Anda di halaman 1dari 24

HUKUM

ISLAM
Kelompok 10:
1. Aisyah Hafidz Fitriah (20200810200020)
2. Annisa Zakiah Zahra (20200810200115)
3. Asyifa Choirunnisa (20200810200011)
4. Azahra Yusrina Tharifa (20200810200033)
5. Dantya Ayu (20200810200120)
6. Indah Wulandari (20200810200001)
7. Mayhati Ayu Andriani (20200810200055)
8. Mina Nur’azizah (20200810200059)
9. Sofhia Rahmadiani (20200810200090)

Dosen Pengampu:

Bambang Irawan, S.Pd.I., M.Pd


SUB MATERI

01 02 03
Pengertian hukum Ruang lingkup hukum Problematika hukum
islam islam islam di indonesia
01
HUKUM ISLAM
PENGERTIAN HUKUM
ISLAM
• Hukum Islam adalah serentetan peraturan yang digunakan untuk beribadah. Melaksanakannya
merupakan suatu ketaatan yang pelakunya berhak mendapat pahala dan meninggalkan atau
menyalahinya merupakan suatu kemaksiatan yang pelakunya akan dibalas dengan siksaan di
akhirat. Kepatuhan kepada hukum Islam merupakan tolok ukur keimanan seseorang.

• Hukum Islam bersifat ijabi dan salbi, artinya hukum Islam itu memerintahkan, mendorong,
dan menganjurkan melakukan perbuatan makruf serta melarang perbuatan munkar dan segala
macam kemudaratan. Tujuan utama pensyariatan hukum Islam adalah mendatangkan,
menciptakan, dan memelihara kemaslahatan bagi umat manusia. Kemaslahatan individu dan
masyarakat haruslah berimbang, artinya kemaslahatan individu bukanlah sekedar tujuan
sampingan, yang hanya diperhatikan jika membawa kemaslahatan bagi masyarakat.
02
RUANG
LINGKUP
HUKUM ISLAM
o Hukum Islam meliputi syariah dan fikih. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih
dititikberatkan pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk
hubungan ini, dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu hubungan manusia
dengan Tuhan (hablun minallāh) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannās).
Bentuk hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut muamalah.
o Hakikat ibadah menurut para ahli adalah ketundukan jiwa yang timbul karena hati merasakan cinta
akan yang disembah (Tuhan) dan merasakan keagungan-Nya, karena meyakini bahwa dalam alam ini
ada kekuasaan yang hakikatnya tidak diketahui oleh akal.
o Pendapat lain menyatakan, hakikat ibadah adalah memperhambakan jiwa dan menundukkannya kepada
kekuasaan yang ghaib yang tidak dijangkau ilmu dan tidak diketahui hakikatnya.
o Menurut Ibnu Kasir, hakikat ibadah adalah suatu ungkapan yang menghimpun kesempurnaan cerita,
tunduk, dan takut.
Dalam masalah ibadah berlaku ketentuan, tidak boleh ditambah-tambah atau
dikurangi. Allah telah mengatur ibadah dan diperjelas oleh Rasul-Nya. Karena ibadah
bersifat tertutup (dalam arti terbatas), maka dalam ibadah berlaku asas umum, yakni pada
dasarnya semua perbuatan ibadah dilarang untuk dilakukan kecuali perbuatan-perbuatan itu
dengan tegas diperintahkan. Dengan demikian, tidak mungkin dalam ibadah dilakukan
modernisasi, atau melakukan perubahan dan perombakan yang mendasar mengenai hukum,
susunan, dan tata caranya. Yang mungkin dapat dilakukan adalah penggunaan peralatan
ibadah yang sudah modern.
Para ulama membagi ibadah menjadi 2 macam, yaitu:

1. Ibadah mahdat (ibadah khusus) 2. Ibadah ghairu mahdlat (ibadah


Ibadah khusus adalah ibadah langsung umum)
kepada Allah yang tata cara pelaksanaannya ibadah yang tata cara pelaksanaannya
telah diatur dan ditetapkan oleh Allah atau tidak diatur secara rinci oleh Allah dan
dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Karena itu, Rasulullah. Ibadah umum ini tidak menyangkut
pelaksanaan ibadah sangat ketat, yaitu harus hubungan manusia dengan Allah, tetapi justeru
sesuai dengan contoh dari Rasulullah Saw. berupa hubungan antara manusia dengan
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan manusia atau dengan alam yang memiliki nilai
pedoman atau cara yang harus ditaati dalam ibadah. Bentuk ibadah ini umum sekali, berupa
beribadah, tidak boleh ditambah-tambah atau semua aktivitas kaum Muslim (baik perkataan
dikurangi. Penambahan atau pengurangan dari maupun perbuatan) yang halal (tidak dilarang)
ketentuan- ketentuan ibadah yang ada dan didasari dengan niat karena Allah (mencari
dinamakan bid’at dan berakibat batalnya rido Allah). Jadi, sebenarnya ibadah umum itu
ibadah yang dilakukan. berupa muamalah yang dilakukan oleh seorang
Muslim dengan tujuan mencari rido Allah.
Berbeda dengan masalah ibadah, ketetapan-ketetapan Allah dalam masalah muamalah terbatas
pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi Saw., kalaupun ada, tidak terperinci seperti halnya dalam
bidang ibadah. Oleh karena itu, bidang muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad.
Kalau dalam bidang ibadah tidak mungkin dilakukan modernisasi, maka dalam bidang muamalah
sangat memungkinkan untuk dilakukan modernisasi. Dengan pertimbangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sedemikian maju, masalah muamalah pun dapat disesuaikan, sehingga

Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang muamalah berlaku asas umum, yakni pada
dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang membatalkan dan
melarangnya. Dari prinsip dasar ini dapat dipahami bahwa semua perbuatan yang termasuk dalam kategori
muamalah boleh saja dilakukan selama tidak ada ketentuan atau nash yang melarangnya. Oleh karena itu,
kaidah-kaidah dalam bidang muamalah dapat saja berubah seiring dengan perubahan zaman, asal tidak
bertentangan dengan ruh Islam.
Apabila Hukum Islam disistematisasikan seperti dalam tata hukum
Indonesia, maka akan tergambarkan bidang ruang lingkup muamalat dalam arti
luas sebagai berikut:

1) Hukum Perdata Hukum perdata Islam meliputi:

a. Munâkahât, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan dan


perceraian serta segala akibat hukumnya

b. Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan,
serta pembagian warisan. Hukum warisan Islam ini disebut juga hukum farâidh
c. Mu’âmalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas
benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual beli, sewa-menyewa, pinjam-
meminjam, perserikatan, kontrak, dan sebagainya
2) Hukum Publik Hukum publik Islam meliputi:

a. Jinâyah, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang


diancam dengan hukuman, baik dalam jarîmah hudûd (pidana berat) maupun
dalam jarîmah ta’zîr (pidana ringan). Yang dimaksud dengan jarîmah adalah
tindak pidana. Jarîmah hudûd adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan
bentuk dan batas hukumnya dalam al-Quran dan asSunnah (hudûd jamaknya
hadd, artinya batas). Jarîmah ta’zîr adalah perbuatan tindak pidana yang bentuk
dan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi
pelakunya (ta’zîr artinya ajaran atau pelajaran)
b. Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah, membicarakan permasalahan
yang berhubungan dengan kepala negara/ pemerintahan,
hak pemerintah pusat dan daerah, tentang pajak, dan
sebagainya

c. Siyâr, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan


dengan pemeluk agama lain dan negara lain

d. Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan


hukum acara.
03
Problematika
Hukum Islam Di
Indonesia
Hukum Islam juga memiliki beberapa kendala dan problema, utamanya
menyangkut integritasnya kedalam hukum nasional yaitu:

Pertama, kemajemukan bangsa. Patut diingat bahwa negara Indonesia memiliki


wilayah yang sangat luas, masing-masing memiliki kondisi sosial dan kultural sendiri-
sendiri, sehingga tidak mudah untuk mendekatkkannya satu sama lain. Tetapi, upaya
pengintegrasian aspek sosio-kultural masing-masing elemen bangsa ini ke dalam sistem
hukum nasional, harus didahului dengan proses pemilahan pada bidang-bidang yang
dilakukan melalui proses reunifikasi secara relevan.

Kedua, metode pendidikan hukum. Selama ini, pelajaran ilmu hukum yang
diajarkan kepada mahasiswa adalah trikotomi antara hukum Barat, hukum Islam, dan
hukum adat. Berhubungan dengan masyarakat Indonesia relatif heterogen dan
wilayahnya cukup luas, maka semakin berakibat pencarian titik temu di antara elemen
hukum-hukum tersebut. Sehingga dipandang penting utuk memilki pemahaman integral
dari pakar hukum. Hal ini sudah pasti memerlukan perjuangan intelektual yang sangat
berat. Ketiga, kurangnya pengkajian akademik di bidang hukum Islam.
Ketertinggalan dalam mengembangkan pusat-pusat pengkajian Islam
disebabkan oleh:

(a) secara historis, pusat pengkajian yang tidak menghargai hukum Islam yang
lebih dahulu berkembang ternyata tidak memberi tempat bagi pengkajian
hukum Islam;

(b) pengkajian hukum Islam terletak di antara pengkajian ilmu agama dan
pengkajian ilmu hukum, akibatnya aspek pengkajiannya tidak mendalam;

(c) perkembangan kualitas ketaatan umat Islam yang lemah, terutama keyakinan
akidah dan moral yang sulit dikendalikan sehingga menimbulkan penurunan
kualitas moral dalam pelaksanaan hukum.
04
Kedudukan
Hukum Islam
Dalam
Konstitusi Negara
Ketentuan di dalam konstitusi telah mencerminkan nilai-nilai Islam, dan
mengakui keberadaan nilai-nilai agama. Bahkan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD
1945, salah satu pembatasan atas Hak Asasi Manusia adalah nilai-nilai agama. Hal
ini berati nilai-nilai agama berada di atas Hak Asasi Manusia.

Berkaitan dengan pembentukan hukum nasional, dalam prosesnya terdapat


kecenderungan semakin menguatnya hukum Islam. Dalam hal ini hukum Islam
bukan lagi sekedar sumber persuasif, melainkan telah menjadi salah satu sumber
otoritatif dalam hukum Indonesia.
Eksistensi hukum Islam bukan hanya berkaitan dengan bidang hukum privat
(ubudiyah dan mu’amalah), akan tetapi telah menyentuh bidang hukum publik yang
berhubungan dengan pidana Islam (jinayah/uqubat).

Di Aceh misalnya, diterapkan hukum pidana Islam melalui UU Nomor 44 Tahun


1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, yang
selanjutnya diatur dalam peraturan seperti UU Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Produk hukum turunannya dibuat melalui qanun, antara lain
yang mengatur peradilan syarait Islam, tentang pelaksanaan syariat
Islam di bidang aqidah, ibadah, dan aktivitas syiar Islam lainnya.

Fenomena ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa, hukum


Islam memainkan peran sangat vital dalam pembangunan hukum
nasional di Indonesia. Hukum Islam tidak hanya mengisi kekosongan
hukum, namun sekaligus menjadi sumber nilai yang mendasari aturan
hukum yang dibuat.
Hukum Islam dalam konteks ketatanegaraan, mempunyai dua
aspek penfsiran.

Pertama, hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal, artinya telah
dikodifikasikan dalam struktur hukum nasional.

Kedua, hukum Islam yang berlaku secara normatif yakni hukum Islam yang
diyakini memiliki sanksi atau padanan hukum bagi masyarakat Muslim untuk
melaksanakannya.
Hukum Islam dalam persepektif menuju Indonesia baru harus ditandai dengan gerakan
ijtihad, Fazlur Rahman membangun konsep ijtihad yang khas dan selanjutnya merumuskan
metodiknya yang khas pula.

Menurut Rahman, ijtihad merupakan suatu usaha yang keseluruhan unsur-unsurnya


mengandung muatan jihad (perjuangan) intelektual. Ia mendefinisikan ijtihad dalam sebuah
konsep yang sekaligus mengandung implikasi metodologis, metodis dan fungsional, sebagai
barikut: Ijtihad berarti upaya memahami makna suatu teks atau preseden di masa lampau,
dengan mengandung suatu aturan dan mengubah aturan tersebut dengan cara memperluas,
atau membatasi ataupun memodifikasi dengan cara-cara yang sedemikian rupa, sehingga suatu
situasi baru dapat dicakup kedalamnya dengan suatu solusi baru.
Item-item hukum yang perlu ditelaah dalam perspektif menuju hukum
Islam indonesia baru

Yaitu persamaan kedudukan manusia, hukum perkawinan,


poligami, hak istri untuk bercerai, kesaksian wanita, hukum waris,
pembagian warisan dengan cara damai, bunga bank dan riba,
antara zakat dan pajak, keluarga berencana, dan hukum pidana
potong tangan, serta kedudukan cucu yatim sebagai ahli waris
pengganti.
Kesimpulan
Hukum Islam yang kita terapkan tidak jauh dalam pertintah dan larangan yang telah
ditulis dalam Al-Quran dan Al-Hadist yang tujuannya itu untuk beribadah. Adanya Hukum
Islam dibentuk, karena Jika dalam Al-Quran tertera suatu larangan perintah, maka dalam
larangan itu Allah bertujuan untuk memberikan jalan yg terbaik untuk para umat manusia.

Kelemahan dan kekurangan dari hukum islam tersebut adalah perspektif masyarakat
di indonesia yang masih konservatif, padahal tujuan hukum islam itu dibentuk untuk
kebahagiaan umat manusia.
TERIMA KASIH
Apakah ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai