Metodologi Ilmu Ekonomi Islam ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ekonomi Islam


Wacana mengenai penerapan ekonomi Islam dalam aktivitas ekonomi
sehari-hari telah dimulai di Indonesia pada decade 1970-an, namun tonggak
utama perkembangan ekonomi Islam adalah dengan berdirinya salah satu bank
syariah pada tahun 1992.Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari
upaya menerjemahkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dimana Islam
memiliki nilai-nilai universal yang mampu masuk ke dalam setiap sendi
kehidupan manusia tidak hanya aspek spiritual semata namun turut pula masuk
dalam aspek duniawi termasuk di dalamnya dalam aktivitas ekonomi
masyarakat.1
Ekonomi Islam yang tengah berkembang saat ini baik tataran teori
maupun praktik merupakan wujud nyata dari upaya operasionalisasi Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin, dengan melalui proses panjang dan akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Perkembangan teori ekonomi
Islam telah dimulai pada masa Rasulullah dengan turunnya ayat-ayat Al-
Qur’an yang berkenaan dengan ekonomi seperti QS Al-Baqarah ayat 275 dan
279 tentang jual beli dan riba; QS Al-Baqarah ayat 282 tentang pencatatan
transaksi muamalah; QS Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS Al-A’raf ayat 31,
An-Nisaa’ ayat 5 dan 10 tentang pengaturan pencarian, penitipan dan
pembelanjaan harta, serta masih banyak ayat lainnya yang menjelaskan tentang
berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Ayat-ayat di atas ini memperlihatkan
bahwa Islam pun telah menetapkan pokok aturan mengenai ekonomi meskipun

1
M. Nur Rianto Al Arif. Teori Mikro Ekonomi (Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan
Ekonomi Konvensional). Hlm 5

5
masih bersifat umum dan praktik implementasi di lapangan akan saling
berbeda antar generasi dan jaman.
Para pemikir muslim yang mendalami ekonomi Islam juga hingga kini
belum ada kesatuan pandangan dalam mengkonstruksi teori ekonomi Islam.
Terdapat perbedaan penafsiran, pendekatan, dan metodologi yang dibangun
dalam membentuk konsep ekonomi Islam.Hal ini karena adanya perbedaan
latar belakang pendidikan, keahlian, dan pengalaman yang dimiliki.2 Merujuk
pendapat Aslem Haneef, seorang pemikir ekonomi Islam Malaysia para
pemikir muslim di bidang ekonomi dikelompokkan dalam tiga kategori :
pertama, pakar bidang fiqih atau hukum Islam sehingga pendekatan yang
dilakukan adalah legalistik dan normatif; kedua, kelompok modernis yang
lebih berani dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran Islam agar dapat
menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat kini; ketiga para praktisi atau
ekonom muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Mereka mencoba
menggabungkan pendekatan fiqih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam
terkonseptualisasi secara integrated dengan kata lain mereka berusaha
mengkonstruksi ekonomi Islam seperti ekonomi konvensional tetapi dengan
mereduksi nilai-nilai yang tidak sejalan dengan Islam dan memberikan nilai
Islam pada analisis ekonominya.3
Perkembangan pemikiran ekonomi Islam dari sejak masa nabi sampai
sekarang dapat dibagi menjadi 6 tahapan.4Tahap pertama (632-656 M), yaitu
pada masa Rasulullah SAW.Tahap kedua (656-661 M), yaitu pemikiran
ekonomi Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.Tahap ketiga
(738-1037 M), yaitu para pemikir Islam di periode awal seperti Zayd bin Ali,
Abu Hanifa, Abu Yusuf, Abu Ubayd, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan
2
Mohamed Asalan Haneef. Contemporary Islamic Economic Thought : A Selected Comperative
Analysis, hlm 11
3
Ibid, Teori Mikro Ekonomi (Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional).
Hlm 6
4
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, hlm 23

6
pemikir ekonomi Islam lainnya pada periode awal.Tahap keempat atau periode
kedua (1058-1448 M).
Pemikir ekonomi Islam periode ini Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu
Khaldun, Ibnu Mas’ud, Jalaluddin Rumi, Ibnu Rusyd dan pemikir ekonomi
Islam lainnya yang hidup pada masa ini. Tahap kelima atau periode ketiga
(1446-1931 M), yaitu Shah Waliyullah Al-Delhi, Muhammad bin Abdul
Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, Mufti Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal,
Ibnu Nujaym, Ibnu Abidin, Syekh Ahmad Sirhindi. Tahap keenam atau periode
lanjut (1931 M – sekarang), yaitu Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah
Siddiqi, Yusuf Qardhawi, Syed Nawab Haider Naqvi, Monzer Khaf,
Muhammad Baqir As-Sadq, Umer Chapra dan tokoh ekonomi Islam pada masa
sekarang.
Dawam Rahardjo,5 memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga
kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu
ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud
ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan
kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara
atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam
pengertian perekonomian umat Islam.
Ilmu Ekonomi Islam memiliki akar teologi, tetapi ia bukanlah kajian
yang mendalam tentang teologi dan memang bukan bagian dari teologi. Ilmu
ekonomi Islam memiliki hubungan yang erat dengan fiqh dan perundang-
undangan Islam (syari’ah dan tasyri’) terutama subyek yang berkaitan dengan
hubungan antara manusia (muamalah). Akan tetapi, ia bukanlah ilmu fiqh. Ilmu
ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi dan keprihatinan utamanya adalah
problema-problema ekonomi dan institusinya.6 Dalam perspektif ini ia

5
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi. Hlm 3-4
6
Ibid, hlm 5

7
seharusnya dipandang sebagai suatu disiplin akademik. Secara umum ekonomi
Islam didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya
memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan
ekonomi dengan cara-cara Islami berdasarkan al Quran dan Sunnah.Ilmu
ekonomi Islam tidak mendikotomikan antara aspek normatif dan positif.
Dalam pandangan positivisme ekonomi hanya mempelajari perilaku
ekonomi yang terjadi dan memisahkan dari aspek norma dan etika. Memasukan
aspek etika dipandang sebagai sesuatu yang normatif.
Ekonomi Islam mempelajari apa yang terjadi pada individu dan
masyarakat yang perilaku ekonominya diilhami oleh nilai-nilai Islam.Berikut
argumentasi yang dikembangkan oleh para pemikir ekonomi Islam terkait hal
tersebut: Pertama, ilmu ekonomi Islam syarat dengan nilai-nilai. Ilmu ekonomi
Islam jelas akan melakukan fungsi penjelasan (eksplanatori) terhadap suatu
fakta secara obyektif. Ia juga melakukan fungsi prediktif seperti yang
dilakukan oleh ilmu ekonomi konvensional. Dalam menjalankan kedua fungsi
ini, ia menjalankan fungsi utama sains secara positif atau menjelaskan “apa”
(what is). Namun kiprahnya tidak hanya terbatas pada aspek positif berupa
penjelasan dan prediksi saja. Pada tahapan tertentu ia juga harus melakukan
fungsi normatif, menjatuhkan penilaian (value judgement) dan menjelaskan apa
yang seharusnya (what should be). Ini berarti bahwa ilmu ekonomi Islam
bukanlah value-neutral.Ia memiliki seperangkat nilainya tersendiri, kerangka
kerja nilai-nilai dimana dia beroperasi. Karena itulah maka reformasi ekonomi
Islam tidak dapat dilakukan secara isolasi atau parsial, ia hanya dapat
dilakukan dalam konteks Islamisasi masyarakat secara total.Kedua, dalam
kerangka ini, hubungan-hubungan teknis akan dipelajari dan dikembangkan

8
dengan tetap mempertimbangkan mashlahat dan tetap dalam konteks suatu
kerangka nilai.7
Dengan demikian ilmu ekonomi Islam tidak hanya berbicara tentang
bagaimana perilaku manusia ekonomi itu (economic man) dalam lapangan
ekonomi, tetapi juga bagaimana suatu disiplin normatif dapat
diimplementasikan dan diinjeksikan ke dalam diri manusia sehingga sasaran
yang hendak diinginkan Islam dapat diwujudkan. Ketiga, karena citranya yang
demikian itulah maka dalam kerangka kerja ini terdapat peran kebijakan dari
sektor pemerintah terhadap perilaku manusia agar tetap berada pada arah
realisasi dan pemenuhan akan nilai-nilai tersebut. Hal ini menjadikan lingkup
kajian ilmu ekonomi Islam lebih luas dan komprehensif. Lebih komprehensif
karena ia bukan hanya berbicara tentang motif tetapi juga perilaku, lembaga
dan kebijakan. Ia mempelajari perilaku manusia seperti apa adanya, namun ia
juga memiliki suatu visi tertentu di masa yang akan datang dimana perilaku
manusia harus diarahkan kepadanya. Pendekatan demikian merupakan ciri
menonjol dari ilmu ekonomi Islam.
Dengan demikian upaya untuk memajukan ekonomi, memproduksi
barang dan jasa dalam kegiatan produksi, dan mengkonsumsi hasil-hasil
produksi serta mendistribusikannya, seharusnya berpijak kepada ajaran
agama.Artinya, apabila kita mengacu pada ajaran Islam, tujuan hidup
mardatillah harus mendasari (mengilhami dan mengarahkan) konsistensi antara
niat (li Allah ta ala) dan cara-cara untuk memperoleh tujuan berekonomi
(kaifiat).8
Dalam pengertian tersebut Ilmu ekonomi Islam adalah juga suatu upaya
yang sistematis mempelajari masalah-masalah ekonomi dan perilaku manusia

7
Ibid, Teori Mikro Ekonomi (Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional).Hlm 14
8
Murasa Sarkani Putra, Ruqyah Syar’iyyah: Teori, Model, dan Sistem Ekonomi, Jakarta: al
Ishlah Press& STEI, 2009, hlm 112-113

9
dan interaksi antara keduanya. Upaya ilmiah itu juga mencakup masalah
pembangunan suatu kerangka kerja ilmiah untuk membentuk pemahaman
teoritis (theoritical understanding), rekayasa institusi yang diperlukan dan
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan proses produksi, distribusi dan
konsumsi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia secara optimal
dan ideal. Batasan ini masih bersifat tentatif namun jelas memberikan
gambaran yang tegas bahwa ilmu ekonomi Islam adalah studi tentang problem-
problem ekonomi dan institusi yang berkaitan dengannya.
Bila dipelajari ajaran-ajaran Islam di bidang ini, dapat disimpulkan
beberapa point yang sangat penting sebagai petunjuk untuk membangun
disiplin ini.Pertama, Islam memberikan petunjuk tentang adanya seperangkat
tujuan dan nilai-nilai dalam kehidupan perekonomian.Kedua, Islam
memberikan kepada manusia sikap psikologis dan satu spektrum yang
mengandung motif-motif dan insentif.Islam juga memasok prinsip-prinsip
hubungan perekonomian.Pokok-pokok petunjuk di atas merupakan hasil
inferensi yang dipetik dari ruh ajaran Islam.
Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam
berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan
kepada Al-Qur’an dan Sunnah adalah:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan,


kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.
2. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang
3. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan
ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat.
4. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai
moral

10
5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi9

Kerangka institusional suatu masyarakat Islam yang diajukan oleh


M.Nejatullah Siddiqi dalam artikelnya “Teaching Economics in An Islamic
Perspective” adalah:

1. Meskipun kepemilikan mutlak adalah milik Allah SWT, namun dalam


Islam diperkenankan suatu kepemilikan pribadi, dimana dibatasi oleh
kewajiban dengan sesama dan batasan-batasan moral yang diatur oleh
syariah.
2. Kebebasan untuk berusaha dan berkreasi sangat dihargai, namun tetap
mendapatkan batasan-batasan agar tidak merugikan pihak lain dalam
hal ini kompetisi yang berlangsung haruslah persaingan sehat.
3. Usaha gabungan (joint enterprise) haruslah menjadi landasan utama
dalam bekerjasama, dimana sistem bagi hasil dan sama-sama
menanggung risiko yang mungkin timbul diterapkan.
4. Konsultasi dan musyawarah haruslah menjadi landasan utama dalam
pengambilan keputusan publik.
5. Negara bertanggung jawab dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur
individu dalam setiap keputusan dalam rangka mencapai tujuan Islam.10

Empat nilai utama yang bisa ditarik dari ekonomi Islam adalah

1. Peranan positif dari negara, sebagai regulator yang mampu memastikan


kegiatan ekonomi berjalan dengan baik sehingga tidak ada pihak yang
merasa dirugikan oleh orang lain.

9
Ibid, hlm 115
10
Ibid, hlm 117

11
2. Batasan moral atas kebebasan yang dimiliki, sehingga setiap individu
dalam setiap melakukan aktivitasnya akan mampu pula memikirkan
dampaknya bagi orang lain.
3. Kesetaraan kewajiban dan hak, hal ini mampu menyeimbangkan antara
hak yang diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
4. Usaha untuk selalu bermusyawarah dan bekerja sama, sebab hal ini
menjadi salah satu fokus utama dalam ekonomi Islam.11

2.2 Permasalahan Utama Dalam Ekonomi


Ekonomi merupakan studi tentang manusia, dimana terjadi
pertentangan antara kebutuhan dan keinginan manusia yang sifatnya tidak
terbatas berbenturan dengan kapasitas sumber daya yang terbatas.Oleh
karenanya ekonomi hadir tentang bagaimana menggunakan atau
mengalokasikan sumber-sumber daya ekonomi yang terbatas jumlahnya
tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebaik-baiknya.Sehingga yang
menjadi masalah pokok dalam suatu sistem ekonomi adalah masalah
kelangkaan (scarcity).
Kebutuhan manusia meliputi kebutuhan fisik dasar akan makanan,
pakaian, keamanan, kebutuhan sosial serta kebutuhan individu akan
pengetahuan dan suatu keinginan untuk mengekspresikan diri. Sementara
keinginan adalah bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan
kepribadian individual.Manusia mempunyai keinginan yang nyaris tanpa batas
tetapi sumber dayanya terbatas.12 Jadi mereka akan memilih produk yang
memberi nilai dan kepuasan paling tinggi untuk uang yang dimilikinya.
Dengan keinginan dan sumber daya yang dimiliki manusia akan menciptakan
permintaan akan produk dengan manfaat yang paling memuaskan.

11
Ibid, hlm 118
12
M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: Bangkit Daya Insana, 1995, hlm 29

12
Permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh kemampuan
daya beli seseorang.Keinginan dapat berubah menjadi permintaan bilamana
disertai dengan daya beli.Konsumen memandang produk sebagai kumpulan
manfaat dan memilih produk yang memberikan kumpulan terbaik untuk uang
yang mereka keluarkan.Tidaklah dapat dikatakan sebagai suatu permintaan
apabila keinginan tersebut tidak disertai dengan kemampuan untuk membeli
suatu produk atau jasa tersebut.13
Berdasarkan pandangan atas kebutuhan dan persyaratan apa yang
dibutuhkan untuk memenuhinya, akan berlanjut kepada kelangkaan relatif atas
pemenuhan kebutuhan dalam rangka pencapaian nilai yang lebih tinggi dan
pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam pandangan ekonomi konvensional
“ilmu ekonomi adalah studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka
atau terbatas (scarcity) untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas (unlimited)”.
Para ahli ekonomi menamakan seluruh sumber daya ini sebagai faktor-
faktor produksi, sebab mereka ini digunakan untuk memproduksi barang-
barang yang dibutuhkan orang.Barang-barang yang dihasilkan atau diproduksi
dinamakan komoditi.Komoditi dapat dipisahkan menjadi barang dan jasa,
dimana barang selalu berujud sedangkan jasa tidak berwujud.14
Setiap individu dalam masyarakat mempunyai preferensi yang berbeda
dalam menentukan pilihan tersebut. Keterbatasan dalam melakukan pilihan
tersebut secara tidak langsung menunjukkan akan timbulnya suatu biaya, hal
ini dikenal dengan biaya peluang (opportunity cost). Dimana keputusan untuk
memiliki sesuatu lebih banyak sama dengan keputusan untuk memiliki hal
lainnya lebih sedikit. Setiap kali keterbatasan atau kelangkaan memaksa
seseorang untuk menentukan pilihan, maka dia sedang menghadapi masalah

13
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi,Cet. 18 (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2002), hlm. 5
14
Boediono.Ekonomi Mikro Cet. 18 (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1996), hlm. 7

13
biaya peluang.Biaya ini diukur dengan satuan alternatif yang dilepaskan.
Karena ketika seseorang menentukan pilihannya atas sesuatu hal, maka ia
melepaskan kepuasan pilihannya atas suatu hal yang lain.

Gambar 1.1.

X
Gambar 1.1.pilihan antara barang X dan Y
Menggambarkan kombinasi yang harus diambil atas dua pilihan barang
X dan barang Y. Hal ini terjadi karena keterbatasan anggaran yang dimiliki
oleh individu.Dalam contoh ini digambarkan biaya peluang (opportunity cost)
adalah konstan, sehingga garis pembatas berbentuk lurus.Namun dalam dunia
riel, biaya peluang bisa saja tidak konstan. Selain itu ada lagi proses pemilihan
yang dilakukan oleh produsen ketika memutuskan akan memutuskan untuk
memproduksi suatu barang. Gambar 1.1. memperlihatkan bahwa apabila
seorang individu memilih titik A, maka individu tersebut telah memilih seluruh
komoditi Y dan melepaskan keinginannya atas komoditi X, begitu pula
sebaliknya apabila memilih titik C. Sementara titik B adalah individu mencoba
mengkombinasikan konsumsinya antara komoditi X dan komoditi Y.15

15
Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami. IIT-Indonesia, 2002, hal. 17

14
Karena sumber daya terbatas, pilihan untuk memproduksi suatu barang
lebih banyak akan menurunkan produksi barang lain. Sehingga proses produksi
yang bisa dicapai adalah kombinasi berdasarkan sumber daya yang tersedia.
Hal ini bisa digambarkan dalam suatu kurva yang dinamakan batas
kemungkinan produksi (production possibility frontier).Kemiringan (slope)
kurva ini turun ke kanan bawah.
Sehingga dari permasalahan utama mendasar, setiap masyarakat
menghadapi dan harus memecahkan tiga permasalahan pokok ekonomi:

1. Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa barang tersebut
diproduksi (WHAT)
2. Bagaimana sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi) yang
tersedia harus dipergunakan untuk memproduksi barang-barang
tersebut secara optimal (HOW)
3. Untuk siapa barang-barang tersebut diproduksikan; atau bagaimana
barang-barang tersebut dibagikan diantara warga masyarakat (FOR
WHOM).16
Masyarakat memecahkan ketiga permasalahan ekonomi pokok
tersebut dengan berbagai cara mulai dari kebiasaan, tradisi, insting,
komando (paksaan) sampai kepada mekanisme harga di pasar. Dalam
dunia ekonomi modern saat ini untuk memecahkan permasalahan di
atas adalah dengan menyerahkannya kepada mekanisme harga di pasar.
Gerak harga (mekanisme harga) dari setiap barang dan faktor produksi
bisa memecahkan ketiga masalah ekonomi pokok dari masyarakat
dengan jalan:

16
Ibid, hlm 19

15
1. Bila masyarakat menghendaki lebih banyak akan sesuatu barang, maka
harga barang tersebut akan naik. Sehingga penjual memperoleh
keuntungan yang lebih besar, selanjutnya produsen akan memperbesar
kapasitas produksinya atas produk tersebut, akibat peningkatan
kapasitas produksi maka total barang akan bertambah. Barang akan
semakin ditingkatkan produksinya sampai dengan batas maksimal yang
dapat diproduksi, sampai dengan batas maksimal dimana penawaran
lebih tinggi dari permintaan, maka harga barang tersebut akan menurun
dan akhirnya produsen akan menurunkan kapasitas produksinya. Proses
sebaliknya akan terjadi bila harga turun. Jadi gerak harga-harga barang
menentukan apa dan berapa setiap barang akan tersedia (diproduksikan)
di dalam masyarakat. (Masalah What)
2. Barang dihasilkan dari proses pengkombinasian faktor-faktor produksi
oleh produsen, dimana faktor-faktor produksi ini merupakan kombinasi
paling efisien dan efektif bagi perusahaan dalam proses produksinya.
Bila harga sesuatu faktor produksi naik, maka produsen akan berusaha
mengadakan penghematan penggunaan faktor tersebut dan
menggunakan lebih banyak faktor-faktor produksi yang lain untuk
proses produksinya, dan berusaha mencari barang subtitusi yang paling
efisien dalam produksinya. Sehingga produsen akan selalu mencari
kombinasi faktor produksi yang paling efisien dalam proses
produksinya. Gerak harga faktor produksi menentukan kombinasi
optimal yang digunakan produsen dalam proses produksinya. (Masalah
How);
3. Barang-barang hasil produksi dijual baik oleh produsen maupun
konsumen. Konsumen membayar harga barang-barang hasil produksi
oleh produsen tersebut dari penghasilan yang diterimanya, dimana
penghasilan yang didapat oleh konsumen tersebut bersumber dari

16
penjualan jasa-jasa atas faktor produksi yang dimilikinya kepada
produsen berupa upah dari tenaga yang mereka keluarkan kepada
produsen. Pola distribusi penghasilan antar warga masyarakat tidak
hanya ditentukan oleh harga faktor-faktor produksi saja tetapi juga oleh
pola kepemilikan. Semakin terpusat suatu kepemilikan, maka akan
semakin terpusat pula distribusi barang-barang di masyarakat. Gerak
harga barang dan faktor produksi menentukan distribusi barang-barang
yang dihasilkan di dalam masyarakat antara warga masyarakat.
(Masalah For Whom).17
Ekonomi konvensional mempunyai paradigma yang berbeda
dengan ekonomi Islam. Karena ekonomi konvensional melihat ilmu
sebagai sesuatu yang sekuler dan sama sekali tidak memasukkan faktor
X (yaitu faktor Tuhan) didalamnya. Sehingga ekonomi konvensional
menjadi suatu bidang ilmu yang bebas nilai (positivistik).Sementara
ekonomi Islam dibangun di atas prinsip-prinsip syariah. Dalam tataran
ini, ekonom muslim tidak berbeda pendapat. Namun ketika diminta
untuk menjelaskan apa dan bagaimana konsep ekonomi Islam itu mulai
muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini pemikiran para ekonom
muslim kontemporer terbagi atas tiga mazhab. Kenapa pemikiran para
ekonom muslim ini dapat dikatakan sebagai mazhab? Sebab pemikiran-
pemikiran mereka telah tersusun secara sistematis. Tiga mazhab
tersebut adalah:
a. Mazhab Iqtishaduna
b. Mazhab Mainstream
c. Mazhab Alternatif-kritis18

17
Ibid, hlm 20
18
M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terjemahan Ikhwan Abidin, Jakarta:
Gema Insani Press, 2000

17
1. Mazhab Iqtishaduna
Mazhab ini dipelopori oleh Baqir as-sadr dengan bukunya
“Iqtishaduna”.Dimana mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi
(economics) tidak bisa berjalan seirama dengan Islam.Ilmu ekonomi
tetaplah ekonomi, dan Islam adalah tetap Islam. Kedua hal ini tidak
akan bisa disatukan karena berasal dari pengertian dan filosofi yang
berbeda. Yang satu anti Islam (anti Tuhan) dan yang satu lagi Islam
(Tuhan). Perbedaan pengertian dan filosofi ini akan berdampak pada
perbedaan cara pandang yang digunakan dalam melihat suatu
masalah ekonomi termasuk pula dalam alat analisis yang
dipergunakan.

2. Mazhab Mainstream
Mazhab kedua ini berbeda pendapat dengan mazhab pertama.
Mazhab kedua atau yang lebih dikenal dengan mazhab mainstream
ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber
daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang
tidak terbatas. Dalil yang dipakai oleh mazhab ini adalah Al Qur’an
surat Al Baqarah ayat 155
“Dan sungguh akan kami uji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.Dan
berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar”.
Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap
sebagai hal yang alamiah dan bersifat sunatullah serta merupakan
fitrah manusia. Dalilnya adalah surat At Takaatsur ayat 1-5
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke
liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu)”.

18
Perbedaan mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah
dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut.Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa masalah kelangkaan ini menyebabkan
manusia harus melakukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional,
pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera
pribadi masing-masing tidak peduli apakah itu bertentangan dengan
norma serta nilai agama ataukah tidak. Dengan kata lain pilihan
dilakukan berdasarkan tuntutan nafsu semata (Homo
economicus).Sedangkan dalam ekonomi Islam penentuan pilihan
tidak bisa tanpa aturan, sebab semua sendi kehidupan kita telah
diatur oleh Al Qur’an dan Sunnah.Sehingga kita sebagai manusia
ekonomi Islam (Homo Islamicus) harus selalu patuh pada aturan-
aturan syariah yang ada.

3. Mazhab Alternatif kritis


Mazhab ketiga dipelopori oleh Timur Kuran, Jomo,
Muhammad Arif, dan lain-lain.Mazhab ini mengkritik kedua mazhab
sebelumnya. Mazhab pertama dikritik sebagai mazhab yang berusaha
untuk menemukan sesuatu yang baru yang pada hakikat aslinya
sudah ditemukan oleh orang lain. Mereka menghancurkan teori lama,
untuk kemudian menggantinya dengan teori baru yang notabenenya
sebagian telah ditemukan.Sedangkan mazhab kedua dikritik sebagai
jiplakan dari ekonomi konvensional dengan menghilangkan variabel
riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.Mazhab ketiga ini
merupakan mazhab yang kritis, mereka berpendapat bahwa analisis
kritis bukan saja harus dilakukan terhadap ekonomi konvensional
yang telah ada, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri.Sebab
ekonomi Islam muncul sebagai tafsiran manusia atas Al Qur’an dan

19
Sunnah, dimana tafsiran ini bisa saja salah dan setiap orang mungkin
mempunyai tafsiran berbeda atasnya.Setiap teori yang diajukan oleh
ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya agar ekonomi Islam
dapat muncul sebagai rahmatan lil-alamin di dunia ini.
2.3 Rancangan Bangunan Ekonomi Islam
Dalam pembahasan tentang apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam,
kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai rancang bangun ekonomi
Islam,19 dengan mengetahui rancang bangun ekonomi Islam kita dapat
memperoleh suatu gambaran utuh dan menyeluruh secara singkat tentang
ekonomi Islam. Dimana terdiri atas atap, tiang dan landasan. Diharapkan
nantinya dengan mengetahui rancang bangun ini, dapat memahami lebih lanjut
mengenai apa ekonomi Islam itu sendiri. Landasan terdiri atas aqidah (tauhid),
adil, nubuwwa, khilafah dan ma’ad.
Aqidah (tauhid) merupakan konsep Ketuhanan umat Islam terhadap
Allah SWT.Dimana dalam pembahasan ekonomi Islam berasal dari ontologi
tauhid, dan hal ini menjadi prinsip utama dalam syariah.Sebab kunci keimanan
seseorang adalah dilihat dari tauhid yang dipegangnya, sehingga rukun Islam
yang pertama adalah syahadat yang memperlihatkan betapa pentingnya tauhid
dalam setiap insan beriman.Oleh karenanya setiap perilaku ekonomi manusia
harus didasari oleh prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam yang
berasal dari Allah SWT. Karenanya setiap tindakan atau perilaku yang
menyimpang dari syariah akan dilarang, sebab hal tersebut akan dapat
menimbulkan kemudharatan bagi kehidupan umat manusia baik bagi individu
itu sendiri maupun bagi orang lain. Sehingga hal ini akan memunculkan tiga
asas pokok yang dipegang oleh setiap individu muslim:

19
Ibid, Ekonomi Mikro Islami.hlm 22

20
1. Dunia dengan segala isinya adalah milik Allah dan berjalan menurut
kehendak-Nya. Sehingga pemilik mutlak atas harta yang kita miliki
hanya Allah semata, dan kita hanya sebagai pemegang amanah atas
harta tersebut yang harus mengelola dengan sebaik-baiknya.
2. Allah adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk
kepada-Nya. Hal ini akan memunculkan sikap rendah hati dari manusia,
bahwa kita tidak layak sombong atas yang dimiliki sebab manusia
hanyalah makhluk ciptaan Allah semata.
3. Iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi
manusia menurut horizon waktu. Setiap individu muslim akan selalu
memiliki dua horizon waktu dalam bertindak, yaitu horizon waktu
hidup di dunia dan horizon waktu hidup di akhirat.

Adil disini mengandung makna bahwa dalam setiap aktivitas ekonomi yang
dijalankan agar tidak terjadi suatu tindakan yang dapat mendholimi orang lain.
Konsep adil ini mempunyai dua konteks yaitu konteks individual dan konteks
sosial. Menurut konteks individual, janganlah dalam akitivitas
perekonomiannya ia sampai menyakiti diri sendiri. Sedang dalam konteks
sosial, dituntut jangan sampai merugikan orang lain. Oleh karenanya harus
terjadi keseimbangan antara individu dan sosial.Hal ini menunjukkan dalam
setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh insan beriman haruslah adil, agar
tidak ada pihak yang tertindas.Karakter pokok dari nilai keadilan bahwa
masyarakat ekonomi haruslah memiliki sifat makmur dalam keadilan dan adil
dalam kemakmuran menurut syariat Islam. Berkaitan dengan masalah perilaku
ekonomi umat manusia, maka keadilan mengandung maksud:

1. Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak Islam, keadilan yang


tidak terbatas hanya akan mengakibatkan ketidakserasian di antara
pertumbuhan produksi dengan hak-hak istimewa bagi segolongan kecil

21
untuk mengumpulkan kekayaan melimpah dan mempertajam
pertentangan antara yang kuat dan akhirnya akan menghancurkan
tatanan sosial kemasyarakatan.
2. Keadilan harus ditetapkan di semua fase kegiatan ekonomi. Keadilan
dalam produksi dan konsumsi ialah paduan efisiensi dan memberantas
pemborosan. Adalah suatu kezaliman dan penindasan apabila seseorang
dibiarkan berbuat terhadap hartanya sendiri yang melampaui batas yang
ditetapkan dan bahkan sampai merampas hak orang lain.
Mungkin beberapa orang menganggap bahwa tuntunan dalam ekonomi
Islam ini hanya bisa dijalankan oleh Nabi. Anggapan ini keliru, sebab ilmu
yang diajarkan oleh Allah SWT melalui perantara Nabi Muhammad saw pasti
benar adanya. Dengan konsep nubuwwa ini, kita dituntut untuk percaya dan
yakin bahwa ilmu Allah itu benar adanya dan akan membawa keselamatan
dunia dan akhirat. Serta dapat dijalankan oleh seluruh umat manusia dan bukan
hanya oleh Nabi saja. Sebab ajaran Nabi Muhammad saw adalah suatu ajaran
yang memiliki nilai-nilai universal di dalamnya. Sehingga prinsip-prinsip yang
terkandung dalam ekonomi Islam merupakan prinsip-prinsip ekonomi universal
yang dapat diterapkan oleh seluruh umat, baik oleh umat Islam maupun umat
selain Islam. Sifat-sifat keteladanan Rasulullah seperti shidiq, amanah, tabligh
dan fathonah mampu dilaksanakan oleh umatnya meskipun tidak akan
sesempurna seperti yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah. Namun hal ini
membuktikan bahwa ekonomi Islam pun mampu dilaksanakan oleh setiap
individu.
Setelah membahas landasannya, sekarang kita membahas mengenai tiang
dari ekonomi Islam, yang terdiri atas multitype ownership (kepemilikan multi
jenis), freedom to act (kebebasan berusaha), dan social justice (kesejahteraan
sosial).

22
Multitype ownership, Islam mengakui jenis-jenis kepemilikan yang
beragam. Dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan yang diakui hanyalah
kepemilikan individu semata yang bebas tanpa batasan. Sedangkan dalam
ekonomi sosialis, hanya diakui kepemilikan bersama atau kepemilikan oleh
negara, dimana kepemilikan individu tidak diakui dan setiap orang
mendapatkan imbal jasa yang sama rata. Dalam Islam kedua-dua kepemilikan
diakui berdasarkan batasan-batasan yang sesuai dengan ajaran Islam.Oleh
karenanya Islam mengakui adanya kepemilikan yang bersifat individu, namun
tetap ada batasan-batasan syariat yang tidak boleh dilanggar seperti akumulasi
modal yang hanya menumpuk di sekelompok golongan semata-. Kepemilikan
individu dalam Islam sangat dijunjung tinggi, akan tetapi tetap ada batasan
yang membatasi agar tidak ada pihak lain yang dirugikan karena kepemilikan
individu tersebut. Pemilikan dalam ekonomi Islam adalah:

1. Pemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara


mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi.
2. Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila
orang tersebut meninggal harus didistribusikan kepada ahli warisnya
menurut ketentuan Islam
3. Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber
ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat
hidup orang banyak, sumber-sumber ini menjadi milik umum atau
negara.
Economic Freedom, dalam ekonomi Islam setiap manusia bebas melakukan
aktivitas ekonomi apa saja, selama aktivitas ekonomi yang dilakukan bukan
aktivitas ekonomi yang dilarang dalam kerangka yang Islami. Hal ini berbeda
dengan ekonomi kapitalis yang tidak terdapat pembatasan dalam kebebasan
beraktivitas, sehingga terjadi kebebasan yang terlalu berlebihan bahkan

23
menyebabkan tertindasnya pihak lain, dalam ekonomi kapitalis berlaku hukum
rimba dimana yang terkuatlah yang dapat menguasai semuanya termasuk
sumber daya modal dan alam. Hal ini berakibat teraniayanya hak orang lain
diakibatkan kebebasan tanpa batasan. Dan tidak juga seperti ekonomi sosialis
yang terlalu membatasi kebebasan beraktivitas seseorang, sehingga cenderung
menghilangkan kreativitas dan produktivitas umat.Pembatasan yang terlalu
berlebihan terhadap aktivitas ekonomi menyebabkan stagnasi dalam
produktivitas.
Social justice (social welfare), dalam Islam konsep ini bukanlah charitable
-bukan karena kebaikan hati kita-. Dalam Islam, walaupun harta yang kita
dapat berasal dari usaha sendiri secara halal, tetap saja terdapat hak orang lain
di dalamnya. Sebab kita tidak mungkin mendapatkan semuanya tanpa bantuan
orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya Islam
mewajibkan zakat dan voluntary sector (infak, sadaqah, wakaf, dan hibah) agar
terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan. Namun pemerataan disini
bukan berarti sama rata, sama rasa, melainkan yang sesuai dengan bagiannya.
Instrumen zakat adalah salah satu instrumen pemerataan yang pertama
dibandingkan dengan suatu sistem jaminan sosial di Barat.Selain itu kerjasama
(cooperative) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islami versus
kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktatoran ekonomi marxisme.
2.4 Metodologi Ekonomi Islam
Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan atas ideologi yang memberikan
landasan dan tujuannya, di satu pihak, dan aksioma-aksioma serta prinsip-
prinsipnya di lain pihak. Proses yang diikuti dengan seperangkat aksioma dan
prinsip yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan tujuan sistem tersebut
merupakan landasan sistem tersebut yang bisa diuji. Setiap sistem ekonomi
membuat kerangka dimana suatu komunitas sosio ekonomik dapat
memanfaatkan sumber-sumber alam dan manusiawi untuk kepentingan

24
produksi dan mendistribusikan hasil-hasil produksi ini untuk kepentingan
konsumsi.Validitas sistem ekonomi dapat diuji dengan konsistensi internalnya,
kesesuainnya dengan berbagai sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan
lainnya, dan kemungkinannya untuk berkembang dan tumbuh.
Suatu sistem untuk mendukung ekonomi Islam seharusnya
diformulasikan berdasarkan pandangan Islam tentang kehidupan. Berbagai
aksioma dan prinsip dalam sistem seperti itu seharusnya ditentukan secara pasti
dan proses fungsionalisasinya seharusnya dijelaskan agar dapat menunjukkan
kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun demikian perbedaan yang nyata
seharusnya ditarik antara sistem ekonomi Islam dan setiap tatanan yang
bersumber padanya.Dalam literatur Islam mengenai ekonomi, sedikit perhatian
sudah diberikan kepada masalah ini, namun pembahasan yang ada tentang
ekonomi Islam masih terbatas pada latar belakang hukumnya saja atau kadang-
kadang disertai dengan beberapa prinsip ekonomi dalam Islam.Kajian
mengenai prinsip-prinsip ekonomi itu hanya sedikit menyinggung mengenai
sistem ekonomi.
Selain itu, suatu pembedaan harus ditarik antara bagian dari fiqih Islam
yang membahas hukum dagang (fiqh muamalah) dan ekonomi Islam. Bagian
yang disebut pertama menetapkan kerangka di bidang hukum untuk
kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut
kemudian mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan manusia yng
berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi dalam masyarakat muslim.
Tidak adanya pembedaan antara fiqh muamalah dan ekonomi Islam merupakan
salah satu kesalahan konsep dalam literatur mengenai ekonomi Islam, sehingga
seringkali suatu teori ekonomi berubah menjadi pernyataan kembali mengenai
hukum Islam. Hal lain yang tidak menguntungkan dalam pembahasan ekonomi
Islam dengan fiqh muamalah adalah menyebabkan terpecah-pecahnya dan
kehilangan keterkaitan menyeluruhnya dengan teori ekonomi.

25
Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi, karena sejarah
adalah laboratorium umat manusia.Ekonomi, sebagai salah satu ilmu sosial
perlu kembali kepada sejarah agar dapat melaksanakan eksperimen-
eksperimennya dan menurunkan kecenderungan jangka jauh dalam berbagai
ubahan ekonomiknya.Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi,
yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti
individu-individu, badan-badan usaha dan ilmu ekonomi. Kajian tentang
sejarah pemikiran ekonomi dalam Islam seperti itu akan membantu
menemukan sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer di satu
pihak dan di pihak lain akan memberi kemungkinan kepada kita untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran
ekonomi Islam selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya ekonomi Islam
kontemporer dan membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan
aplikasinya.
Namun terdapat dua bahaya dalam mengkaji tentang sejarah pemikiran
ekonomi Islam, yaitu pertama, bahaya terlalu kaku dan taqlid antara teori dan
aplikasinya, dimana terlalu kaku menggunakan patokan berdasarkan aplikasi
yang terdapat pada masa terdahulu dan kurang melakukan inovasi dan
pengembangan teori yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah serta kurang
aplikatifnya teori berdasarkan situasi dan kondisi yang berbeda. Kedua,
pembatasan teori dengan sejarahnya.Bahaya kedua ini muncul ketika para ahli
ekonomi Islam menganggap pengalaman historik itu mengikat bagi kurun
waktu sekarang.Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan para ekonom Islam
untuk mengancang Al-Qur’an dan Sunnah itu secara langsung, yang pada
gilirannya menimbulkan teori ekonomi Islam yang hanya bersifat historik dan
tidak bersifat ideologik.Literatur Islam yang ada sekarang mengenai ekonomi
mempergunakan dua macam metode, yaitu metode deduksi dan metode
pemikiran retrospektif.Metode pertama dikembangkan oleh para ahli ekonomi

26
Islam dan fuqaha.Metode pertama diaplikasikan terhadap ekonomi Islam
modern untuk menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka
hukumnya dengan berkonsultasi dengan sumber-sumber Islam, yaitu Al-
Qur’an dan Sunnah. Metode kedua dipergunakan oleh banyak penulis muslim
kontemporer yang merasakan tekanan kemiskinan dan keterbelakangan di
dunia Islam dan berusaha mencari berbagai pemecahan terhadap persoalan-
persoalan ekonomi umat muslim dengan kembali kepada Al-Qur’an dan
Sunnah untuk mencari dukungan atas pemecahan-pemecahan tersebut dan
mengujinya dengan memperhatikan petunjuk Tuhan.
2.5Hukum Ekonomi Islam
1.Hakikat Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah pernyataan mengenai kecenderungan suatu
pernyataan hubungan sebab akibat antara dua kelompok fenomena. Semua
hukum ilmiah adalah hukum dalam arti yang sama. Tetapi, hukum-hukum ilmu
ekonomi tidak bisa setepat dan seakurat seperti dalam hukum ilmu-ilmu
pengetahuan alam (eksak). Hal ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut:
Pertama, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial, dengan demikian
harus mengendalikan banyak orang yang dikendalikan oleh banyak motif.
Kedua, data ekonomi tidak saja banyak jumlahnya, tetapi data itu sendiri bisa
berubah.Ketiga, banyak faktor yang tidak dapat diketahui dalam situasi
tertentu.
“Hukum-hukum ekonomi”, tulis Seligman dalam karyanya Principles
of Economics, “pada hakikatnya bersifat hipotetik”. Semua hukum ekonomi
memuat isi anak kalimat bersyarat sebagai berikut “hal-hal lain diasumsikan
sama keadaannya (ceteris paribus)”, yakni anggapan bahwa dari seperangkat
fakta-fakta tertentu, akan menyusul kesimpulan-kesimpulan tertentu jika tidak
terjadi perubahan pada faktor-faktor lain pada waktu yang bersamaan. Hal ini
berbeda dengan hukum pada ilmu eksak yang bisa dilakukan eksperimen tanpa

27
perlu membuat suatu asumsi.Ilmu ekonomi, tidak seperti cabang-cabang ilmu
pengetahuan sosial lainnya, mempunyai pengukur bersama dari motif-motif
manusia dalam bentuk uang.
2. Sumber Hukum Ekonomi Islam
Ada berbagai metode pengambilan hukum (istinbath) dalam Islam,
yang secara garis besar dibagi atas yang telah disepakati oleh seluruh ulama
dan yang masih menjadi perbedaan pendapat, dimana secara khusus hal ini
dapat dipelajari dalam disiplin ilmu ushl fiqh. Metode pengambilan hukum atas
suatu permasalahan dalam Islam ada bermacam-macam metode, namun dalam
buku ini hanya akan dijelaskan metode pengambilan hukum yang telah
disepakati oleh seluruh ulama, terdiri atas Al-qur’an, hadits & sunnah, ijma,
dan qiyas.
a. Al-Qur’an
Sumber hukum Islam yang abadi dan asli adalah kitab suci Al- Qur’an.
Al-Qur’an merupakan amanat sesungguhnya yang disampaikan Allah melalui
ucapan Nabi Muhammad saw untuk membimbing umat manusia.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menjadikan Al Qur’an
itu sebagai pedoman hidup kita agar tidak tersesat dari jalan yang
lurus.Pedoman hidup ini bukan saja hanya dalam ibadah ritual semata,
melainkan juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengamalkan
ilmu Allah itu, Allah akan mencurahkan rahmatnya kepada kaum tersebut. Dan
alangkah beruntungnya umat Islam yang menjalankan syariat Islam dengan
sungguh-sungguh dalam setiap aktivitas perekonomian akan mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sehingga dalam setiap penarikan dan pembuatan hukum ekonomi
haruslah mencari rujukan terlebih dahulu di dalam Al-Qur’an apakah hal
tersebut dilarang oleh syariah atau tidak. Apabila tidak ditemukan dalam Al-
Qur’an mengenai hukum ekonomi yang ingin kita tarik kesimpulan, maka kita

28
dapat mencarinya dalam sumber hukum Islam yang lain yaitu dalam Hadits dan
Sunnah. Fungsi dan peranan Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah adalah
sebagai mu’jizat bagi Rasulullah saw; pedoman hidup bagi setiap muslim;
sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang
sebelumnya; dan bernilai abadi serta universal yang dapat diaplikasikan oleh
seluruh umat manusia.
b. Hadits dan Sunnah
Dalam konteks hukum Islam, sunnah yang secara harfiah berarti “cara,
adat istiadat, kebiasaan hidup” mengacu pada perilaku Nabi Muhammad saw
yang dijadikan teladan. Sunnah sebagian besar didasarkan pada praktek
normatif masyarakat di jamannya. Pengertian sunnah mempunyai arti tradisi
yang hidup pada masing-masing generasi berikutnya. Suatu sunnah harus
dibedakan dari hadits yang biasanya merupakan cerita singkat, pada pokoknya
berisi informasi mengenai apa yang dikatakan, diperbuat, disetujui, dan tidak
disetujui oleh Nabi Muhammad saw, atau informasi mengenai sahabat-
sahabatnya. Hadits adalah sesuatu yang bersifat teoritik, sedangkan sunnah
adalah pemberitaan sesungguhnya.
Hadits dan sunnah ini hadir sebagai tuntunan pelengkap setelah Al
Qur’an yang menjadi pedoman hidup umat Muslim dalam setiap tingkah
lakunya. Dan menjadi sumber hukum dari setiap pengambilan keputusan dalam
ilmu ekonomi Islam.Hadits dapat menjadi pelengkap serta penjelas mengenai
hukum ekonomi yang masih bersifat umum maupun yang tidak terdapat di Al-
Qur’an. Hubungan sunnah dengan Al-Qur’an yaitu : (1) bayan tafsir, dimana
sunnah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak; (2)
bayan taqriri, yaitu sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat
pernyataan dalam ayat-ayat Al-Qur’an; (3) bayan taudih, sunnah menerangkan
maksud dan tujuan sesesuatu ayat dalam Al-Qur’an. Berdasarkan kualitas
sanad maupun matan hadits mempunyai tingkatan dari shahih, hasan dan

29
dhaif.Dan berdasarkan jumlah perawi hadits mempunyai tingkatan dari
mutawatir dan ahad.
c. Ijma
Ijma yang sebagai sumber hukum ketiga merupakan konsensus baik
dari masyarakat maupun dari cendekiawan agama. Perbedaan konseptual antara
sunnah dan ijma terletak pada kenyataan bahwa sunnah pada pokoknya terbatas
pada ajaran-ajaran Nabi dan diperluas pada sahabat karena mereka merupakan
sumber bagi penyampaiannya. Sedangkan ijma adalah suatu prinsip hukum
baru yang timbul sebagai akibat dari penalaran atas setiap perubahan yang
terjadi di masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi.
Ijma merupakan faktor yang paling ampuh dalam memecahkan
kepercayaan dan praktek rumit kaum Muslimin. Ijma ini memiliki kesahihan
dan daya fungsional yang tinggi setelah Al Qur’an dan Hadits serta sunnah.
Karena merupakan hasil konsensus bersama para ulama yang ahli di
bidangnya, sehingga ijma hanya dapat diakui sebagai suatu hukum apabila
telah disepakati oleh para ulama yang ahli.Akan tetapi ada beberapa pihak yang
seringkali meragukan hasil ijma ulama, dan lebih cenderung mempercayai hasil
pengambilan hukum oleh sendiri meskipun pengambilan hukum tersebut
seringkali salah.Hal inilah yang saat ini banyak terjadi, dimana perkembangan
pemikiran yang timbul banyak yang bertentangan dengan prinsip syariah.
d. Ijtihad dan Qiyas
Secara teknik, ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk
menentukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat.Pengaruh
hukumnya ialah bahwa pendapat yang diberikannya mungkin benar, walaupun
mungkin juga keliru. Maka ijtihad mempercayai sebagian pada proses
penafsiran dan penafsiran kembali, dan sebagian pada deduksi analogis dengan
penalaran. Di abad-abad dini Islam, Ra’y (pendapat pribadi) merupakan alat
pokok ijtihad.Tetapi ketika asas-asas hukum telah ditetapkan secara sistematik,

30
hal itu kemudian digantikan oleh qiyas.Terdapat bukti untuk menyatakan
bahwa kebanyakan para ahli hukum dan ahli teologi menganggap qiyas sah
menurut hukum tidak hanya aspekl intelektual, tetapi juga dalam aspek syariat.
Peranan qiyas adalah memperluas hukum ayat kepada permasalahan
yang tidak termasuk dalam bidang syarat-syaratnya, dengan alasan sebab
”efektif” yang biasa bagi kedua hal tersebut dan tidak dapat dipahami dari
pernyataan (mengenai hal yang asli). Menurut para ahli hukum, perluasan
undang-undang melalui analogi tidak membentuk ketentuan hukum yang baru,
melainkan hanya membantu untuk menemukan hukum.

31
BAB III
KESIMPULAN
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu prilaku individu
muslim dalam setiap aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan
tuntunan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid
syariah (agama, jiwa, akal, nasab, dan harta). Pola berpikir ekonomi
konvensional yang tanpa nilai telah menyebabkan ilmu ekonomi ini menjadi
suatu ilmu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan nafsu manusia semata
tanpa ada aturan yang jelas, serta melegalkan terjadinya eksploitasi dalam
kegiatan ekonomi yang terjadi. Kemudian tampillah beberapa mazhab ekonomi
konvensional baru untuk memasukkan aspek-aspek normatif, sosial, dan
institusional prilaku manusia dalam model-model ekonominya.Namun semua
ini mengalami masalah karena mereka sulit untuk menemukan standar nilai
yang dapat disepakati secara luas oleh seluruh kalangan.
Para ekonom muslim perlu mengembangkan suatu ilmu yang khas yang
berlandaskan atas nilai-nilai iman dan Islam yang sejati. Rancang bangun
ekonomi Islam terdiri atas dasar (yang terdiri atas: tauhid, adil, nubuwwah,
khilafah, dan ma’ad), tiang (terdiri atas multitype ownership, freedom to act,
dan social justice), dan terakhir adalah atapnya yaitu akhlak.

32
DAFTAR PUSTAKA

M. Nur Rianto Al Arif. Teori Mikro Ekonomi (Suatu Perbandingan Ekonomi


Islam dan Ekonomi Konvensional)
Mohamed Asalan Haneef. Contemporary Islamic Economic Thought : A
Selected Comperative Analysis
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi.
Murasa Sarkani Putra, Ruqyah Syar’iyyah: Teori, Model, dan Sistem Ekonomi,
Jakarta: al Ishlah Press & STEI, 2009
M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: Bangkit Daya Insana,
1995
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi,Cet. 18 (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002)
Boediono.Ekonomi Mikro Cet. 18 (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1996)
Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami. IIT-Indonesia, 2002
M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terjemahan Ikhwan
Abidin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

33

Anda mungkin juga menyukai