Anda di halaman 1dari 5

Pengertian dan Karakteristik Hukum Islam (Fikih dan Ushul Fikih)

Hukum Islam atau fiqih adalah sekelompok dengan syariat yaitu ilmu yang berkaitan dengan amal
perbuatan manusia yang diambil dari nash Al-Qur’an atau Al-Sunnah. Bila ada nash dari Al-Qur’an atau
Al-Sunnah yang berhubungan dengan perbuatan tersebut, atau yang diambil dari sumber-sumber lain,
bila tidak ada nash dari Al-Qur’an atau Al-Sunnah, dibentuklah suatu ilmu yang disebut dengan Ilmu
Fiqih. Dengan demikian yang disebut Ilmu Fiqih ialah sekelompok hukum tentang amal perbuatan
manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dibedakan antara syariah dah Hukum Islam atau Fiqih. Perbedaan
tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakannya. Jika syariat didasarkan pada nash Al-Qur’an
atau Al-Sunnah secara langsung, tanpa memerlukan penalaran; sedangkan Hukum Islam didasarkan
pada dalil-dalil yang dibangun oleh oleh para ulama melalui penalaran atau ijtihad dengan
tetapberpengang pada semangat yang terdapat dalam syariat. Dengan demikian, jika syariat bersifat
permanen, kekal dan abadi, fiqih atau hukum Islam bersifat temporer, dan dapat berubah. Tapi dalam
praktiknya antara syariat dan fiqih sulit dibedakan.

Jadi, dapat diketahui bahwa fikih adalah produk dari sebuah mesin yang dinamakan ushul fikih. Fikih
bersumber dari dalil-dalil yang rinci yaitu dari Al-Qur’an dan sunnah.

Model-model Penelitian Hukum Islam

Ada beberapa model penelitian yang dilakukan olehHarun Nasution, Noel J. Coulson dan Muhammad
Atha Muzhar.

Model Harun Nasution

Melalui penelitiannya secara ringkas dan mendalam terhadap berbagai literatur tentang hukum Islam
dengan menggunakan pendekatan sejarah. Ia telah berhasil mendeskripsikan struktur hukum Islam
secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-qur’an, latar
belakang dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari sejak zaman nabi sampai
sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada di dalamnya berikut sumber hukum yang
digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat.
Selanjutnya, Harun Nasution membagi perkembangan hukum Islam ke dalam 4 periode, yaitu periode
nabi, periode sahabat, periode ijtihad, serta kemajuan dan periode taklid serta kemunduran.

Dari uraian tersebut terlihat bahwa model penelitian hukum Islam yang digunakan Harun Nasution
adalah penelitian eksploratif, deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kesejarahan. Interpretasi
yang digunakan atas data-data historis tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya.

Model Noel J. Coulson

Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya di bidang hukum Islam dalam karyanya berjudul Hukum
Islam dalam Perspektif Sejarah. Hasil penelitian itu dituangkan dalam tiga bagian, yaitu: (a) Hukum
syariat; (b) Pemikiran dan praktek hukum Islam di abad pertengahan; dan (c) Hukum Islam di masa
modern.

Menurut Coulson ada dua alasan prinsipil di bali keberagaman, yaitu sebagai berikut: (a) Lazim bahwa
masing-masing qadi cenderung menerapkan aturan setempat yang tentu berbeda-beda antara satu
daerah dan lainnya; dan (b) Wewenang hakim untuk memutus perkara sesuai dengan pendapatnya
sendiri (ra’y) untuk maksud apapun tidak dibatasi.

Sehingga, dapat diketahui bahwa penelitian yang dilakukan Coulson menggunakan pendekatan historis
lebih berhasil menggambarkan perjalanan hukum Islam dari sejak berdirinya hingga sekarang secara
utuh.

Model Mohammad Atho Mudzar

Mohammad Atho Mudzar menulis disertasi yang berisi penelitian terhadap fatwa MUI tahun 1975-1988
yang berjudul Fatwas of The Council of Indonesian Ulama A Study of Islamic Legal Thought in Indonesia
1975-1988. Dalam penelitian ini, Atho Mudzar menggunakan uji teori atau uji asumsi (hipotesis) yang
dibangun dari berbagai teori yang terdapat dalam ilmu sosiologi hukum.
Hasil penelitiannya terasa mengejutkan sebagian ulama fiqih tradisional. Hal ini dinilai akan
menghilangkan unsur kesakralan atau kekudusan hukum Islam. Para ulama tradisional khawatir
penelitian tersebut akan menempatkan hukum Islam sebagai sumber hukum sekuler yang dapat diubah
seenaknya. Kesan demikian tidak mengherankan karena secara faktual hukum Islam atau fiqih yang
selama ini dipelajari umat Islam bersifat ahistoris atau kehilangan konteks kesejarahannya. Para ulama
pada umumnya tidak mengetahui berbagai faktor sosio kultural, politik, serta yang lainnya yang ikut
serta mempengaruhi terbentuknya hukum tersebut.

Produk-produk hukum yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan sosial banyak terjadi
masalah-masalah yagn berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, kriminalitas, masalah perkawinan,
dan lain sebagainya.

Perkembangan Ilmu Fikih dan Ushul Fikih

Pengembangan teoritis-epistemologis

Ilmu ushul fikih merupakan metodologi terpenting yang ditemukan oleh dunia pemikiran Islam dan tidak
dimiliki oleh umat lain. Oleh karena itu, Syeh Mustafa Abdur Raziq melontarkan pikiran bahwa ilmu
ushul fikih merupakan bagian dari filsafat Islam. Alasannya, kalau ilmu kalam dan tasawuf dianggap
sebagai dianggap sebagai bagian dari filsafat Islam, maka ilmu ushul fikih harus dianggap juga.

Ilmu ushul fikih yang ada selama ini telah dipandang oleh para pakarnya sebagai sistem tertutup yang
sudah baku. Ilmu ushul fikih sunni aliran mutakallimin (bukan aliran hanafiyah), misalnya, selalu merujuk
kepada 4 buah kitab induk mereka

Karena ilmu ushul fikih adalah ilmu yang terbuka, maka usaha pengembangan terhadapnya adalah syah,
bahkan merupakan suatu keharusan. Upaya mencari paradigma baru berdasarkan realitas masyarakat
saat ini, merupakan persoalan yang harus segera dijawab oleh para peminat studi hukum dan
yurisprudensi Islam. Namun demikian, agar upaya pencarian itu tidak melenceng dari pilar-pilar dasar
ilmu ushul fikih, maka terlebih dahulu ditelusuri substansi ushul fikih melalui penelusuran temuan-
temuan mendasar dari ilmu ini pada masa lalu. Sedangkan, sustansi kajian ilmu ushul fikih adalah
kaidah-kaidah atau metode pengambilan hukum.
Teori-teori yang bernaung dalam ushul fikih

Diantara teori yang bernaung dalam padigma tekstualisme yaitu: (a) Al-Qur’an; (b) Hadits; (c) Ijma’; (d)
Qiyas; (e)‘Urf; (f) Syar’u man qoblana; (g) Sad az zari’ah; (h) Madzhab shahabat; dan (i) Al-istishhab.

Sedangkan teori yang bernaung dalam paradigma historis-ilmiyah adalah teori hudud. Teori hudud
merupakan teori baru dalam hukum Islam yang memandang bahwa syariat Allah sesungguhnya
hanyalah syariat yang berupa batas-batas (hudud) dan bukan syariat yang konkret (‘ayni).

Pengembangan praktis dan metodologis ilmu ushul fikih

Dua buah prinsip yang ditawarkan Feyerabend, yakni prinsip pengembangbiakan dan prinsip apa saja
boleh (anything goes) sudah selayaknya dipergunakan untuk melakukan penelitian dalam wilayah ilmu
ushul fikih. Prinsip pengembangbiakan bukan aturan metodologis melainkan suatu prinsip bahwa
kamajuan ilmu pengetahuan tidak dapat dicapai dengan mingikuti metode atau teori tunggal..

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Metodologi Studi Ilmu Fiqih dan Ushul", Klik
untuk baca:

https://www.kompasiana.com/luzarritfirdausi/55633b75ed9273eb514a7850/metodologi-studi-ilmu-
fiqih-dan-ushul

Kreator: LUZARRIT FIRDAUSI

Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.


Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai