DOSEN PENGAJAR:
LUSIANA HANDAYANI, SE,CIFP, Ak, CA
DISUSUN OLEH:
Dari ayat tersebut jelas, bahwa undang-undang perekonomian kita telah telah dijelaskan oleh ayat
tersebut. Oleh karena itu, pemikiran atas dasar Al-Qur’an dan hadist Rasulullah sebagai undang-
undang tertinggi bagi kaum muslim. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam bab ini dibahas
topik-topik sebagai berikut: pembangunan ekonomi dalam perspektif islam; pendekatan umum dalam
pembangunan ekonomi; membangkitkan kembali pendekatan pembangunan secara islami; sistem
ekonomi islam; dan isu akuntansi dalam masyarakat islam.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah pembangunan ekonomi, namun
tetap menempatkan pembangunan umat manusia sebagai masalah yang lebih penting dan lebih
besar. Fungsi utama Islam adalah membimbing mantisia pada jalur yang benar dengan arah yang
tepat.
Menurut Chapra ada lima dasar filosofis yang melandasi berlangsungnya pembangunan
kehidupan umat, yaitu:
1. Tauhid, yang meletakkan dasar-dasar hubungan antara Allah-manusia dan manusia
dengan sesamanya.
2. Rububiyyah, yang menyatakan dasar-dasar hukum Allah untuk selanjutnya mengatur
model pembangunan yang bernafaskan Islam
3. Khilafah, yang menjelaskan status clan peran manusia sebagai wakil Allah di muka
bumi. Pertanggungjawaban ini menyangkut manusia sebagai muslim maupun sebagai
anggota dari umat manusia.
4. Tazkiyah, misi utama utusan Allah adalah menyucikan manusia dalam hubungannya
dengan Allah, sesamanya, alam lingkungan, masyarakat dan Negara.
5. Falah, yaitu sukses di dunia maupun di akhirat. (Hasil dari Tazkiyah)
lslam menganjurkan sifat syukur dan keadilan, serta mengutuk sifat kufur dan dhalim.
Hasil dari pembangunan ekonomi biasanya diwujudkan dalam bentuk produk yang seharusnya
dimiliki oleh warga negara dan terdistribusikan secara adil. Sehingga ada dua konsep utama
dalam kerangka sistem ekonomi Islam, yaitu kerangka kepemilikan dan keadilan. Berkaitan
dengan persoalan kepemilikan Saefuddin berpendapat bahwa:
Disamping persoalan kepemilikan dan keadilan, dasar untuk membentuk etika ekonomi
Islam, menurut Chapra adalah keadilan dan keamanan. Kedua hal tersebut sangat diperlukan
dalam rangka terciptanya kehidupan manusia yang bertaqwa dan saleh. Pilihan ekonomi dan etik
ini amat panting, yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan tentang harga, pengalokasian
sumber daya, atau membagi keuntungan, semuanya harus dikaji dari aspek ekonomi maupun
etik. Keadilan merupakan konsep yang sangat komprehensif yaitu konsep yang menyangkut
semua segi kehidupan ummat manusia. Melalui keadilan akan membuahkan keseimbangan,
kesesuaian dan keselarasan dengan keadilan hukum. Dengan demikian, setiap bentuk yang
berlawanan dengan sifat adil dipandang sebagai penindasan (zulm).
Dari uraian diatas, ide keadilan ekonomi Islam didasarkan pada dua unsur:
1. Bentuk keseimbangan clan proporsi yang harus dipertahankan di antara masyarakat
dengan mengindahkan halohak mereka.
2. Bagian yang menjadi hak setiap orang dengan penuh kesadaran harus diberikan
kepadanya, apa yang dituntut dalam hal ini adalah keseimbangan dan proporsi yang tepat
bukannya persamaan.
Walaupun kita telah memiliki resep khusus dalam pembangunan ekonomi yaitu penafsiran
dan pengembangan ekonomi Islam ternyata lebih kaya dan lebih relevan, tetapi harus diingat,
paradoks dunia Islam dewasa ini adalah dunia yang kaya di bidang sumber daya, tetapi secara
ekonomis miskin dan lemah. Pembangunan ekonomi sudah mulai dilakukan di beberapa negara
Islam dan sudah mencapai tingkat yang cukup maju, seperti Negeria, Mesir, Syiria, Aljazair,
Iran, Pakistan, Malaysia dan Indonesia.
Sumber daya apa pun yang hendak dijadikan sumber inspirasi Ekonomi Kapitalis Barat
atau Ekonomi Sosialis Sovyet tidak akan berarti apa pun bagi pengembangan nilai-nilai Islam
dan strategi pembangunan berdasarkan prinsip Islam. Salah satu versi pembangunan ekonomi itu
telah diterjemahkan menjadi gagasan kebijakan negara, yaitu industrialisasi. Industri dipandang
sebagai sektor yang sangat penting dan investasi yang paling menguntungkan sekaligus
dipercaya sebagai jalan utama menuju ”impian pembangunan” (development dream) yang
menyenangkan.
Masalah pembangunan ini akan berakar dari sumber budaya tiap-tiap masyarakat. Dengan
demikian tidak dapat dipisahkan kebijakan sosial-ekonomi dari konteks sosio-kultural yang
diterapkan dan dari situlah semuanya itu akan dihasilkan. Dominasi Barat menciptakan
kesenjangan antara aksi manusia dengan jiwa Islami bagi negara-negara Islam. Ada upaya yang
dilakukan secara terus-menerus untuk mempersempit kesenjangan dalam seluruh aspek
kehidupan. Sebagai contoh, dominasi Barat dalam bidang ekonomi, di mana Barat
mengedepankan aspek bunga dalam perilaku ekonominya, maka dalam Islam akan dicoba untuk
mengubah pola tersebut dengan sistem yang lebih sesuai dan menguntungkan bagi masyarakat
Muslim. Dengan demikian perlu Islamisasi sistem keuangan (ekonomi) dan sistem makro-
ekonomi. Dengan demikian, pendirian sistem keuangan Islami merupakan salah satu usaha awal
untuk merubah dan memperbaiki semua lembaga ekonomi yang sesuai dengan prinsip ekonomi
Islam.
Sebagai sebuah sub-sistem, sistem ekonomi Islam tegak dan ditegakkan dengan tertumpu
pada pilar-pilar atau landasan yang kokoh. Menurut Dumairy pilar-pilar atau landasan itu adalah:
1. Nilai Dasar
2. Nilai Instrumental
3. Nilai Filosofis
4. Nilai Normatif
5. Nilai Praktis
Kajian Ekonomi Islam adalah kajian yang memfokuskan pada pembicaraan tentang
ekonomi yang berlandaskan pada syari’ah Islam sehingga ada yang menyebutnya sebagai
ekonomi syari’ah (syari’ah islam). Intinya perlu mengetahui pendekatan sistem dan mampu
menerapkannya dalam mengenali hal, dengan catatan kata hal digunakan untuk menyatakan apa
saja yang dijumpai dalam kehidupan, termasuk untuk menyatakan kehidupan ekonomi. Dengan
demikian, bangun ekonomi Islam/Syari’ah (yang di dalamnya di antaranya mencakup ilmu
manajemen atau akuntansi) akan menjadi sebuah sistem ekonomi yang kokoh apabila dari
seluruh aspek bangun sistem tersebut dapat dikenali berdasarkan sistem-Nya atau pendekatan
sistem. Aspek-aspek tersebut meliputi ilmu, teori, model, kebijakan serta praktik ekonomi.
Dengan demikian, secara parsial menurut Dumairy dapat dirumuskan:
“Ilmu ekonomi yang Islami ialah ilmu ekonomi yang bernafaskan Islam, diciptakan
dengan sendi dan landasan ajaran Islam; teori dan model ekonomi yang Islami ialah teori
dan model ekonomi yang bernafaskan Islam, disusun dan dibentuk dengan bersendikan
dan berlandaskan ajaran Islam; kebijakan ekonomi yang Islami ialah kebijakan ekonomi
yang bernafaskan Islam, dirancang dan dilaksanakan dengan bersendikan dan
berlandaskan ajaran Islam, yaitu suatu kehidupan yang perekonomiannya dijalankan
berdasarkan ilmu, teori serta kebijakan yang bernafaskan Islami.”
Perekonomian adalah sebuah sistem. Unsur-unsurnya meliputi ilmunya itu sendiri, teori-
torinya, model-modelnya, kebijakan-kebijakannya dan praktiknya dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Artinya, mencoba menjalankan sebuah sistem tanpa mengikutsertakan seluruh unsur
yang membentuk dan menjadi perangkat sistem tersebut. Demikian pula, berusaha
mempraktikkan kehidupan ekonomi secara Islam dengan hanya mengandalkan kebijakan
ekonomi yang Islami, tanpa keIslaman unsur-unsur lain yang ada dalam sistem ekonomi tersebut.
Ekonomi Islami murni bersumber dan digali dari ajaran Islam, dengan Al-Qur’an dan Hadis
sebagai rujukan utama serta Ijtihad sebagai rujukan tambahan.
a) Perkembangan Pemikiran Ekonomi
Pada abad ke-7 sampai abad ke-14, merupakan abad keemasan umat Islam. Pada
masa itu, ekonomi dan agama menyatu, tidak terpisah. Sampai akhir tahun 1700-an di Barat
pun demikian, ekonomi terkait dengan agama. Sejak terus berjalannya sejarah sampai
keadaan di mana pemikiran dan kajian ekonomi yang menetang agama mulai mendingin.
Para ekonom kontemporer mulai mencari lagi sesuatu yang hilang itu, sampai mereka
menyadari kembali betapa pentingnya kajian ekonomi yang berkarakter religious, bermoral
dan humanis. Ekonom Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian Drama, menyusun kembali
ilmu ekonomi yang berkaitan dengan nilai kemanusiaan, baik perorangan, masyarakat
maupun bangsa. Muncul pula wajah kajian ekonomi baru dengan pendekatan humanistic
dari Eugene Lovell dalam bukunya yang terkenal Humanomics dan Schumacher dalam
bukunya Small is Beautiful, Economics as if people matered. Para ekonom ini, menurut
Saefuddin telah menyadari sepenuhnya bahwa:
“meniadakan hubungan kajian ekonomi dengan nilai-nilai moral humanis adalah
suatu kekeliruan besar dan tidak bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan
manusia dan alam semesta. Kesadaran ini tumbuh setelah semua bangsa menyaksikan
sendiri hasil dari model pembangunan sosio-ekonomi yang berasaskan model liberal-
kapitalistik dari teori pertumbuhan neo-klasikal, maupun model Marxist dan neo
Marxist yang keduanya ini mengutamakan kehidupan materialistic hedonism. Hasil
model ini misalnya: kemiskinan ditengah kemakmuran, konsumerisme, budaya
permissive dan rupa-rupa bentuk pop-hedonisme, gaya hidup yang sekuler dan
sinkretis dan lainnya yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan serta nilai agama.
Kajian ilmu ekonomi pada abad dewasa ini mengarah kepada pemikiran ekonomi
humanis. Yakni ilmu ekonomi yang lebih terandalkan dalam menjaga keselamatan seluruh
manusia dan alam semesta. Ekonomi yang memiliki nilai-nilai kebenaran (logica), kebaikan
(ethica) dan keindahan (aesthetica). Ekonomi yang dapat membebaskan diri dari
penindasan, penekanan, kemiskinan, kemelaratan dan segala bentuk keterbelakangan serta
dapat meluruskan aksi ekonomi dari karakter yang tidak manusiawi adalah ekonomi yang
diciptakan untuk melahirkan keadilan dan melenyapkan ketimpangan.
Islam adalah agama wahyu yang dirisalahkan sejak manusia pertama yakni Nabi
Adam AS, dan dilanjutkan, disempurnakan melalui nabi-nabi Allah sampai kepada Nabi
terakhir Muhammad SAW. Yang menjadi sumber dan pedoman tingkah laku manusia. Oleh
karena tingkah laku ekonomi itu bagian dari tingkah laku manusia, maka ilmu dan aktivitas
ekonomi harus berada dalam naungan Islam. Oleh karena itu, ilmu ekonomi tidak dapat
dipisahkan dari suprasistemnya yaitu Islam, yang dapat digali dari Al-Qur’an dan Hadis
Nabi Muhammad SAW.
Kajian tingkah laku ekonomi manusia merupakan ibadah kepada Allah. Kekayaan
ekonomi adalah suatu memenuhi hajat dan kepuasan hidup dalam rangka meningkatkan
kemampuannya agar dapat mengabdi lebih baik kepada Allah. Iman dan takwa kepada Allah
memberi corak dunia ekonomi pada segala aspeknya. Corak ini menampilkan arah dan
model pembangunan yang menyatu antara pembangunan ekonomi dan pembangunan agama
sebagai sumber nilai. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan ekonomi produksi, distribusi dan
konsumsi harus menggunakan pertimbangan nilai agama dan bukan oleh determinisme
mekanistik ekonomi lainnya seperti pada kapitalisme dan marxisme.
Konsep ekonomi Islam mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman
pertarungan, perpecahan akibat persaingan, kegelisahan akibat kerakusan, dan ancaman-
ancaman keselamatan, keamanan serta ketentraman hidup manusia kepada kehidupan yang
damai dan sejahtera.
Menghadapi berbagai sistem ekonomi di dunia ini kita hendaknya kembali kepada
konsep segitiga (triangle) filsafat Tuhan-manusia-alam yang saling mengutamakan
eksistensinya masing-masing di mana Tuhan terletak disudut puncak. Pemahaman yang
keliru terhadap filsafat sistem ini, menurut Saefudin, akan berakibat adanya
penjungkirbalikan konsep segitiga (triangle). Jika sudah terjadi demikian, maka akhirnya
akan terjadi eksploitasi nilai-nilai dasar maupun instrumental, selanjutnya membawa
manusia kepada pendewaan dirinya sendiri (anthroposentris) dan memasuki wilayah
ekonomi sekuler, dengan menggeser eksistensi Tuhan (teasentris) seperti pada ekonomi
liberal kapitalis, atau dengan menghilangkan eksistensi Tuhan seperti pada ekonomi Marxis-
Sosialis. Kenyataan menunjukkan bahwa-kedua filsafat ekonomi Kapitalis dan Marxis ini
telah membawa manusia bertindak memperbudak manusia lain, kekayaan alam dan bahkan
Tuhan juga dieksploitir untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan dirinya sendiri.
Tiga asas pokok filsafat ekonomi Islam selanjutnya menjadi orientasi dasar ilmu
ekonomi Islam. Ketiga asas pokok tersebut adalah:
1) Dunia dengan segala isinya adalah milik Allah dan berjalan menurut kehendak-Nya.
2) Allah adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk kepada-Nya.
3) Iman kepada hari Kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia menurut
horizon waktu.
Makna dari tiga asas pokok filsafat ekonomi Islam yang merupakan orientasi dasar ilmu
ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dunia ini, semua harta dan sumber-sumber kekayaan adalah milik Allah dan
dimanfaatkan sesuai dengan aturan-Nya. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan
segala yang di bumi, semua yag ada di antara keduanya dan apa yang di bawah tanah.
Implikasi dari status kepemilikan menurut Islam adalah hak manusia atas barang atau
jasa itu terbatas. Hal ini jelas berbeda dengan kepemilikan mutlak oleh individu pada
sistem Kapitalisme dan oleh kaum proletar pada sistem Marxisme. Doktrin yang
menyatakan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu dan kehidupan di alam
semesta merupakan landasan nilai sistem ekonomi Islam.
b. Allah itu Esa, pencipta segala makhluk dan semua yang diciptakan-Nya tunduk kepada-
Nya. Salah satu hasil ciptaan-Nya ialah manusia yang berasal dari substansi yang sama,
dan memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Alam ini, semua flora dan fauna ditundukkan oleh Allah bagi umat manusia sebagai
sumber manfaat ekonomis dan bahan pemenuhan kebutuhan umat manusia. Semua
manusia adalah sama dan tidak terbentuk atas kelas-kelas, sedangkan perbedaannya
ialah keterandalannya dalam taqwa dalam perbuatan amal sholehnya.
"Orang Islam adalah saudara arang Islam lainnya. Tak patut la menganiaya dan
menghinanya. Barang siapa menolong kebutuhan saudaranya, Allah senantiasa
kebutuhannya. Dan barang siapa membukakan suatu kesusahan dari seorang
muslim, Allah akan membukakan daripadanya satu dari kesusahan-kesusahan kelak
dihari kiamat". ”Dan barang siapa memudahkan atas orang yang susah, Allah akan
memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya,
selagi hamba itu mau menolong saudaranya”.
c. Iman kepada hari Pengadilan (Kiamat) sebagai asas ketiga sangat panting dalam filsafat
ekonomi Islam, karena akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusm menurut
horizon waktu. Seorang muslim yang melakukan aksi ekonomi tertentu akan
mempertimbangkan akibatnya pada hari kemudian. Contoh khalifah Abubakar r.a
menyerahkan semua harta kekayaannya untuk persiapan perang Tabuk di Madinah dan
ketika ditanya Nabi Muhammad SAW, ”Lalu apa yang kamu tinggalkan untuk
kehidupan keluargamu di rumah”: la menjawab: ”saya tingggalkan untuk mereka Allah
dan rasul-Nya”. Pilihan ini diambil oleh Abubakar r.a karena ia mengharap ridha Allah
tentang imbalan korban yang lebih baik di kemudian hari".
Ketiga asas filsafat ekonomi Islam seperti diuraikan di atas sebenamya berpangkal dari asas
tauhid, yang jelas sangat berbeda jauh dengan asas filsafat ekonomi lainnya. Dengan
demikian dapat disimpulkan, bahwa bila filsafat sudah berlainan maka nilai-nilai dasar dan
instrumental dari ekonomi akan menunjukkan perbedaan-perbedaan yang nyata pula.
Instrumentasi filsafat ekonomi Islam kedalam nilai-nilai sistem serta fungsionalisasinya
merupakan harapan baru bagi seluruh manusia yang sedang berada di tengah-tengah krisis
sistem kontemporer yang hampa nilai dan bebas nilai.
Semua komponen nilai jaminan sosial di atas, adalah bagian Allah sesuai dengan
faktor-faktor produksi yang dikaruniakan kepada individu dan bangsa. Nilai jaminan
sosial akan mendekatkan manusia kepada Allah dan karunia-Nya, membuat mereka
bersih dan berkembang, menghilangkan sifat tamak, sifat mementingkan diri sendiri, dan
hambatan-hambatan terhadap stabilitas dan pertumbuhan sosial ekonomi.
4) Peran Negara
Negara berperan sebagai pemilik manfaat sumber-sumber, produsen, distributor dan
sekaligus sebagai lembaga pengawas kehidupan ekonomi. Dalam negara Islam fungsi
pengawasan dilakukan melalui lembaga Hisbah (pengawasan). Hisbah adalah institusi
negara yang pernah ada pada zaman Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga pengawas
pasar atau kegiatan ekonomi yang menjamin tidak adanya perkosaan atau pelanggaran
aturan moral dalam pasar (monopoli), perkosaan terhadap hak konsumen, keamanan dan
kesehatan kehidupan ekonomi. Apabila campur tangan Negara dalam pengawasan moral
ekonomi pasar pada masyarakat makin kuat, maka makin berkurang campur tangan
langsung dari Negara terhadap kegiatan ekonomi. Peran negara diperlukan dalam
instrumentasi dan fungsionalisasi nilai-nilai ekonomi Islam dalam aspek legal,
perencanaan dan pengawasannya dalam pengalokasian distribusi sumber-sumber maupun
dana, pemerataan pendapatan kekayaan serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Semua
campur tangan Negara harus mengahasilkan individu dan masyarakat yang saleh, saling
mengasih sayangi dan bekerjasama dalam kebaikan serta taqwa kepada Allah SWT.
Dalam kaitan dengan peranan Negara, Qardhawi menyatakan bahwa:
Tugas negara (Islam) adalah mengubah pemikiran menjadi amal perbuatan, mengubah
nilai menjadi hukum undang-undang, memindahkan moralitas kepada praktik-praktik
konkrit, dan mendirikan berbagai lembaga dan instansi yang dapat melaksanakan tugas
penjagaan dan pengembangan semua hal tersebut. Juga monitoring pelaksanaan setelah
itu; sejauh manakah pelaksanaan dan ketidakdisiplinan terhadap kewajiban yang
diminta dan menghukum orang yang melanggar atau melalaikan pelecehan.
Dengan kata lain, tugas Negara ialah berupaya untuk menegakkan kewajiban dan
keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan khususnya dosa-dosa besar,
seperti: riba, perampasan hak, pencurian, kezhaliman kaum kuat terhadap kaum lemah.
F. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan melihat pada pemikiran,
filsafat, nilai instrumental, dan sistematika nilai tersebut, maka langkah selanjutnya
adalah memfungsionalisasikan seluruh perangkat sistem ekonomi Islam. Firman Allah
SWT artinya: ”Barang siapa tidak menjalankan hukum dengan apa yang diturunkan oleh
Allah (ajaran kebenaran), maka mereka itu adalah orang-orang jahat” (QS. 5:45). Konsep
ekonomi Islam dapat dilaksanakan lengkap untuk mencapai tujuan sistem. Untuk itu
memerlukan hubungan faktor penunjang yang harmonis dalam masyarakat karena
berkaitan dengan aspek sosial makro dari negara. Ekonomi Islam bekerja menurut
aksioma dasar dan instrumental dalam mengelola kegiatan ekonomi berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadis. Ekonomi Islam bersifat dinamik menurut dimensi ruang dan waktu
karena Islam adalah rahmatan lil 'alamin.
DAFTAR PUSTAKA