BAB I
PENGERTIAN DAN PELAKSANAAN
SYARIAT ISLAM DI ACEH
Secara etimologis, syariat islam terdiri dari dua kata, syariat artinya hukum agama dan
islam artinya agama yang diajarkan oleh nabi muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci al-
quran, yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah SWT.
Dapat disimpulkan bahwa Syariat islam adalah Ajaran islam yang berpedoman pada kitab
suci al-qur’an. Jadi pengertian tersebut harus bersumber dan berdasarkan kitab suci al-qur’an,
pandangan normative dari syariat islam harus bersumber dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang
tercantum dalam al-qur’an. Al-qur’an lah yang menjadi pangkal tolak dari segala pemahaman
tentang syari’at islam. Kerangka dasar ajaran islam adalah akidah,
syar’iyah dan akhlak.Ketiganya bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang bersumber
pada tauhid, sebagai inti akhidah yang kemudian melahirkansyar’iyah, sebagai jalan berupa
ibadah dan muamalah, serta akhlak sebagai tingkah laku baik kepada Allah SWT maupun kepada
makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh, dalam arti
teknis, syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan social, hubungan manusia dengan
benda dan alam lingkungan hidupnya.
Akhlak adalah peringai atau tingkah laku yang berkenaan dengan sikap manusia, terbagi
atas akhlak terhadap Allah SWT dan terhadap sesama makhluk. Akhlak terhadap sesama
makhluk terbagi atas akhlak terhadap manusia, yakni diri sendiri, keluarga, dan masyarakat,
serta akhlak terhadap makhluk bukan manusia yang ada di sekitar lingkungan hidup, yakni
tumbuh-tumbuhan, hewan, bumi, air, serta udara.
Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh. Dalam arti teknis,
syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan
benda dan alam lingkungan hidupnya. Syariat islam ini berlaku bagi hamba-Nya yang berakal,
sehat, dan telah menginjak usia baligh atau dewasa. (dimana sudah mengerti/memahami segala
masalah yang dihadapinya). Tanda baligh atau dewasa bagi anak laki-laki, yaitu apabila telah
bermimpi bersetubuh dengan lawan jenisnya, sedangkan bagi anak wanita adalah jika sudah
mengalami datang bulan (menstruasi).
Bagi orang yang mengaku Islam, keharusan mematuhi peraturan ini diterangkan dalam
firman Allah SWT. "kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan)
dari agama itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang
tidak mengetahui." (QS. 45/211-Jatsiyah: 18).
Tujuan Allah SWT merumuskan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia,
baik didunia maupun di akhirat. Tujuan dimaksud hendak dicapai melalui taklif.
Taklif itu baru dapat dilaksanakan bila memahami sumber hukum islam, kemudian
tujuan itu tidak akan tercapai kecuali dengan keluarnya seseorang dari diperbudak oleh hawa
nafsunya, menjadi hamba Allah dalam arti tunduk keada-Nya. Salah satu ayat al-quran yang
menunjukkan pernyataan bahwa tujuan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia
yaitu surat al-anbiya ayat 107 yang berbunyi: ”dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Untuk mewujudkan kemaslahatan ada lima hal pokok yang harus diwujudkan dan
dipelihara, yaitu agama, nyawa, akal,keturunan, dan harta. Lima masalah pokok ini wajib
dipelihara oleh setiap manusia. Untuk itu, didatangkan hukum islam berupa perintah, larangan,
dan keijinan yang harus dipatuhi oleh setiap mukallaf.
BAB II
SEJARAH SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. datangnya ulama-ulama besar, berarti kebutuhan dan penghargaan terhadap ulama masa itu
sangat besar.
B. Di bentuknya peradilan islam yang di atur oleh ulama tanpa campur tangan penguasa, ada
keleluasaan untuk menjalankan hukum syariah.
C. Pengadilan di buat sistematis, dari tingkat daerah hingga pusat. Masalah yang tidak selesai di
tingkat daerah( qadhi ulee baling) diteruskan ke mahkamah yang lebih tinggi (qadhi malikul
adil).
D. Jika kisah iskandar muda yang menghukum anaknya berzina adanya, berarti hukum rajam bagi
pelaku zina sudah diberlakukan pada saat itu.
Ketika kemerdekaan Indonesia di deklarasikan soekarno pada 17 agustus 1945, aceh belum
menjadi bagian dari NKRI. Kesediaan bergabung dalam wilayah RI karena adanya janji
soekarno yang ingin memberikan kebebasan untuk mengurus diri sendiri termasuk pelaksanaan
syariat islam. Janji itu terucap pada tahun 1948, bung karno dating ke aceh mencari dukungan
moril dan materil bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan belanda. Kebebasan melaksakan
syariat merupakan imbalan jika bangsa Aceh bersedia memberikan bantuan.
