Anda di halaman 1dari 71

PROPOSAL TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN


SORONG, KOTA SORONG PROVINSI PAPUA BARAT

Disusun Oleh:
Oliver Evander Basna
610016056

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

PRA TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN


SORONG, KOTA SORONG PROVINSI PAPUA BARAT

Disusun Oleh:
Oliver Evander Basna
610016056

Yogyakarta….………………2022

Diperiksa dan disetujui:


HALAMAN PENGESAHAN
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Iwan Priyoga, S.T.,M.T. Mutiasari Kurnia Devi, S.T.,M.Sc.


NIK 19730357 NIK 19730276
PRA TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KAWASANPERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN


SORONG, KOTA SORONG PROVINSI PAPUA BARAT

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi


Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Pada Tanggal…………… 2022

Diterima guna memenuhi persyaratan untuk Mencapai Derajat


Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota

Dewan Penguji

1. Nama Dosen Pembimbing I …………………………….


Ketua Tim Penguji

2. Nama Dosen Pembimbing II …………………………….


Anggota Tim Penguji

3. Nama Dosen Penguji ……………………………..


Anggota Tim Penguji

Mengetahui Menyetujui
Dekan Fakultas Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Perencanaan Perencanaan Wilayah dan Kota

Lilis Zulaicha, S.T.,M.T YUSLIANA, S.T., M.Eng


NIK. 1973 0089 NIK. 1973 0238
HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YesusKristus.Atas kasih dan
karunianya yang tak perna berkesudahan dalam hidup saya. Dengan mengucap
syukur kepada Tuhan, kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang
kusanyangi:

 Untuk Mama dan Bapak tercinta, termikasih untuk motivasi yang selalu
mengajarkan saya tentang makna dari sebuah kehidupan dan rasa
bertanggung jawab untuk menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan
orang lain.

 Untuk kaka Chack, terimakasih untuk ilmunya dan pesannya akan selalu
diingat. Untuk kaka Erick, terimakasih untuk motivasi dan semangatnya.

 Untuk keluarga besar Basan/Nauw yang tak bisa saya sebut satu persatu,
terimakasih banyak untuk semuanya baik dalam bentuk moril maupun materi.

 Untuk mereka yang selalu ada di setiap saya mengalami jalan buntuh ketika
susah maupun senang selama saya di Yogyakarta, terimakasih buat semuanya
Sahabat dan konco vorzone.

 Kepada Bapak Iwan Priyoga, S.T.,M.T. selaku Dosen Pembimbing I dan juga
Ibu Mutiasari Kurnia Devi, S.T.,M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II terima
kasih banyak sudah membantu selama ini dan sudah mau menyisihkan
waktunya buat saya.
ABSTRAK

Kecamatan sorong, merupakan salah satu titik kawasan permukiman


kumuh yang berada di Kota Sorong.Kondisi permukiman kumuh di Kecamtana
ini sudah terbentuk lama namun karena kurangnya perhatian dari pemerintah
setempat membuat kawasan permukiman kumuh di Kecamatan ini tidak teratasi
dengan baik.Permasalahan yang muncul di Permukiman sekitar bantaran sungai
remu Kecamatan Sorong adalah: merebaknya hunian dengan kondisi semi
permanen yang terletak pada area bantaran Sungai Remu.Keadaan yang
menyebabkan hunian di lokasi studi menjadi tidak nyaman dan tidak layak huni
dikarenakan tidak memadainya kondisi prasarana dan sarana dasar seperti
halnyajalan, air bersih, drainase, persampahan, poteksi kebakaran, air limbah dan
ruang tebuka hijau.Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi
data kualitatif dan data kuatitatif, metodeanalisis yang digunakan yaitu analisis
kuantitatif dan pembobotan dengan berpatokan pada Draft Pedoman Teknis
Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
dari Kementrian Pekerjaan Umum.Hasil dari penelitian yang diharapkan adalah,
penentuan tingkat prioritas penangananpermukiman kumuh di Kecamatan
Sorong, Kota Sorong.

Kata Kunci: Karakter, Permukiman, Kekumuhan


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan Kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota pada Institut
Teknologi Nasional Yogyakarta dengan judul “Identifikasi Kawasan
Permukiman Kumuh Di Kecamatan Sorong, Kota Sorong Provinsi Papua
Barat”. Laporan ini bagian dari mata kuliah Pra TA pada Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Nasional
Yogyakarta,penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu dengan segala hormat penulis berharap kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan proposalini. Atas tersusunnya
proposal ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan initerutama
kepada:

1. Ibu Yusliana ST.,M.Eng.selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah


dan Kota, Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.

2. Bapak Iwan Priyoga, S.T.,M.T.selaku dosen pembimbing I yang banyak


memberikan arahan dan bimbingan sehingga terselesainya Penelitian ini.

3. Ibu Mutiasari Kurnia Devi, S.T.,M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II yang


banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga terselesainya Penelitian
ini.
4. Serta kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu
namanya, Semoga kebaikan kalian semua senantiasa mendapakan balasan
dari Tuhan Yang Maha Esa.

Pada akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini bisa membawa


manfaat bagi kita semua Terimakasih.

Yogyakarta…..Januari 2022

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vi
DAFTAR TABEL ..............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................5
1.3 Tujuan ......................................................................................................5
1.4 Sasaran......................................................................................................5
1.5 Ruang Lingkup ........................................................................................6
1.5.1 Ruang Lingkup Materi ..........................................................................6
1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah .......................................................................6
1.6Kerangka Pemikiran .................................................................................9
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................12
2.1 Permukiman............................................................................................12
2.1.1 Pengertian Permukiman ......................................................................12
2.1.2 Persyaratan Permukiman .....................................................................13
2.1.3 Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh .............................14
2.1.4 Tipologi Permukiman Kumuh..............................................................19
2.1.5 Faktor Penyebab Permukiman Kumuh.................................................21
2.1.6 Perubahan Lingkungan Permukiman Kearah Kekumuhan dan Strategi
Penanganan Permukiman Kumuh.................................................................22
1. Fenomena Kekumuhan Lingkungan Permukiman..............................22
2. Bentuk Perubahan Lingkungan Permukiman Kearah Kekumuhan......23
3. Strategi Penanganan Permukiman Kumuh..........................................25
2.1.7 Penelitian terdahulu.............................................................................26
BAB IIIGAMBARAN UMUM.........................................................................30
3.1 Kondisi Geografis Kecamatan Sorong, Kota Sorong..............................30
3.2 Kondisi Penggunaan Lahan di Kecamatan Sorong.................................33
BAB IVMETODE PENELITIAN................................................................... 36
4.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................... 36
4.2 Tahapan Proses Penelitia........................................................................37
4.2.1 Tahapan Persiapan atau Pra-Persiapan.................................................37
1) Menyusun Rancangan Penelitian ...................................................37
2) Memilih Lokasi Penelitian ............................................................37
3) Mengurus Perizinan........................................................................37
4) Menjajagi dan Melihat Keadaan....................................................37
5) Memilih dan Memanfaatkan Informasi..........................................37
6) Menyiapkan Instrumen Penelitan...................................................37
4.2.2 Tahapan Pekerjaan Lapangan atau Penelitiaan....................................39
1) Memahami dan Memasuki Lapangan.............................................39
2) Pengumpulan Data.........................................................................39
4.2.3 Tahapan Pengolahan Data....................................................................39
1) Analisis Data..................................................................................39
2) Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi..........................................39
3) Narasi Hasil Analisis......................................................................39
4.3 Variabel dan Indikator Penelitian............................................................39
4.4 Kebutuhan Data .....................................................................................41
4.5 Teknik Pengumpulan Data......................................................................43
4.4.1 Observasi..........................................................................................43
4.4.2 Wawancara.......................................................................................43
4.4.3 Studi Kepustakaan............................................................................43
4.6 Teknik Analisis Data..............................................................................44
4.6.1 Analisis Kuantitatif..............................................................................44
1. Analisis Tingkat Kekumuhan...........................................................44
4.6.2 Teknik Penilaian..................................................................................47
4.6.3 Formula Penelitian...............................................................................50
4.7 Tahapan Studi dan Jangka Waktu Pelaksanaan.......................................52
BAB VPENUTUP .............................................................................................54
5.1 Kesimpulan.............................................................................................54
Daftar Pustaka..............................................................................................55

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Citra Lokasi Penelitian....................................................... 7

Gambar 1.2 Peta Administrasi....................................................................... 8

Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran...................................................................10

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kecamatan.................................................... 32

Gambar 3.2 Area Permukiman...................................................................... 33

Gambar 3.3 Masjid Raya AL-Akbar.............................................................. 33

Gambar 3.4 Gereja GKI Maranata................................................................. 34

Gambar 3.5 Gambar SD dan SMA................................................................ 34

Gambar 3.6 Rumah Sakit Mutiara................................................................. 34

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitiana ……………………………………... 38


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Indikator Kekumuhan....................................................... 17

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu...................................................................... 27

Tabel 3.1 Luas Wilayah Kecamatan dan Kelurahan ..................................... 30

Table 4.1 Kebutuhan Data..............................................................................41

Tabel 4.2 Formula Penilaian.......................................................................... 50

Tabel 4.3 Hasil Penilayan.............................................................................. 51

Tabel 4.4Tahapan Studi dan Jangka Waktu Pelaksana ................................. 52


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir


semua kota besar di Indonesia bahkan kota besar pada negara-negara yang
berkembang pun tidak luput dari permasalahan ini. Beragam upaya dan program
yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasinya, namun masih saja banyak
kita jumpai permukiman kumuh hampir pada setiap wajah perkotaan yang di
Indonesia. Pengkajian tentang permukiman kumuh (slum), pada umumnya
mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi
budaya komunitas masyarakat yang bermukim di pemukiman tersebut, dan
ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain
tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi
rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan
drainase tidak berfungsi serta persampah belum dikelola dengan baik.

Seperti yang kita ketahui perkembangan suatu kota tentu tidak terlepas
dari pertumbuhan penduduk. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat berbagai
macam sebab yang mendorong adanya pertumbuhan penduduk secara umum,
diantaranya adalah akibat dari tingginya angka perpindahan penduduk dari desa
ke kota atau sering disebut sebagai arus urbanisasi. Peningkatan jumlah
pertumbuhan penduduk di perkotaan yang tumbuh dengan pesat menyebabkan
meningkatnya kebutuhan terhadap ruang di perkotaan untuk mewadahi segala
aktivitas penduduk. Bagi masyarakat miskin akses terhadap perumahan yang
layak huni masih sangat sulit di jangkau, sehingga mereka menempati lahan-
lahan marginal yang membentuk permukiman kumuh. Dalam wilayah
perkotaan, masyarakat yang paling tidak terpenuhi kebutuhan fasilitas
perumahan dan permukimannya secara memadai adalah masyarakat yang
berpernghasilan rendah. Daya dukung lingkungan yang kurang memadai akan
menyebabkan pertumbuhan pusat-pusat permukiman kumuh perkotaan.

1
Dalam Undang-Undang Nomor 1 (2011), menjelaskan bahwa
permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sehingga
secara umum terbentuknya pemukiman kumuh menurut Hikon (2019), dapat
dibedakan menjadi dua yaitu daerah “slum” merupakan lingkungan hunian yang
legal tetapi kondisinya tidak layak huni atau tidak memenuhi persyaratan sebagai
tempat permukiman dan daerah. Hunian slums ditandai dengan mutu bangunan
yang rendah, tidak teratur, tidak adanya/terbatasnya dan buruknya sarana
fasilitas umum, sedangkan “squatter” yaitu ruang-ruang terbuka yang ditempati
oleh permukiman-permukiman liar dan pada umumnya lingkungan permukiman
liar berada di atas tanah negara, tanah perorangan, badan hukum dan tanah
yayasan yang belum dibangun pemiliknya. Menurut Hutapea (2012), penyebab
adanya permukiman kumuh yaitu karakter bangunan berupa umur bangunan
yang sudah terlalu tua, tidak terorganisasi, ventilasi, pencahayaan dan sanitasi
yang tidak memenuhi syarat. Selanjutnya berupa karakter lingkungan yaitu tidak
ada open space (ruang terbuka hijau) dan tidak tersedia fasilitas untuk rekreasi
keluarga, kepadatan penduduk yang tinggi, sarana prasarana yang tidak
terencana dengan baik. Kriteria pemukiman kumuh yang tertuang dalam Permen
PU Nomor 2 (2016), menjelaskan terkait kondisi kekumuhan pada kawasan
meliputi tujuh aspek yaitu: bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air
minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan
dan proteksi kebakaran.

Dalam upaya untuk membangun kota dan pemukiman yang inklusif,


aman, tangguh dan berkelanjutan yang diagendakan dapat tercapai pada tahun
2030 Sustainable Development Goals (SDGs). Pentingnya penanganan
permasalahan lingkungan salah satunya adalah penanganan permukiman kumuh
ini, sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Oleh karena itu dalam
rangka mewujudkan kebijakan tersebut maka proses identifikasi terhadap
kawasan pemukiman kumuh sangat penting untuk dilakukan sebagai proses

2
tahap awal dalam hal kegiatan Penanganan Pemukiman Kumuh di Kecamatan
Sorong.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Budisusanto (2017), mencoba


Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan, tujuan dari penelitian
yang dilakukan untuk menentukan prioritas permasalahan pemukiman kumuh
dikawasan penelitian. Dari penelitian ini dihasilkan prioritas permasalahan
pemukiman kumuh yaitu kriteria sistem pengelolaan persampahan tidak sesuai
standar teknis, tidak terpeliharanya sarana dan prasarana persamapahan, tidak
terpenuhinya kebutuhan air minum, cakupan pelayanan jalan lingkungan dan
ketidaktersediaan drainase. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh
Bratakusumah (2017), mencoba menganalisis karakteristik tingkat kekumuhan
kawasan permukiman kampung braga, kota bandung. Tujuannya dari penelitian
yang dilakukan adalah untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan dan tingkat
kekumuhan kawasan. Hasil kesimpulan tingkat kekumuhan kawasan yang
diteliti adalah kumuh berat, Permasalahan utama tingkat kekumuhan kawasan
adalah ketersediaan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau, kepadatan penduduk
per-persil, kepadatan bangunan dan ketidak sesuaian dengan rencana tata ruang.
Sedangkan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lahamendu (2018), mencoba
identifikasi tingkat kekumuhan kawasan bantaran sungai ampera kelurahan
kaibus kabupaten sorong selatan, karakteristik lokasi kawasan penelitian yaitu di
kawasan perdagangan, tepian sungai dalam perkotaan, Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan dan tingkat kekumuhan
kawasan. Karakter tingkatan kumuh yang dihasilkan merupakan kriteria kumuh
ringan dengan permasalahan bangunan, sanitasi drainase dan sarana proteksi
kebakaran.

Dari beberapa studi kasus mengenai identifikasi kawasan permukiman


kumuh pada penelitian diatas, cenderung memiliki kesamaan dalam hal
permasalahan yang dialami pada penilitian sebelumnya dengan permasalah yang
ada di Kecamatan Sorong. Namun memiliki perbedaan dari segi karakter lokasi
pemukiman kumuh perkotaan dimana pada lokasi penelitan ini terdapat dua
tipologi kawasan permukiman kumuh yaitu permukiman kumuh tepian sungai
dan permukiman kumuh daerah perbukitan. Sehingga penelitian ini mencoba

3
menggunakan metode yang sama tetapi untuk pencapainya diharapkan dapat
memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian sebelumya.

Meskipun keberadaan kawasan kumuh pada Kota Sorong khususnya di


Kecamatan Sorong tidak diinginkan, namun keberadaannya dalam
perkembangan wilayah tidak dapat dihindari. Pembangunan perumahan dan
permukiman yang kurang terarah, terencana dan kurang memperhatikan
kelengkapan sarana dan prasarana dasar seperti air bersih, sanitasi, sistem
pengelolaan sampah, dan drainase akan cenderung mengalamai degradasi
kualitas lingkungan atau yang kemudian dikenal sebagai kawasan kumuh.
Menurut Ridlo (2001), kawasan kumuh tersebut dapat terjadi akibat ulah dari
masyarakat itu sendiri, ini terkait dengan budaya kehidupan masyarakat sehari-
hari. Budaya kehidupan sehari-hari yang dimaksud seperti membuang sampah di
sembarang tempat, buang air limbah KM/WC tidak di tempat seharusnya tetapi
di sungai, laut, saluran, kebun hingga di pekarangan rumah tinggal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun (2017-2019), Kota Sorong


terus mengalami peningkatan kepadatan penduduk. Letaknya yang strategis,
Kota Sorong merupakan pintu masuk dan pintu keluar di Provinsi Papua Barat
dan Provinsi Papua serta menjadi penghubung antara Provinsi lainnya di
Indonesia, sehingga hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan penduduk yang cukup pesat di Kota Sorong. Kota Sorong, Provinsi
Papua Barat dengan luas 1.105 km² yang terdiri dari 10 kecamatan, salah
satunya yaitu Kecamatan Sorong. Pertumbuhan Kecamatan Sorong yang terletak
di pusat Kota, berkembang dengan pesat sebagai pusat perdagangan dan jasa
serta sebagai pusat pelayanan pemerintahan dan perkantoran di Kota Sorong.
Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar atau
pendatang untuk kemudian tinggal dan menetap di daerah ini guna memperoleh
kemudahan akses yang tersedia. Sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap
kebutuhan akan lahan permukiman.

Perkembangan permukiman kumuh di Kota Sorong terus mengalami


peningkatan, tercatat total kawasan permukiman kumuh yang teridentifikasi
sesuai (SK Walikota Sorong Nomor 188/45/2014) berjumlah 19 Kawasan

4
Permukiman Kumuh dengan luasan hanya mencapai 51,7 Ha. Sedangkan pada
tahun 2016 berdasarkan hasil verifikasi kawasan, maka luas kawasan kumuh
mengalami perubahan menjadi 55 kawasan dalam 36 kelurahan dengan luasan
203.47 Ha. Salah satunya adalah Kecamatan Sorong yang baru terindentifikasi
dengan luas kawasan kumuhnya mencapai 14,88 Ha. Dimana tahap verifikasi
yang dilakukan dalam rangka mengkroscek lokasi hasil SK penetapan kawasan
kumuh dengan kondisi dilapangan berdasarkan 7 aspek pengamatan yaitu jalan,
drainase, air minum, sanitasi, sampah, permukiman dan pengamanan terhadap
kebakaran. Selanjutnya penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh sesuai (SK Walikota Sorong Nomor 663/76/2020), mengalami peningkat
lokasi kawasan kumuh di Kota Sorong dengan luasanya mencapai 332.17 Ha
sehingga pada lokasi penelitian yang berada di Kecamatan Sorong juga
mengalami peningkatan kawasan permukiman kumuh yaitu 18,14 Ha.

Secara fisik permasalahan yang muncul di Kecamatan Sorong adalah,


merebaknya hunian dengan kondisi semi permanen yang terletak pada area
bantaran Sungai Remu dan juga daerah perbukitan. Dari pengamatan peneliti
kawasan permukiman kumuh di lokasi penelitian dapat terjadi dikarenakan,
perilaku masyarakat itu sendiri tentang hidup sehat dengan menjaga kebersihan
lingkungan. Dan juga kurang tegasnya pemerintah dalam menjalan aturan
Permen PUPR No. 28 tahun (2015) tentang larangan untuk mendirikan
bangunan, perumahan/permukiman pada daerah aliran sungai (DAS). Sehingga
pada lokasi penelitian masi terdapat bangunan/permukiman yang berdiri pada
daerah aliran sungai remu, hal ini tentu menjadi pemicu timbulnya kawasan
permukiman kumuh pada lokasi penelitian.

Hunian dengan kondisi semi permanen yang terletak pada area bantaran
Sungai Remu mencakup dua Kelurahan yakni Kelurahan Remu dan Kelurahan
Remu Utara, sedangkan hunian dengan kondisi semi permanen lainya berada
pada Kelurahan Klademak dan juga Kelurahan Kofkerbu yang terdapat pada
area perbukitan. Keadaan yang menyebabkan hunian di lokasi studi menjadi
tidak nyaman dan tidak layak huni dikarenakan tidak memadainya kondisi
prasarana dan sarana dasar seperti halnya jalan, air bersih, drainase,
persampahan, poteksi kebakaran, dan air limbah. Kondisi jalan yang ada cukup

5
memenuhi hanya saja jalannya sudah mengalami kerusakan ringan. Air bersih
yang ada kurang memenuhi karena sebagian besar menggunakan air dari PDAM
dan air dari PDAM mengalir seminggu 2 kali dengan kualitas yang buruk.
Drainase yang ada kurang memenuhi karena kondisi drainase perumahan terlalu
kecil yang membuat air tergenang karena elevasi yang kurang tepat sehingga
menjadi sarang nyamuk dan sebagian drainase terputus. Persampahan kurang
memenuhi karena TPS terlalu jauh dari permukiman dan kontener atau bak
sampah yang disiapkan terlalu sedikit. Penampungan Air Limbah kurang
memenuhi karena limbah rumah tangga di alirkan kesungai dan membuat air
sungai tercemar hingga tidak ramah lingkungan Annas (2018).

Dengan menyadari permasalahan-permasalahan yang terjadi pada lokasi


penelitian ini, perlu adanya identifikasi kawasan-kawasan mana saja yang
menjadi daerah kawasan kumuh. Sehingga peneliti mencoba mengangkat judul
tentang ”Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Kecamatan Sorong,
Kota Sorong Provinsi Papua Barat” sebagai bahan penelitian saya.

1.2 Rumusan Masalah


Kondisi Permukiman yang menjadi tempat hunian masyarakat di
Kecamatan Sorong sebagian termasuk dalam kategori hunian dengan kondisi
lingkungan yang buruk, dilihat dari aspek fisik (kondisi bangunan dan prasarana
fisik lingkungannya). Sehingga permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan antara lain adalah:
Bagaimana karakteristik kawasan permukiman kumuh yang ada di
wilayah Kecamatan Sorong.?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian diatas, tujuan yang ingin
dicapai adalah:
Untuk mengetahui karakteristik permukiman kumuh yang ada di
Kecamatan Sorong.

1.4 Sasaran

6
Berdasarkan rumusan tujuan di atas, maka sasaran yang ingin dicapai
dalam penyusunan laporan ini antara lain:
1) Mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh di Kecamatan
Sorong;
2) Menganalisis karakterisitk tingkat kekumuhan permukiman yang ada
di Kecamatan Sorong.

1.5 Ruang lingkup


Batasan Penelitian Ini dijabarkan agar objek penelitian lebih terfokus.
Penelitian yang akan dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.5.1 Ruang lingkup Materi


Ruang lingkup dalam penelitian ini terdiri atas lingkup materi. Lingkup
materi membatasi hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini dan data yang
digunakan yaitu terkait data sekunder dan data primer. Adapun materi yang akan
dikaji dalam penelitian ini yaitu:
1. Identifikasi karakteristik permukiman kumuh berdasarkan aspek fisik
bangunan, sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Sorong,
Untuk mengetahui karakteristik dari permukiman kumuh digunakan
UU No 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman
dan juga referensi lainnya yang berkaitan dengan kawasan
permukiman.
2. Menganalisis karakteristik permukiman kumuh di Kecamatan Sorong
berdasarkan aspek fisik bangunan, sarana dan prasarana. Sehingga
dapat di ketahui kategori kekumuhan pada kawasan permukiman sesui
indicator yang telah di tentukan.

1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah


Lokasi penelitian adalah permukiman di Kecamatan Sorong, Kota
Sorong, Provinsi Papua Barat. Kota Sorong terdiri dari 10 kecamatan dan
41 kelurahan, Kecamatan Sorong merupakan satu dari sekian Kecamatan yang
ada di Kota Sorong. Lokasi penelitian dapat dilihat pada peta dibawah ini.

7
GAMBAR 1.1 PETA CITRA LOKASI PENELITIAN

8
GAMBAR 1.2 PETA ADMINISTRASI

9
1.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur dari penelitian, kerangka pemikiran


digunakan untuk memudahkan penelitian dalam melakukan penelitian, dalam
kerangka pemikiran ini, berisi bagaimana pemikiran peneliti untuk melakukan
penelitian dari tahap awal hingga tahap akhir.Berikut merupakan kerangka
pikiran yang bisa dilihat pada bagan berikut ini.

10
Merebaknya hunian dengan Kecamatan Sorong Ketersedian sarana
kondisi semi permanen dan prasarana dasar
yang belum memadai

Timbulnya Permukiman Kumuh

Perlu adanya Identifikasi Kawasan Permukiman


kumuh

Kondisi bangunan Kondisi sarana dan prasarana Pertimbangan lain


permukiman

Bagaimana karakteristik kawasan permukiman


kumuh yang ada di wilayah Kecamatan Sorong.?

Tujuan Untuk mengetahui karakteristik permukiman kumuh


yang ada di Kecamatan Sorong.

Sasaran 1) Mengidentifikasi karakterteristik permukiman kumuh yang ada di


Kecamatan Sorong;
2) Menganalisis karakterisitk tingkat kekumuhan permukiman yang ada di
Kecamatan Sorong.

Kesimpulan & Rekomendasi

Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran

11
1.7 Sistematika Penulisan
1. (Bab I Pendahuluan)
Pada bab pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan
masalah yang terjadi, tujuan dari penilitian adalah menganalisis
karakteristik permukiman kumuh, sasarannya untuk mengidentifikasi
kawasan permukiman kumuh, ruang lingkupnya yaitu lingkup materi
dan lingkup lokasi, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan
penelitian.
2. (Bab II Tinjauan Pustaka)
Bab tinjauan pustaka menjelaskan hasil penelusuran kepustakaan
ilmiah, dasar-dasar teori dan perumusan landasan dari penelitian yang
berkaitan dengan judul yaitu tetang identifikasi kawasan permukiman
kumuh.
3. (Bab III Gambaran Umum)
Gambaran Umum Memaparkan kondisi fisik bangunan, sarana dan
prasarana. Legalitas tanah, lokasi, sosial kependudukan dan sosial
ekonomi di Kecamtan Sorong, Kota Sorong Provinsi Papua Barat
4. (Bab IV Metode Penelitian)
Bab ini berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan
data, variabel dan indikator serta teknik analisa data.Jenis datanya
adalah data kualititatifmenggunakan metode analisisnya yaitu swot dan
analisis pembobotan.
5. (Bab V Penutup)
Berisi pernyataan bahwa studi yang akan dilakukan merupakan studi
yang orisinil dan bukan merupakan plagiasi.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab ini membahas mengenai teori dan perkembangan


konsep, untuk merumuskan landasan penelitian terkait dengan
identifikasi dan penanganan permukiman kumuh.

2.1 Permukiman
2.1.1 Pengertian permukiman
Menurut Doxiadis dalam Kuswartojo, T., & Salim, S. (1997),
permukiman merupakan sebuah system yang terdiri dari lima unsur,
yaitu: alam, masyarakat, manusia, lindungan dan jaringan. Bagian
permukiman yang disebut wadah tersebut merupakan paduan tiga unsur:
alam (tanah, air, udara), lindungan (shell) dan jaringan (networks),
sedang isinya adalah manusia dan masyarakat. Alam merupakan unsur
dasar dan di alam itulah ciptakan lindungan (rumah, gedung dan lainnya)
sebagai tempat manusia tinggal serta menjalankan fungsi lain.
Berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 2011 tentang perumahan
dan kawasan permukiman terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut
:
a) Rumah merupakan bangunan atau gedung yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, dan merupakan aset
bagi pemiliknya. Menurut Suhar madi (1985). Rumah adalah tempat hunian
atau berlindung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya (hujan dan panas)
serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah melakukan aktifitas untuk
memenuhi kebutuhan sehari- hari.
b) Perumahan merupakan bagian darisekumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
fasilitas dan sarana prasarana yang memenuhi kebutuhansebagai rumah
yang layak huni.Menurut Budiharjo (1998:148) perumahan adalah suatu
bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupanya,
disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsungnya proses

13
sosialisasi pada seorang individu diperkenalkan norma dan adat kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat.
c) Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hunian yang terdiri lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai sarana prasarana umum
sebagai penunjang kegiatan.Konsep permukiman menurut daxiadis dalam
soedarsono (1986) adalah sebagai berikut: permukiman adalah penataan
kawasan yang dibuat oleh manusia dan tujuannya adalah untuk berusaha
hidup secara lebih mudah dan lebih baik terutama pada masa kanak-kanak)
memberi rasa bahagia dan rasa aman (seperti diisyaratkan oleh aristoteles).
Dan mengandung kesimpulan untuk membangun manusia
seutuhnya.Permukiman menurut Vernor C. Vinch dan Glenn T. Trewartha
dalam R. Bintarto (1977), menyatakan permukiman tempat kediaman
penduduk adalah suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul
dan hidup bersama, dimana mereka membangun rumah-rumah, jalan dan
sebagainya guna kepentingan mereka.
d) Permukiman kumuh dan perumahan kumuh adalah permukiman atau
perumahan yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat, sehingga mengalami penurunan
kualitas fungsi sebagai tempat bermukim dan hunian.
2.1.2 Persyaratan Permukiman
Agar tercipta pembangunan permukiman yang sesuai dengan
kriteria dan ketentuan yang berlaku sehingga tidak merusak lingkungan,
maka dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik
untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut:
1) Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain
seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran
udara dan pencemaran lingkungan.
2) Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan
pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.

14
3) Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat
dan tidak sampai menimbulkan gangguan air walaupun hujan yang lebat
sekalipun.
4) Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang
siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
5) Dilengkapi dengan fasilitas air kotoran/ tinja yang dapat dibuat dengan
sisitem individual yakni tangki septik dan lapangan rembesan, ataupun tangki
septik komunal.
6) Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur
agar lingkungan permukiman tetap nyaman.
7) Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,
lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai
dengan skala besarnya permukiman itu.
8) Dilayani oleh jarinagn listrik dan telepon (Sinulingga dalam Hutapea, 2012.)
Sedangkan menurut (Doxiadis dalam Budihardjo, 1985): Agar terciptanya
pembangunan permukiman, terdapat lima faktor utama yang saling berkaitan
antara lain yaitu:
1) Alam, menyangkut tentang pola tata guna tanah, pemanfaatan dan pelestarian
sumber daya alam, daya dukung lingkungan serta taman, area rekreasi atau
olahraga.
2) Manusia, antara lain menyangkut tentang pemenuhan kebutuhan fisik atau
fisiologis, penciptaan rasa aman dan terlindung, rasa memiliki lingkungan
(handarbeni) serta tata nilai dan estetika.
3) Masyarakat, menyangkut tentang partisipasi penduduk, aspek hukum, pola
kebudayaan, aspek sosial ekonomi, dan kependudukan.
4) Wadah atau sarana kegiatan, menyangkut tentang perumahan, pelayanan
umum dan fasilitas umum.
5) Jaringan prasarana, menyangkut utilitas, transportasi dan komunikasi.
2.1.3 Pengertian dan Karakteristik Pemukiman Kumuh
Yang dapat kita ketahui bersama permukiman kumuh ditandai
dengan jumlah kepadatan penduduk yang sangat tinggi, tingkat
kepadatan hunian sangat tinggi, tingkat kepadatan bangunan yang sangat

15
tinggi, kualitas rumah sangat rendah tidak memadainya kondisi sarana
dan prasarana dasar seperti air bersih, jalan, sanitasi, listrik fasilitas
pendidikan, ruang terbuka/ rekreasi/ sosial, fasilitas pelayanan
kesehatan, pembelajaran dan sebagainya. Hal ini juga ditandai dengan
tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan yang rendah.
Menurut Siswono Yudohusodo (1991)11 dalam bukunya Rumah
untuk seluruh Rakyat, mengemukakan lingkungan permukiman kumuh
merupakan lingkungan perumahan yang mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
a) Kondisi fisik lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak tersedianya prasarana, sarana, fasilitas
lingkungan. Walaupun ada, kondisinya sangat buruk dan di samping itu, tata
letak bangunan tidak teratur;
b) Kondisi bangunan yang sangat buruk serta bahan-bahan bangunan yang
digunakan adalah bahan-bahan bangunan yang bersifat semi permanen;
c) Kepadatan bangunan dengan KDB yang besar dari yang diijinkan, dengan
kepadatan penduduk yang sangat tinggi ( lebih dari 500 jiwa per ha ); dan
d) Fungsi-fungsi kota yang bercampur dan tidak beraturan.
Menurut Suparlan (2002), dalam Syaiful. A (2002) bahwa
permukiman dapat digolongkan sebagai permukiman kumuh karena:
a) Kondisi dari permukiman tersebut ditandai oleh bangunan rumah-rumah
hunian yang dibangun secara semrawut dan memadati hampir setiap sudut
permukiman, dimana setiap rumah dibangun diatas tanah tanpa halaman.
b) Jalan-jalan yang ada diantara rumah-rumah seperti labirin, sempit dan
berkelok-kelok, serta becek karena tergenang air limbah yang ada disaluran
yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
c) Sampah berserakan dimana-mana, dengan udara yang pengap dan berbau
busuk.
d) Fasilitas umum kurang atau tidak memadai.
e) Kondisi fisik hunian atau rumah pada umumnya mengungkapkan
kemiskinan dan kekumuhan, karena tidak terawat dengan baik.

16
Menurut UU No. 1 pasal 1 tahun 2011 tentang perumahan dan
kawasan permukiman menyatakan bahwa permukiman kumuh adalah
permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteratuan bangunan,
tingat kepadatan bangunan yang tinggi, dengan kualitas bangunan serta
sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan menurut
Sinulingga dalam Hutapea, 2012) ciri-ciri kampung/permukiman kumuh
terdiri atas:
a) Penduduk sangat padat antara 250-400 Jiwa/Ha. Pendapat para ahli
perkotaan menyatakan bahwa apabila kepadatansuatu kawasan telah
mencapai 80 Jiwa/Ha maka akan timbul masalah kepadatan ini, antara
perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi memiliki persyaratan
fisiologis, Psikologis dan perlindungan terhadap penyakit.
b) Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena
sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap rumah
yang sudah bersinggungan satu sama lain.
c) Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan
jalan tanpa drainase, sehingga apabila terjadi hujan deras kawasan ini akan
sangat mudah tergenang oleh air.
d) Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Diantaranya yang
langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah.
e) Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur
dangkal, air hujan atau membeli secara galon.
f) Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umumnya
tidak permanen dan malahan banyak yang tidak layak.
g) Pemilikan hak atas lahan sering ilegal, artinya status tanahnya masih
merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.
Judohusodo, 1991:64dalam Rindarjono 2012, mendefinisikan
permukiman kumuh dan fenomena kependudukan, yakni permukiman
kumuh merupakan permukiman yang ditandai dengan rendahnya kualitas
kehidupan. Seperti tinggnya angka kepadatan penduduk, yaitu berkisar
antara 350-1250 jiwa perhektar dengan ukuran luas kampung 15-120
hektar. Socky (1993), mendefinisikan permukiman kumuh berdasarkan

17
ciri fisiknya. Ciri-ciri bangunan dan lingkungan permukiman kumuh
antara lain adalah:
a) Tingginya tingkat kepadatan penduduk lebih dari 1.250 jiwa perhektar.
b) Kepadatan bangunan juga cukup tinggi hingga mencapai 250 atau lebih
rumah perhektarnya.
c) Ukuran bangunan yang kecil-kecil antara 25 meter persegi bahkan kurang.
d) Tata letak yang kurang teratur.
e) Sanitasi jelek serta kualitas bangunan yang jelek.
Charter Adam (1984) menamakan permukiman di lingkungan
kumuh sebagai kampung gembel dengan ciri bangunan liar di atas tanah
yang tidak sah. Menurut E.E.Bergel (1970) permukiman kumuh
disebutnya sebagai daerah slum yang bukan saja dari segi fisik tetapi
juga dari segi sosial.(Soemadi 1990) menyatakan perkampungan kumuh
adalah bagian dari kota yang jorok, bangunan-bangunan yang tidak
memenuhi syarat dan kesehatan serta didiami oleh orang miskin dengan
fasilitas tempat pembuangan sampah, maupun fasilitas air bersih tidak
memenuhi syarat kesehatan.Clinord (dalam Rindarjono 2012:
64),mengindikasikan bahwa kekumuhan disebabkan oleh adanya
pengaruh pertumbuhan penduduk terutama kepadatanya, sebagai akibat
urbanisasi, kemiskinan, kebudayaan dan kemauan politik.(Yunus 2000),
melihat bahwa terbentuknya permukiman kumuh berasosiasi dengan
“areas of poverty degradation and crime” karena adanya deterogenisasi
lingkunganpermukiman.Dengan demikian, penurunan kualitas
lingkungan permukiman juga sebagai penyebab muculnya daerah
permukiman kumuh.
Tabel 2.1
Kriteria-Kriteria Indikator Kekumuhan
No Kriteria Indikator
- Ketidakteraturan bangunan
Bangunan - Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi
1 Gedung bangunan yang tidak memenuhi syarat.
- Tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata

18
ruang
- Kualitas Bangunan yang tidak memenuhi syarat
a) Jaringan jalan lingkungan tidak melayani
2 Jalan seluruh lingkunganpermukiman
Lingkungan b) Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk
a) Ketidaktersediaan akses aman air minum
3 Penyedian b) Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap
Air Minum individu sesuai standar yang berlaku.
a) Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan
limpasan air hujan sehingga menimbulkan
genangan
b) Ketidaktersediaan drainase;
c) Tidak terhubung dengan sistem drainase
4 Drainase
perkotaan
Lingkungan
d) Tidak dipelihara sehinggaterjadi akumulasi
limbah padat dan cair di dalamnya
e) atau kualitas konstruksi drainase lingkungan
buruk.
a) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai
5 Pengelolaan Air dengan standar teknis yang berlaku
Limbah b) Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah
tidak memenuhi persyaratan teknis.
a) Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai
dengan persyaratan teknis
6 Pengelolaan b) Sistem pengelolaan persampahan tidak
Persampahan memenuhi persyaratan teknis
c) Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana
pengelolaan persampahan sehingga terjadi
pencemaran lingkungan
7 Proteksi a) Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran
Kebakaran b) Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran

19
Sumber: Peraturan Mentri danPerumahan Rakyat Nomor.2 Tahun 2016

Aspek-aspek yang berdasarkan kriteria dan indikaor diatas


sebelumya pernah dilalukan penelitan antara lain. Studi 1 mengenai
identifikasi permukiman kumuh menggunakan metode AHP (Analytical
Hierarcy Process) dengan indicator permukiman kumuh berdasarkan
indikator kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat.Hasil
penelitian tersebutmenampilkan 3 klasifikasi kekumuhan yaitu
kekumuhan tingkat berat, sedang dan ringan.Studi 2 mengenai
identifikasi permukiman kumuh menggunakan indikator kementrian
pekerjaan umum dan perumahan rakyatdengan metode skoring yang
mampu menunjukkan kualitas permukiman dengan menghasilkan 4
klasifikasi tingkat kekumuhan yaitu: bukan permukiman kumuh,
permukiman kumuh ringan, permukiman kumuh sedang dan
permukiman kumuh berat beserta parameter-parameter penyebab
kekumuhan berdasarkan tingkat kualitas permukiman.(Budisusanto
2017)
2.1.4 Tipologi Permukiman Kumuh
Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan
pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak
lokasi secara geografis.Tipologi permukiman kumuh berdasarkan klasifikasi
Dirjen Perumahan dan Permukiman (2002). Secara umum lingkungan
permukiman kumuh dapat di klasifikasikan menjadi 7 yaitu:
1) Permukiman kumuh nelayan.
2) Permukiman kumuh dekat dengan pusat kota
3) Permukiman kumuh pusat kota.
4) Permukiman kumuh pinggiran kota.
5) Permukiman kumuh daerah pasang surut.
6) Permukiman kumuh di daerah rawan bencana.
Permukiman kumuh di tepi sungai.Tipologi perumahan dan
permukiman kumuh terdiri dari perumahan kumuh dan permukiman
kumuh menurut Permen PUPR RI No. 14/PRT/M/2018 antara lain:

20
1) Perumahan kumuh dan permukiman kumuh di atas air.
2) Perumahan kumuh dan permukiman kumuh di tepi air.
3) Perumahan kumuh dan permukiman kumuh di dataran rendah.
4) Perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah perbukitan.
5) Perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah rawan bencana.
Penelitian yang dilakukan oleh Barbara (2014), mencoba menganalisis
perumusan tipologi kawasan permukiman kumuh di Kota Surabaya dengan
menggunakan analisis crosstab. Dalam penelitian yang dilakukan hasil yang
didapatkan iyalah, tipologi permukiman kumuh di kawasan pusat kota Surabaya
berdasarkan kesamaan karakteristik dan faktor-faktor penyebab kekumuhan,
sehingga dapat diketahui perbandingan masing-masing tipologi yang terbentuk.
Penelitian yang dilakukan oleh Budisusanto (2017), mencoba
mengidentifikasi tipologi permukiman kumuh dengancara pemberian
skor pada kriteria-kriteria berdasarkan skala penilaian yang
mempengaruhi permukiman permukiman kumuh dari setiap paramete.
Kemudian dengan menggunakan metode skoring dilakukan analisis
hingga menghasilkan klasifikasi tingkat permukiman kumuh tiap RT.
Tipologi permukiman kumuh akan memberikan kategori permukiman
tersebut, dimana terdiri dari permukiman kumuh di atas air, di tepi air, di
dataran rendah, di perbukitan atau di daerah rawan bencana.
Penelitian yang dilakukan oleh Zain (2018), mencoba
mengidentifikasi tipologi permukiman kumuhdi Kota Baubau.
Identifikasi yang dilakukan sebagai berikut: (a) kawasan permukiman
kumuh pesisirpadaKecamatan Batupoaro seluas 25,3hektar(b)kawasan
permukiman kumuh bantaran sungai dikecamatan Wolio, Batupoaro,
Murhum seluas 27,75 hektar dan (c) kawasanpermukiman kumuh
kampung tradisional di Kecamatan Betoambari seluas 16,35 hektar.
Alasan pemilihan lokasitersebut didasarkan pada status kekumuhan
tinggi yang berada di tipologi kawasan dengan prioritas penanganan
penataan fisik berdasarkan Profil Kumuh Kota Baubau Tahun 2015.
Penelitian yang dilakukan oleh Heryati (2009), mencoba
menganalisis perumusan tipologi kawasan permukiman kumuh di Kota

21
Gorontalo. Hasil analisisnya menunjukan bahwa Kota Gorontalo terdapat
kawasan kumuh yang dikategorikan sebagai kawasan Kumuh berat (K3),
kumuh sedang (K2), dan Kumuh Ringan (K1) Tingkat kekumuhan di
Kota Gorontalo disebabkan karena faktor Tingkat Pendidikan, Faktor
Ekonomi, Kurangnya Sarana dan Prasarana. Dilihat dari letaknya
karakteristik permukiman kumuh di Kota Gorontalo, diklasifikasikan
menjadi: 1. Permukiman kumuh nelayan. 2. Permukiman kumuh pusat
kota/pusat kegiatan sosial ekonomi. 3. Permukiman kumuh di daerah
rawan bencana. Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh, maka
penenganan kawasan kumuh dapat dilakukan dengan 3 pendekatan,
yakni: 1. Property Development 2. Community Based Development 3.
Guided Land Development.
Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi permukiman kumuh dengan
berpatokan pada indikator kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat
dengan metode analisis kuantitatif dan pembobotan pada masing-masing kriteria
dan indikator yang mampu menjelaskan karakter dari permukiman dengan
menghasilkan 3 klasifikasi tingkat kekumuhan yaitu: permukiman kumuh
ringan, permukiman kumuh sedang dan permukiman kumuh berat beserta
parameter-parameter penyebab kekumuhan berdasarkan tingkat kualitas
permukiman. Dengan menggunakan metode analisis terebut diharapkan mampu
untuk menentukan tingkat prioritas dalam upaya penanganan permukiman
kumuh pada kecamatan sorong, kota sorong.
2.1.5 Faktor Penyebab Permukiman Kumuh
Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Menurut Doxiadis dalam Surtiani
(2006: 51), pertumbuhan permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Pertambahan jumlah penduduk


Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran
dan adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah
baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka
sendiri.Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada

22
di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan
perumahan permukiman.
2. Urbanisasi
Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan menyebabkan arus
migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanis
yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di
pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di permukiman di sekitar
kawasan pusat kota. Hal ini juga akan menyebabkan pertumbuhan
perumahan permukiman di kawasan pusat kota. Menurut Danisworo
dalam Khomarudin (1997: 83-112) bahwa kita harus akui pula bahwa
tumbuhnya permukiman-permukiman spontan dan permukiman kumuh
adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses urbanisasi.
Permukiman kumuh teridiri dari berbagai macam kriteria penting, meliputi
tanah, perumahan, komunitas, sarana dan prasarana dasar, yang terajut dalam
suatu ekosisitem.Menurut Khomarudin (1997), penyebab utama tumbuhnya
permukiman kumuh antara lain adalah sebagai berikut:
1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah.
2. Sulit mencari pekerjaan
3. Sulitnya mencicil atau menyewa rumah.
4. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan.
5. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta
Disiplin warga yang rendah.
6. Kota sebagai pusat perdagangan yang menarik bagi para pengusaha.
7. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah
2.1.6 Perubahan Lingkungan Permukiman Kearah Kekumuhan dan
Strategi Penanganan Permukiman Kumuh
Menurut Rindarjono (2010), pemadatan bangunan (densifikasi)
permukiman, yang berakibat menurunnya kualitas permukiman, dengan
demikian di daerah perkotaan akan timbul daerah-daerah permukiman
yang kurang layak huni yang sangat padat, dan hal ini akan membawa
suatu akibat pada kondisi lingkungan permukiman yang buruk, yang

23
selanjutnya disebut sebagai daerah kumuh. Beriku untuk penjelasan
mengenai fenomena kekumuhan lingkungan permukiman dan strategi
penanganan permukiman kumuh.
1. Fenomena Kekumuhan Lingkungan Permukiman

Dengan berjalanya waktu pertumbuhan kehidupan manusia baik


ekonomi, sosial maupun budaya maka manusia berkeinginan untuk
memiliki carahidup dan status yang lebih baik yaitu dengan mengadakan
perubahan-perubahan, seperti bentuk hunian yang mereka tinggali.

Pertumbuhan berarti pula berubah baik bentuk dan ukurannya. Tidak


dimungkinkan pertumbuhan ukuran dengan tidak menyebabkan
perubahan bentuk fisiknya (Constantinos A., 1981). Dengan
bertambahnya jumlah penghuni rumah dan dengan bertambahnya
penghasilan mereka membuat ruang-ruang baru. Perubahan hunian ini
akan merubah wajah suatu hunian. Hal ini akan berpengaruh pada
penyediaanfasilitas sarana prasarana lingkungan yang harus bertambah
juga jika jumlah permukiman bertambah.

Selain hal tersebut di atas, faktor kemiskinan juga sangat


berpengaruh pada kualitas lingkungan fisik permukiman. Karena dana
yang terbatas dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok
seharihari, maka masyarakat kurang mampu tidak dapat memperbaiki
maupun memelihara bangunan rumah hunian mereka. Yang akan
berakibat pada kekumuhan lingkungan permukiman. Menurut
Constantinos A. Doxiadis dalam bukunya An Introduction To The
Science Of Humman Settlements (1969) menyebutkan bahwa
mempelajari tentang kawasan Perumahan Permukiman tidak hanya
mempelajari area terbangun dan area terbuka saja tetapi juga fungsi dari
kawasan tersebut.
Oleh karenanya dalam mempelajari tentang perumahan permukiman
atau fungsinya, kita juga harus mengetahui hubungan kawasan tersebut
dengan lingkungan sekitar di luar kawasan tersebut dan mengetahui jalur
transportasi yang menghubungkan kawasan tersebut dengan kawasan

24
lainnya.Karena aktifitas disekitar kawasan permukiman juga sangat
mempengaruhi fungsi dari permukiman.
2. Bentuk Perubahan Lingkungan Permukiman Kearah Kekumuhan
Menurut Komarudin (1997), ada dua pendekatan dalam menangani
lingkungan kumuh yaitu:
a) Penggunaan/pemindahan teknologi (technological transfer) dan
b) Penangannan sendiri (self reliant technology)
Dalam kaitannya dengan dua hal tersebut diatas ada tujuhbelas hal sulitnya
menangani masalah lingkungan permukimanini:
a) High rise building (bangunan tinggi) yang akan ditangani oleh penghuni
yang tergusur, memerlukan biaya yang besar karena biaya yang digunakan
bukan hanya untuk membangun kamar tidur saja.
b) Peremajaan lingkungan kumuh, yang merupakan proyek yang besar(large
project). Jadi harga dipertimbangkan dengan matang dan harus dipikirkan
masak-masak karena menyangkut banyak orang yang akan digusur atau
dimukimkan kembali,
c) Adanya dualisme antara peremajaan lingkungan dengan penataan
lingkungan. Penghuni rumah kumuh biasanya masih lebih senang tinggal di
rumah kumuhnya daripada di rumah sewa bertingkat (rusunawa).
d) Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang tidak melalui survey sosial
(social survey) tentang karakteristik penduduk yang akan tergusur.
e) Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang kurang memperhatikan
kelengkapan lingkungan seperti taman, tempat terbuka, tempat rekreasi,
sampah, pemadam kebakaran dan tempat bermain anak. Karena hal tersebut
memerlukan biaya besar.
f) Tenaga yang bergerak di dalam program peremajaan lingkungan kumuh
tidak profesional.
g) Penggusuran (squater clearance) sering diartikan jelek, padahal pemerintah
berusaha meremajakan lingkungan dan memukimkan penduduk ke
lingkungan yang lebih baik.

25
h) Keterbatasan lahan (land shortage). Dalam melaksanakan peremajaan
lingkungan kumuh harus memilih lokasi yang tepat dan disesuaikan dengan
tujuannya dan konsumen yang akan menempati.
i) Belum kuatnya dana pembangunan perumahan (no housing finance).
j) Perlu lingkungan hidup yang baik (the nice environment).
k) Perlu diciptakan kebersamaan antar warga.
l) Belum berkembangnya prinsip relationship. Dalam melakukan peremajaan
lingkungan kumuh, harus dilakukan pendekatan yang manusiawi tanpa
kekerasan.
m) Sulitnya menegakkan hukum (upholding the law) Akan diperlukan waktu
yang lama untuk mengubah pola hidup masyarakat kumuh untuk dibawa ke
lingkungan permukiman yang teratur.
n) Perlu adanya informasi kepemilikan, di lingkungan kumuh masyarakat
merasa memiliki rumah tapi di lingkungan yang baru mereka harus
menyewa, jadi perlu diadakan penyuluhan yang terus menerus.
o) Mawas diri (knowing our limit) Jika dana terbatas hendaklah jangan
mengadakan peremajaan secara besar-besaran. Mungkin bisa diadakan
pendekatan dengan dua tahap yaitu penataan lingkungan dan peremajaan
pada bagian yang sangat kumuh.
p) Perlu koordinasi terpadu, dimana semua instansi terkait harus
mensukseskan program peremajaan lingkungan kumuh ini.
q) Pengelola program peremajaan lingkungan kumuh ini harus berpandangan
obyektif dan luas serta harus melihat kepentingan pemerintah dan
masyarakat yang bersangkutan.
3. Strategi Penanganan Permukiman Kumuh
Target pemerintah 0% permukiman kumuh di tahun 2019
merupakan hal besar yang harus dicapai.Dibutuhkan upaya penanganan
yang sangat serius dalam memenuhinya.Menurut kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI) kata penanganan memiliki arti proses, cara atau
perbuatan menangani. Konsep penanganan permukiman kumuh mengacu
pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

26
Permukiman, yaitu melalui kegiatan pemugaran, peremajaan, atau
pemukiman kembali (Pasal 97 ayat 1):
1. Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali,
perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang
layak huni;
2. Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan,
permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi
keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar; dan
3. Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,
perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan
dan keamanan penghuni dan masyarakat.
Bentuk-bentuk penanganan permukiman kumuh yang telah
dilaksanakan ada beberapa bentuk antara lain:
a. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman.
Bentuk-bentuk perbaikan lingkungan permukiman berdasarkan PU.
Cipta Karya, terdapat beberapa bentuk usaha pelaksanaan perbaikan
permukiman, yaitu sebagai berikut:
1. Pemugaran rumah, diartikan pengembalian keadaan fisik seperti semula.
2. Program Perbaikan Kampung (KIP); KIP merupakan program yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghijauan
masyarakat melalui perbaikan lingkungan secara fisik. Tujuan utamanya
adalah perbaikan kesehatan lingkungan kampung. Komponen dasarnya
adalah perbaikan infrastruktur kawasan seperti jalan kendaraan, jalan
setapak, saluran drainase, MCK dan sebagainya. Perbaikan lingkungan
kawasan pasar (MIP);
3. Perbaikan lingkungan kawasan pasar adalah perbaikan permukiman
disekitar pasar, yang dilakukan sebagai akibat dari tambahan beban yang
diterima masyarakat sekitar pasar karena tidak memiliki sarana pendukung
seperti saluran drainase, tempat parkir, tempat sampah, los-los yang tidak
teratur serta tidak memenuhi syarat/kurang berfungsi. Pasar dan masyarakat
pasar adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan baik yang positif
maupun negatif.

27
4. Pembangunan perumahan; merupakan salah atau bentuk peremajaan kota
dengan cara membangun perumahan melalui penataan kampung kumuh
secara fisik agar dapat menampung lebih banyak penghuni atau pihak lain
yang membutuhkan. Keuntungan dari program ini adalah relatif cepat dan
segera terlihat hasilnya.
5. Konsolidasi lahan; merupakan kegiatanterpadu untuk menata kembali pola
kepemilikan tanah di suatu wilayah yang kurang/tidak teratur.
6. Pembangunan rumah susun; membangun lingkungan hunian secara
keseluruhan dengan tujuan untuk menata kembali suatu kawasan kota, baik
secara fisik maupun fungsional dan keuntungan ekonomisnya.
2.1.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tidak lepas dari studi yang telah dilakukan


sebelumnya, yang berguna untuk memberikan acuan serta referensi
dalam proses penelitian ini, serta untuk melihat adanya kesamaan
mengenai variabel maupun metode penelitian yang digunakan. Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini.

28
Tabel 2.2 PENELITIAN TERDAHULU

No Nama Judul Penelitian Karakteristik Lokasi Sasaran/Tujuan Penelitian Metode


1 Mashuri Tahun Identifikasi Tingkat Kawasan Pemukiman Mengidentifikasi kondisi Mengidentifikasi kondisi lingkungan
(2021)/ Jurnal Ilmiah Kekukumuhan Kawasan Kumuh perkotaan: lingkungan dan tingkat dan tingkat kekumuhan kawasan
Sosial Teknik Vol. Pemukiman Teratak  Dilintasi oleh Jalan kekumuhan kawasan Menentukan variabel penelitian dan
3 , No. 2, Juli (2021)
Buluh Kabupaten Lintas Tengah analisis mengacu pada Peraturan
Kampar Sumatera (jalan arteri) Menteri Pekerjaan Umum dan
 Merupakan kawasan Perumahan Nomor 2 Tahun 2016
Satelit Kota
Pekanbaru
 Tepian Sungai
2 Jekson Koterisa, Identifikasi tingkat Kawasan pemukiman Mengidentifikasi kondisi Mengidentifikasi kondisi lingkungan
Tahun (2018)/ Jurnal kekumuhan Kawasan kumuh perkotaan di lingkungan dan tingkat dan tingkat kekumuhan kawasan
Spasial Vol 5. No. 2, Bantaran Sungai Ampera kawasan: kekumuhan kawasan Menentukan variabel penelitian dan
(2018)
Kelurahan Kaibus  Perdagangan analisis mengacu pada Peraturan
Kabupaten Sorong  Tepian sungai Menteri Pekerjaan Umum dan
Selatan Perumahan Nomor 2 Tahun 2016
3 Ake Wihadanto, Analisis Karakteristik Pemukiman kumuh Mengidentifikasi kondisi Mengidentifikasi kondisi lingkungan
Tahun (2017)/ dan Penilaian Tingkat padat kota dengan lingkungan dan tingkat dan tingkat kekumuhan kawasan
Journal of Regional Kekumuhan Kawasan fungsi kegiatan kekumuhan kawasan Menentukan variabel penelitian dan
and Rural
Permukiman Kampung kawasan mixed use analisis mengacu pada Peraturan
Development
Planning, Juni Braga-Kota Bandung Menteri Pekerjaan Umum dan
(2017) Perumahan Nomor 2 Tahun 2016

29
4 Hafsah Fatihul Ilmy Identifikasi Penentuan Pemukiman Kumuh Prioritas permasalahan Menggunakan AHP (Analytic
Dan Yanto Prioritas Kriteria Perkotaan kriteria pemukiman kumuh Hierarchy Process)
Budisusanto Tahun Kawasan Permukiman dikawasan penelitian
(2017)
Kumuh Perkotaan
Jurnal Teknik Its
Vol. 6, No. 1, (2017)
5 Muhajir Syam Identifikasi Kawasan Permukiman kumuh Untuk Mengetahui tingkat Analisis Pembobotan dan Analisis
Tahun 2017 Kumuh Dan Strategi perkotaan. kekumuhan permukiman dan SWOT
Penanganannya Pada strategi penanganan
Permukiman Di permukiman kumuh di
Kelurahan Rangas Kelurahan Rangas,
Kecamatan Banggae Kecamatan Banggae.
Kabupaten Majene

30
BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Sorong, Kota SorongProvinsi


Papua Barat. Sehingga dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran
umum wilayah yang menjadi fokus dari penelitian.
3.1 Kondisi Geografis Kecamatan Sorong, Kota Sorong.
Kecamatan Sorongadalah salah satu Kecamatan yang ada di Kota Sorong,
Provinsi Papua Barat. Yang memiliki batas administrasi antara lain :
 Timur berbatasan dengan Kecamatan Makbon danKabupaten Tambrauw
 Barat berbatasan dengan Laut Seram
 Utara berbatasan dengan Kecamatan Sorong Barat
 Selatan berbatasan dengan KecamatanSorong Utara

Tabel 3.1 luas wilayah Kecamatan dan Kelurahan


Luas Wilayah Kota Sorong Menurut Kecamatan Dan Kelurahan
Kecamatan Luas Kelurahan Luas Rasio
Area(Km2) Area(Km2) terhadap
Total
Remu Utara 15,04 1,30
Sorong 48,81
Remu 15,03 1,30

Klademak 14,05 1,21


Persentase (%) 4,42
Kofkerbu 12,70 1,10
Sumber: BPS Kota Sorong (Dalam Angka 2019)

Dengan memiliki jumlah penduduk keseluruhan pada Kecamatan Sorong


yang terdiri dari 4 kelurahan pada tahun 2018 yaitu: 21,807 jiwa.
Kecamatan Sorong secara topografi berada di dataran rendah dengan di
aliri sungai remu. Iklim di Kecamatan Sorongpada umumnya sama dengan iklim
yang ada di kota sorong yaitu, beriklim tropis, dengan curah hujan yang sangat
tinggi setiap tahunya. Untuk jenis tanah yang ada di Kecamatan Sorongadalah
tanah fudsolik merah kuning yang terdapat dihamparan seluruh kawasan
Kecamatan di kota Sorong. Sedangkan untuk Hidrologi terdapat tiga sumber air

31
utama yang dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan
lainya yaitu: Air hujan, air permukaan dan air tanah.

32
GAMBAR 3.1 PETA CITRA LOKASI PENELITIAN

33
3.2 Kondisi Pengunaan lahan di Kecamatan Sorong
Kecamatan Sorongyang letaknya tepat berada di tengah kota memiliki sarana
prasana yang cukup banyak antara lain sebagai berikut:
a. Permukiman Penduduk
b. Masjid dan Mushola
c. Gereja Protestan dan Gereja Khatolik.
d. Sekolah Dasar, Sekolah Menegah Pertama dan Sekolah Menegah Atas.
e. Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainya.
f. Pusat Perkantoran
g. Pusat Perdanggangan (Mal, Toko dan Pasar)
(Sumber:google)

(sumber : google) GAMBAR 3.2 Area Pemukiman Kelurahan Remu dan


Kelurahan Remu Utara

(sumber : google) GAMBAR 3.3 Masjid Raya AL-AKBAR

34
(sumber : google) GAMBAR 3.4 Gereja GKI Maranata

(sumber : google) GAMBAR 3.5 SD dan SMA

(sumber : google) GAMBAR 3.6 Rumah Sakit Mutiara

35
Kecamatan Sorong merupakan salah satu dari sekian kecamatan yang ada
di Kota Sorong, Kecamatan ini berada tepat di tengah-tengan pusat kota yang
terdiri dari empat kelurahan dimana empat kelurahan yang dimaksud
adalah:Kelurahan Remu Utara, Kelurahan Remu, Kelurahan Klademak,
Kelurahan Kofkerbu.Dimana empat keluharan ini memiliki karakteristik tata
guna lahan yang cenderung hampir sama, mengingat lokasinya yang berada
tepat di tengah kota sorong sehingga pembangunan dan aktifitasnya lebih
terpusat pada kecamatan ini. Contohnya:
1. Permukiman penduduk di Kecamatan Sorong.dilihat dari lokasi penelitian,
permukiman penduduk yang ada di Kecamatan ini menyebar di beberapa
titik pada empat kelurahan yang ada di Kecamatan ini.
2. Perdagangan, (Mal, pasar dan pertokoan). Pada Kecamatan ini terdapat tiga
Mal dikategorikan cukup besar, satu pasar lokal dan pertokoan yang hampir
kita temui pada pinggiran jalan raya di Kecamatan ini.
3. Industri, (Perusahan). Pada Kecamatan ini terdapat satu
perusahanpengolahan air minum.
4. Transportasi, (Jalan dan bandara). Pada Kecamatan ini terdapat jalan
penghubung antar Kota dan Kabupaten, terdapat juga satu bandara udara.
5. Jasa, (Kelembagaan). Pada Kecamatan ini terdapat pusat Perkantoran,
Pendididikan dan Kesehatan yang tersebar di kecamatan ini.
6. Rekreasi. Di kecamatan ini terdapat Lapangan olah raga, gedung
pertunjukan, tempat permandian dan taman kota yang tersebar di kecamatan
ini.
7. Tempat ibadah. Di kecamatan ini tempat ibadah menyebar di setiap
kelurahan.
8. Lain-lain (kuburan, lahan kosong dan lahan sedang di bangun). Pada
kecamatan ini tepatnya di Kelurahan Klademak terdapat Kuburan umum,
kuburan pahlawan dan kuburan cina. Sedangkan untuk lahan kosong dan
lahan yang sedang di bangun terdapat menyebar di Kecamatan ini.

36
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi kawasan
permukiman kumuh yang ada di Kecamatan Sorong. Maka dari itu penulis
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, penggunaan pendekatan ini
bertujuan untuk mendeskripsikan objek dalam ruang lingkup penelitian secara
terperinci agar mudah dipahami. Maksud dari pendekan kualitatif dan
pendekatan kuantitatif dapat di artikan sebagai berikut:
a. Kualitatif yaitu jenis data yang tidak berupa angka tetapi berupa kondisi
atau objek dalam ruang lingkup penelitian baik dalam bentuk uraian
kalimat ataupun penjelasan. Data kualitatif yang dimaksud meliputi
karakteristik kondisi lokasi permukiman.
b. Kuantitatif adalah jenis data yang berupa tabulasi angka atau numerik yang
bisa diolah dengan menggunakan metode perhitungan yang sederhana.
Data kuantitatif yang dimaksud contohnya adalah luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kriteria kekumuhan dalam kawasan penelitian.
Metode pendekatan seperti ini suda pernah digunakan pada penelitian
sebelumya untuk mengidentifikasi/menganalisis permasalahan pada kawasan
permukiman. Sehingga metode pendeketan ini sangat cocok diguakan untuk
mengidentifikasi karakteristik kawasan permukiman kumuh yang ada pada
lokasi penelitian di Kecamatan Sorong.
Dari kedua pendekatan yang di pakai dalam penelitian ini. Diharapkan
mampu untuk memaparkan dengan jelas data-data yang di dapatkan baik itu data
primer maupun data sekunder. Sedangkan untuk mendapatkan klasifikasi tingkat
kekumuhan kawasan penelitian dilakukan berdasarkan penilaian terhadap
kompleksitas permasalahan di setiap variabel yang telah ditentukan dalam
penelitian ini. Didalam variable terdapat kriteria atau indikator yang nantinya
akan diuraikan dengan metode kualitatif deskriptif dan didukung dengan metode
kuantitatif dengan cara melakukan pembobotan. Dari hasil pembobotan tersebut

37
akan dihasilkan kesimpulan terkait dengan tingkat kekumuhan dan kompleksitas
permasalahan kawasan permukiman di Kecamatan Sorong.
4.2 Tahapan Proses Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif
dan didukung dengan metode kuantitatif dengan cara melakukan pembobotan.
Prosedur ini menghasilkan temuan-temuan yang di peroleh dari data-data yang
dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana. Sarana ini meliputi
pengamatan dan wawancara, namun bisa juga mencakup dokumen, buku, kaset
video .(Pratama, 2014) mengemukakan beberapa langkah-langkah atau tahapan
proses penelitian yaitu:
4.2.1 Tahapan Persiapan atau Pra-Persiapan
1) Menyusun Rancangan Penelitian
Penelitian yang akan di lakukan berangkat dari permasalahan dalam
lingkup peristiwa yang sedang terus berlangsung dan bisa diamat serta
diverifikasi secara nyata pada saat berlansungnya penelitian. Peristiwa-
peristiwa yang di amati dalam konteks kegiatan orang-orang/organisasi.
2) Memilih Lokasi Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang di angkat dalam penelitian, maka di
pilih lokasi penelitian yang di gunakan sebagai sumber data.
3) Mengurus Perizinan
Mengurus berbagai hal yang di perlukan untuk kelancaran kegiatan
penelitian
4) Menjajagi dan Melihat Keadaan
Proses penjajagan lapangan dan sosialisasi diri dengan keadaan, karena
kitalah yang menjadi alat utamanya maka kitalah yang akan menentukan
apakah lapangan merasa terganggu atau tidak.
5) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Ketika kita menjajagi dan mensosialisasikan diri di lapangan, ada hal
penting lainnya yang perlu kita lakukan yaitu menentukan narasumber.
6) Menyiapkan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti adalah ujung tombak sebagai
pengumpul data (instrumen). Peneliti terjun secara lansung ke lapangan untuk

38
mengumpulkan sejumlah informasi yang di butuhkan. Dalam rangka
kepentingan pengumpulan data, teknik yang digunakan dapat berupa kegiatan
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada diagram alir penelitian dibawah ini.

Latar Belakang
 Kondisi Permukiman di Kecamatan Sorong sebagian termasuk dalam
kategori hunian dengan kondisi lingkungan yang buruk.
 Kondisi sarana dan prasarana yang belum memenuhi sebagian
kubutuhan dasar masyarakat pada lokasi penelitian.

Rumus Masalah
Bagaimana karakteristik kawasan permukiman
kumuh yang ada di wilayah Kecamatan Sorong.?

Tujuan
Untuk mengetahui karakteristik permukiman kumuh
yang ada di Kecamatan Sorong.

Sasaran
1) Mengidentifikasi karakterteristik permukiman kumuh yang ada di Kecamatan
Sorong.
2) Menganalisis karakterisitk tingkat kekumuhan permukiman yang ada di
Kecamatan Sorong.

Metode Pengumpulan Data


1) Observasi Lapangan
2) Wawancara
3) Telaah Pustaka

Pengumpulan Data
1) Data Primer
2) Data Sekunder

Lanjut...

39
Kriteria Permukiman Kumuh
yang digunakan adalah:
1. Kondisi Bangunan gedung
2. Kondisi jalan lingkungan
3. Kondisi penyediaan air
4. Kondisi drainase lingkungan
5. Kondisi pengolahan air limbah
6. Kondisi persampahan
7. Kondisi proteksi kebakaran

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Data
Kualitatif Deskriptif dan didukung
dengan metode Kuantitatif dengan
cara melakukan pembobotan.

Sasaran 2 Penentuan Tingkat Kekumuhan


Sasaran 1
berdasarankan hasil analisis sasaran 1
1) Analisis Bangunan Gedung yaitu:
1) Kondisi Bangunan gedung
2) Analisis Jalan Lingkungan
2) Kondisi jalan lingkungan
3) Analisis Penyedian Air Minum
3) Kondisi penyediaan air
4) Analisis Drainase Lingkungan
4) Kondisi drainase lingkungan
5) Analisis Pengelolaan Air Limbah
5) Kondisi pengolahan air limbah
6) Analisis Persampahan
6) Kondisi persampahan
7) Analisis Proteksi Kebakaran 7) Kondisi proteksi kebakaran

HASIL PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian

40
4.2.2 Tahapan Pekerjaan Lapangan atau Penelitian
1) Memahami dan Memasuki Lapangan
Memahami latar penelitian; latar terbuka merupakan saat peneliti secara
terbuka berinteraksi dengan cara mengamati subjek, latar tertutup merupakan
saat peneliti berinteraksi secara lansung dengan subjek.
2) Pengumpulan Data
Peneliti merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data, jadi
peneliti harus berperanaktif dalam pengumpulan sumber.
4.2.3 Tahapan Pengolahan Data
1) Analisis Data
Melakukan analisis terhadap data yang telah didapatkan, peneliti dalam
hal ini bisa melakukan interpretasi dari data yang didapatkan di lapangan.
2) Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi
Dari kegiatan-kegiatan sebelumnya, langkah selanjutnya adalah
menyimpulkan dan melakukan verifikasi atau kritik sumber apakah data
tersebut valid atau tidak
3) Narasi Hasil Analisis
Langkah terakhir adalah pelaporan hasil penelitian dalam bentuk tulisan
dan biasanya lebih cenderung menggunakan metode deskriptif-analitis.

4.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian


Dalam penelitian hal yang perlu dipersiapkan adalah menyusun jenis data
dan sumber data yang dibutuhhkan dalam penelitian untuk mendapatkan hasil
yang akurat, sehingga penelitan akan sesuai dengan yang diharapkan peneliti.
4.3.1 Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data kualitatif
dan data kuantitatif yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Data kualitatif yaitu data yang berbentuk bukan angka atau menjelaskan
secara deskriptif tentang lokasi penelitian secara umum. Data
Kualitatif adalah data yang diperoleh melalui metode pengumpulan data

41
kualitatif, dengan cara wawancara pada narasumber, dan disajikan dalam
bentuk verbal (lisan/kata) bukan dalam bentuk angka. Jenis data kualitatif
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Data Kondisi fisik wilayah, yang mencakup letak geografis, kondisi
topografi, kelerengan, geologi dan hidrologi.
2) Data Pola penggunaan lahan, mencakup pola penggunaan lahan
Kelurahan Rangas.
3) Data Karakteristik Wilayah Permukimana yaitu:
(a) Aspek Fisik berupa kondisi bangunan, kondisi jalan lingkungan,
kondisi drainase lingkungan, kondisi penyediaan air minum,
kondisi pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan
persampahan, kondisi pengamanan kebakaran.
(b) Aspek non fisik berupa nilai strategis lokasi, potensi sosial
ekonomi, dukungan, masyarakat, komitmen pemda.
(c) Aspek legalitas lahan berupa status tanah, kesesuain RTR dan
persyaratan administrasi bangunan (IMB).

b) Data Kuantitatif adalah data yang diperoleh melalui metode


pengumpulan data kuantitatif, dengan cara kuesioner pada responden,
yang biasanya berbentuk angka yang dapat diukur atau dihitung secara
langsung. Data kuantitatif yang dimaksud contohnya seperti:
1) Data demografi, seperti jumlah penduduk, jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin dan kepadatan penduduk.
2) Data jumlah ketersediaan saran dan prasarana
3) Data jumlah pemakaian air bersih
4) Data jumlah bangunan yang memiliki persyaratan administrasi
bangunan (IMB)
5) Data jumlah bangunan yang memiliki status tanah legal dan
ilegal atau squatters

42
4.3.2 Sumber Data
Untuk mengetahui sumber data dari mana data bisa diperoleh dapat
diketahui berdasarkan jenis data yang butuhkan, pada penelitian ini
membutuhkan dua jenis data yaitu data primer dan data skunder.
a) Untuk data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil observasi
lapangan seperti data yang diperoleh dari responden melalui observasi
langsung di lapangan. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi
kualitatif obyek studi. Jenis data yang dimaksud meliputi :
1) Pengamatan langsung berupa kondisi bangunan, kondisi jalan
lingkungan, kondisi drainase lingkungan, kondisi penyediaan air
minum, kondisi pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan
persampahan, kondisi pengamanan kebakaran dan potensi sosial
ekonomi.
2) Wawancara mengenai administrasi bangunan (IMB), status tanah dan
dukungan masyarakat.

b) Sumber data sekunder merupakan sumber data yang berasal dari instansi
yang terkait, data sekunder juga bisa diperoleh dari hasil kajian literatur
yang terkaitan dengaan judul lokasi dan judul pembahasan. Data sekunder
yang dibutuhkan pada laporan penelitian ini antara lain adalah:
1) Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sorong, dapat
diperoleh dari Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Sorong atau
instansi yang berkaitan.
2) Status kepemilikan tanah dan ijin mendirikan bangunan (IMB) dapat
diperoleh dari Dinas Pertanahan Kota Sorong.
3) Data kependudukan dapat diperoleh dari instansi terkait, Kantor Distrik
atau Kecamatan.
4) Keberadaan dan kondisi saluran dan pengolahan air limbah dapat
diperoleh dari UPTD pengelolaan air limbah.
5) Data ketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana pencegahan
kebakaran dapat diperoleh dari Dinas BPBD Kota Sorong.

43
6) Data kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat diperoleh dari Kantor
Kelurahan atau Distrik.
7) Data kondisi Fisik Dasar kawasan permukiman dapat diperoleh dari
Kantor Distrik atau Kelurahan.

4.4 Teknik Pengumpulan Data


Data merupakan hal yang sangat diperlukan guna untuk menyukseskan
sebuah penelitian. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti
tidak dapat menyusun sebuah penelitian sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pada penelitian ini data diperoleh dari berbagai sumber dengan berbagai teknik
pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:
4.4.1 . Observasi
Observasi lapangan merupakan pengamatan keadaan lapangan secara
langsung dengan tujuan untuk mencocokan atau membandingkan data yang di
peroleh dari istansi terkait dengan gambaran permasalahan yang sebenarnya di
lokasi penelitian. Pengamatan yang dilakukan yaitu berkaitan dengan kondisi
bangunan, kondisi jalan lingkungan, kondisi drainase lingkungan, kondisi
penyediaan air minum, kondisi pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan
persampahan dan kondisi pengamanan kebakaran.
4.4.2 Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan yaitu melalui proses tanya jawab antara narasumber dan peneliti. Pada
penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan mengmbangkan pertanyaan
dari aspek-aspek kawasan permukiman kumuh yaitu aspek sosial kependudukan,
aspek kondisi sosial ekonomi serta aspek fisik dan lingkungan.
4.4.3 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan (telaah pustaka) dilakukan untuk menyempurnakan
penelitian. Studi ini dimaksud untuk memperkuat kebenaran hasil penelitian
dengan menambahkan data atau bahan yang bersumber dari perpustakaan, jurnal
maupun artikel yang berkaitan pada pembahasan penelitian ini.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Sabino (1982:28) dalam Barty
(2004) studi kepustakaan atau literatur dimaksud untuk mendapatkan teori-teori

44
atau konsep-konsep sebagai bahan pertimbangan penguat atau penolakan
terhadap temuan hasil penelitian dan untuk mengambil beberapa kesimpulan
literatur buku-buku yang dikaji dalam studi kepustakaan yang berkaitan
langsung dengan permasalahan penelitian.

4.5 Variabel dan Indikator Penelitian


Variabel penelitian merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh infomasi mengenai
hal tersebut kemudin ditarik suatu kesimpulan. Dengan kata lain, variabel
penelitian adalah hal-hal yang akan kita teliti.
Indikator adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Sebuah indikator tidak
selalu menggambarkan keadaan secara keseluruhan tetapi seringkali hanya
memberi petunjuk tentang keadaan keseluruhan tersebut (Syam 2017).
Variable yang di gunakan pada penelitian ini mengacu pada (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Nomor 2 Tahun 2016) Tentang
Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
Berikut ini merupakan variabel penelitian yang ingin peneliti identifikasi pada
lokasi penelitian yaitu: Kondisi Bangunan Gedung, Kondisi Jalan Lingkungan,
Kondisi Penyediaan Air Minum, Kondisi Drainase Lingkungan, Kondisi
Pengolahan Air Limbah, Kondisi Pengolahan Persampahan, Kondisi Proteksi
Kebakaran. Dari tujuh aspek tersebut terbagi lagi menjadi beberapa kriteria
kumuh yang nantinya akan dilakukan penilain berdasarkan kondisi
permasalahan pada kawasan. Adapun variable dan indicator yang digunakan
dalam penelitian ini mengenai identifikasi kawasan kumuh di Kecamatan
Sorong dapat dilihat Pada table 4.1

45
Tabel 4.1 VARIABEL PENELITIAN

SASARAN / VARIABEL INDIKATOR TEKNIK TEKNIK PENGUMPULAN DATA


KRITERIA KUMUH ANALISIS
Kondisi Bangunan a) Ketidakteraturan bangunan  Primer: (observasi lapangan)
b) Tingkat Kepadatan Bangunan Deskriptif Kualitatif  Sekunder (instansi terkait, internet)
Gedung
c) Ketidak sesuaian dengan dan Kuantitatif  Penyajian Data: Gambar dan Tabel
Persyaratan Teknis Bangunan
a) Jaringan jalan lingkungan tidak  Primer: (observasi lapangan)
Kondisi Jalan Lingkungan melayani seluruh lingkungan Deskriptif Kualitatif  Sekunder (instansi terkait, internet)
permukiman dan Kuantitatif
 Penyajian Data: Gambar dan Tabel
b) Kualitas permukaan jalan
lingkungan buruk
a) Ketidaktersediaan akses aman  Primer: (observasi lapangan)
Kondisi air minum Deskriptif Kualitatif  Sekunder (instansi terkait, internet)
Penyedian b) Tidak terpenuhinya kebutuhan dan Kuantitatif
 Penyajian Data: Gambar dan Tabel
air minum setiap individu sesuai
Air Minum
standar yang berlaku.
a) Drainase lingkungan tidak  Primer: (observasi lapangan)
mampu mengalirkan limpasan Deskriptif Kualitatif  Sekunder (instansi terkait, internet)
Kondisi dan Kuantitatif
air hujan sehingga menimbulkan  Penyajian Data: Gambar dan Tabel
Drainase genangan.
b) Ketidaktersediaan drainase

46
Lingkungan c) Tidak Terpeliharanya Drainase
d) Kualitas Konstruksi Drainase
Lingkungan Buruk.
Kondisi a) Sistem pengelolaan air limbah  Primer: (observasi lapangan)
Pengelolaan Air Limbah tidak sesuai dengan standar  Sekunder (instansi terkait, internet)
teknis yang berlaku. Deskriptif Kualitatif  Penyajian Data: Gambar dan Tabel
b) Prasarana dan sarana dan Kuantitatif
pengelolaan air limbah tidak
memenuhi persyaratan teknis.
a) Prasarana dan sarana
persampahan tidak sesuai  Primer: (observasi lapangan)
Kondisi  Sekunder (instansi terkait, internet)
dengan persyaratan teknis
Deskriptif Kualitatif
Pengelolaan Persampahan b) Sistem pengelolaan  Penyajian Data: Gambar dan Tabel
dan Kuantitatif
persampahan tidak memenuhi
persyaratan teknis
c) Tidak terpeliharanya sarana dan
prasarana pengelolaan
persampahan sehingga terjadi
pencemaran lingkungan
Kondisi  Primer: (observasi lapangan)
a. Ketidaktersediaan Prasarana  Sekunder (instansi terkait, internet)
Proteksi
Proteksi Kebakaran Deskriptif Kualitatif  Penyajian Data: Gambar dan Tabel
Kebakaran b. Ketidaktersediaan Sarana dan Kuantitatif
Proteksi Kebakaran

47
Sumber : Penulis, 2022

48
4.6Teknik Analisis Data
Data-data yang sudah didapatkan selanjutnya dianalisis, hasil dari analisa
untuk menilai kondisi variable dan indikator yang menjadi kriteria bagian-
bagian dari kawasan kumuh permukiman, yang diharapkan mampu menjawab
rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, metode analisis yang
digunakan yaitu:
4.6.1 Analisis Kuantitatif
Analisis diskripif kuantitatif yang di maksud dalam penyusunan laporan
penelitian ini adalah penilaian data dengan angka dengan menggunakan metode
pembobotan tujuannya untuk mendapatkan atau mengetahui tingkat
permasalahan kekumuhan kawasan pada Kecamatan Sorong berdasaran
indikator dan tolak ukur yang telah ditentukan.
1. Analisa Tingkat Kekumuhan
Analisa ini merupakan analisis untuk mengelompokkan kriteria
berdasarkan nilai sesuai tingkatannya. Analisis pembobotan pada penelitian
ini dilakukan untuk menghitung tingkat kekumuhan berdasarkan karakteristik
persebaran permukiman kumuh, sumber dan teknik penilaian berdasarkan
pedoman teknis Dirjen Perumahan dan permukiman (peningkatan kualitas
perumahan kumuh dan permukiman kumuh). Sedangkan Parameter penilaian
ditiap-tiap kriteria kumuh terbagi menjadi 3 tingkatan yang memiliki nilai
(1,3 dan 5) yang menjelaskan permasaalahan pada masing-masing kriteria
kekumuhan. lebih jelasnya bisa diliat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2 Parameter penilaian di tiap-tiap kriteria kumuh


Parameter Penilaian Nilai Keterangan
25%-50% mengalami permasalahan 1 Rendah
Kriteria berdasarkan kriteria kumuh
Kumuh 51%-75% mengalami permasalahan 3 Sedang
berdasarkan kriteria kumuh
76%-100% mengalami permasalahan 5 Tinggi
berdasarkan kriteria kumuh

49
Tabel 4. 3 Kriteria dan Indikator Penilaian
ASPEK KRITERIA INDIKATOR NILAI JUMLAH
A. Identifikasi Permasalah Kekukumuhan
1. Kriteria A. Keteraturan  Tingkat Keteraturan 5
Bangunan bangunan bangunan 76% - 100%
 Tingkat keteraturan 3
bangunan 51% - 75%
B. Kepadatan  Kepadatan Bangunan 5
Bangunan sebesar >300 Unit/Ha
 Kepadatan Bangunan 3
sebesar 299-251
Unit/Ha
 Kepadatan Bangunan 1
sebesar <250 Unit/Ha
C. Persyaratan  Tidak Memenuhi 5
Persyaratan Teknis
sbesar 76%-100%
 Bangunan Tidak 3
Memenuhi
Persyaratan Teknis
sebesar 51%-75%
2. Kondisi Jalan A. Cakupan  76%- 100% luas area 5
Lingkungan Pelayanan tidak terlayani jalan
lingkungan 3
 51% - 75% luas area
tidak terlayani jalan 1
lingkungan
 Cakupan Layanan
Jalan Lingkungan
Tidak Memadai Di
25%- 50% Luas
Area
B. Kualitas  Kualitas permukaan 5
Jalan jalan rusak sebesar

50
76%- 100% dari total
panjang jalan 3
lingkungan
 Kualitas permukaan
jalan rusak sebesar
51% - 75% dari total 1
panjang jalan
lingkungan.
 Kualitas Jalan Buruk
pada 25% -50% Luas
Area
3. kondisi A. Persyaratan  Drainase Lingkungan 5
drainase Teknis Tidak Mampu
lingkungan Mengatasi Genangan
Minimal di 76% -
100% Luas Area
 Drainase Lingkungan 3
Tidak Mampu
Mengatasi
GenanganMinimal di
51% - 75% Luas Area 1

 Drainase Lingkungan
Tidak Mampu
Mengatasi Genangan
Minimal di 25% -
50% Luas Area
B. Cakupan  76%- 100% drainase 5
Pelayanan tidak tersedia dari total
panjang jalan
lingkungan 3
 51 %-75% drainase
tidak tersedia dari total
panjang jalan 1
lingkungan

51
 25% -50% Luas Area
Tidak Terlayani
Drainase Lingkungan
4. Kondisi A. Persyaratan  SPAM Tidak 5
Penyediaan Teknis Memenuhi
Air Minum Persyaratan Teknis di
76% - 100%Luas Area 3
 SPAM Tidak
Memenuhi
Persyaratan Teknis di 1
51% - 75%Luas Area
 SPAM Tidak
Memenuhi
Persyaratan Teknis di
25% - 50%Luas Area
B. Cakupan  ` Cakupan pelayanan 5
Pelayanan SPAM tidak memadai
terhadap 76% -100%
populasi 3
 Cakupan pelayanan
SPAM tidak memadai
terhadap 51% -75% 1
populasi
 Cakupan pelayanan
SPAM tidak memadai
terhadap 25% -50%
populasi
5. Kondisi A. Persyaratan  Pengelolaan Air
Teknis
Pengelolaan Air Limbah Tidak 5
Limbah Memenuhi
PersyaratanTeknis di
76% - 100% Luas
Area 3
 Pengelolaan Air
Limbah Tidak

52
Memenuhi
PersyaratanTeknis di 1
51% - 75% Luas Area
 Pengelolaan Air
Limbah Tidak
Memenuhi
PersyaratanTeknis di
25% - 50% Luas Area
B. Cakupan  Cakupan pengolahan 5
Pelayanan air limbah tidak
memadai terhadap
76% - 100% populasi
 Cakupan pengolahan
air limbah tidak 3
memadai
terhadap51% - 75%
populasi
 Cakupan pengolahan 1
air limbah tidak
memadai
terhadap25% - 50%
populasi
7. Kondisi A. Persyaratan  Pengelolaan
Pengelolaan Teknis Persampahan Tidak 5
Persampahan Memenuhi
PersyaratanTeknis di
76% -100% Luas Area
 Pengelolaan
Persampahan Tidak 3
Memenuhi
PersyaratanTeknis di
51% - 75% Luas Area
 Pengelolaan
Persampahan Tidak
Memenuhi 1

53
PersyaratanTeknis di
25% - 50% Luas Area
B. Cakupan  Cakupan Pengelolaan 5
Pelayanan Persampahan Tidak
Memadaiterhadap
76% - 100% Populasi
 Cakupan Pengelolaan 3
Persampahan Tidak
Memadaiterhadap
51% - 75% Populasi
 Cakupan Pengelolaan 1
Persampahan Tidak
Memadaiterhadap
25% - 50% Populasi
8. Kondisi A. Persyaratan  Pasokan Air Damkar 5
Proteksi Teknis Tidak Memadai di
Kebakaran 76% - 100% LuasArea
 Pasokan Air Damkar 3
Tidak Memadai di
51% - 75% LuasArea
 Pasokan Air Damkar 1
Tidak Memadai di
25% - 50% LuasArea
B. Cakupan  Jalan Lingkungan 5
Pelayanan untuk Mobil
Damkar Tidak
Memadai di 76% -
100% Luas Area
 Jalan Lingkungan
untuk Mobil
3
Damkar Tidak
Memadai di 51% -
75% Luas Area
 Jalan Lingkungan

54
untuk Mobil
Damkar Tidak
Memadai di25% -
50% Luas Area 1

Tabel 4.5 Hasil Penilaian


Nilai Keterangan
Tingkat Kekumuhan (Total Nilai)
15 – 34 Kumuh Ringan
35 – 54 Kumuh Sedang
55 – 75 Kumuh Berat
Sumber:Draft Pedoman Teknis Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh Kementrian Pekerjaan
Umum

55
4.7 Tahapan Studi dan Jangkah Waktu Pelaksanaan

Waktu penelitian di jelaskan pada tabel rencana kegiatan peneliti berikut:

Tabel 4.6 Tahapan Studi dan Jangka Waktu Pelaksanaan

No Uraian Pekerjaan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I TAHAP PERENCANAAN
  a. Identifikasi                                                          
Masalah
  b. Meumuskan                                                          
Masalah
  c. Brainstoarming                                                          
judul
II TAHAP PENYUSUNAN LAPORAN PRA TUGAS AKHIR
  a. Merumuskan                                                          
Tujuan, Sasaran
dan ruang lingkup
  b. Menentukan                                                          
metodologi
penelitian
  c. Menentukan                                                          
variabel
penelitian
  d. Penyusunan                                                          
tahapan studi dan
Jangka waktu
III SIDANG PRA TUGAS                                                          
AKHIR
IV TAHAP PERSIAPAN
  a. Melengkapi                                                          
persyaratan
administrasi
V TAHAP PELAKSANAAN
  a. Pengumpulan                                                          

56
Data di Instansi
  b. Pengumpulan                                                          
Data melalui
observasi
  c. Pengumpulan                                                          
Data melalui
kuisioner
  d. Crosscheck                                                          
data
  e. Melengkapi                                                          
Data
VI TAHAP PENGOLAHAN DATA
  a. Tabulasi Data                                                          
  b. Analisis Data                                                          
  c. Finalisasi                                                          
Analisis dan
Crosscheck hasil
analisis
VII TAHAP PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR
  a. Penyusunan                                                          
Laporan Akhir
  b. crosscheck                                                          
Laporan Akhir
VIII Pendadaran
IX Yudisium
X Wisuda

57
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Peneliti menyimpulkan bahwa Laporan Penulisan Pra Tugas Akhir yang


berjudul”Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Di Kecamatan Sorong,
Kota Sorong Provinsi Papua Barat” Berdasarkan dari judul penelitian
tersubut. Maka tujuannya adalah untuk mengidentifikasi karakteristik
permukiman kumuh berdasarkan aspek fisik bangunan, sarana dan prasara di
Kecamatan Sorong, dengan sasaran-sasaran yang ingin harus dicapai yaitu:
1) Mengidentifikasi karakterteristik permukiman kumuh yang ada di
Kecamatan Sorong.
2) Untuk mengetahui tingkat kekumuhan prmukiman yang ada di
Kecamatan Sorong.
Berdasarkan hasil pembahasan pada setiap bab yang suda di deskripsikan
diatas. Peneliti berkesimpulan masih jauh dari kata sempurna karena terdapat
data yang masi kurang, yang nantinya akan menjadi acuan bagi peneliti ketika
observasi dan terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu kecamatan Sorong, Kota
Sorong Provinsi Papua Barat untuk melengkapi data yang ada. Peneliti
menegaskan bahwa Pra tugas akhir ini merupakan real karya dan pemikiran asli
dari peneliti sendiri, setiap deskripsi tidak dicantumkan tanpa pengakuan
sumber-sumber atau bahan yang perna di upload maupun ditulis oleh peneliti
lain. Jika kelak terdapat kesamaan 100% dalam penyusunan laporan Pra tugas
akhir, maupun Tugas akhir ini maka saya bersedia menerima konsekuensi yang
berlaku di Institut Teknologi Nasional Yogyakarta maupun aturan yang berlaku.

58
DAFTRA PUSTAKA

Adit Pratama Setya Nugraha, 2019. Skripsi Identifikasi Permukiman Kumuh


Pada Tingkat Rw Dan Arahan Penanganan Di Kelurahan Tanjungsari
Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang (Jurusan Geografi) Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

BPS Kota Sorong (Dalam Angka 2019)

Crysta Elpidia Agatha dan Yanto Budisanto (2017) / Jurnal Teknik ITS
vol.6,No2 ( 2017)”Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat
RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Diana Margaretha Asa, 2015. Skripsi Penanganan Permukiman Kumuh Di


Kelurahan Panggungrejo Kota PasuruanProgram Studi Perencanaan
Wilayah Dan Kota (Teknik Planologi) Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Institut Teknologi Nasional Malang

Dian Purnamasari Zain (2018) / Jurnal Teknik Vol. 7 No.(2018) “Model


Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Berbasis Sosio-Spasialdikota
Baubau

Doxiadis, Constantinos A. 1968, An Introduction To The Science Of Human


Settlements- Ekistics, London: Hutchinson of London.

Draft Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Tentang Pedoman


Teknis Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh.

Firman Tommy, 2006. Tesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terciptanya


Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus:
Kawasan Pancuran, Salatiga), Magister Teknik Pembangunan Wilayah
dan Kota Universitas Diponegoro

Jekson Koterisa1, Windy Mononimbar², &Verry Lahamendu3/ Jurnal Spasial


Vol 5. No. 2, (2018) “Identifikasi Tingkat Kekumuhan Kawasan
Bantaran Sungai Ampera Kelurahan Kaibus Kabupaten Sorong Selatan

Khomarudinm. 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman,


Jakarta: Yayasan Real Estate Indonesia, PT. Rakasindo, Jakarta.

Moh. Nazir. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Gahalia Indonesia

Muhajir Syam, 2017. Skripsi Identifikasi Kawasan Kumuh Dan Strategi


Penanganannya Pada Permukiman Di Kelurahan Rangas Kecamatan
Banggae Kabupaten Majene (Teknik Planologi) Fakultas Sains Dan
Teknologi Uin Alauddin Makassar

59
Nur Hidayah Annas (2018)/ Jurnal Teknik Tentangkondisi prasarana dasar
kawasan permukiman sungai remu kotasorong.

Odexyundo, “Faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman”, Blog Odexyundo.


http://odexyundo.blogspot.com/2009/08/faktor-penyebab-
tumbuhnyapermukiman.html (5 Agustus 2016)

Panduan Pelaksanaan Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Kumuh oleh


direktorat pengembangan permukiman (2015).Diunduh dari
http://Panduan/20Pelaksanaan/20Penanganan/20Kumuh/20/20Document
s.htm. Diakses pada tanggal 25 September 2016

Pratama, R. A. (2014). Tahapan-tahapan Penelititan Kualitatif.

Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung,


Alfabeta:2011

Undang-undang no.1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman


Analisa Bersasarkan Peraturan Mentri danPerumahan Rakyat Nomor.2
Tahun 2016

60

Anda mungkin juga menyukai