oleh :
a. Pendahuluan
Ushul fikh dalam kajian hukum Islam secara etimologis dapat diartikan
dipahami bahwa ushul fikh merupakan satu ilmu yang mempelajari dasar-dasar,
pada hakekatnya secara definisi sama dengan penelitian hukum secara umum
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Dengan begitu,
dicapai dengan membingkai tiga unsur yang saling berkaitan yaitu substansi,
ushul fikh yang merupakan dasar-dasar untuk memahami hukum Islam dengan
kegiatan penelitian dalam ranah kajian hukum Islam. tulisan ini juga akan memuat
1
Akh. Minhaji, Reorientasi Kajian Ushul Fikh, dalam Amin Abdullah dkk., Re-
strukturisasi Metodologi Islamic Studies Mazhab Yogyakarta, (Yogyakarta: UIN Suka Press,
2007), hlm. 118.
2
Abu Yasid, Aspek-aspek Penelitian Hukum: Hukum Islam – Hukum Barat, (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 14.
3
lain tidak mencari norma hukum terbaik yang harus dipegangi untuk diterapkan
Dalam penelitian hukum Islam deskriptif, terdapat dua pembagian lagi yakni
kaitan ini hukum Islam dilihat baik sebagai variabel independen yang
pemikir serta cendekiawan baik dalam maupun luar Indonesia. Sebagai contoh
palik banyak ditemukan ialah pelitian hukum Islam dengan pendekatan sosiologi.
Pendekatan sosiologis ini bermula pada hubungan antara fikh dengan kehidupan
3
Syamsul Anwar, Metodologi Hukum Islam, hlm. 48-49.
4
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: RM Book, 2007), hlm. 36.
4
sosial masyarakat. Hal ini sebagaimana yang ditulis Ali Yafie dalam bukunya,
yang berusaha menjelaskan keterkaitan antara Islam yang berasal dari wahyu
dengan alam beserta isinya yang meliputi manusia dan kehidupan masyarakat.5
Cik Hasan Bisri. Dalam ideologinya, beliau menggagas istilah Hukum Islam dan
Pranata Sosial. Gagasan ini bermula pada asumsi bahwa hukum Islam mencakup
berbagai dimensi. Dimensi abstrak, dalam wujud segala perintah dan larangan
Allah dan Rasul-Nya; dan dimensi konkret, dalam wujud perilaku mempola yang
bersifat ajeg dikalangan orang Islam sebagai upaya untuk melaksanakan titah
Allah dan Rasul-Nya itu. Lebih konkret lagi, dalam wujud perilaku manusia
substansi hukum itu dapat disilang yang kemudian disebut Hukum Islam dan
Pranata Sosial.6
hukum Islam untuk menemukan kaidah tingkah laku yang dipandang terbaik dan
yang dapat diterapkan untuk memberi ketentuan hukum terhadap suatu kasus.
Penelitian hukum islam normatif terbagi menjadi tiga yakni: penelitian filosofis,
5
Dalam bukunya yang berjudul “Menggagas Fikh Sosial”, Ali Yafie memaparkan tema-
tema pokok yang dapat mengantarkan kepada pemahaman al-Qur’an yang utuh. Tema-tema yang
diambil adalah: Penegasan dan penguatan eksistensi wahyu; pengenalan masalah ketuhanan;
pandangan terhadap alam; pengenalan manusia dan kemanusiaan; pandangan terhadap masalah
kehidupan. Lebih jelas, baca Ali Yafie, Menggagas Fikh Sosial, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 21-
28.
6
Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 38.
5
ialah kajian mengenai nilai-nilai dasar hukum Islam;7 penelitian doktrinal, yaitu
kajian untuk menemukan doktrin-doktrin atau asas-asas umum hukum Islam; dan
penelitian klinis, disebut juga sebagai penemuan hukum syar’i untuk menemukan
hukum Islam sama dengan penelitian hukum secara umum yakni: proses untuk
hukum. Dalam praktiknya, penelitian hukum identik dengan kajian limu hukum.
Ilmu hukum sendiri merupakan ilmu yang bersifat normatif dimana ilmu yang
merefleksikan kepada norma dasar yang diberi bentuk konkret dalam norma-
hidup ideal antar sesama manusia yang didasarkan pada norma keadilan. Norma-
7
Nilai-nilai dasar hukum Islam adalah nilai-nilai dasar agam sendiri, karena hukum Islam
berlandaskan nilai-nilai dasar Islam. Didalam al-Qur’an secara harfiah dan secara implisit banyak
ditentukan nilai-nilai dasar Islam yang menjadi nilai-nilai dasar hukum Islam juga. Misalnya
tauhid, keadilan, persamaan, kebebasan, kemaslahatan, dan lain-lain. Dari nilai-nilai dasar itu
diturunkan asas-asas umum hukum Islam dan dari asas umu diturunkan menjadi peraturan hukum
konkret. Dengan kata lainperaturan hukum konkret berlandaskan kepadda atau dipayungi oleh asas
umum dan asas umum pada gilirannya berlandaskan kepada atau dipayungi oleh nlai dasar. Baca
Syamsul Anwar, Studi Hukum..., hlm. 37-38.
8
Syamsul Anwar, Metodologi..., hlm. 48-49.
9
Abu Yasid, Aspek-aspek..., hlm. 14-19.
6
Dalam kajian ushul fikh, objek yang dikaji adalah: dalil-dalil atau sumber-
itu, dan kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara’ dari
dalil atau sumber yang mengandungnya.10 Merujuk pada objek kajian ushul fikh
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secara garis besar ushul fikh merupakan
salah satu metode dalam kegiatan penelitian hukum Islam, atau dalam beberapa
hidupnya pada al-Qur’an dan hadits yang dikenal sebagai sumber ajaran yang
disepakati. Biasanya pembahasan yang ada dimulai mengutip satu ayat atau
sunnah dan dikelaskan arti, makna, dan maksudnya dan ilustrasi lain yang terkait.
10
Amir Syarifuddin, Ushul Fikh 1, cet ke-4, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), hlm. 49.
11
Abu Yasid, Aspek-aspek..., hlm. 127-128.
12
Akh. Minhaji, Reorientasi..., hlm. 120.
13
Ibid.
7
kontemporer telah out of date, karena banyaknya permasalahn baru yang muncul
sedangkan model seperti itu sudah tidak mampu untuk memberikan sosuli yang
cukup. Maka disitu menuai berbagai kritik terhadap ushul fikh.14 Menanggapi
kritikan tersebut, Akh. Minhaji menawarkan perpaduan antara model pertama dan
kedua sebagai solusi untuk menjadikan ushul fikh tetap sebagai metode penemuan
Terkait dengan penelitian hukum Islam, ushul fikh memiliki posisi khusus.
Meskipun secara umum ushul fikh merupakan metode pengkajian Islam pada
umumnya dan dalam sejarah kebudayaan Islam, inilah satu-satunya metode khas
Islam yang berkembang, namun dalam pengertian khusus, ushul fikh adalah suatu
metode penemuan hukum syari’ah. Sebagai metode penemuan hukum, ushul fikh
14
Kritik tersebut dilontarkan oleh Akh. Minhaji sendiri dalam tulisannya Akh. Minhaji,
Reorientasi..., hlm. 122-127. Kritik lain juga disampaikan oleh Muhyar Fanani yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fikh yang ada selama ini merupakan produk historis masa lalu yang disusun
berdasarkan kebutuhan pada masanya. Masa kegelapan dan kemerosotan semangat kaum
muslimin telah menyeret para fuqaha’ untuk menjadikan ilmu ushul fikh yang semestinya menjadi
petunjukberpikir, justru menjelma menjadi doktrin-doktrin yang sama sekali tidak bisa
membimbing mereka menciptakan fikh dan melahirkan pemikiran-pemikiran baru, bahkan ia
berubah menjadi sekumpulan pandangan yang berkembang sama rumitnya dengan fikh itu sendiri.
Baca Muhyar Fanani, Fikh Madani: Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern, (Yogyakarta:
LkiS, 2010), hlm. 83-99.
15
Pada penjelasannya, Akh. Minhaji mencontohkan kasus poligami dimana secara
droktiner dan nornatif semua umat Islam memahami dan menerima kebolehan poligami. Menolak
poligami berarti menolak hukum Islam. namun dalam perkembangannya, terutama pada masa
modern ini, mulai muncul pertanyaan tentang realisasi ajaran poligami itu.boleh tidaknya poligami
kemudian menuntut dilaksanakannya satu penelitian yang kurang lebih seperti berlaku pada
penelitian-penelitian sosial pada umumnya yang terkait antara lain dengan kondisi sosial
masyarakat pada saat ayat al-Qur’an diturunkan dan juga perkembangan masyarakat pada masa-
masa sesudahnya termasuk perkembangan masyarakat kontemporer. Untuk menyelesaikan
persoalan tersebut, maka diperlukan satu pendekatan gabungan antara induksi dengan deduksi.
Akh. Minhaji, Reorientasi..., hlm. 122.
16
Syamsul Anwar, Studi Hukum..., hlm. 35-36.
8
Penggunaan ushul fikh dalam penelitian hukum Islam dapat dilihat dari
logika berpikir. Penggunaan logika ini merupakan konsep berpikir yang ada
dalam kajian ushlu fikh, seperti analogi, istihsan, maslahah mursalah, ‘urf dan
Islam.17
d. Penutup
Demikian kiranya dari apa yang telah dipaparkan dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa ushul fikh dalam penelitian hukum Islam tidak lain adalah
penelitian hukum Islam baik penelitian hukum normatif maupun deskriptif, ushul
fikh merupakan satu-satunya metode telah lama dilakukan oleh para ulama’ dan
Semua itu tidak lain bertujuan untuk kemaslahatan umat Islam sendiri.
Daftar Pustaka
17
Keterangan akan pentingnya logika berpikir tersebut dapat dilihat pada tulisan Abu
Yasid, Aspek-aspek..., hlm. 24-64.
9
Bisri Cik Hasan, Pilar-pilar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: PT
Syarifuddin Amir, Ushul Fikh 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.