DISUSUN OLEH :
ARI BUDI PRASETYO (135061100111014)
DANING KINANTI SUTAMA (135061100111022)
MOCHAMMAD WAHYU M (135061100111028)
Artinya, Al-Qur’an adalah kitab yang berisikan petunjuk allah Swt untuk
menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan hambanya,
membedakan antara yang haq dan yang bathil, serta menjadi peringatan, obat dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana yang telah diwahyukan oleh
Allah Swt dalam QS.Al-Isra’ 82:
“ Dan kamiturunkan dari Al-quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-quran itu tidaklah menambah kepada orang-
orang yang zalim selain kerugian”.
Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dan pertama dalam islam. Karena
setiap muslim wajib berpegang teguh kepada isi kandungan Al-Qur’an dan
menempatka Al-Qur’an sebagai rujukan utama dan pertama dalam menetapkan
suatu hukum Allah SWT berfirman :
Artinya: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. al-Maidah: 44).
b. Hadis Fi’liyah
Seluruh hadis yang bersumber dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan oleh
Nabi Muhammad Saw agar diconthkan atau diteladani oleh umatnya.Contohnya:
tata cara wudu’ , shalat, haji, dan lain-lain yang diperbua dan dicontohkan oleh
Nabi.
c. Hadis Taqririyah
Seluruh hadis yang berbentuk ketetapan atau persetujuan Nabi Muhammad Saw
terhadap suatu perkara yang dilakuakn sahabat atau umatnya. Dalam hal ini, Nabi
Muhammad Saw memberikan persetujuan atau ketetapan terhadap hal-hal positif
yang dilakukan sahabatnya. Sebagai contoh, nabi Muhammad saw menyetujui
kalimat-kalimat azan yang dikumandangkan oleh sahabat yang bernama Bilal Nin
rabbah.
Hadis Hamiyah
Hadis nabi Muhammad Saw yang masih berbentuk harapan. Menurut ahli hadis,
bentuk hadis seperti ini sangat sedikit, bahkan ada yang mengatakan tidak ada,.
Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad Saw adalah sosok teladan yang tidak
pernah meminta umatnya melakukan sesuatu sebelum ia sendiri melakukannya.
Begitupun, ada yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw pernah berniat
untuk berpuasa pada Muharram, tetapi sebelum ia menunaikannya, beliau telah
dipanggil Allah Swt inilah salah satunya sumber informasi tentang hadis
hammiyah.
Hadis merupakan salah satu sumber hokum islam yang wajib kita taati. Allah Swt
telah mewajibkan agar kita mentaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw tersebut.
Hadits terdiri dari :
Matan, yaitu isi atau kandungan dari suatu hadis yang memuat berbagai pengertian.
Sanad, yaitu jalan yang menyampaikan kepada matan hadis,yaitu nama-nama para
perawinya yang berurutan menjadi sandaran dalam periwayatan hadis menjadi
perantara Nabi Muhammad Saw sampai kepada perawi atau orang yang
meriwayatkan suatu hadis
Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga atau pelengkap. Hal
itu di dasarkan kepada hadis yang diriwiyatkan oleh Imam Tirmizi dan Abu
Daud yang berisikan dialoq antara Nabi Muhammad Saw dengan Mua’az bin
Jabal, ketika diutus ke negeri Yaman waktu itu Nabi bertanya kepada Mu’az
“ Bagaimana kamua akan menetapkan hukum kalau dihadapkan kepadamu sutu
persoalan yang memerlukan ketetapan hukum?” Mu’az menjawab,” saya akan
menetapkan hukum dengan Al-Qur’an ,” Rasul bertanya lagi “ kalau seandainya
tidak ditemukan ketetapannya dengan Al-quran?” Mu’az menjawab,” saya akan
berijtihad denan pendapat saya sendiri.” Kemudian rasulullah menepuk-nepuk
bahu mu’az bin jabal tanda setuju. Dan ini merupakan dasar hukum perlunya
ijtihad. Al-quran menjelaskan ada “ULIL AMRI”yang berarti mereka yang
berwenang menetapkan suatu maslahat bagi umat. Q.S An-Nisa ayat 59.
