SKRIPSI
Oleh
JESSICA JOSEPHIND TALIE
NIM : 1923716032
Kupang, 2023
I
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
JESSICA JOSEPHIND TALIE
NIM : 1923716032
Mengetahui/menyetujui,
Tim Narasumber - Pembimbing Tanda Tangan
II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpah karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal
skripsi yang berjudul “Studi Perencanaan Tubuh Bendungan Utama pada
Bendungan Manikin di Desa Kuaklalo Kecamatan Taebenu Kabupaten
Kupang Provinsi Nusa Tengara Timur” ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini tidak mungkin terselesaikan
tanpa adanya dukungan, bantuan, bimbingan, dan nasihat dari berbagai pihak
selama penyusunan proposal skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih setulus - tulusnya kepada :
1. Bapak Frans Mangngi, ST., M.Eng selaku Direktur Politeknik Negeri
Kupang.
2. Ibu Priska G. Nahak, ST., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Kupang.
3. Bapak Yunus Fallo, SST., MT selaku Ketua Program Studi Teknik
Perancangan Irigasi dan Penanganan Pantai.
4. Bapak Indradhi Lasmana, ST., MT selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis sehingga
tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Bapak Joko Suparmanto, S. Pd., M. T selaku Dosen Pembimbing
Pendamping yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran kepada
penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Kedua Orang Tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa
dalam penyelesaian tugas akhir ini.
7. Teman - teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan masukan
dalam pengerjaan tugas akhir ini sehingga dapat diselesaikan penulis dengan
baik.
Dalam penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam
III
penyempurnaan penulisan tugas akhir ini serta bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.
Penulis
IV
DAFTAR ISI
V
2.6. Analisa Stabilitas Tubuh Bendungan..............................................................23
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................28
3.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................................ 28
3.2. Jenis Data ........................................................................................................29
3.2.1. Data Primer............................................................................................29
3.2.2. Data Sekunder........................................................................................29
3.3. Metode Pengumpulan Data .............................................................................30
3.4. Analisis Data ...................................................................................................31
3.5. Bagan Alir .......................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................32
VI
DAFTAR GAMBAR
VII
DAFTAR TABEL
VIII
BAB I
PENDAHULUAN
1
bendungan manikin adalah tubuh bendungan utama. Tubuh bendungan
merupakan bagian paling penting dari bendungan dimana secara umum rembesan
air ditahan oleh tubuh bendungan dan juga sebagai penyangga aliran air. Tubuh
bendungan utama pada bendungan Manikin diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan air irigasi di daerah Kecamatan Taebenu yang memiliki luas 310
Hektar. Untuk mengatasi hal tersebut maka direncanakan konstuksi tubuh
bendungan utama dengan menggunakan bendungan urugan random batu gamping
dengan material inti tegak di tengah. Kemudian dilakukan pengendalian stabulitas
rembesan dan lereng sehingga menghasilkan angka keamanan yang memenuhi
kriteria aman untuk dibangun bendungan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka saya melakukan penelitian tentang
“Studi Perencanaan Tubuh Bendungan Utama pada Bendungan Manikin di
Desa Kuaklalo Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang Nusa Tenggara
Timur”.
2
4. Menghitung stabilitas tubuh bendungan utama (main dam) bendungan
Manikin.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengempang air atau pengangkat
permukaan air dalam suatu waduk, maka secara garis besarnya tubuh bendungan
merupakan penahan rembesan air ke arah hilir serta penyangga tandon air
tersebut.
Ditinjau dari penempatan serta susunan bahan yang membentuk urugan
tubuh bendungan untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik, maka bendungan
urugan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) tipe utama, yaitu :
a. Bendungan urugan homogen (bendungan homogen)
Suatu bendungan urugan digolongkan dalam tipe homogen, apabila
bahan yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang
hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam.
Tubuh bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu
sebagai bangunan penyangga dan sekaligus sebagai penahan rembesan air.
b. Bendungan urugan zonal (bendungan zonal)
Bendungan urugan digolongkan dalam tipe zonal, apabila timbunan
yang membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi
(susunan ukuran butiran) yang berbeda - beda dalam urutan - urutan
pelampiasan tertentu.
Gambar 2.1. Klasifikasi Bendungan Urugan
5
Gambar 2.2. Contoh Potongan Melintang Bendungan Urugan (satuan : meter)
Gambar 2.3. Contoh Potongan Melintang Bendungan Zonal dengan Tirai Kedap Air
(satuan : meter)
6
Gambar 2.4. Contoh Potongan Melintang Bendungan dengan Inti Kedap Air Miring
(satuan : meter)
7
Gambar 2.7. Contoh Potongan Melintang Bendungan Tipe Zonal dengan Inti Kedap
Air Vertikal (satuan : meter)
8
Pada dasarnya bahan tubuh bendungan dapat dibedakan menjadi 2
klasifikasi, yaitu (Sossrodarsono, 2002) :
a. Bahan dengan fungsi utama sebagai penyangga tubuh bendungan, berupa
bahan yang lulus air. Seperti pasir, kerikil, dan batu.
b. Bahan dengan fungsi utamanya sebagai pencegah rembesan air yang
berlebihan dari bendungan. Berupa bahan yang kedap air yang umumnya
adalah bahan tanah lempung.
Biasanya sebelum dilakukan penimbunan pada tubuh bendungan,
diperlukan adanya pengujian - pengujian penimbunan dalam keadaan
sesungguhnya, terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan pemadatan, untuk
memperoleh pemadatan yang optimal dengan peralatan yang paling memadai
yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
9
2.3.1. Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan
horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off, dan infiltrasi. Jadi jumlah curah
hujan yang diukur sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan air hujan
yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi atau tanah. Satuan curah
hujan yang umumnya dipakai oleh BMKG adalah milimeter (mm). Curah hujan 1
mm artinya dalam luasan 1 m² pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1
mm atau tertampung air sebanyak 1 lr atau 1000 ml (Triatmodjo, 2010).
10
2. Cara Thiessen
Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus
pada tengah-tengah garis hubung dua pos penangkar hujan (Rn) akan terletak
pada suatu wilayah poligon tertutup dengan luas (An). Metode ini bisa digunakan
jika kondisi curah hujan tidak merata dan jumlah stasiun curah hujan sedikit.
Gambar 2.9. Gambar Poligon Thiessen
(Sumber : Google)
A₁R₁+A₂R₂+…+AnRn
R= (2.2)
A₁ + A₂ +An
Keterangan :
R = Curah hujan rata – rata daerah (mm)
A₁,₂,n = Luas bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan (km²)
11
2.3.3. Analisis Frekuensi Curah Hujan Rancangan
Penentuan metode perhitungan curah hujan rancangan yaitu terlebih dahulu
harus dihitung parameter statistik sebagai batasan dalam pemilihan distribusi
frekuensi. Adapun yang menjadi batasan adalah koefisien kemiringan populasi/
koefisien skewnes (Cs), koefisien kurtosis (Ck) dan koefisien keragaman sampel
(Cv).
Analisis frekuensi didasarkan pada sifat statistik data yang tersedia untuk
memperoleh probabilitas besaran hujan yang akan datang. Parameter - parameter
yang dihitung adalah meliputi :
n
i = 1 Xi
1. Nilai Rata - rata, X = (2.3)
n
(Xi − X)²
2. Simpangan Baku, S = (2.4)
n−1
S
3. Koefisien Keragaman Sample, Cv = (2.5)
X
n (Xi − X)³
4. Koefisien Kemiringan Populasi, Cs = (2.6)
(n − 1) (n − 2) S³
�2 (�� − � )4
5. Koefisien Kurtosis, Ck = (2.7)
(� − 1) (� − 2) (� − 3) �4
Keterangan :
Xi = Data hujan (mm)
n = Jumlah sample
Syarat pemilihan distribusi untuk perhitungan curah hujan rancangan adalah :
Tabel 2.1. Syarat - syarat Pemilihan Distribusi
No Sebaran Syarat
1. Normal Cs = 0, Ck = 3
2. Log Normal Cs > 0, Cs ≅ 3
3. Gumbel Cs ≥ 1,396, Ck ≥ 5,4002
4. Log Pearson Type III Digunakan jika tidak menunjukkan syarat pada ketiga
distribusi di atas
(Sumber ; Soemarto, 1986)
2.3.4. Curah Hujan Rancangan
Periode hujan, intensitas hujan, dan luas sebaran hujan mempengaruhi laju
volume aliran permukaan. Jumlah aliran permukaan dari suatu hujan tergantung
dari lamanya hujan pada intensitas tertentu. Hujan maksimum rencana dengan
12
berbagai periode ulang diperoleh melalui suatu analisis data curah hujan yang
akan dipergunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana dengan
berbagai periode ulang tertentu.
Perhitungan curah hujan maksimum rencana dapat menggunakan beberapa
metode sebagai berikut :
1. Distribusi Normal
Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss, analisa frekuensi
curah hujan menggunakan metode Distribusi Normal, dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut :
XT = X + k · Sx (2.8)
Keterangan :
XT = Besarnya curah hujan rencana untuk T tahun
X = Harga rata - rata dari data
Sx = Simpangan baku
k = Variabel reduksi Gauss
2. Distibusi Log Normal
Penentuan frekuensi curah hujan rencana distibusi log normal
menggunalan rumus sebagai berikut :
Log XT = Log X + k · Sx · Log X (2.9)
Keterangan :
Log XT = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun
Log X = Harga rata - rata data
Sx Log X = Simpangan baku
k = Variabel reduksi Gauss
n = Banyaknya data
3. Distribusi Gumbel
Penentuan curah hujan rencana dengan distribusi gambel
menggunakan rumus sebagai berikut :
XT = X + k · Sn (2.10)
Keterangan :
XT = Besarnya curah hujan rencana untuk T tahun
X = Harga rata - rata dari data (X)
13
k = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang dan
tipe frekuensi
Menghitung faktor frekuensi E. J. Gumbel mengambil harga :
YT − Yn
k = (2.11)
Sn
Keterangan :
YT = Reduksi variate sebagai fungsi dari periode ulang T
Yn = Reduksi mean sebagai fungsi dari banyak data (n)
Sn = Reduksi standard deviasi sebagau fungsi dari banyak data n
Tabel 2.2. Hubungan Antara Kala Ulang dengan Faktor Reduksi Yt
Kala Ulang T (tahun) Faktor Reduksi Yt
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2504
20 2,9702
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2958
1000 6,9190
(Sumber : Harto,1993)
Tabel 2.3. Rata - rata Tereduksi (Yn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5282 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5436 0,5442 0,5442 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5493 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600
(Sumber : Harto,1993)
14
Tabel 2.4. Simpangan Baku Tereduksi (Sn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9697 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0494 1,0565
20 1,0628 1,0695 1,0755 1,0812 1,0865 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1086
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1519 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1653 1,1667 1,1681 1,1681 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1960 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1.2060
100 1,2065
(Sumber : Harto,1993)
4. Distribusi Log Pearson Type III
Penentuan curah hujan rancangan dengan distribusi log pearson type
III menggunakan rumus sebagai berikut :
Log Xt = Log X + k · Sx (2.12)
Keterangan :
Log Xt = Logaritma curah hujan
Log X = Harga rata - rata dari data
Sx = Simpangan baku
k = Koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai Cs
dengan periode ulang T tahun
Tabel 2.5. Faktor Frekuensi k untuk Distribusi Log Pearson Type III
Kala Ulang (Tahun)
Koef Skew 2 5 10 25 50 100 200
-0,0 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576
-0,1 0,017 0,846 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749
15
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664
-1,1 0,180 0,848 1,107 1,324 1,435 1,518 1,581
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501
-1,3 0,210 0,838 1,064 1,240 1,324 1,383 1,424
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351
-1,5 0,240 0,825 1,018 1,147 1,217 1,256 1,282
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216
-1,7 0,268 0,808 0,970 1,075 1,116 1,140 1,155
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 1,097
-1,9 0,294 0,788 0,920 0,996 1,023 1,037 1,044
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 0,995
-2,1 0,319 0,765 0,869 0,923 0,939 0,946 0,949
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907
-2,3 0,341 0,739 0,819 0,855 0,864 0,867 0,869
-2,4 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832 0,833
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800
-2,6 0,368 0,747 0,474 0,764 0,768 0,769 0,769
-2,7 0,376 0,724 0,724 0,739 0,740 0,740 0,741
-2,8 0,384 0,702 0,702 0,712 0,714 0,714 0,714
-2,9 0,390 0,681 0,681 0,683 0,689 0,690 0,690
-3,0 0,396 0,660 0,666 0,666 0,666 0,667 0,667
(Sumber : Harto,1993)
Keterangan :
RT = Intensitas curah hujan rata - rata dalam jam (mm/jam)
R24 = Curah huajn efektif dalam 1 hari (mm)
t = Waktu konsentrasi hujan
T = Waktu mulai hujan
16
Lamanya hujan terpusat di Indonesia berkisar antara 5 - 7 jam/hari. Setelah
didapatkan sebaran hujan jam - jaman tersebut, kemudian dapat dihitung rasio
sebaran hujan sebagai berikut :
Rt = t · RT - (t - 1) · (RT - 1) (2.14)
Keterangan :
Rt = Presentase curah hujan rata - rata dalam T jam (%)
RT = Intensitas curah hujan rata - rata dalam jam (mm/jam)
t = Waktu hujan dari awal sampai dengan jam ke T (jam)
RT - 1 = Intensitas curah hujan rata - rata dalam jam t - 1 (mm)
T = Waktu mulai hujan
2.3.6. Curah Hujan Netto Jam - jaman
Curah hujan rancangan dengan berbagai kala ulang harus dikalikan dengan
nilai koefisien pengaliran (C) untuk mendapatkan curah hujan netto. Koefisien
pengaliran (C) pada suatu daerah dipengaruhi kondisi karakteristik DAS yang
bersangkutan, yaitu :
a. Kondisi hujan
b. Luas dan bentuk daerah pengaliran
c. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
e. Kebasahan tanah
f. Suhu udara dan angin serta evaporasi
g. Tata guna lahan
Berdasarkan keadaan di atas, maka besarnya angka koefisien pengaliran
“C” pada suatu daerah adalah (Sosrodarsono, 1984) :
a. Daerah pegunungan yang curam : 0,75 - 0,90
b. Daerah pegunungan tersier : 0,70 - 0,80
c. Daerah bergelombang dan hutan : 0,50 - 0,75
d. Daerah dataran yang ditanami : 0,45 - 0,60
e. Persawahan yang diairi : 0,70 - 0,80
f. Sungai di daerah pegunungan : 0,75 - 0,85
g. Sungai kecil di daerah dataran : 0,45 - 0,75
h. Sungai yang besar dengan wilayah pengaliran yang
17
lebih dari setengah terdiri dari daratan : 0,50 - 0,75
Berdasarkan hasil perhitungan nisbah hujan jam - jaman di atas, maka dari
curah hujan rancangan tersebut didapatkan hujan netto jam - jaman sebagai
berikut :
Rn = C · R (2.15)
Keterangan :
Rn = Hujan netto (mm/hari)
C = Koefisien pengaliran
R = Curah hujan harian maksimum (mm/hari)
2.3.7. Debit Banjir Rencanan (Design Flood)
Banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah
dengan periode ulang (rata - rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan
tanpa membahayakan stabilitas bendungan.
Berdasarkan analisis curah hujan rencana dari data curah hujan harian
maksimum dapat dihitung besarnya debit banjir rencana dengan kala ulang
1,2,5,10,25,50,100, dan 200. perhitungan debit banjir rencana dapat dihitung
dengan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu.
Metode perhitungan debit banjir rencana dengan metode hidrograf suatu
sintetik (HSS) Nakayasu, merupakan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf
banjir rencana dalam suatu DAS. Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai,
perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut.
Rumus HSS Nakayasu, yaitu :
C · A · Ro
Qp = (2.16)
3,6 (0,3 Tp + T0,3
Keterangan :
Qp = Debit puncak banjir (m³/det)
C = Koefisien pengaliran
A = Luas daerah aluran sungai (m³)
Ro = Hujan satuan (1 mm)
Tp = Waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak (jam)
Persamaan hidrograf satuannya adalah sebagai berikut :
a. Keadaan Kurva Naik (0 ≤ t < Tp) :
18
t
Qt = Qp ( )2,4 (2.17)
Tp
Keterangan :
Qp = Limpasan sebelum mencari debit puncak (m³)
t = Waktu (jam)
b. Keadaan Kurva Turun
1. Pada Kurva Turun (Tp ≤ t < Tp + T0,3)
t − Tp
Qt = Qp x 0,3 T0,3 (2.18)
2. Pada Kurva Turun (Tp + T0,3 ≤ t < Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
t − Tp + T0,3
Qt = Qp x 0,3 1,5 T0,3 (2.19)
3. Pada Kurva Turun (t > Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
t − Tp + 1,5 T0,3
Qt = Qp x 0,3 1,5 T0,3 (2.20)
Gambar 2.10. HSS Nakayasu
(Sumber : Triatmodjo,2010)
2.3.8. Penulusuran Banjir Lewat Pelimpah (Flood Routing)
Penelusuran banjir adalah merupakan perkiraan hidrograf di suatu titik
pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf
di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau waduk.
Tujuan penulusuran banjir adalah untuk (Soemarto, 1995) :
a. Perkiraan banjir jangka pendek
b. Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari
hidrograf satuan di suatu titik sungai tersebut
19
c. Perkiraan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan dalam palung
sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendung atau pembuatan
tanggul)
d. Derivasi hidrograf sint
Perhitungan penulurusan banjir (Flood routing) lewat pelimpah, dihitung
dengan Metode Level Pool Routing adalah perhitungan hidrograf Outflow yang
berasal dari waduk yang didapat dari hidrograf Inflow dan karakteristik
tampungan Outflow. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Chow,
Maidment, Mays, 1988) :
��
= I(t) - Q(t) (2.21)
��
Keterangan :
I = Debit masuk (m³/dt)
Q = Debit keluar (m³/dt)
20
Gambar 2.11. Hubungan Elevasi, Luas Genangan, dan Volume Tampungan
21
mercu bendungan kadang - kadang diperhitungkan pula pada penentuan
diperhitungkan pula
Tinggi jagaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
he
Hf ≥ ∆h + (hw atau 2
) +ha + hi (2.23)
Keterangan :
∆h = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk yang terjadi akibat
timbulnya banjir abnormal (m)
hw = Tinggi ombak akibat tiupan angin (m)
he = Tinggi ombak akibat gempa (m)
ha = Tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk, apabila terjadi
kemacetan - kemacetan pada pintu bangunan pelimpah (m)
hi = Tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi dari waduk tinggi
kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh banjir abnormal (m)
Keterangan :
FS hulu = Faktor keamanan lereng bagian hulu
FS hilir = Fatktor keamanan lereng bagian hilir
m = Kemiringan lereng hulu
n = Kemiringan lereng hilir
22
k = Koefisien gempa
φ = Sudut geser dalam (ᵒ)
23
b. Mengadakan analisa - analisa dan perhitungan - perhitungan pada stabilitas
lereng calon tubuh bendungan.
Jebolnya suatu bendungan biasanya dimulai dengan terjadinya suatu
gejala longsoran baik pada lereng ujung maupun lereng hilir bendungan
tersebut yang disebabkan kurang memadainya stabilitas kedua lereng tersebut.
Karenanya dalam pembangunan suatu bendungan urugan, stabilitas lereng -
lerengnya merupakan kunci dari stabilitas tubuh bendungan secara
keseluruhan (Sosrodarsono & Kensaku Takeda, 2002).
Dengan demikian dalam merencanakan suatu bendungan, maka faktor -
faktor yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap stabilitas lereng - lereng
bendungan tersebut supaya diketahui semuanya demikian pula dimensinya,
arahnya, serta karakteristik lainnya dalam perhitungannya supaya diambil
suatu kombinasi pembebanan yang paling tidak menguntungkan. Biasanya
konstruksi tubuh bendungan urugan direncanakan pada tingkat stabilitas
dengan faktor keamanan 1,2 atau lebih, sehingga syarat untuk dapat diijinkan
pembangunannya (Sosrodarsono & Kensaku Takeda, 2002).
Perhitungan stabilitas tubuh bendungan pada studi menggunakan metode
irisan bidang luncur bundar, metode ini dapat dilakukan dengan cara
mengambil suatu bidang geser yang berbentuk lingkaran dengan titik pusat P
yang terletak di atas bendungan. Letak titik pusat P dan jari - jari R adalah
sembarangan asal memotong tepi bendunga, bidang yang terjadi antara tepi
bendungan dan bidang geser dibagi menjadi beberapa irisan yang tebalnya
sama, misalnya satu irisan sebagai berikut (Ir. Soedibyo, 2003).
Gambar 2.12. Penggambaran Metode Irisan Bidang Luncur
24
(� · � + (� − � − ��) ��� �)
Fs = (2.28)
(� + ��)
(� · � + (� − � − ��) ��� �)
Fs = (2.29)
(� + ��)
Keterangan :
Fs = Faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur (N = ϒ · A · cos α) (kg)
T = Beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur (T = ϒ · A · sin α) (kg)
U = Tekanan pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur (N/m²)
Ne = Komponen vertikal beban seisme yang bekerja pada setiap irisan
bidang luncurnya (Ne = e · ϒ · A · sin α) (kg)
Te = Komponen tangensial beban seisme yang bekerja pada setiap irisan
bidang luncurnya (Te = e · ϒ · A · cos α) (kg)
θ = Sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur (ᵒ)
e = Intensitas seismis horizontal
ϒ = Berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur (Kg)
A = Luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur (Km²)
α = Sudut kemiringan rata - rata dari setiap irisan bidang luncur (ᵒ)
V = Tekanan air pori (N/m²)
c. Mengadakan analisa - analisa dan perhitungan - perhitungan pada stabilitas
calon tubuh bendungan terhadap gaya - gaya yang timbul oleh adanya aliran
filtrasi di dalam tubuh bendungan tersebut.
Baik tubuh bendungan maupun pondasinya diharuskan mampu
mempertahankan diri dari gaya - gaya yang ditimbulkan oleh adanya aliran
filterasi yang mengalir di celah - celah antara butiran tanah pembentuk tubuh
bendungan dan pondasi tersebut.
Untuk mengetahui kemampuan daya tahan tubuh bendungan serta
pondasinya terhadap gaya - gaya tersebut diatas, maka diperlukan penelitian
penelitian pada hal - hal sebagai berikut :
1. Formasi Garis Depresi
25
Formasi garis depresi pada zonal kedap air suatu bendungan dapat
diperoleh dengan metode Casagrande. Apabila angka permeabilitas vertikal
(kv) berbeda dengan angka permeabilitas horizontal (kh), maka sebesar
��/�ℎ kali.
2. Pembuatan Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi
Berbagai metode telah dikembangkan untuk membentuk jaringan
trayektori aliran filtrasi pada bendungan urugan dana metode yang paling
sesuai dan sederhana adalah metode grafis yang diperkenalkan oleh
Forchheimer.
Didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi yang telah tergambar,
selanjutnya dapat dihitung kapasitas air filtrasi dengan ketelitian yang cukup
baik dan gambar tersebut akan sangat kenyataan apabila dibuat oleh tenaga
ahli yang cukup berpengalaman. Sehingga ketelitian sangat diharapkan dalam
perhitungan kapasitas air filtrasi, sehingga mampu menghasilkan kesimpulan
yang tepat.
Contoh jaringan trayekori aliran filtrasi dapat diperhatikan pada
gambar berikut :
Gambar 2.13. Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi dalam Tubuh Bendungan
26
��
Q = ��
·k·h (2.30)
Keterangan :
Q = Debit rembesan air
Nf = Jumlah aliran air
Np = Jumlah penurunan tenaga potensial yang sama
k = Koefisien rembesan
h = Selisih tinggi permukaan air
Untuk keperluan ini dibuat garis jaringan aliran trayektori. Air akan
merembes mengikuti garis aliran flow line, tekanan air dapat diukur dengan
piezometer. Garis yang terbentuk sebagai akibat adanya tenaga potensial
yang sama disebut equipotential lines. Equipontential lines selalu tegak lurus
dengan flowlines dan jarak antara pertemuan equipotential dengan garis
depresi adalah sama (Ir. Soedibyo, 2003).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
(Sumber : arcgis)
28
Gambar 3.2. Lokasi Bendungan Manikin
Bendungan Manikin
29
letak bendungan di sungai Manikin dan untuk kepentingan lainnya. Data
topografi dipakai untuk perencanaan tubuh bendungan. Data ini merupakan
hasil perhitungan yang dikeluarkan oleh Kantor Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II.
2. Data hidrologi, yaitu data curah hujan harian maksimum tahunan dari
beberapa stasiun penakar curah hujan yang letaknya berada dalam DAS
Manikin atau di luar tetapi berdekatan dan masih berpengaruh terhadap DAS
Manikin. Data curah hujan yang dipakai berasal dari Stasiun Oelatsala dan
Stasiun Baun dengan panjang data selama 10 tahun terakhir yaitu dari tahun
2013 sampai dengan tahun 2022. Maksud dari pengumpulan data hidrologi
adalah untuk melakukan analisa curah hujan rancangan dan menganalisa
debit banjir rancangan dengan berbagai kala ulang, dimulai dari periode
ulang Q5 tahun, Q10 tahun, Q25 tahun, Q50 tahun, dan Q100 tahun. Setelah
mengetahui besaran curah hujan rancangan, maka dapat dilanjutkan dengan
analisa banjir rancangan dengan berbagai kala ulang seperti disebutkan di
atas.
30
Metode ini dilakukan dengan cara studi pustaka atau membaca kembali
literatur - literatur maupun bahan ajar perkuliahan yang ada sebagai paduan
dalam penyusunan skripsi.
31
3.5. Bagan Alir
Mulai
Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Data Data
2. Data Tanah
Hidrologi Topografi
Perhitungan Debit
Banjir Rencana
Analisis Kapasitas
Tubuh Bendungan
Perencanaan Dimensi
Tubuh Bendungan
Analisa Stabilitas
Bendungan
Kesimpulan
Selesai
32
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rakhim dan Sirajuddi, 2020. Evaluasi Perencanaan Teknis dan Analisa
Stabilitas Konstuksi Tubuh Bendungan Karalloe.
Adhyaksa, B. Mutiara, Suprijanto H. & Sisinggih, D. 2011. Studi Perencanaan
Konstruksi Tubuh Bendungan Pada Waduk Suplesi Konto Wiyu Di
Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Provinsi Jawa.
Aliul Alim dan Iwando B, 2022. Studi Perencanaan Dimensi Tubuh Bendungan
Ponre - Ponre Kabupaten Bone.
Chow Maidment, Mays, 1988. Applied Hydrology. New York : MC Graw - Hill
Book.
Depertement Pekerjaan Umum, 1989. Standar Metode Perhitungan Debit Banjir
(SK SNI M-18-1989-F). Bandung : Yayasan LPMB.
Dwi Purwanto, 2011. Tinjaun Perencanaan Stabilitas Bendungan Gonggang Di
Kabupaten Magetan.
Harto, 1993. Analisa Hidrologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Martha dan Adidarma, 1983. Mengenal Dasar - dasar Hidrologi. Bandung :
NOVA.
Muhammad Rafi Fazjrin, Suwanto Marsudi, dan Very Dermawan, 2021. Studi
Perencanaan Konstruksi Bendungan Cijurey Tipe Beton Padat Gilas
Gravitasi Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Retno Pri Anggraningtiyas, Kustaman, I Wayan Mundra, 2017. Alternatif
Perencanaan Tipe Tubuh Embung Ngluyu, Kabupaten Nganjuk.
Rober Firmansyah, Besperi, dan Muhammad Fauzi, 2017. Perencanaan Tubuh
Bendungan Air Luas Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Soedibyo, 2003. Teknik Bendungan. Jakarta : Pt. Pradnya Paramita.
Soemarto, 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya : Usaha Nasional.
Soemarto, 1995, Hidrologi Teknik. Jakarta : Erlangga.
Soemarto, 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta : Erlangga.
Sosradarsono, 1984. Perbaikan dan Peraturan Sungai. Jakarta : Pt. Pradnya
Paramita.
33
Sosradarsono, 2002. Bendungan Type Urugan. Jakarta : Pt. Pradnya Paramita.
Triadmodjo, 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset.
Yeni Safitri, Eko Noerhayati, dan Bambang Suprapto. Studi Perencanaan Tubuh
Bendungan Utama (Main Dam) Pada Pembangunan Waduk Bendo
Kabupaten Ponorogo
34
LAMPIRAN
35
LAMPIRAN - 1
36