Anda di halaman 1dari 9

USHUL FIKH DAN TIPOLOGI PENELITIAN HUKUM ISLAM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Ushul Fikh : Teori dan Metodologi Hukum Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A.

oleh :

M. Dzul Fahmi Arif 1220310088

KONSENTRASI HUKUM KELUARGA


PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
2

USHUL FIKH DAN TIPOLOGI PENELITIAN HUKUM ISLAM

a. Pendahuluan

Ushul fikh dalam kajian hukum Islam secara etimologis dapat diartikan

sebagai dasar-dasar pemahaman ajaran Islam. Dari pengertian tersebut dapat

dipahami bahwa ushul fikh merupakan satu ilmu yang mempelajari dasar-dasar,

metode-metode, pendekatan-pendekatan, dan teori-teori yang digunakan dalam

memahami ajaran Islam.1

Sementara itu, penelitian hukum Islam sebagaimana pendapat Abu Yasid

pada hakekatnya secara definisi sama dengan penelitian hukum secara umum

yakni: proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Dengan begitu,

penelitian dapat dimaknai sebagai proses epistimologi untuk mencapai kebenaran

empirik. Capaian-capaian ini bisa juga disebut ilmu pengetahuan dalam

pengertiannya yang sangat substantif. Pada prinsipnya ilmu pengetahuan dapat

dicapai dengan membingkai tiga unsur yang saling berkaitan yaitu substansi,

informasi dan metodologi.2

Selanjutnya, tulisan ini akan sedikit membahas tentang keterkaitan antara

ushul fikh yang merupakan dasar-dasar untuk memahami hukum Islam dengan

kegiatan penelitian dalam ranah kajian hukum Islam. tulisan ini juga akan memuat

tentang posisi ushul fikh dalam sebuah penelitian hukum Islam.

1
Akh. Minhaji, Reorientasi Kajian Ushul Fikh, dalam Amin Abdullah dkk., Re-
strukturisasi Metodologi Islamic Studies Mazhab Yogyakarta, (Yogyakarta: UIN Suka Press,
2007), hlm. 118.

2
Abu Yasid, Aspek-aspek Penelitian Hukum: Hukum Islam – Hukum Barat, (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 14.
3

b. Tipologi Penelitian Hukum Islam

Berbicara tentang peneltian hukum Islam, Syamsul Anwar membagi

menjadi dua yakni:

1) penelitian hukum Islam deskriptif

Adalah penelitian yang tidak mempertanyakan apa hukumnya, dengan kata

lain tidak mencari norma hukum terbaik yang harus dipegangi untuk diterapkan

kepada suatu kasus, melainkan mendeskripsikan fenomena hukum dengan

mencari hubungan variabel-variabel hukum dan variabel-variabel non hukum.

Dalam penelitian hukum Islam deskriptif, terdapat dua pembagian lagi yakni

hukum sebagai variabel independen dan hukum sebagai variabel dependen.3

Penelitian hukum deskriptif meneropong hukum Islam sebagai suatu

fenomena sosial yang berinteraksi dengan gejala-gejala sosial lainnya. Dalam

kaitan ini hukum Islam dilihat baik sebagai variabel independen yang

mempengaruhi masyarakat maupun sebagai variabel dependen yang dipengaruhi

oleh masyarakat. Dalam penelitian model ini biasanyadigunakan berbagai

pendekatan yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan seperti

pendekatan sejarah, pendekatan sosiologi, pendekatan politik, pendekatan

antropologi dan seterusnya.4

Penelitian hukum deskriptif ini telah banyak dikembangkan oleh para

pemikir serta cendekiawan baik dalam maupun luar Indonesia. Sebagai contoh

palik banyak ditemukan ialah pelitian hukum Islam dengan pendekatan sosiologi.

Pendekatan sosiologis ini bermula pada hubungan antara fikh dengan kehidupan
3
Syamsul Anwar, Metodologi Hukum Islam, hlm. 48-49.

4
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: RM Book, 2007), hlm. 36.
4

sosial masyarakat. Hal ini sebagaimana yang ditulis Ali Yafie dalam bukunya,

yang berusaha menjelaskan keterkaitan antara Islam yang berasal dari wahyu

dengan alam beserta isinya yang meliputi manusia dan kehidupan masyarakat.5

Pengembang penelitian hukum Islam dengan pendekatan sosial lain ialah

Cik Hasan Bisri. Dalam ideologinya, beliau menggagas istilah Hukum Islam dan

Pranata Sosial. Gagasan ini bermula pada asumsi bahwa hukum Islam mencakup

berbagai dimensi. Dimensi abstrak, dalam wujud segala perintah dan larangan

Allah dan Rasul-Nya; dan dimensi konkret, dalam wujud perilaku mempola yang

bersifat ajeg dikalangan orang Islam sebagai upaya untuk melaksanakan titah

Allah dan Rasul-Nya itu. Lebih konkret lagi, dalam wujud perilaku manusia

(amaliah), baik individual maupun kolektif. Hukum Islam juga mencangkup

subtansi yang terinternalisasi kedalam berbagai pranata sosial.dimensi dan

substansi hukum itu dapat disilang yang kemudian disebut Hukum Islam dan

Pranata Sosial.6

2) penelitian hukum normatif,

Ialah penelitian hukum Islam yang bertujuan menyelidiki norma-norma

hukum Islam untuk menemukan kaidah tingkah laku yang dipandang terbaik dan

yang dapat diterapkan untuk memberi ketentuan hukum terhadap suatu kasus.

Penelitian hukum islam normatif terbagi menjadi tiga yakni: penelitian filosofis,

5
Dalam bukunya yang berjudul “Menggagas Fikh Sosial”, Ali Yafie memaparkan tema-
tema pokok yang dapat mengantarkan kepada pemahaman al-Qur’an yang utuh. Tema-tema yang
diambil adalah: Penegasan dan penguatan eksistensi wahyu; pengenalan masalah ketuhanan;
pandangan terhadap alam; pengenalan manusia dan kemanusiaan; pandangan terhadap masalah
kehidupan. Lebih jelas, baca Ali Yafie, Menggagas Fikh Sosial, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 21-
28.

6
Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 38.
5

ialah kajian mengenai nilai-nilai dasar hukum Islam;7 penelitian doktrinal, yaitu

kajian untuk menemukan doktrin-doktrin atau asas-asas umum hukum Islam; dan

penelitian klinis, disebut juga sebagai penemuan hukum syar’i untuk menemukan

hukum in concrito guna menjawab suatu kasus tertentu.8

Kiranya penelitian hukum Islam normatif ini merupakan penelitian yang

sebagaimana telah disampaikan pada bagian pendahuluan, bahwa penelitian

hukum Islam sama dengan penelitian hukum secara umum yakni: proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

hukum. Dalam praktiknya, penelitian hukum identik dengan kajian limu hukum.

Ilmu hukum sendiri merupakan ilmu yang bersifat normatif dimana ilmu yang

merefleksikan kepada norma dasar yang diberi bentuk konkret dalam norma-

norma yang ditentukan dalam bidang-bidang tertentu. Misalkan bagaimana pola

hidup ideal antar sesama manusia yang didasarkan pada norma keadilan. Norma-

norma tersebut pada gilirannya akan dijelmakan dalam peraturan-peraturan

konkret bagi suatu masyarakat tertentu.9

c. Ushul Fikh dalam Penelitian Hukum Islam

7
Nilai-nilai dasar hukum Islam adalah nilai-nilai dasar agam sendiri, karena hukum Islam
berlandaskan nilai-nilai dasar Islam. Didalam al-Qur’an secara harfiah dan secara implisit banyak
ditentukan nilai-nilai dasar Islam yang menjadi nilai-nilai dasar hukum Islam juga. Misalnya
tauhid, keadilan, persamaan, kebebasan, kemaslahatan, dan lain-lain. Dari nilai-nilai dasar itu
diturunkan asas-asas umum hukum Islam dan dari asas umu diturunkan menjadi peraturan hukum
konkret. Dengan kata lainperaturan hukum konkret berlandaskan kepadda atau dipayungi oleh asas
umum dan asas umum pada gilirannya berlandaskan kepada atau dipayungi oleh nlai dasar. Baca
Syamsul Anwar, Studi Hukum..., hlm. 37-38.

8
Syamsul Anwar, Metodologi..., hlm. 48-49.

9
Abu Yasid, Aspek-aspek..., hlm. 14-19.
6

Dalam kajian ushul fikh, objek yang dikaji adalah: dalil-dalil atau sumber-

sumber huhkum syara’, hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam dalil-dalil

itu, dan kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara’ dari

dalil atau sumber yang mengandungnya.10 Merujuk pada objek kajian ushul fikh

tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secara garis besar ushul fikh merupakan

salah satu metode dalam kegiatan penelitian hukum Islam, atau dalam beberapa

literatur dikatakan bahwa ushul fikh merupakan metodologi hukum Islam.11

Ushul fikh mengenal dua model pendekatan: doktriner-normatif-deduktif

dan empiris-historis-induktif. Model pendekatan yang pertama adalah secara

doktriner normatif, setiap individu muslim harus mendasarkan segala aktifitas

hidupnya pada al-Qur’an dan hadits yang dikenal sebagai sumber ajaran yang

disepakati. Biasanya pembahasan yang ada dimulai mengutip satu ayat atau

sunnah dan dikelaskan arti, makna, dan maksudnya dan ilustrasi lain yang terkait.

Model pendekatan ini meupkan pendekatan pertama dalam ushul fikh.12

Model yang kedua yakni empiris-historis-induktif, model kedua ini

memaksa si pemikir untuk melihat realitas sosial yang berkembang di tengah-

tengah masyarakat dilanjukan dengan mengidentifkasi masalah sekaligus

menawarkan alternatif solusi yang dibutuhkan. Model berfikir induktif ini

sebagaimana dikenal dalam penelitian-penelitian sosial.13

10
Amir Syarifuddin, Ushul Fikh 1, cet ke-4, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), hlm. 49.

11
Abu Yasid, Aspek-aspek..., hlm. 127-128.

12
Akh. Minhaji, Reorientasi..., hlm. 120.

13
Ibid.
7

Pada model pendekatan yang pertama, dilnilai oleh segenap pemikir

kontemporer telah out of date, karena banyaknya permasalahn baru yang muncul

sedangkan model seperti itu sudah tidak mampu untuk memberikan sosuli yang

cukup. Maka disitu menuai berbagai kritik terhadap ushul fikh.14 Menanggapi

kritikan tersebut, Akh. Minhaji menawarkan perpaduan antara model pertama dan

kedua sebagai solusi untuk menjadikan ushul fikh tetap sebagai metode penemuan

hukum Islam yang tidak tenggelam oleh perkembangan jaman.15

Terkait dengan penelitian hukum Islam, ushul fikh memiliki posisi khusus.

Meskipun secara umum ushul fikh merupakan metode pengkajian Islam pada

umumnya dan dalam sejarah kebudayaan Islam, inilah satu-satunya metode khas

Islam yang berkembang, namun dalam pengertian khusus, ushul fikh adalah suatu

metode penemuan hukum syari’ah. Sebagai metode penemuan hukum, ushul fikh

merupakan bagian dari metode penelitian hukum secara umum.16

14
Kritik tersebut dilontarkan oleh Akh. Minhaji sendiri dalam tulisannya Akh. Minhaji,
Reorientasi..., hlm. 122-127. Kritik lain juga disampaikan oleh Muhyar Fanani yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fikh yang ada selama ini merupakan produk historis masa lalu yang disusun
berdasarkan kebutuhan pada masanya. Masa kegelapan dan kemerosotan semangat kaum
muslimin telah menyeret para fuqaha’ untuk menjadikan ilmu ushul fikh yang semestinya menjadi
petunjukberpikir, justru menjelma menjadi doktrin-doktrin yang sama sekali tidak bisa
membimbing mereka menciptakan fikh dan melahirkan pemikiran-pemikiran baru, bahkan ia
berubah menjadi sekumpulan pandangan yang berkembang sama rumitnya dengan fikh itu sendiri.
Baca Muhyar Fanani, Fikh Madani: Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern, (Yogyakarta:
LkiS, 2010), hlm. 83-99.

15
Pada penjelasannya, Akh. Minhaji mencontohkan kasus poligami dimana secara
droktiner dan nornatif semua umat Islam memahami dan menerima kebolehan poligami. Menolak
poligami berarti menolak hukum Islam. namun dalam perkembangannya, terutama pada masa
modern ini, mulai muncul pertanyaan tentang realisasi ajaran poligami itu.boleh tidaknya poligami
kemudian menuntut dilaksanakannya satu penelitian yang kurang lebih seperti berlaku pada
penelitian-penelitian sosial pada umumnya yang terkait antara lain dengan kondisi sosial
masyarakat pada saat ayat al-Qur’an diturunkan dan juga perkembangan masyarakat pada masa-
masa sesudahnya termasuk perkembangan masyarakat kontemporer. Untuk menyelesaikan
persoalan tersebut, maka diperlukan satu pendekatan gabungan antara induksi dengan deduksi.
Akh. Minhaji, Reorientasi..., hlm. 122.

16
Syamsul Anwar, Studi Hukum..., hlm. 35-36.
8

Penggunaan ushul fikh dalam penelitian hukum Islam dapat dilihat dari

penerapannya. Dalam penelitian hukum Islam, sangat perlu adanya penggunaan

logika berpikir. Penggunaan logika ini merupakan konsep berpikir yang ada

dalam kajian ushlu fikh, seperti analogi, istihsan, maslahah mursalah, ‘urf dan

istishhab. Semua itu diperlukan dalam penerapan metode penelitian hukum

Islam.17

d. Penutup

Demikian kiranya dari apa yang telah dipaparkan dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa ushul fikh dalam penelitian hukum Islam tidak lain adalah

bagian metode penelitian hukum Islam itu sendiri. Dalam penggolongan

penelitian hukum Islam baik penelitian hukum normatif maupun deskriptif, ushul

fikh merupakan satu-satunya metode telah lama dilakukan oleh para ulama’ dan

cendekiawan muslim. Hanya dengan adanya perubahan dan perkembangan

zaman, ushul fikhpun mengalami transformasi dalam metode penggunaannya.

Semua itu tidak lain bertujuan untuk kemaslahatan umat Islam sendiri.

Daftar Pustaka

17
Keterangan akan pentingnya logika berpikir tersebut dapat dilihat pada tulisan Abu
Yasid, Aspek-aspek..., hlm. 24-64.
9

Abdullah Amin dkk., Re-strukturisasi Metodologi Islamic Studies Mazhab

Yogyakarta, Yogyakarta: UIN Suka Press, 2007.

Anwar Syamsul, Metodologi Hukum Islam.

------------------, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Book, 2007.

Bisri Cik Hasan, Pilar-pilar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004..

Fanani Muhyar, Fikh Madani: Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern,

Yogyakarta: LkiS, 2010.

Syarifuddin Amir, Ushul Fikh 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Yafie Ali, Menggagas Fikh Sosial, Bandung: Mizan, 1994.

Yasid Abu, Aspek-aspek Penelitian Hukum: Hukum Islam – Hukum Barat,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.

Anda mungkin juga menyukai