FIKIH
Disusun Oleh:
Dosen Penguji :
TAHUN 2021
A. Pengertian Hukum Islam
Arti hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu hukum dan
Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hukum diartikan
sebagai: (1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat; (2)
undang-undang, peraturan, norma, dsb. untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenal peristiwa tertentu;
(4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengadilan)
atau vonis.1 Pertama, kata hukum secara etimologi berasal dari kata bahasa
Arab, yaitu hakama-yahkumu yang kemudian bentuk mashdar-nya
menjadi hukman. Lafadz al-hukmu adalah bentuk tunggal dari bentuk
jamak al-ahkâm. Berdasarkan akar kata hakama tersebut kemudian
muncul kata al-hikmah yang memiliki arti kebijaksanaan. Hal ini
dimaksudkan bahwa orang yang memahami hukum kemudian
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari maka dianggap sebagai
orang yang bijaksana.2
Pengertian hukum menurut para ahli dapat dijabarkan sebagai
berikut ini:
1. Al-Fayumi dalam buku Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar
Hukum Islam di Indonesia ia menyebutkan bahwa hukum bermakna
memutuskan, menetapkan, dan menyelesaikan setiap permasalahan.
2. Muhammad Daud Ali menyebutkan bahwa kata hukum bermakna
norma, kaidah, ukuran, tolok ukur, pedoman, yang digunakan untuk
menilai dan melihat tingkah laku manusia dengan lingkungan
sekitarnya.
3. Dalam kamus Oxford sebagaimana dikutip oleh Muhammad
Muslehuddin, hukum diartikan sebagai suatu “Sekumpulan aturan,
baik yang berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui oleh
masyarakat dan bangsa tertentu dan mengikat bagi anggotanya.3
1
Marzuki, Pengantar Studi Hukum Islam, (Yogyakarta: Penerbit Ombak (Anggota
IKAPI), 2017), h. 11.
2
Rohidin, “Pengantar Hukum Islam : Dari Semenanjung Arabia Hingga Indonesia,”
Journal of Chemical Information and Modeling, Vol. 53, No. 9 (2016), h.2.
3
Ibid., h. 2.
Kedua Islam, Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata
salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif atau kata
benda) dari kata aslama. Secara etimologi (bahasa) bila dikaitkan dengan
asal katanya, Islam memiliki beberapa pengertian, di antaranya: (1)
Berasal dari ‘salm’ yang berarti damai, (2) Berasal dari kata ‘aslama’ yang
berarti yang berarti menyerah. (3) Berasal dari kata istaslama–mustaslimun
penyerahan total kepada Allah. (4) Berasal dari kata ‘saliim’ yang berarti
bersih dan suci. (5) Berasal dari ‘salam’ yang berarti selamat dan
sejahtera.4
Dari pembahasan di atas, baik penjelasan tentang istilah hukum
maupun istilah Islam, Ulama Ushul Fiqh berpendapat bahwa hukum islam
merupakan tata cara hidup mengenai doktrin syariat dengan perbuatan
yang diperintahkan maupun yang dilarang. Pendapat tersebut jauh berbeda
dengan apa yang disampaikan oleh ulama fiqih, yang mengatakan bahwa
hukum Islam merupakan segala perbuatan yang harus dikerjakan oleh
umat manusia menurut syariat Islam.5 Hukum Islam dijadikan sebagai
suatu aturan yang dinuat oleh Allah SWT untuk umat-Nya yang dibawa
oleh seorang Nabi SAW, baik hukum yang berhubungan dengan
kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan
amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim.6
20
Muhammad Kholidul Adib, “Rekonstruksi Syariat: Pemikiran Muhammad Said Al-
Asymawi,” Jurnal at-Taqaddun Vol. 3, No. 2 (2011), h. 164.
mengenai hubungan antara fiqh, hukum Islam, dan Syariah secara
berurutan.
Secara harfiah, syariah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni
jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap Muslim. Syariat merupakan
jalan hidup Muslim. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan
ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan,
meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Dilihat dari segi
ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan
Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang
berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah
maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma
hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi
Muhammad sebagai Rasul- Nya. Karena itu, syariat terdapat di dalam
Alquran dan di dalam kitab- kitab Hadis.21
Kemudian pengertian syariah sering disamakan dengan fiqh. Fiqh
sendiri secara istilah adalah pemahaman mendalam para ulama
tentang hukum syara’ yang bersifat amaliah atau praktis yang digali
dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqh diartikan pula sebagai ilmu yang
mengkaji syariat. Penggunaan istilah fiqh awalnya mencakup hukum-
hukum agama secara keseluruhan, yakni yang berhubungan dengan
akidah dan hukum-hukum amaliah. Fiqh dalam pengertian
menggambarkan tabiat yang hakiki dalam pemikiran Islam, karena
fiqh dalam berbagai bidang kehidupan tergantung kepada dan
berdasarkan atas Al-Qur’an dan As-Sunnah.22
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pnyebutan
“hukum Islam” merupakan terjemahan dari istilah syariat Islam dan
fiqh. Jika hukum Islam diartkan sebagai syariat Islam maka itu berarti
syariat Islam dalam artian hukum yang berkaitan dengan perbuatan
21
Mohammad Daud Ali, HUKUM ISLAM : Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum
Islam Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 56.
22
Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), h. 68.
saja. Namun meskipun demikian, hukum Islam yang berarti syariat
Islam ini bersifat qath’i (pasti), mutlak benar karena buatan Allah dan
berlaku untuk setiap waktu dan tempat. Dan jika dimaksud dengan
hukum Islam itu adalah fiqh Islam, maka hukum Islam tersebut
termasuk bidang bahasan ijtihad para ulama dengan menggunakan
pikiran mereka sehingga bersifat dhonni (dugaan kuat) dan ada
kemungkinan benar dan salah.23
2. Perbedaan
Dengan melihat pengertian hukum Islam, syariah, dan juga fiqih
yang telah dijelaskan di atas, bisa kita simpulkan bahwa ketiganya
memilik perbedaan. Sisi-sisi perbedaan tersebut bisa kita himpun
dalam beberapa poin berikut :
Dalam bukunya Dr. Muhammad Muslehuddin (1991: 48),
Jackson telah mengungkapkan : hukum Islam menemukan sumber
utamanya pada kehendak Allah sebagaimana diwahyukan kepada
Nabi Muhammad. Ia menciptakan sebuah masyarakat mukmin,
walaupun mereka mungkin terdiri atas berbagai suku dan berada di
wilayah-wilayah yang amat jauh terpisah. Pertama, hukum Islam itu
bersifat sempurna dan universal. Kedua, hukum Islam bersifat
universal yang mencakup seluruh manusia ini tanpa ada batasnya.
Tidak dibatasi pada negara tertentu, benua, daratan, atau lautan.
Seperti halnya pada ajaran-ajaran nabi sebelumnya. Ketiga, hukum
Islam bersifat dinamis yang berarti mampu menghadapi
perkembangan sesuai dengan tuntutan waktu dan tempat. Keempat,
hukum Islam memiliki sifat yang sistematis, artinya bahwa hukum
Islam itu mencerminkan sejumlah ajaran yang sangat bertalian.24
Sedangkan Syariah, seperti telah disinggung dalam uraian
terdahulu terdapat di dalam al-Qur’an dan Hadis. Kalau kita berbicara
tentang syariah, yang dimaksud adalah wahyu Allah dan sunnahh
23
Muhammad Ichsan, Pengantar Hukum Islam (Yogyakarta: Laboratorium UMY, 2015),
h.7.
24
Darmawati, Filsafat Hukum Islam (Makassar: FUF UIN Alauddin, 2019), h. 93.
Nabi Muhammad sebagi Rasul-Nya. Syariah bersifat fundamental dan
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas karena ke dalamnya, oleh
banyak ahli, dimasukkan juga akidah dan akhlak. Syariat hanya satu,
sedangkam fikih mungkin lebih dari satu seperti (misalnya) terlihat
pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazahib atau
mazhab-mazhab itu.25
Kemudian perbedaan fiqh dengan hukum Islam dan syariah
adalah apabila kita berbicara tetang fikih, yang dimaksud adalah
pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariah dan hasil
pemahaman itu. fikih sendiri bersifat instrumental, dimana ruang
lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia,
yang biasanya disebut sebagai perbuatan hukum. fikih adalah suatu
karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke
masa.26
Perbedaan yang sangat terlihat antara hukum Islam, syariah, dan
fiqh adalah dari sumber ajaran, dimana hukum Islam dan syariah
bersumber dari Al Qur’an dan juga As Sunnah yang secara ilmiah
benar-benar terbukti bersumber dari Nabi SAW. Keduanya adalah
wahyu. Sedangkan fiqih mengandung kemungkinan benar dan salah.
Karena ia adalah pemahaman manusia terhadap syariah itu. Fiqih
adalah pemahaman akal manusia terhadap Al Qur’an dan As Sunnah
itu.
E. Sumber-Sumber Hukum Islam
Definisi sumber menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah
asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah asal tempat pengambilan hukum
Islam. Dalam kepustakaan hukum Islam, sumber hukum Islam sering
diartikan dengan dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar
hukum Islam.Al-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak
menyebutkan kata hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di
25
Nurhayati, “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum Dan Ushul Fikih.", h. 9.
26
Ibid., h. 9
dalam al-Quran adalah kata syarî’ah, fiqh, hukum Allah, dan yang seakar
dengannya.27
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, di antara dalil-dalil yang
disepakati oleh jumhur ulama sebagai sumber-sumber hukum Islam adalah
sebagai berikut:
1. Al-Quran
Menurut sebagian besar ulama, kata alquran dalam prespektif
etimologis merupakan bentuk mashdar dari kata qara’a, yang bias
dimasukan pada wazan fu’lan, yang berarti bacaan atau apa yang
tertulis padanya. Adapun kedudukan al-quran sebagai sumber hukum
adalah:28
a. Mukjizat dan Bukti Kebenaran
Al-Qur’an berfungsi sebagai hakim atau wasiat yang mengatur
jalanya kehidupan manusia agar berjalan lurus. Al-Quran berbeda
dengan kitab-kitab samawi lainnya. Al-Quran dijadikan sebagai
mukjizat dan bukti kenabian yang paling agung bagi Muhammad
saw. Allah menghendaki mukjizat bagi para nabi sebelum
Muhammad SAW. berupa benda-benda konkret. Misalnya,
tongkat yang bisa berubah menjadi ular seperti Nabi Musa; dapat
menyembuhkan penyakit dan menghidupkan orang mati dengan
izin Allah mukjizat Nabi Isa; dan sebagainya. Risalah dan
mukjizat ini bersifat temporer yang kemudian dihapus oleh risalah
atau syariat selanjutnya
a. Kekal dan Tetap Terpelihara
Al-Quran mempunyai sifat yang kekal. Al-Quran tidak
diperuntukkan untuk satu generasi dalam satu masa saja yang
kemudian akan segera diganti dengan kitab baru setelahnya. Al-
27
Rohidin, “PENGANTAR HUKUM ISLAM : Dari Semenanjung Arabia Hingga
Indonesia.", h. 91.
28
Moh Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh (Lampung: Aura CV. Anugrah Utama Raharja, 2019),
h. 28.
Quran akan terus memancarkan cahaya selama terdapat
kehidupan.
2. Al-Hadist/As-Sunah
Pengertian sunah secara etimologis adalah jalan yang biasa dilalui
atau suatu cara yang selalu di lakukan, tanpa mempermasalahkan jalan
atau cara itu baik atau buruk. Sunah atau al-hadist adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. Baik berupa qaul
(ucapan) fi’il (perbuatan) maupun taqrir (persetujuan) Nabi SAW.
Berdasarkan tiga ruang lingkup sunah yang disandarkan kepada
rasululloh Saw. Sunah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:29
a. Sunah qauliyah ialah sabda nabi yang disampaikan dalam
beraneka tujuan dan kejadian.
b. Sunah fi’iliyah ialah segala tindakan rasullullah Saw sebagai
contoh tindakan beliau melakukan sholat 5 waktu sehari semalam
dengan menyempurnakan cara-cara, syata-syarat dan rukun-
rukunya, menjalankan ibadah haju dan lain sebagainya.
c. Sunah taqriyyah ialah perkataan atau perbuatan sebagaian
sahabat, baik dihadapanya maupun tidak dihadapanya, yang tidak
diingkarai rasulullah Saw.
Ditinjau dari segi kualitas dan mutunya, sunah atau hadits ini
terbagi menjadi menjadi empat macam, yaitu:30
a. Sunah/Hadîts Shahîh yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
orang-orang adil (baik), kuat hafalannya, sempurna ketelitiannya,
sanadnya bersambung kepada Rasul, tidak cacat, dan tidak
bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat.
b. Sunah/Hadîts Hasan yaitu sunah/hadits yang diriwayatkan oleh
orang adil (baik), sanadnya bersambung kepada Rasulullah, tidak
cacat, dan tidak bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang
29
Ibid., h. 35.
30
Ibid., h. 36.
lebih kuat, tapi kekuatan hafalan atau ketelitian rawinya kurang
baik.
c. Sunah/Hadîts Dha’îf yaitu sunah/hadits lemah karena rawinya
tidak adil, terputus sanad, cacat, bertentangan dengan dalil atau
periwayatan yang lebih kuat, atau ada cacat lain. Lebih dari 20
macam hadits dikategorikan dha’îf
d. Sunah/Hadîts Maudlû yaitu hadits yang dibuat oleh seseorang
(karangan sendiri) kemudian dikatakan sebagai perkataan atau
perbuatan Rasulullah saw.
Adapun kedudukan Sunah sebagai sumber hukum islam adalah
sebagai :31
a. Sunah sebagai bayan (penjelas) takhshish (pengkhusus) dan
taqyid (pengikat) terhadap ayat-ayat yang masih mujmal (global
atau umum) misal ayat-ayat alquran yang belum jelas tatacara
pelaksanaanya, kapan, dan bagaimana, dijelaskan dan dijabarkan
dalam sunah.
b. Sunah menambahkan hukum yang telah ada dasar-dasarnya
secara garis besar dalam al-quran artinya alquran sebagai hukum
tetap dan sunah sebagai penguat dan pendukungnya missal
perintah mendirikan shalat, zakat.
c. Sunah menetapkan hukum yang tidak terdapat nashnya dalam al-
quran.
3. Ijtihad
Secara bahasa ijtihad berarti bersungguh-sungguh,rajin, giat,
berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu. Sedangkan
menurut bahasa ijtihad adalah mencurahkan tenaga (memeras fikiran)
untuk menemukan hukum agama (syara) melalui salah satu dalil syara
dan dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan yang
matang. Imam Suyuti berpendapat bahwa ijtihad adalah usaha
seoarang faqih (Seorang ahli fiqih) untuk menghasilkan hukum yang
31
Ibid., h. 37.
yang bersifat zhanni (intrepreatif). Dengan demikian tidak semua
orang dapat melakukan ijtihad. Orang yang melakukan ijtihad disebut
sebagai mujtahid.32
Abdul Wahhab Khallaf mengemukakan bahwa metode atau cara-
cara ijtihad adalah sebagai berikut :
a. Ijma’
Ijma’ menurut bahasa ialah “sepakat atas sesuatu”. Sedangkan
menurut istilah ahli Ushul Fiqih adalah tolak pangkal
perumusannya didasarkan kepada dalil-dalil yang terdapat dalam
al-Quran dan Sunnah (hadits sahih). Terdapat rukun yang harus
dipenuhi untuk mencapai sebuah ketetapan atau kesepakatan
hukum (ijmak), di antaranya:33
1) Adanya beberapa pendapat yang menjadi satu pada satu masa
tertentu.
2) Adanya kesepakatan pendapat semua mujtahid dari kaum
muslimin atas suatu hukum syara’ mengenai suatu peristiwa
hukum pada waktu terjadinya, tanpa memandang tempat,
kebangsaan, dan kelompok mereka.
3) Kesepakatan pendapat itu nyata, baik berupa perbuatan
mapun perkataan.
4) Kesepakatan pendapat dari seluruh mujtahid itu benar-benar
terealisir, jika hanya sebagian mujtahid, maka tidak akan
terdapat ijma.
Adapun kedudukan ijma sebagai sumber hukum adalah ijma
bukanlah hujjah apabila terdapat permasalahan maka hendaknya
dikembalikan pada al-quran dan sunnah Nabi Saw.
b. Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur. Orang arab biasa
menyebutkan mengukur tanah dengan memakai satuan meter.
32
Ibid., h. 38.
33
Susiadi AS, “Ijma’ Dan Issu Kotemporer,” Jurnal Asas Vol 6, No. 2 (2014)., h. 124.
Qiyas mengharuskan adanya dua perkara, yang satu-satunya di
sandarkan keapad yang lain secara sama. Qiyas adalah hubungan
dan penydaran antara dua perkara sehingga sering dikatakan si A
diqiyaskan terhadap di B, tidak diqiyaskan terhadap si C. Artinya
si A menyamai si B, tetapi tidak menyamai si C. Qiyas istilah
ushul fiqh diartikan dengan menyertakan suatu perkara terhadap
yang lainya dalam hukum syara’ karena terdapat kesamaan illat
diantara keduanya, (yaitu) terdapat kesamaan dalam perkara yang
mendorong adanya hukum syara’ bagi keduanya.34
Adapun dasar hakikat hukum qiyas mengacuh pada tiga
aspek yaitu :35
1) Ada dua kasus/peristiwa yang mempunyai illat yang sama,
2) Satu diantara dua kasus tersebut sudah ada dasar hukum yang
diterpkan berdasarkan nash, sedangkan kasus yang satu lagi
belum ada dasar hukumnya,
3) Berdasarkan penelitian terhadap illat yang sama, seorang
mujahid menetaokan hukum pada kasus yang tidak ada
nashnya itu seperti hukum yang berlaku pada kasus yang
hukumya sudah ditetapkan pada nash.
Dengan demikian, dapat diketahui secara jelas bahwa
menetapkan melalui metode qiyas bukanlah menetapkan hukum
dari awal yang ada pada suatu kasus yang belum jelas hukumnya.
F. Objek Kajian Hukum Islam
Objek kajian hukum islam adalah ruang lingkup hukum islam atau
bidang-bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum islam. Hukum
islam disini meliputi syariah dan fikih. Membicarakan syariah dalam arti
hukum Islam, maka terjadi pemisahan-pemisahan bidang hukum sebagai
disiplin ilmu hukum. Sesungguhnya hukum Islam tidak membedakan
secara tegas antara wilayah hukum privat dan hukum publik, seperti yang
34
Razak, “Pengantar Fiqh Dan Ushul Fiqh.", h. 43.
35
Farid Naya, “Membincang Qiyas Sebagai Metode Penetapan Hukum Islam,” Jurnal
Syariah dan Ekonomi Islam Vol. 11, No. 1 (2015), h. 7.
dipahami dalam ilmu hukum Barat. Hal ini karena dalam hukum privat
islam terdapat segi-segi hukum publik, demikian juga sebaliknya.36
Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi:
1. Ibadah
Ibadah merupakan bentuk penghambaan diri seorang manusia kepada
Allah SWT. Ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim harus
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah al-Maqbulah (sunnah yang
diterima). Ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim di dunia dibagi
dua bagian yaitu :37
a) Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya
sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan atau
pengurangan. Ibadah ini ditetapkan oleh dalil-dalil yang kuat
(qath’i ah-dilalah), ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan
dengan bidang ubudiyah dan bidang khusus (khas). Ibadah dalam
arti khusus adalah ibadah yang berkaitan dengan arkan al-Islam,
seperti syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji, bersuci dari hadis
kecil maupun besar, wajib ain dan wajib kifayah.
b) Ibadah Ghairu Mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya
dapat direkayasa oleh manusia, artinya bentuknya dapat beragam
dan mengikuti situasi dan kondisi, tetapi substansi ibadahnya
tetap terjaga. Misalnya peritah melaksanakan perdagangan dengan
cara yang halal dan bersih, larangan perdagangan yang gharar,
mengandung unsur penipuan dan sebagainya.
2. Muamalah
Muamalah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu ‘Amala-
Yu’amilu Muamalatan wa Imalan, yang memiliki arti berinteraksi,
bekerja. Sedangkan pengertian muamalah secara terminologi adalah
hubungan antara manusia daalam usaha mendapatkan alat-alat
36
Rohidin, “PENGANTAR HUKUM ISLAM : Dari Semenanjung Arabia Hingga
Indonesia., h. 13.
37
Rahmmad Jamil, “Peranan Pembelajaran Modeling Dalam Meningkatkan
Keterampilan Beribadah Siswa Di Madrasah Aliyah Negeri (MAN)-3 Medan,” Ju r n a l A N S I R
U Vol. 1, No. 1 (2017), h. 117.
kebutuhan jasmaniah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan
ajaran-ajaran dan tuntunan agama.38
Muamalah sebagai aktifitas manusia yang dilakukannya dalam
rangka pengabdian kepada Allah SWT, tentunya mengacu kepada
kaidah-kaidah yang ditetapkan Syara’ untuk terciptanya
kemashlahatan ditengah masyarakat demi terpeliharanya hak dan
kewajiban diantara manusia. Dengan demikian ruang lingkup
muamalah dipandang dari tunjukkan hukumnya dapat dibagi kepada
dua bidang, yaitu :39
a) Muamalah yang ketentuan hukumnya langsung dari Al-Qur’an
dan Hadist. Adapun bentuk muamalah ini adalah dalam hal
perkawinan dan akibatnya, seperti : talak, iddah, rujuk, warisan.
Demikian juga dalam hal pengharaman khamar, babi, anjing dan
riba, sehingga tidak dibolehkan transaksi pada bentuk ini.
Demikian juga dalam tindakan kriminal seperti : tindakan
pencurian dan perzinaan. Allah telah menetapkan dengan tegas
beberapa hal di atas, karena persoalan tersebut akan sulit bagi
manusia untuk menemukan kebenaran yang hakiki disebabkan
adanya dorongan hawa nafsu dan bisikan setan.
b) Muamalah yang ketentuan hukumnya tidak langsung dari Al-
Quran dan Hadist, tetapi berdasarkan hukum yang diperoleh dari
hasil ijtihad para fuqaha yang mengacu kepada kaidah-kaidah dan
prinsip-prinsip umum yang sesuai dengan ketentuan Syara’.
Bentuk muamalah ini akan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi
sosial. Hal ini bisa kita lihat pada praktek jual beli di swalayan,
dimana si pembeli diberi kebebasan untuk memilih barang yang
diinginkan dan membawanya ke kasir untuk meyerahkan harga
barang tersebut, jual beli seperti ini terjadi dengan saling
menyerahkan uang dan barang tanpa adanya ucapan yang jelas
38
Rohmansyah, Fiqh Ibadah Dan Mu’amalah (Yogyakarta: Lembaga Penelitian,
Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M), 2017), h. 51.
39
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018), h. 9.
(ijab dan qabul). Praktek jual beli ini dipahami dari Firman Allah
SWT dalam Surah An-nisa ayat 29 yang mengisyaratkan terhadap
kebolehan untuk melakukan perdagangan yang terjadi karena
persetujuan kedua belah pihak yang bertransaksi, dapat
melakukannya dengan mudah tanpa ada kesulitan dan membawa
kemashlahatan bagi sesame manusia.
40
Rohidin, “PENGANTAR HUKUM ISLAM : Dari Semenanjung Arabia Hingga
Indonesia.", h. 13.
oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir artinya
ajaran atau pelajaran).
b) Al-Ahkam as-Shulthaniyyah, membicarakan permasalahan yang
berhubungan dengan kepala negara/pemerintahan, hak pemerintah
pusat dan daerah, tentang pajak, dan sebagainya.
c) Siyar, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan
pemeluk agama lain dan negara lain.
d) Mukhasamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum
acara.
44
Ibid., h. 17.
45
Ibid., h. 17
DAFTAR PERTANYAAN
1. Jelaskan secara singkat mengenai pengertian Hukum Islam, Fiqh, dan
Syariah?
2. Setiap Muslim mengetahui dan meyakini bahwa syariah adalah hukum Islam
yang utama. Namun banyak umat Islam yang menjalani kehidupan sosialnya
tidak berdasarkan syariah Islam. Mengapa demikian? Jelaskan!
3. Jelaskan Perbedaan dan Persamaan antara hukum Islam, Syariah, dan Fiqh?
4. Apakah kesepakatan para ilmuwan tentang penemuan suatu ilmu yang
berhubungan dengan alam bisa disebut ijma’? dan jelaskan mengenai
kehujjahan ijma’ itu sendiri!
5. Sebutkan dan jelaskan secara singkat mengenai objek kjian atau ruang
lingkup hukum Islam dalam arti fiqh Islam?
DAFTAR PUSTAKA