Bentuk-bentuk Ijtihad[8]
a. Ijma’
Menggunakan bahasa Ijma’ berarti menghimpun, mengumpulkan dan menyatukan
pendapat. Menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan para ulama tentang hukum
suatu masalah yang tidak tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
b. Qiyas
Menurut bahasa Qiyas berarti mengukur sesuatu dengan contoh yang lain,
kemudian menyamakannya. Menurut istilah, Qiyas adalah menentukan hukum
suatu maslaah yang tidak ditentukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
dengan cara menganalogikan suatu masalah dengan masalah yang lain karena
terdapat kesamaan ‘illat (alasan).
c. Istihsan
Menurut bahasa, Istihsan berarti menganggap/mengambil yang terbaik dari suatu
hal. Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang jelas (jali) untuk
menjalankan qiyas yang tidak jelas (khafi), atau meninggalkan hukum umum
(universal/kulli) untuk menjalankan hukum khusus (pengecualian/istitsna’),
karena adanya alasan yang menurut pertimbangan logika menguatkannya.
Contoh: menurut istihsan sisa minuman dari burung-burung yang buas seperti
elang, gagak, rajawali dan lain-lain itu tetap suci berbeda dengan sisa minuman
dari binatang-binatang buas seperti harimau, singa, serigala dan lain-lain yang
haram dagingnya karena sisa makanan binatang-binatnag buas ini mengikuti
hukum dagingnya, maka sisa minumannya juga haram (najis). Alasan kesucian
dari sisa minuman burung-burung buas tadi : meskipun haram dagingnya, karena
burung-burung itu mengambil air minumnya dengan paruh yang berupa tulang
(dimanan hukum tulang itu sendiri suci) dan tidak dimungkinkan air liur / ludah
yang keluar dari perutnya (dagingnya) itu bercampur dengan sisa minuman tadi.
Sedangkan binatang-binatang buas mengambil air minum dengan mulutnya yang
sejenis daging sehingga dimungkinkan sekali sisa minumannya bercampur dengan
ludahnya.
d. Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, Masalihul Mursalah berarti pertimbangan untuk mengambil
kebaikan. Menurut istilah, Masalihul Mursalah yaitu penetapan hukum yang
didasarkan atas kemaslahatan umum atau kepentingan bersama dimana hokum
pasti dari maslah tersebut tidak ditetapkan oleh oleh syar’I (al Qur’an dan Hadits)
dan tidak ada perintah memperhatikan atau mengabaikannya. Contoh penggunaan
masalihul mursalah kebijaksanaan yang diambil sahabat Abu Bakar shiddiq
mengenai pengumpulan al Qur’an dalam suatu mush-haf, penggunaan ‘ijazah,
surat-surat berharga dsb.
Dengan perkembangan zaman yang terus semakin maju, muncul berbagai masalah
baru yang belum dijumpai ketetapan hukumnya di dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadits. Masalah-masalah baru tersebut membutuhkan ijtihad, sehingga menjadi
hukum bagi kaum muslimin. Hal ini menuntut kita semua untuk selalu
memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan kita, sehingga kita
mampu menjadi para mujtahid yang memiliki syarat-syarat ijtihad dengan benar.
Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi setiap umat muslim yang memiliki syarat-
syarat ijtihad. Islam sangat mendorong kaum muslimin untuk melakukan ijtihad.
Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya yag diriwayatkan Mu’az bin
Jabal :
Artinya :" Apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad
kemudian benar, maka ia mendapat dua pahala, dan apabila dia memutuskan
dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka dia memperoleh satu pahala. (HR.
Bukhari Muslim).”
e. Istish-hab
Melanjutkan berlakunya hokum yang telah ada dan telah diterapkan karena
adanya suatu dalil sampai datangnya dalil lain yang mengubah kedudukan hokum
tersebut. Misalnya apa yang diyakini ada, tidak akan hilang oleh adanya keragu-
raguan, contoh : orang yang telah berwudlu, lalu dia ragu-ragu apakah sudah batal
atau belum, maka yang dipakai adalah dia tetap dalam keadaan wudlu dalam
pengertian wudlunya tetap sah. Seperti itu juga dalam hal menentukan suatu
masalah yang hukum pokoknya mubah (boleh), maka hukumnya tetap mubah
sampai dating dalil yang mnegharuskan meninggalkan hokum tersebut.
Tujuan hukum islam adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan
mendatangkan kemashlahaatan bagi mereka; mengarahkan mereka kepada
kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di duniaa dan di akhirat
dengan jalan mengambil segala yang manfaat dan mencegah atau menolak yang
madharat, yakni yang tidak berguna bagi hidup maaupun kehidupan manusia.
Agama
Jiwa
Akal
Keturunan
Harta, yang disebut “maqasid al-khamsah”
a) Memelihara agama
b) Memelihara jiwa
Menurut hukum islam jiwa harus dilindung. Uuntuk itu hukum islam wajjib
memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Hhukum
islam mekarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan
melindungi berbagai sarana yang dipergunakan manusia untuk mempertahankan
kemashlahatan hidupnya.
c) Memelihara akal
d) Memelihara keturunan
Dalam hukum islam, memelihara ketuurunan adaalah hal yang sangat penting.
Untuk itu dalam hukumislam untuk meneruskan keturunan harus melalui
perkawinan yang sah menurut ketentuan-ketentuan yang aada dalam al quran dan
as sunah dan dilarang melakukan perbuatan zina.
e) Memelihhara harta
Menurut hukum islam, harta merupakan pemberiaan Allah kepada manusia untuk
melangsungkan hidup dan kehidupannya. Untuk itu, manusia sebaga khalifah
Allah di muka bumi (makhluk yang diberi amanah Allah untuk mmengelola alam
ini sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya) dilindungi haaknya untuk
memperooleh harta dengan cara-cara yang halal artinnnya menurut hukumdaan
benar menurut ukuran moral.
2.4. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia
membutuhkan pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam
memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya. Setiapa individu dan
kelompok sosial memiliki kjepentingan. Namun demikan kepentingan itu tidak
selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan. Hal itu mengandung
poteensi terjanya benturaan daan konflik. Maka hal itu membutuhkan aturan main.
Agar kepentingan individu dapaat dicapai secara adil, maka dibutuhjkan
penegakkan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian
disebutdenngan hukum islam yang dan menjadi pedomaan setiap pemeeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
a. Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka
pendek dalam kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan
kehidupan di akherat yang kekal abadi, baik yang berupa hukum- hukum untuk
menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun
pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu
juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah dengan
makhluknya. Maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.[9]
Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi ibadah. Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan
jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu’. Maka dengan daalil ini
fungsi ibadah tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2. Fungsi amar makruf nahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan
kemungkaran). Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun
berorientasi membentuk mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan
pencegah kemungkaran.
3. Fungsi zawajir (penjeraan). Aadanya sanksi dalam hukum islam yang bukan
hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga dengan aancaman siksa akhirat
dimaksudkaan agar manusia dapat jera dan takut melakukan kejahatan.
4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat).
Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk
menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan
pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini
dikenal dengan istilah fungsi enginering social.
Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang
hukum tertentu tetapi saatu deengan yang lain juga saling terkait.
Demi tercapainya cita-cita mulia ini, tentu membutuhkan kerja keras dan gotong-
royong seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali, untuk bersama-sama
mewujudkannya di bidang pendidikan, media dan informasi, pemikiran dan
strategi politik serta sosial budaya. Bila demikian halnya, kiranya dapat terwujud
satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam tubuh Islam, senada dengan firman
Allah: "udkhulû fî as-silmi kâffah" (masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan),
bahwa ummat Islam bukan ummat Yahudi yang membangkang sebagaimana
firman Allah: "afatu'minûna bi ba'dhi al-kitâbi wa takfurûna bi ba'dh" (apakah
kamu sekalian mengimani kitab itu sebagian dan mengigkari sebagian lainnya).
Ini senada dengan sebuah pernyataan yang tidak asing lagi: "khudzû al-islâma
jumlatan aw da'ûhu" (ambillah Islam itu secara keseluruhan atau tinggalkan).
Namun tidak harus dipahami bahwa setiap orang yang tidak menerapkan hukum
Islam secara sempurna harus ditolak dan tidak termasuk golongan mukmin. Niat
melaksanakan Islam secarah kaffah (keseluruhan) merupakan titik tolak dan
modal utama setiap muslim, adapun prakteknya tergantung kemampuan
menghadapi rintangan-rintangan yang mengangkang di depan mata, termasuk di
dalam diri kita sendiri. Allah berfirman: "bertaqwalah kepada Allah sesuai dengan
kemampuanmu".
2.6. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan dan Penegakan Sistem Hukum
Indonesia
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
a. Al- tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah
sepanjang masa
b. At-tathawwur (berkembang),hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan
situasi sosial.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam
pembangunan hukum nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan
hukum Islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasional
yaitu[10]:
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan,
UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat,
dan UU Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa
undangundang
lainnya yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam
seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan
Bank Syari'ah dengan prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama yang semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama
Islam akan memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi
kepentingannya.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas
keagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran
mereka menjalankan Syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan
waris.
4. Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat
menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat
bagi Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
1. Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan
diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara
Tahun 1974 No. Tambahan Lembaran Negara Nomer 3019).
2. Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1989 No. 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2006 disahkan UU Nomor
3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agarna. Yang melegakan' dari UU ini adalah semakin luasnya kewenangan
Pengadilan Agama khususnya kewenangan dalam menyelesaikan perkara di
bidang ekonomi syari'ah. Untuk menjelaskan berbagai persoalan syari'ah di
atas Dewan Syari'ah Nasional (DSN) telah mengeluarkan sejumlah fatwa yang
berkaitan dengan ekonomi syari'ah[12] yang sampai saat ini jumlahnya sudah
mencapai 53 fatwa. Fatwa tersebut dapat menjadi bahan utama dalam penyusunan
kompilasi tersebut.
Sehubungan dengan tambahan kewenangan yang cukup banyak kepada
pengadilan agama sebagaimana pada UU No. 3 tahun 2006 yaitu mengenai
ekonomi syari'ah, sementara hukum Islam mengenai ekonomi syari'ah masih
tersebar di dalam kitab-kitab fiqh dan fatwa Dewan Syari'ah Nasional, kehadiran
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) yang didasarkan pada PERMA
Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 10 September 2008 tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari'ah, menjadi pedoman dan pegangan kuat bagi para Hakim
Pengadilan Agama khususnya, agar tidak terjadi disparitas putusan Hakim,
dengan tidak mengabaikan penggalian hukum yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat sebagaimana maksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah
terdiri dari 4 Buku, 43 Bab, 796 Pasal.
3.1. Kesimpulan
Hukum Islam adalah hokum yang bersumber dan menjadi bagian dari
agama Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan
oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan
manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan
manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan
benda alam sekitarnya.
Perkembangan hukum Islam di Indonesia memiliki peluang yang sangat
cerah dalam pembangunan hukum nasional, karena secara sosioantropologis dan
emosional, hukum Islam sangat dekat dengan rnasyarakat Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Se!ain itu secara historis hukum Islam
telah dikenal jauh sebelum penjajah masuk ke Indonesia. Peluang bagi masa
depan hukum Islam di Indonesia juga terbuka karena telah banyak aturan dalam
hukum Islam yang disahkan menjadi hukum nasional, dan hal ini memperlihatkan
bagaimana politicall will pemerintah yang memberikan respon dan peluang yang
baik bagi hukum Islam. Dengan melihat realitas kedekatan, kompleksitas materi
hukum Islam pada masa datang, peluang hukum Islam dalam pembangunan
hukum nasional akan lebih luas lagi.
Demikian juga peran akademisi yang melakukan pengembangan
dan penelitian yang konstruktif dapat menunjang perkembangan hukum Islam
di Indonesia. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran para ulama, kyai yang
secara ikhlas mengajarkan dan tetap menyiarkan materi-materi hukum Islam
kepada para santri serta jamaahnya yang tersebar di berbagai pelosok tanah air.
Semua itu secara alami akan tetap menjaga keberadaan hukum Islam di Indonesia.
Ada tiga faktor yang menyebabkan hukum Islam masih memiliki peran
besar dalam kehidupan bangsa kita. Pertama, hukum Islam telah turut serta
menciptakan tata nilai yang mengatur kehidupan umat Islam, minimal dengan
menetapkan apa yang harus dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah,
anjuran, perkenan, dan larangan agama. Kedua, banyak keputusan hukum dan
unsur yurisprudensial dari hukum Islam telah diserap menjadi bagian dari hukum
positif yang berlaku. Ketiga, adanya golongan yang masih memiliki aspirasi
teokratis di kalangan umat Islam dari berbagai negeri sehingga penerapan hukum
Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan yang masih
mempunyai appeal cukup besar.
3.2. Saran
Bisa berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat dengan memenuhi aturan
hukum islam
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/60557482/Hukum-Islam-Di-Indonesia-Dan-
Kontribusi-Umat-Islam
diunduh tgl 1 Maret 2013
http://hukumislamdankontribusiumatislam.blogspot.com/
diunduh tgl 1 Maret 2013
http://destriyanaeciel.blogspot.com/2012/06/sumber-hukum-islam-dan-
kontribusi-umat.html
diunduh tgl 1 Maret 2013
http://www.docstoc.com/docs/123489356/Hukum-Islam-dan-Kontribusi-
Umat-Islam-Indonesia
diunduh tgl 1 Maret 2013
http://www.fib.unair.ac.id/index.php/unduh/finish/31-materi-agama-
islam/193-kuliahvihukumislamdankontribusiumatislamindonesiaokppt.html
diunduh tgl 1 Maret 2013
http://www.slideshare.net/ayusefryna/umat-islam-dan-kontribusi-umat-
islam-indonesia
diunduh tgl 1 Maret 2013
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=hukum%20islam%20dan%20kon
tribusi%20umat%20islam%20di%20indonesia&source=web&cd=7&cad=rj
a&ved=0CFAQFjAG&url=http://dedizamrani.files.wordpress.com/2012/06/
hukum-islam-dan-kontribusi-umat-islam-di-
indonesia.pptx&ei=xtQ0UfBbjqysB4T-
gYAP&usg=AFQjCNG_tEQ8zqER5mdi808Dk9cy-
ZX3DQ&bvm=bv.43148975,d.bmk
diunduh tgl 1 Maret 2013
Muchsin,.2004.Masa Depan Hukum Islam Di Indonesia, BP IBLAM.
Jakarta.
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), edisi
ketiga, hal. 592.
[2] AS Hornby, et. Al., OxfordAdvanced Dictionary of Current English, (edidi revisi),
(london:
Oxford University [t. th.], ed. I (1942), hal. 186-187.
[3] Ulasan berikut dikutif dan disarikan dari, Rifyal Ka'bah, , Hukum Islam di Indonesia, Buletin
Dakwah, 19
Mei 2006.
[4] Sunaryati Hartono, mantan Kepala BPBN, mengatakan bahwa sebenarnya bangsa
Indonesia
belum mempunyai hukum nasional, dan yang paling banyaknya baru hukum di Indonesia.
John Ball,
Guru Besar di Sidney University, menyebut keadaan hukum di Indonesia sebagai "The
struggle for a
national law." Lev mengatakan ada pertentangan-pertentang kepentingan antara
golongan-golongan
ideologi dalam hukum (Barat, Adat, dan Islam) sehingga hukum lama masih tetap juga
dipakai dan belum
ada konsensus untuk menggantinya. (Bustanul Arifin, Transformasi Syariah ke dalam
Hukum Nasional
(Bertenun dengan Benang-benang Kusut), Jakarta : Yayasan Al-Hikmah, 1999), hal. 5
dan 11).
[5] Untuk lebih lengkap baca Muchsin, Ikhtisar Sejarah Hukum, Jakarta: BP IBLAM, 2004, hal .9-22
[6] Hadis adalah “Segala sesuatu yang diambil dari Nabi Muhammad Saw
baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir (ketentuan), pengajaran, sifat,
kelakuan dan perjalanan hidup baik yang terjadi sebelum masa kenabian ayau
sesudahnya”
[8] Untuk lebih lengkap baca Muchsin, Ikhtisar Sejarah Hukum, Jakarta: BP IBLAM, 2004
[9] Untuk lebih lengkap baca Muchsin, Ikhtisar Sejarah Hukum, Jakarta: BP IBLAM, 2004
[10] Muchsin, Masa Depan Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: BP IBLAM, 2004, hal. 17-18.
[11] 14Iehtijanto, Pengembangan Teori berlakllnya hllkllm Islam di Indonesia, dalam Hukum
Islam di
Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya eet. ke-2 1994, hal. 137
[12] Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomi syariah, seperti yang diulas dalam penjelasan
UU
ini adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah yang antara
lain
meliputi: bank syari'ah, lembaga kuangan mikro syari'ah, asuransi syari'ah, reasuransi syari'ah,
reksadana
syari'ah, obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah, sekuritas syari'ah,
pembiayaan
syari'ah, pegadaian syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah dan bisnis syari'ah.
[13] BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui bank syariah dan / atau bank umum
nasional
yang ditunjuk oleh Menteri (Pasal 22).
[14] Republika, Rabu 2 April 2008, hal. 5
[15] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU No.
21 Tahun
2008) tentang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa perbankan syariah adalah segala
sesuatu yang
menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
[16] Akad-akad dimaksud antara lain adalah : wadi'ah, mudharabah, musyarakah, ijarah,
ijarah
muntahiya bit-tamlik, murabahah, salam, istishna'I, qardh, wakalah, atau akad lain yang
sesuai dengan
prinsip syariah.
[17] yaitu antara lain yang tidak mengandung unsur : riba, maysir, gharar, haram, dan
zalim.
[18] Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta:
2003, cet.
Kedelapan, hal. 170.
Diposkan oleh Dwi Hartanto di 19.33
http://dwihardkaconkmania.blogspot.com/2013/05/makalah-agama-hukum-islam-
dan.html
http://ppitunisia.150m.com/artikel/Hukum%20Islam.htm
http://annhasanafiles.blogspot.com/2012/10/hukum-islam-dalam-dinamika-
kehidupan.html
http://hukumislamdankontribusiumatislam.blogspot.com/
Saebani, Ahmad, Beni –Filsafat Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.
http://nuryandi-cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2012/07/prinsip-prinsip-
hukum-islam.html