Gayung pun bersambut. Di bawah komando daud beureueh berhasil terkumpul dana sebanyak
500.000 dolar AS. Untuk membiayai ABRI 250.000 dolar,50.000 dolar untuk perkantoran
pemerintahan,100.000 dolar untuk biaya pengembalian pemerintahan RI dari Yogya ke Jakarta.
Bangsa Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membelia oblogasi pemerintahan dan dua
pesawat terbang, selawah agam dan selawah dara.
Janji yang di lontarkan sang presiden RI di wujudkan malah provinsi Aceh di satukan dengan
provinsi sumatera utara tahun 1951. Hak mengurus wilayah sendiri dicabut. Rumah
rakyat,dayah,menasah yang hancur porak-porandaakibat peperangan melawam Belanda
dibiarkan begitu saja. Dari sinilah daud beureueh menggulirkan ide pembentukan Negara islam
Indonesia( DII ), april 1953 dia bergerilya ke hutan. Namun pada tahun 1962 bersedia menyerah
karena di janjikan akan di buatkan UU syariat Islam bagi rakyat Aceh (majalah Era Muslim
“untold history”. ] 30 September 2009 jam 22:35)
Setelah itu di berikan otonomi khusus untuk menjalankan proses keagamaan, peradatan dan
pendidikan namun pelaksanaan syariat islam masih sebatas yang di izinkan pemerintah pusat.
Hal itu tertuang dalam keputusan penguasa perang (panglima militer 1 Aceh/ iskandar muda,
colonel M.Jasin) no KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang kebijaksanaan unsure-unsur syariat
agama islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh yang berbunyi :
“ pertama: terlaksananya secara tertib dan seksama unsur-unsur syariat agama islam bagi
pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh, dengan mengindahkan peraturan perundangan Negara.
Kedua: penertiban pelaksanaan arti dan maksud ayat pertama di serahkan sepenuhnya
kepada pemerintah Daerah Istimewa Aceh. (al yasa Abu Bakar, 2006:33).
Pada tahun 1966 orde baru yang berkuasa, di sahkan peraturan daerah nomor 1 tahun 1966
tentang pedoman dasar majelis permusyawaratan ulama. Fungsi majelis ini adalah sebagai
lembaga pemersatu umat, sebagai penasehat pemerintah daerah dalam bidang keagamaan dan
sebagai lembaga fatwa yang akan memberikan pedoman kepada umat islam dalam hidup
keseharian dan keagamaanya.
Langkah untuk mewujudkan syariat islam melalui PERDA yang mengatur rambu-rambu
pelaksanaan stariat islam di Aceh ditempuh dengan membuat panitia khusus yang terdiri dari
cendekiawan dan ulama di luar DPRD. Rancangan ini disahkan DPRD menjadi peraturan daerah
nomor 6 tahun 1968 tentang pelaksanaan unsure syariat islam Daerah Istimewa Aceh. Ketika
peraturan daerah ini di ajukan kedepartemen dalam negeri untuk mengesahkan namun di tolak
dan secara halus (tidak resmi) meminta DPRD dan PEMDA Aceh mencabut PERDA tersebut.
Tahun 1974 pemerintah mengesahkan undang-undang tentang pokok pemerintahan didaerah
yang antara lain menyatakan bahwa sebutan Daerah Istimewa Aceh hanyalah sekedar nama,
peraturan sama dengan daerah lain. Syariat islam yang berlaku di tingkat gampong dig anti
dengan undang-undang no:5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa ( alyasa abu bakar, 2006:31-
39)
Tidak ada penerapan syariat islam sama sekali baik pada masa orde lama maupun orde baru.
Syariat islam Cuma senjata politik untuk memuluskan rencana penguasa.
Periode orde lama, soekarno menggunakan janji keleluasaan penerapan syriat islam untuk
mencari dukungan dari pemimpin Aceh, Abu Beureueh dan berhasil. Saat janji yang tak pernah
di tepati itu ditagih melalui perlawanan bersenjata, kembali jurus syariat islam yang di
pergunakan dan sekali lagi berhasil. Beberapa PERDA yang mengatur tata pelaksanaan syariat
namun sebatas yang di bolehkan penguasa. Masa orde lama pun tak jauh beda. Syariat islam
Cuma sekedar usaha penguatan kedudukan di mata masyarakat yang sudah hilang kesabaran
menanti janji pemerintah. Setelah kepercayaan masyarakat tumbuh malah syariat islam yang di
laksnakan turun-temurun tingkat desa malah di hapuskan dan di ganti dengan peraturan yang
berlaku di seluruh Indonesia.
Penerapan syariat islam era otonomi khusus untuk aceh akrab dengan kata-kata “ penerapan
syariat islam secara kaffah di Aceh”. Bisa di artikan usaha untuk memberlakukan islam sebagai
dasar hukum dalam tiap tindak-tanduk umat muslim secara sempurna.
Istilah kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan diri dalam pelaksanaan syariat
islam di Aceh. Membuat hukum positif yang sejalan dengan syariat, merumuskan kurikulum
yang islami, dan masalah-maslah lain yang berkaitan dengan syariat.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan UU no 44 tahun 1999
dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan sebagai
semua aspek ajaran islam. Dalam undang-undang nomor 18 disebutkan bahwa mahkamah
syar’iyah akan melaksanakan syariat islam yang di tuangkan ke dalam qanun terlebih dahulu.
Qanun adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat
islam bagi pemeluknya di Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).
Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
1. Alas an agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk dapat menjadi
muslim yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
2. Alas an psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa yang mereka jalani
dalam pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan sejalan dengan kesadaran dan kata
hati mereka sendiri.
3. Alasan hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengasn kesadaran
hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
4. Alas an ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada kegiatan ekonomi, serta
kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong menolong, baik untuk kegiatan ekonomi atau
kegiatan sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih solid.
Hukuman cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat islam NAD.
Ketentuan dlam hukum cambuk antara lain:
a. Terhukum dalam kondisi sehat.
b. Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
c. Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
d. Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
e. Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
f. Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan medis, atau
terhukum melarikan diri.
g. Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah terhukum
menyerahkan diri atau tertangkap.
BAB III
Kajian modern tentang warisan intelektual Islam klasik umumnya berakhir dengan Ibn khaldun,
kebetulan atau tidak, kenyataannya bahwa Dunia Islam, tidak seberapa lama sesudah kepergian
pemikir besar itu, berada dalam hubungan yang tidak menguntukan dengan dunia luar Islam,
khususnya Eropa barat. Kehebatan prestasi Ibn Khaldun dikontraskan dengan situasi Dunia Islam
dalam konteks global yang kurang beruntung tersebut memang dapat menimbulkan kesan amat
kuat tentang mendekatnya kegiatan Intelektual Umat sesudah pemikir besar itu.
Kelompok ini lebih cendrung kepada sufisme yang kental bercampur dengan filsafat.
Mereka lahir dan berkembang setelah Perang Dunia II, F. Schuon, Hossein Nasr, Hamid Algar,
Roger Garaudy, Martin Lings, Muhammad Naquib Al-Attas, barang kali dapat digolongkan
kelompok ini. Kecuali Nasr dan Al-Attas yang memang berasal dari kultur Islam, yang lain
adalah sarjana-sarjana barat yang menyebrang menjadi muslim setelah mereka dewasa.
Tokoh-tokoh kelompok ini antara lain Al-Afghani, Muhammad Abduh, Ahmad Khan,
Syibli, Nu’mani, Namik Kemal, H.Agus Salim, Muhammad Natsir, Buya Hamka, Fazlur
Rahman dan Ali Syariati. Kelompok ini dikenal sebagai kelompok pembela ijdtihad sebagai
metode utama untuk meretas kebekuan berfikir umat Islam. Mereka sadar sepenuhnya bahwa
kejatuhan umat Islam sama sekali bukan karena agamanya, tapi semata-mata karena keasalah
pahaman dan ketidak cerdasan meraka dalam membaca ajaran Islam.
Tokoh-tokoh utama kelompok ini, diantaranya adalah Ali Abd Raziq, Kemal Atturk,
Sukarno, Bassam Tibi, Abdullah Laroui, Detlev H. Khalid. Mungkin juga Abu Kalam Azad
dapat pula dimasukkan dalam kelompok ini. Atribut sekularis disini hendaklah dibatsi dalam
pandangan mereka tentang hubungan Islam dan politik. Bagi mereka, agama (termasuk Islam)
harus dipisahkan menjadi sistem etika belaka. Bassam Tibi, misalnya, melalui karya-karyanya
dalam bahasa Jerman (sebagian telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris), telah mengangkat
kembali masalah hubungan Islam dengan kekuasaan.
BAB IV
POKOK PEMBAHASAN DAN JINAYAT
B. Jinayat
Secara teoritis, jinayat atau hukum pidana Islam didefinisikan sebagai hukum syara’
yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang yang lazimnya disebut dengan
jarimahatau tindak pidana dan ancaman hukumannya(uqubah). Uqubah adalah pembalasan yang
ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan
syara’.dalam hukum pidana Islam dikenal tiga macam ketentuan pidana yaituhudud,
qishash/diyat, dan ta’zir.
1. Hudud
Hudud atau alhudud adalah bentuk jamak dari kata hadd yang berarti batas, rintangan,
halangan dan pagar. Dalam Al-qur’an, hudud sering kali diartikan sebagai hukum atau ketetapan
Allah SWT. Dalam ilmu fiqh, hudud atau hadd ialah hukuman atas perbuatan pidana
tertentu(jarimah hudud) yang jenis dan bentuk hukumannya telah ditentukan syar’i .yang
termasuk ke dalam hudud adalah sebagai berikut :
a. Zina ,adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan perempuan diluar akad
nikah. hukuman bagi pezina ghairu muhsan ialah dicambuk seratus kali.
b. Qadhaf ,adalah tuduhan berzina terhadap seseorang tanpa menghadirkan saksi yang memenuhi
syarat. Hukuman bagi penuduh zina ini aalah didera delapan puluh kali.
c. Pencurian (sariqa), seseorang yang secara sengaja diam-diam mencuri harta orang lain . si
pencuri dikenakan had potong tangan.
d. Perampokan(qat’ul al thariq), merupakan suatu perbuatan yang sangat di benci dalam Islam
karena dapat merusak keamanan masyarakat. Pemberontakan(al-bughyi), suatu perbuatan yang
berusaha untuk menghancurkan negara islam dan imamnya yang adil dengan tujuan menjadikan
negara tersebut sebagai negara kafir.orang-orang atau kelompok yang melakukan pemberontakan
tersebut disebut dengan bughat.
e. Al riddah atau murtad,berarti keluar dari agama Islam . hukumannya tidak disebutkan secara
jelas.
f. Minum khamar(syurb),merupakan salah satu kesalahan jinayah dalam Islam .hukumannya
biasanya ialah disebat dengan tali atau di cambuk.
2. Qishash
Qishash merupakan suatu ketentuan Allah yang berkenaan dengan pembunuhan sengaja
dimana pelakunya dikenakan hukuman mati.akan tetapi keluarga si korban dapat menurunkan
hukuman mati menjadi hukuman denda atau diyat.diyat ialah denda yang harus di bayarkan oleh
seseorang dikarenakan telah melakukan pembunuhan, jumhur ulama sepakat bahwa jumlah diyat
yang harus dibayarkan kepada keluarga terbunuh ialah 100 ekor unta. qisash/diyat, meliputi :
pembunuhan dan penganiayaan.
3. Ta’zir yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran syariat selain
hudud dan qishash/diyat.ta’zir adalah perbuatan pidana yang jenis dan hukumannya tidak
ditentukan lebih dahulu dalam nash. Seperti: maisir (perjudian), penipuan, pemalsuan,
khalwat(mesum),dan meniggalkan salat fardhu dan puasa Ramadhan.
a. Maisir atau perjudian, Pada tanggal 15 juli 2003,Gubernur provinsi NAD mengesahkan qanun
provinsi nomor 13 tentang maisir dengan persetujuan DPRD Provinsi NAD . khasus pertama
yang sampai ke pengadilan terjadi di Aceh Tenggara , di ajukan ke mahkamah syariah Kutacane
serta diputuskan tanggal 19 Januari dengan putusan nomor:01/JN.S/2005/MSY-KC.
b. Khalwat/mesum, adalah perbuatan yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis atau
lebih, tanpa ikatan nikah atau bukan muhrim pada tempat tertentu yantg sepi yang
memungkinkan terjadinya perbuatan maksiat di bidang seksual atau yang berpeluang pada
terjadinya perbuatan perzinaan .
c. Terhukum melarikan diri dari tempat pencambukan sebelum hukuman cambuk selesai
dilaksanakan.
BAB V
QANUN, EKSITENSI DAN ESENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. DEFINISI QANUN
Kata Qanun berasal dari bahasa Arab yang berarti Undang-Undang. Qanun dapat juga
bermakna kumpulan materi hukum yang tersusun secara sistematis dalam suatu lembaga yang
dikenal dengan Undang-Undang. Jadi, Qanun adalah hukum materil yang menghimpun
ketentuan-ketentuan pidana.
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksana
undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam penyelenggaraan
otonomi kuhus (pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001). Dari pengertian
tersebut, dapat dipahami bahwa isi muatan Qanun hanya mengatur ketentuan-ketentuan yang
bersifat delegasi suatu Undang-undang dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus. Dengan kata
lain, Qanun hanya dapat mengatur atas dasar pendelegasian suatu ketentuan undang-undang
dalam penyelenggaraan otonomi khusus.
1. PERDA No. 5 tahun 2000. Peraturan tersebut masih disebut sebagai PERDA, seperti di provinsi
lainnya, sebelum kemudian disebut sebagai Qanun semenjak UU otonomi khusus disahkan pada
tahun 2001.
PERDA tersebut menyebutkan bahwa seluruh elemen pelaksanaan syariat islam
akan dilaksanakan termasuk didalamnya hal-hal yang berhuungan dengan aqidah, ibadah,
mua’amalah, akhlak, pembelaan islam, qadha, pendidikan, masalah perdata dan pidana, dan
perayaan hari besar islam, pendidikan dan dakwah, dan baitulmal. Peraturan tersebut juga
menyiapkan/mengatur sebuah lembaga pengawas pelaksanaan syariat islam di masyarakat, yang
kemudian disebut dengan Wilayatul Hisbah (WH).
2. Qanun yang kedua berhubungan langsung dengan pelaksanaan syariat islam adalah qanun No.
10 tahun 2002 tentang pembentukan makahma syar’iyah yang kewenangannya tidak hanya
sebatas permasalahan keluarga dan perwarisan. Kewenangan lebih luas yang diberikan ke sistem
pengadilan yang baru di Indonesia ini adalah kewenangan terhadap kriminal (jinayah).
