Definisi
Secara bahasa ushul fiqh berasal dari dua kata, yaitu usul ( )أصولdan al-fiqh ()الفقه
Kata usul adalah bentuk jamak dari kata aslun ( )اصلbermakna sumber, asal, dasar,
kaidah, atau fondasi," sedangkan kata fiqh berarti pemahaman. Dengan demikian
secara etimologi ushul fiqh artinya dasar- dasar pemahaman. Secara terminologi
(istilah), ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari dasar, kaidah, metode yang
digunakan untuk mengistimbatkan hukum syara'. Dengan demikian ushul fiqh adalah
ilmu yang membahas tentang metode penggalian dan penetapan (istimbath) hukum
Islam (fiqh). Oleh karena itu dalam kajian ushul fiqh dijelaskan tentang dasar, kaidah,
dan metode yang digunakan untuk menetapkan sebuah hukum.
2. Ruang Lingkup
Secara umum ilmu ushul fiqh membahas tentang dalil-dalil syara' dan cara
menunjukkannya sebagai dasar hukum perbuatan mukallaf. Dengan demikian ushul
fiqh mengkhususkan diri pada kajian tentang metode penetapan hukum (fiqh) disertai
dalil-dalil penguatnya. Dalil yang dimaksud adalah Al-Qur'an dan Hadis. Secara rinci
objek kajian ushul fiqh adalah sebagai berikut:
a. Sumber Hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Kedua sumber ini
merupakan sumber primer dalam hukum Islam, sehingga semua ketetapan
hukum Islam harus didasarkan pada dalil yang ada di kedua sumber tersebut.
Mengingat mayoritas kandungan kedua sumber hukum ini bersifat global,
maka diperlukan juga sumber sekunder, yaitu metode penetapan dalil, baik
yang disepakati oleh para fuqaha yaitu ijmak dan qiyas, maupun yang
diperselisihkan seperti: istihsan, maslahah mursalah, istishab, 'urf, saddudz
dzari'ah, dan lain-lain.
b. Pembahasan Ijtihad dan Mujtahid. Kajian ini meliputi ruang lingkup ijtihad,
yaitu bidang mana saja yang ter- masuk wilayah ijtihad dan bidang mana yang
tertutup untuk ijtihad. Di samping itu kualifikasi mujtahid dibahas dalam hal
menyangkut syarat-syarat kemampuan (kapabilitas) dalam berijtihad, baik
syarat umum, syarat pokok, syarat keilmuan, maupun syarat pendukung
lainnya.
c. Hukum Syara', yaitu hukum yang bersumber dari syari'ah. Hukum ini dibagi
dua, yaitu hukum taklify dan hukum wad'y. Hukum taklify berupa tuntutan
untuk berbuat atau untuk tidak berbuat, atau pilihan diantara keduanya, yang
dikategorikan dalam ahkam al-khamsah yaitu: ijab, nadb, ibahah, karahalı, dan
talırim. Hukum wad'y adalah hukum pengkondisian sesuatu, yang meliputi:
sabab, syarat, mani', sah/batal, dan 'azimah disamping itu dibahas juga
(Pembuat Hukum), Mahkum Filı (perbuatan yang di- kenai hukum), dan
Mahkum 'Alaih (orang yang terkena hukum/mukallaf).
3. Kegunaan
Sebagai bagian dari syari'ah (ajaran Islam), maka kegunaan mempelajari fiqh dan
ushul fiqh sangat terkait dengan kegunaan ajaran Islam bagi kehidupan manusia. Fiqh
yang mengkhusukan bahasannya dalam bidang hukum, dan ushul fiqh yang fokus
kajiannya dalam bidang metodologi pene- tapan hukum, memiliki manfaat besar
dalam kehidupan muslim, khusunya dalam masalah hukum.
Dengan mempelajari fiqh dapat diperoleh dua hal yaitu, pertama, setiap muslim
mengetahui hukum segala sesuatu yang diucapkan maupun diperbuatnya, apakah
diperbolehkan (halal) atau dilarang (haram), atau diberi kebebasan untuk memilih. Di
samping itu, seorang muslim juga mengetahui mana perkara yang sah, mana yang
batal atau fasad dari suatu perbuatan yang dilakukan. Setidaknya, dengan mengetahui
ilmu fiqh, umat Islam mampu mengarahkan kehi- dupannya dalam hal-hal yang sesuai
dengan tuntutan pen- ciptanya (Allah swt). Kedua, mempelajari ilmu fiqh berarti juga
mempelajari aturan-aturan hidup kemanusiaan, baik yang terkait dengan masalah
pribadi maupun masalah sosial. Aturan tersebut meliputi aturan tentang ibadah,
masalah keluarga, harta, politik, ekonomi, dan lain-lain. Pengetahuan tentang aturan
ini disertai dengan pemahaman akan dasar atau dalilnya.
Kegunaan mempelajari ilmu ushul fiqh sangat berkaitan dengan manfaat mempelajari
ilmu fiqh. Sebagaimana diketahui, bahwa kandungan sumber hukum (Al-Qur'an dan
Hadis) kebanyakan bersifat global dan tidak mendetail. Sehingga diperlukan satu
upaya untuk menafsirkan ketentuan yang bersifat global tersebut ke dalam praksis
kehi- dupan. Di sisi lain, tidak semua masalah yag aktual di masyarakat ditemukan
dalilnya dalam sumber hukum, sehingga diperlukan satu metodologi untuk melakukan
ijtihad hings menetapkan hukum persoalan baru tersebut. Di sinilah istimbat
(penggalian dan penetapan) hukum, sehingga cara yang dilakukan untuk menafsirkan
dalil hukum dan meng- ijtihadi masalah baru tetap dalam koridor aturan hukum Islam.
Melihat signifikansi ilmu ushul fiqh di atas, dapat disimpulkan bahwa kegunaan
mempelajari ushul fiqh adalah:
A. THARIQAH MUTAKALLIMIN
Aliran ini juga disebut dengan thariqah Syafi'iyalı. Pendekatannya, bersifat doktriner-
normatif-deduktif. Menurut aliran ini, secara doktriner normatif setiap muslim harus
mendasarkan aktifitas hidupnya pada al-Qur'an dan hadis. Kedua sumber hukum
tersebut dianggap sebagai norma pengatur tertinggi yang memuat segala aturan
kehidupan manusia. Aliran ini berusaha meletakkan aturan-aturan penafsiran yang
mengikat para ulama untuk mengikutinya.
Ciri aliran ini terlihat dari pendekatannya yang teoritis. Penafsirannya bernuansa atas-
bawah, dimulai dengan mengutip ayat kemudian dijelaskan arti dan maksudnya serta
ilustrasi lain yang terkait. Penafsiran yang bersifat top- down ini diperkuat dengan
penggunaan kaidah-kaidah kebahasaan yang rumit. Hasil penafsiran dari ayat tersebut
dijadikan dasar untuk membangun atau merumuskan kaidah ushuliyah maupun
fiqhiyah.
Kaidah fiqhiyyah adalah hukum-hukum yang berkaitan asas hukum yang dibangun
oleh Syari' serta tujuan-tujuan yang dimaksud dalam pensyari'atannya. Kaidah ini
disebut juga dengan kaidah syar'iyah yang berfungsi memudahkan mujtahid
mengistimbatkan hukum yang berkesesuaian dengan tujuan syara' dan kemaslahatan
manusia. Pembahasan kaidah ini meliputi lima asas, yaitu:
1) segala masalah tergantung pada tujuannya,
2) kemudharatan itu harus dihilangkan,
3) kebiasaan itu dapat dijadikan hukum,
4) yakin itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan, dan
5) kesulitan itu dapat menarik kemudahan.
Kaidah usuliyyah maupun fiqhiyyah ini digali dari nash dan diteoritiskan
menggunakan hukum logika yang digunakan untuk mempermudah penemuan hakikat
syara', sehingga memiliki kegunaan praktis untuk menjustifikasi masalah tanpa harus
merujuk langsung pada nashnya.
Pendekatan yang teoritis mengakibatkan teori yang dibangun oleh aliran ini seringkali
tidak relevan dengan keperluan praktis. Aspek kebahasaan sangat dominan dalam
penalaran fiqh mereka. Di samping itu, logika yang dibangun juga dipengaruhi oleh
ilmu kalam, inilah mengapa aliran ini disebut dengan mutakallimin. Misalnya, dalam
penetapan tahsin (menganggap suatu perbuatan sebagai sesuatu yang baik) dan taqbih
(menganggap perbuatan sebagai sesuatu yang buruk), dikaji apakah dapat dicapai
dengan akal atau tidak. Pembahasan ini terjadi ketika menjelaskan posisi dan
kewenangan Hakim (Syari') dalam penentuan status suatu perbuatan.
Aliran ini berusaha menjadikan ushul fiqh sebagai teori yang independen, yang dapat
diaplikasikan terhadap segala persoalan dan tidak terfokus pada masalah fiqh saja.
Tokoh dari aliran ini antara lain: Syafi'iyah, Malikiyah, Hanabilah dan Jumhur
mutakallimin.
B. THARIQAH FUQAHA
Nama lain aliran ini adalah thariqah Hanafiyah yang dinisbahkan kepada tokoh
utamanya, yaitu ulama-ulama yang ber- naung di bawah mazhab Hanafi. Dasar
pemikirannya adalah bahwa al-Qur'an dan hadis memang mengandung kebenaran
mutlak, namun pemahaman terhadap nash adalah relative, sesuai dengan sifat relatif
manusia. Pendekatannya bersifat kontekstual yang bertumpu pada empiris-historis-
induktif.
Analisis induktif diwujudkan dengan selalu melihat relaitas sosial yang berkembang.
Permasalahan yang ada dalam masyarakat dilihat sebagai fenomena yang menjadi
dasar pertimbangan penetapan hukum. Teori ini bersifat pragmatis, yakni
diformulasikan untuk dapat diaplikasikan terhadap kasus yang relevan. Penekanan
terhadap permasalahan menghasilkan sikap kompromi manakala terjadi pertentangan
dengan kaidah atau zahir nash. Prinsip istihsan merupakan teori yang dirumuskan
berdasarkan pola pikir aliran ini."
Teori atau kaidah yang dibangun oleh aliran ini didasarkan pada analisis masalah-
masalah aktual yang terjadi. Jika terjadi pertentangan antara kaidah yang dibangun
dengan masalah yang muncul, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan
masalah. Berbeda dengan thariqah mutakallimin, aliran ini berusaha menghubungkan
ushul fiqh sedekat mungkin dengan fiqh. Ushul fiqh adalah teori untuk menghasilkan
fiqh sehingga prinsip-prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan fiqh. Disamping itu,
aliran ini menganalisa karya ulama terkenal dan mengidentifikasi metodologi yang
dipakai.