4. Qanun keempat yang mengatur langsung pelaksanaan syariat islam adalah qanun No. 12 tahun
2003 tentang khamar. yang melarang semua jenis minuman yang dapat mengganggu kesehatan,
kesadaran, dan pikiran.
5. Qanun kelima adalah qanun No. 7 tahun 2004 tentang manajemen zakat.
Qanun tersebut memberikan mandate pembentukan baitul mal, yang diatur untuk dapat
menerima/menyimpan denda dari para pelanggar syariat Islam.
1. Menghidupkan meunasah
Dalam kehidupan masyarakat Aceh, sebagai salah satu landasan pilar budaya,terdapat satu
lembaga yang di namakan dengan meunasah,sebagai simbol masyarakat Aceh. pada setiap
kampung atau lingkungan yang berdekatan senantiasa dijumpai uatu bangunan meunasah yang
bentuknya sama dengan rumah kediaman biasa. Namun tanpa dilengkapi dengan
jendela,lorong,atau sekatan-sekatan. Bentuk dan kondisi meunasah semacam itu pada kurun
sekarang ini mungkin sudah sedikit dan kondisi sudah jauh berbeda mengikuti arus kemajuan
zaman.
2. Pemberdayaan zakat
Wujud dari pemberdayaan zakat adalah terbentuknya Baitul mal pada tingkat
Kampung,Kabupaten/Kota dan Provinsi. Sumber zakat pada tingkat kampung di fokuskan pada
hasil pertanian kampung dan usaha-usaha pada tingkat kampung, sedang sumber zakat Baitul
mal Kabupaten adalah dari hasil perdagangan dan usaha pada tingkat Kabupaten/Kota. Dan
untuk sumber zakat Baitul mal Provinsi adalah dari perusahaan yang bergerak pada level
provinsi.
Sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia di dalam mengatur diri dan masyarakat
Alat penyeimbang antara unsur yang baik dan yang tidak baik yang terdapat dalam diri manusia.
Alat mendidik manusia menjadi suci lahir bathin.sayriat turun menuntun dan membimbing
manusia untuk membersihkan diri agar ia mampu membaca arti sebuah kehidupan. Karena
itulah,kebahagiaan abadi hanya dapat di gapai oleh manusia yang bersih.
BAB VII
BAB VIII
Fungsi, Tugas, Kedudukan dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan
Ulama (Mpu) dan Baitul Mal
A. Fungsi MPU
Fungsi MPU sebagai penasehat yang memberi saran, pertimbangan kepada pemerintahan
daerah (eksekutif dan legislatif) dan sebagai pengawas terhadap pelaksanaan kebijakan daerah,
baik bidang pemerintahan, pembangunan maupun pembinaan kemasyarakatan serta tatanan
hukum dan tatanan ekonomi yang islami.
Meskipun secara yuridis MPU kedudukannya sebagai mitra sejajar pemerintah daerah
dan DPRD, tetapi dalam prakteknya belum berjalan secara maksimal, hanya sebatas hubungan
konsultatif. Sebagai badan konsultatif maka produk utama MPU adalah berupa saran.
MPU mempunyai kedudukan yang bebas dan tidak tergantung pada Kepala Daerah dan
DPRD atau kekuatan-kekuatan sosial dalam masyarakat.Dalam melaksanakan fungsinya
tersebut, MPU mempunyai hak dan kewajiban yaitu:
pertama, MPU berhak mengajukan usul kepada pemerintahan daerah (Eksekutif dan
legislatif). Kedua, MPU berkewajiban memberi masukan, pertimbangan dalam menentukan
kebijakan daerah dari aspek syariat Islam secara kaffah serta memberi jawaban atas pertanyaan
kepala daerah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, MPU bersifat pasif dalam memberikan
pertimbangan, usulan kepada pemerintah daerah dan DPRD. Selama ini MPU memberi fatwa
tapi pelaksanaanya tidak berjalan secara efektif. Hal ini karena MPU tidak cukup mempunyai
aparat yang dapat mengamati seluruh kebijaksanaan Kepala Daerah yang telah dilaksanakan
sejalan dengan pertimbangan yang telah diberikan.
Hal penting adalah fungsi atau tugas MPU telah dilaksanakan walaupun tidak seluruhnya
diterima oleh Kepala Daerah. Diterima atau tidaknya pertimbangan-pertimbangan MPU menjadi
tanggungjawab moral Kepala Daerah untuk diperhatikan.
Secara normatif pertimbangan-pertimbangan MPU yang disampaikan kepala daerah
tidak terikat, namun sangat dipengaruhi atas kesadaran kepala daerah, sebagai penyelenggaraan
pemerintahan yang bertanggunggunjawab, sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang
layak, dan kualitas pertimbangan yang disampaikan oleh MPU yang menyebabkan kepala
deaerah tidak ada pilihan lain untuk tidak menerimanya.
B. Tuagas MPU Ditingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. Tugas MPU ditingkat Propinsi
1. Memberikan masukan, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah Aceh dan DPRA dalam
menetapkan kebijakan berdasarkan syari’at Islam.
2. Melakukan pengawasn terhadap penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan daerah
berdasarkan syari’at Islam.
3. Melakukan penelitian, pengembangan, penerjemahan, penerbitan, dan pendokumentasian
terhadap naskah-naskah yang berkenaan dengan syari’at Islam
4. Melakukan pengkaderan ulama.
C. Kedudukan MPU
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) merupakan lembaga yang bersifat
Independen dan merupakan mitra kerja Pemerintahan Aceh. Secara legal formal keberadaan
MPU di Aceh merujuk pada Pasal 18 B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yaitu:
1). Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
2). Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta
hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Secara etimologis baitul mal terdiri dari dua kata, yaitu Bait, artinya rumah dan mal yang
berarti harta. Jadi kalau digabungkan kedua kata itu maka baitul mal dapat berarti satu rumah
yang di dalamnya berupa harta. Sedangkan menurut terminologis, sebagaiman diajelaskan dalam
Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan Zakat, yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1),
bahwa Badan Baitul Mal merupakan lembaga daerah yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat dan harta agama lainnyadi provinsi NAD, dan juga dalam Bab I Ketentuan
umum oleh Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal adalah lembaga daerah non
struktural yang diberi kmewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta
agama dengan tujuan untuk kemaslahatan ummat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap
anak yati piatu dan/atau hartanya serta mengelola terhadap harta warisan yang tidak ada wali
berdasarkan syari’at Islam.
F. Kedudukan Dan Kewenangan Baitul Mal di Propinsi Aceh
Didalam literatur fiqh Islam, Baitul Mal adalah suatu badan atau lembaga yang bertugas
mengurusi kekayaan negara, terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan pemasukan
maupun pengelolaan, namun terhadap pembentukan lembaga Baitul Mal ini tidak disebutkan
secara tegas didalam Al-quran maupun Al-hadist, akan tetapi karena manfaatnya dirasakan
sangat besar maka Baitul Mal tetap dipertahankan didalam pemerintahan Islam semenjak Umar
bin Khattab. Namun bagaimana bentuk dan tatacara pengelolaannya juga tidak ada pengaturan
yang tegas didalam sumber-sumber hukum Islam sama halnya seperti pembentukan lembaga
Baitul Mal itu sendiri. Hukum Islam dalam hal ini memberikan kebebasan kepada pemerintah
untuk membuat aturan-aturan yang dianggap sesuai dan memberi manfaat bagi negara dan
rakyat, dengan demikian maka bentuk dan sistem pengelolaan Baitul Mal dapat saja berubah
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhannya disamping dapat pula berbeda-beda antara
negara satu dengan yang lainnya.
Lembaga Baitul Mal di Propinsi Aceh adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah
Daerah berdasarkan amanat perundang-undangan, Keberadaan Baitul Mal di Aceh sendiri tidak
terlepas dari perkembangan pengelolaan Zakat yang telah ada semenjak abad ke 7 Masehi, yaitu
sejak agama Islam masuk ke Aceh, namun pada masa itu keberadaan Baitul Mal belum
terlembaga dan hanya terbatas pengelolaan zakat secara tradisonal yang berbentuk pemungutan
dan penyaluran zakat oleh Ulama atau lembaga Pengajian.
Pada perkembangan selanjutnya penegasan tentang zakat sebagai sumber pendapatan Asli
daerah terdapat juga di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh (UUPA) yang menggantikan Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Penegasan
tersebut terdapat di dalam 3 pasal,yaitu, Pasal 180 ayat (1) Pasal 191 dan Pasal 192.
Khusus di propinsi Aceh, pengurusan dan pengelolaan zakat ini merupakan kewenangan dari
Baitul Mal, dasar hukumnya adalah qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. sedangkan
pajak dikenakan kepada penduduk yang non muslim, untuk menghindari dari kewajiban
pembayaran double duties (kewajiban rangkap) berupa zakat dan pajak.
G. Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum Baitul Mal di Provinsi Aceh adalah sebagai berikut:
1. U.U. No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengatur masalah Zakat dan Baitul Mal.
2. Qanun Aceh No. 10/2007 tentang Baitul Mal, menetapkan Baitul Mal sebagai Lembaga Daerah
non struktural dan bersifat Independen.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Keistimewaan Provinsi NAD (termasuk Baitul Mal) menetapkan Sekretariat Baitul
Mal Aceh (BMA) sebagai Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dalam jabatan struktural
(Eselon II.b, III.b dan IV.a)
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37/2009 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Keistimewaan Kabupaten/Kota Prov.Aceh menetapkan sekretariat Baitul Mal
Kabupaten/Kota (BMK) sebagai Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota SKPK dalam jabatan
struktural eselon III.a dan IV.a
5. Peraturan Gubernur NAD No.33/2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Lembaga Keistimewaan Aceh.
6. Keputusan MPU Aceh No.451.12/15/SK/2009 tanggal 5 Januari 2009 (Diperbaiki tanggal 29
April 2009) tentang Pengangkatan/Penetapan Tim Pembina Baitul Mal Aceh.
Dan masih banyak lagi.
Setiap tingkat Baitul Mal empunyai struktur organisasi masing-massing, semakin tinggi
tingkat organisasi Baitul Mal semakin besar pula komponen struktur oranosasinya, sebagiama
disebutkan berikut:
a) Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh adalah terdiri dari: Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bidang
Pengawasan, Bidang Pengumpulan, Bidang Pedistribusian dan Pendayagunaan Bidang
Sosialisasi dan Pengembangan dan Bidang Perwalian yang terdiri dari Sub Bidang dan Sub
Bagian.
b) Badan Pelaksana Baitul Mal Kabupaten/Kota adalah terdiri dari: Kepala, Sekretaris, Bendahara,
Bagin Pengumpulan, Bagian Pedistribusian dan Pendayagunaan Bagian Sosialisasi dan
Pembinaan dan Bagian Perwalian yang terdiri dari Sub Bagian dan Seksi.
c) Badan Pelaksana Baitul Kemukiman adalah terdiri dari: Ketua yang karena jabatannya
dilaksanakan oleh Imuem Mesjid kemukiman atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Seksi
Perwalian, Seksi Perencanaan dan Pendataan dan Seksi Pewngawasan yang ditetapkan oleh
Imuem Mukim atau nama lain.
d) Badan Pelaksana Baitul Gampong atau nama lain, yang terdiri atas Ketua yang karena
jabatannya dilaksanakan oleh Imuem Meunasah atau Imuem Mesjid atau nama lain, Sekretaris,
Bendahara, Urusan Perwalian, Urusan Pengumpulan dan Urusan Penyaluran yang ditetapkan
oleh Geuchik atau nama lain.
BAB IX
EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF
BAB X
SYARIAT DAN ADAT ACEH
4. Keuchik
Keuchik/geuchik adalah kepala persekutuan masyarakat adat gampong. Keuchik
tidak hanya memiliki otoritas dalam bidang pemerintahan, seperti penyelenggara pemerintahan
gampong, tetapi juga bertugas untuk melestarikan adat istiadat dan hukum adat. Selain itu
Keuchik juga bertugas untuk menjaga keamanan, kerukunan, ketentraman, dan ketertiban
masyarakat. Ibrahim Alfian menganalogikan keuchik sebagai “bapak/ayah gampong” karena
besamya tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya untuk pengendalian dan pemeliharaan
pemerintahan serta adat di tingkat gampong.
5. Tuha Peut
Tuha peut adalah suatu lembaga permusyawaratan di tingkat gampong. Badan ini
berfungsi untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Keuchik pada setiap pengambilan
keputusan dalam rangka menjalankan pemerintahan gampong.Lembaga ini disebut dengan
Tuha peut karena jumlah mereka sebanyak empat orang yang terdiri dari unsur pemerintahan,
agama, tokoh adat dan cerdik pandai yang berada di gampong.
6. Tuha Lapan
Tuha lapan adalah lembaga adat yang terdapat pada tingkat mukim dan gampong
dan bertugas sebagai penasihat imeum mukim dan keuchik dalam menjalankan pemerintahannya
dengan sebaik-baiknya. Lembaga ini terdiri dari unsur-unsur Pemerintah, Agama, tokoh Adat,
tokoh masyarakat, cerdik pandai, pemuda, perempuan dan kelompok organisasi masyarakat
7. Imeum Meunasah
Imeum meunasah adalah orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di
gampong yang berkenaan dengan bidang agama Islam, pelaksanaan dan penegakan syari'at
Islam. Hubungan antara keuchik dan imeum meunasah sangat erat. Sehingga imeum meunasah
dapat dianalogikan sebagai “ibu gampong”.
8. Keujreun Blang
Keujruen blang adalah orang yang membantu keuchik dan imeum mukimdi bidang
pengaturan dan penggunaan air irigasi untuk persawahan. Lembaga ini bertuugas
mempertahankan Hukum Adat di bidang pertanian. Selain bertugas mengelola lingkungan di
wilayah persawahan, keujruen blang juga bertugas untuk menindak pelanggaran hukum adat dan
menyelesaikan sengketa yang timbul di wilayah kewenangannya.
9. Panglima Laot
Panglima laot adalah orang yang memimpin adat istiadat atau kebiasaan yang
berlaku di bidang penangkapan ikan di laut. Selain itu lembaga ini juga bertugas mengatur
tempat/areal penangkapan ikan, penambatan perahu dan menyelesaikan sengketa bagi hasil.
Kekuasaan panglima laot hanya berlaku di wilayah laut meliputi semua aspek kehidupan di laut.
Tugas panglimat laot tidak hanya sekedar melakukan pengaturan tetapi juga memberikan
sanksipada setiap pelanggaran adat dan sebagai hakim perdamaian ketika terjadi persengketaan
di wilayahnya bertugas.
10. Pawang Glee/Uteun
Pawang glee/uteun adalah orang yang memimpin dan mengatur adat istiadat yang
berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan.
11. Petua Seuneubok
Peutua seuneubok adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan-ketentuan
yang berkaitan dengan pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Dalam hal ini,
lazimnya pelopor yang membuka tanah mati untuk menjadi lahan pertanian langsung diangkat
sebagai peutua seuneubok.
12. Haria Pekan
Haria pekan adalah orang yang mengatur ketertiban, keamanan, dan kebersihan
pasar serta mengutip retribusi pasar gampong. Keberadaan lembaga haria pekan sangat penting
karena dapat menumbuhkan pasar-pasar strategis bagi perkembangan lalu lintas jual beli barang-
barang ekonomi rakyat. Selain itu lembaga ini dibutuhkan dalam rangka mengatur kehidupan
ekonomi pasar, mengawas penipuan yang terjadi di pasar dan menetramkan para konsumen dari
segala bentuk kejahatan di pasar.
13. Syahbanda
Syahbanda adalah orang yang memimpin dan mengurus tambatan perahu lalu lintas
keluar dan masuk perahu di bidang angkutan laut dan sungai. Pada masa lalu tugas syahbanda
tidak hanya terbatas pada manajemen pelabuhan, tetapi juga bertugas untuk mencegah terjadinya
pelanggaran-pelanggaran di pelabuhan.
Hubungan syariat Islam dan Adat Aceh, dalam adat pernikahan adanya KUA (penghulu)
yang mana tugas KUA mempersiapkan kartu nikah bagi kedua membelai. Seperti yang kita
ketahui dalam syariat Islam seperti itu cara pelaksanaannya, ketika memulai ijab kabul membelai
wanita tidak diharuskan mendampingi membelai pria, tetapi setelah dikatakan sah, maka
membelai wanita datang menghampiri membelai pria. Mahkamah Syar’iyah juga ikut berwenang
dalam Adat perkawinan.
Kemudian dalam adat bercocok tanam, adanya silaturahim antara masyarakat
dengan Keujruen Blang dan Petua Seuneubôk yang mengurus adat bercocok tanam. Dalam
syariat Islam mengharuskan adanya silaturahin agar terciptanya umat yang berbahagia.
Adat tron u laot, upacara dengan tujuan bersyukur kepada Allah SWT. Dalam syariat
Islam kita diwajibkan untuk selalu bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepada kita
hamba-Nya.
Adat turun kesawah, Hal ini seperti hanjeut teumeubang watèe padé mirah. Maksudnya
adalah tidak boleh memotong kayu saat padi hendak dipanen. Kalau ini dilanggar, dipercaya
akan mendatangkan hama wereng (geusong).
BAB XI
ISU-ISU DALAM PELAKSANAAN SYARI’AT ISLAM DI ACEH
1. Syari’at Islam Dan Non Muslim Di Aceh
PLURALISME
Pengertian Pluralisme
Secara etimologi pluralisme berasal dari kata “plural” (inggris) yang berarti lebih dari satu
atau banyak dan berkenaan dengan keanekaragaman dan “ isme” yang berarti paham.Dengan
demikian pluralisme berarti paham kemajemukan Ada dua perspektif dalam memahami pluralisme.
Solusi Pluralisme
Bahwa perbedaan agama diantara mereka bukanlah penghalang untuk menjalin sebuah
kerjasama dan kedamaian dunia ini. Islam sendiri mengajarkan bahwa kebebasan memilih agama
merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati.
Adapun untuk memecahkan masalah pluralitas agama dan keyakinan, Islam memiliki sikap
dan pandangan yang jelas, yakni mengakui identitas agama-agama selain Islam, dan membiarkan
pemeluknya tetap dalam agama dan keyakinannya. Islam tidak akan menghilanghkan identitas
agama-agama selain Islam.
Solusi Feminisme
Perempuan merupakan sosok manusia yang mendapat peran ganda dalam konteks
kemerdekaan hidupnya.Ia dapat berkiprah dalam kehidupan rumah tangga,namun ia juga dapat
berkiprah di luar rumah dengan tetap menyeimbangkan kegiatannya pada ketentuan-ketentuan
syari’ah. Perempuan juga menjadi tokoh penentu keberhasilan sebuah rumah tangga yang di
dalamnya akan melahirkan generasi penerus kehidupan mendatang.
FUNDA MENTALISME
Pengertian Fundamentalisme
Kata “fundamental” adalah kata sifat yang berarti “bersikap mendasar/pokok” diambil dari
kata fundamen yang artinya “dasar, asas ,alas, fondasi”. Jika diartikan Sebagai sebuah gerakan
keagamaan, fundamentalis dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan
reaksioner, yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran agama yang asli seperti tersurat
dalam kitab suci.