Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

CERDAS ISTIMEWA ( GIFTED CHILDREN )

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Inklusif

Yang dibina Oleh Bpk. Harizal, M.Pd.

Disusun Oleh:

1. Alifa Febriani

(20200810200110

2. Sofhia Rahmadiani
(20200810200090)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

JAKARTA
2021

i
KATA PENGANTAR

Bismillahhirohmanirohim
Syukur Alhamdulillah, segala puji dan serta salam kami kepada kehadiran Allah
SWT karena atas rahmat dan karunia-nya yang telah memberikan kemudahan dalam
menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pendidikan Inklusif”
sehingga kami telah menyelesaikan dengan baik.
Agar Makalah ini disususn berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang telah
dititipkan oleh kelompok kami, Makalah ini disusun dalam menghadapi rintangan
,namun dengan penuh semangat kami mencoba untuk meyelesaikan maklah ini.
Makalah ini menjelaskan materi pada buku yang berjudul “Cerdas Istimewa”,
materi yang akan dibahas dimakalah ini sengaja di pilih oleh dosen pembimbing kami
untuk kami pelajari lebih dalam dan butuh waktu yang cukup panjang untuk mendalami
materi ini sehinga kami menyelesaikan malakah ini dengan baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, untuk itu bahwa kami
penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini, selain itu,
penulis berharap agar pembaca tidak sungkan memberi masukan berupa kritik dan saran
untuk memperbaiki. Semoga makalah ini bermanfaat dengan baik bagi penulis dan
pembaca.

Jakarta, 16 Oktober 2021

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................................i


Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemahaman Cerdas Istimewa......................................................................................2
2.2 Pendeteksian................................................................................................................5
2.3 Berbagai Istilah..........................................................................................................16
2.4 Cerdas Istimewa Adalah Potensi Bawaan.................................................................18
2.5 Perlu Dukungan.........................................................................................................18
2.6 Model Pemahaman Cerdas Istimewa.........................................................................18
2.7 Konsep Cerdas Istimewa Dalam Pendidikan.............................................................18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................................................21
3.2 Saran..........................................................................................................................21

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pembelajaran untuk beradaptasi dengan berbagai tantangan yang berkaitan


dengan pengajaran, seorang guru harus membuat rencana dalam pengajarannya, yaitu
elemen dasar dan gaya belajar yang dominan pada saat diterapkan atau dilakukannya
pembelajaran tersebut. Maka banyak para ilmuan yang menerapkan dan
memperbaharui tipe-tipe belajar yang dapat dipakai oleh guru saat itu, jadi dengan
adanya elemen dasar mereka sebagai pengajar akan tahu bagaimana cara mereka
melakukan pembelajaran yang efektif.

Selain gaya belajar dalam elemen dasar mengajar ada pula ranah belajar, menurut
Benjamin Bloom ranah belajar dikelompokan menjadi 3 yaitu ranah kognitif yang
artinya aspek aspek tingkah laku meliputi perubahan-perubahan dalam segi
penguasaan pengetahuan dan perkembangan ketrampilan atau kemampuan yang
diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Ranah afektif yang artinya
afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, dan yang terakhir ranah
psikomotoris yang artinya ranah yang bertumpu kepada kemampuan fisik dan kerja
otot.

1.2. Rumusan Masalah

Apa maksud dari Cerdas Istimewa?

Apa itu gaya belajar?

Mengapa perlu ada gaya belajar saat dilakukan pembelajaran?

Apa saja tipe – tipe belajar dalam pembalajaran?

Apa pengertian dan tujuan dari Ranah Belajar?

Apa pengertian dan tujuan dari kecakapan hidup?

1
1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pemahaman Cerdas Istimewa

Cerdas istimewa adalah istilah yang digunakan bagi seorang anak yang mempunyai
kecerdasan luar biasa. Maksudnya, kecerdasannya berada diatas rata-rata anak
seusianya. Beberapa waktu lalu kita selalu menggunakan istilah anak berbakat untuk
istilah ini. Namun istilan anak berbakat dapat menyebabkan kebingungan kita manakala
kita harus membicarakan tentang anak bertalenta. Karena istilah talenta dalam bahasa
Indonesia juga menggunakan istilah bakat. Sehingga istilah anak berbakat yang
maksudnya cerdas istimewa sering kali tertukar dengan istilah anak bertalenta.

Dalam bahasa Inggris biasa digunakan istilah gifted children untuk istilah anak
cerdas istimewa ini. Sehingga jika ingin mencari berbagai bacaan tentang masalah ini
dalam bahasa Inggris, kita harus mencarinya dengan kata kunci gifted children. Di
negara-negara Eropa istilah gifted children sering kali juga menggunakan istilah high
ability atau anak yang mempunyai potensi yang tinggi.

Dijelaskan oleh Sternberg (2004), bahwa seorang anak yang teridentifikasi sebagai
anak cerdas istimewa akan mempunyai kans lebih sukses daripada teman-temannya yang
tidak teridentifikasi sebagai cerdas istimewa, namun yang terpenting bukan karena
mereka memiliki kemampuan itu tetapi mereka harus mampu menggunakan
kemampuannya.

Monks dan Yoenburg (1995), menjelaskan bahwa kita, yaitu orang tua, guru, dan
lingkungan di mana anak itu tumbuh dari berkembang sangat perlu mendukung
kemampuan tersebut agar potensi istimewanya itu dapat diwujudkan dalam bentuk
prestasi yang sesuai dengan potensi tingginya.

Belajar pada tahap penerapan terkait dengan kemampuan siswa dalam membuat
generalisasi pengetahuan ke dalam situasi yang baru, atau telah terjadi transfer

2
pengetahuan dalam belajar. Pembelajar telah mampu mengidentifikasi secara kritis hal-
hal yang telah diketahuinya dalam situasi vang berbeda, melakukan prediksi tentang

2
sesuatu, misalnya prediksi terhadap akibat kenaikan harga barang—-barang. Dalam
pengemabangan teori pembelajaran, belajar pada tahap penerapan ini banyak menjadi
perhatian dari para pakar pendidikan.

Ilmu apa pun, baik itu ilmu alamiah maupun ilmu sosial dibangun oleh pengetahuan,
konsep, prosedur, dan prinsip tertentu. Oleh sebab itu, dalam belajar berbagai macam
cabang ilmu pengetahuan siswa memerlukan pemahaman tentang apa itu pengetahuan,
konsep, prosedur dan prinsip, serta bagaimana cara mempelajarinya. Konsep, prosedur
dan prinsip ini menurut Dave Merril adalah tiga hal yang dipelaiari dalam belajar pada
tahap penerapan.

Konsep adalah suatu gagasan atau sekelompok fakta/keteragan yang memiliki


makna. Contoh konsep antara lain adalah sepatu, pensil, kemarahan, resistor, paragraf,
demokrasi dan lain-lain. Suatu prosedur adalah langkah-langkah yang disusun secara
berurutan untuk mencapai tujuan. Contoh prosedur: bagaimana menulis suatu paragraf,
bagaimana untuk menjumlahkan pecahan, bagaimana menjalankan mesin. Sedangkan
prinsip adalah hubungan antara dua atau lebih perubahan. Hubungan itu dapat berupa
hubungan kausal (sebab-akibat), korelasional atau hubungan secara alamiah. Ini adalah
contoh-contoh prinsip: kenaikan harga menyebabkan menurunnya permintaan (kausal),
tanaman tumbuh dari biji-bijian (hubungan alamiah, natural-order relationship), sebuah
kereta api datang tatkala saya tiba di perempatan (korelasional).

Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa konsep terkait dengan mengelompokkan


sesuatu menjadi kategori. Pertanyaan dasarnya adalah apa (what). Prosedur terkait
dengan bagaimana cara melakukan sesuatu. Pertanyaan dasarnya adalah bagaimana
(how). Prinsip terkait dengan prediksi dan penjelasan (eksplanasi). Pertanyaan dasarnya
adalah mengapa (why).

Selanjutnya di samping konsep, prosedur, prinsip merill (1983) sebelumnya


menambahkan perlunya belajar tertang fakta, di samping itu Merril lebih menekankan
kepada perlunya penemuan dalam pembelajaran dari pada pemahaman. Jika konsep
Merril dan Reigeluth dipadukan maka ada empat macam tahap pembelajaran yaitu
pengingatan, pemahaman, penerapan dan penemuan, serta empat jenis konten
pembelajaran, maka

3
sesungguhnya ada enam belas macam jenis belajar kognitif, sesuai dengan
gambaran tabel di bawah ini.

Tahap Jenis Konten


Fakta Konsep Prosedur Prinsip
Belajar
Pengingata Pengingtan Pengingatan Pengingata Pengingatan
n fakta konsep n prosedur prinsip
Pemahaman Pemahaman Pemahaman Pemahaman Pemahaman
fakta konsep prosedur prinsip
Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan Penerapan
fakta konsep prosedur prinsip
Penemuan Penemuan Penemuan Penemuan Penemuan
fakta konsep prosedur prinsip

Sementara itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas dalam dokumen


Perangkat Pernbelajaran KTSP SMA (2008) menyatakan bahwa keberhasilan
pembelajaran secara keseluruhan sangat tergantung pada keberhasilan guru merancang
mareri pembelajaran. Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan. Jenis-jenis materi pembelajaran diklasifikasikan
sebagai fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan sikap.

Dalam kaitan ini didefinisikan sebaga' berikut:

1) fakta, yaitu segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama
objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian, atau
komnonen suatu benda. Contoh dalam pembelajaran Se'arah: Perang Diponegoro
berlangsung antara tahun 1825-1830.
2) konsep, yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang dapat timbul
sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti/isi
dan sebagainya. Contoh dalam pembelajaran Biologi, hutan hujan tropis di Indonesia
sebagai sumber plasma nutfah.

4
3) prinsip, yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi
dalil, rumus, adagium, paradigma, teorema, serta bubungan antar konsep yang
menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh dalam pembelajaran Fisika, hukum
Newton tentang gerak, rumus relativitas Einstein.
4) prosedur, merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan
suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem Contoh dalam pembelajaran TIK, langkah-
langkah dalam mengakses internet.
5) sikap atau nilai merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih
sayang, tolong menolong, kerja sama, semangat dan minat belajar, bekerja, dan
sebagainya.

2.2. Gaya Belajar

Modalitas belajar atau gaya belajar, tibe belajar atau gaya belajar siswa
berdasarkan penilitian terbukti penting untuk diketahui guru. Wooler dan Scoit (1988),
Dunn Beaundry dan Klavas (1989) menemukan sebagai hasil penelitiannya betapa
pentingnya bagi guru untuk memadukan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa.
Setiap siswa memiliki gaya belajarnya sendiri, diumpamakan seperti tanda tangan yang
khas bagi dirinya sendiri (Marsh, 2005: 63). Dengan mengetahui gaya belajar setiap
siswa, guru akan mampu mengorganisasikan kelas sedemikian rupa sebagai respon
terhadap kebutuhan setiap individi siswanya. Minimal guru akan berusaha menerapkan
berbagai metode pembelajaran untuk mengakomodasikan berbagai gaya belajar
siswanya.

Dalam mencoba memadukan gaya belajar siswa dengan gaya mengajar guru, Morrison
dan Ridley (Marsh, 2065 : 63) menyarankan agar guru mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:

1. bagaimanakah cara mengembangkan konsep pribadi (self concepi) setiap siswa?


2. bagaimanakah cara mengembangkan motivasi siswa?
3. bagaimanakah caranya agar gaya mengajar guu sesuai dengan perbedaan individual
setiap siswa dalam hal kebutuhan, minat, kemampuan, dan keterampilannya?
4. bagaimanakah caranya agar gaya mengajar guru dapat mengembangkan gaya belajar
individu siswa dan sesuai dengan laju pembelajaran?

5
Klasifikasi gaya belajar yang sederhana seperti yang diungkapkan oleh Pask dan Scott
( Budiniagsih, 2004:81 dan Karti, 2003:26), yaitu Baya belajar wholise dan serialist.
Gaya belajar wholist atau holist adalah gaya belajar yang menekankan pemahaman
terhadap seluruh materi pembelajaran atau seluruh rnasaiah yang dihadapi dalam
pembelajaran. Sedangkan gaya belajar serialist adalah gaya belajar yang lebih
menekankan penguasaan materi pelajaran bagian demi bagian, masalah dianalisis
berdasarkan komponen-komponennya. Berbagai gaya belajar siswa secara lebih rinci
adalah sebagai berikut:
1. Gaya Belajar VAK
Madalitas belajar dimaknai sebagai gaya belajar yang khas setiap individu, istilah
modalitas belajar dijumpai dalam Quantum Learning maupun Quantum Teaching yang
ditulis oleh Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2003) yang bersumber dari gaya
belajar VAK (visual, auditory, and kinesthetic) yang semula dikembangkan oleh Rita
Dum dan Kennenth Dunn (1978). Sumber lain banyak yang menyebutkan sebagai gaya
belajar atau tipe belajar. Seorang anak yang memahami modalitas belajarnya sendiri
akan memperoleh manfaat dalam pembelajarannya karena dia akan biasa dengan cara
belajar yang cocok bagi dirinya sendiri. Demikian juga bagi guru yang memahami
modalitas belajar setiap anak akan mampu memilih metode pembelajaran yang
bermakna bagi anak didiknya. Anak yang belajar sesuai dengan modalitas belajarnya
akan mempercepat berlangsungnya proses disonansi kognitifnya, akan segera terbangun
struktur kognitif terbaru dalam pemikirannya, akan segera tercapai keseirnbangan
(ekuilibrium) dari kondisi disekuilibrium karena intervensi pengetahuan baru ke dalarn
struktur kognitifnya yang lama. Untuk amannya, guru yang memahami berbagai
modalitas belajar dari para siswanya akan selalu menggunakan metode pembelajaran
yang bervariasi sehingga seluruh modalitas belajar akan difasilitasi dan
diakomodasikannya.
Modalitas belajar ada tiga macam yang pokolk tetapi seringkali terjadi seorang
anak memiliki gabungan beberapa modalitas belajar.
Modalitas belajar yang pertama yaitu modalitas belajar visual, artinya seorang
anak akan lebih cepa belajar dengan cara melihat, misalnya membaca buku, melihat
demonstrasi yang dilakukan guru, melihat contoh-contoh yang tersebar di alam atau

6
fenomena alam dengan cara observasi, atau melihat pembelajaren yang disajikan
melalui TV atau video kaset.
Modalitas belajar yang kedua, yaitu modalitas belajar audio, Seorang anak akan
lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan. Di sini penerapan metode ceramah,
tanya jawab dan diskusi lebih erektif. Siswa dapat belajar melalui mendengaikan radio
perdidikan, kaset pembelajaran. video kaset (gabungan audio visual).
Modalitas belajar yang ketiga, yaitu modalitas belajar kinestetik, siswa belajar
melalui gerakan-gerakan fisik. Misal, dengan berjalan-jalan, menggerak-gerakkan kaki
atau tangan, melakukan eksperimen yang memerlukan aktivitas fisik dan sebagainya.
Seperti yang disampaikan di depan kebanyakan siswa justru memiliki modalitas
belajar gabungan. Biasanya terdiri dari gabungan antara dua atau tiga modalitas belajar
sekaligus. Sehingga variasi modalitas belajar yang terjadi dari dua gabangan adalah
audio visual, audio kinestetik, dan visual kinestetik, Penelitian lebih lanjut dari Dana
Markova seperti yang dinyatakan oleh Porter dan Hernacki (1999 : 139-142) dikenal
kombinasi sebagai berikut.

Gaya Belajar A V K
A - VAK KAV
V AVK - KVA
K AKV VKA -

De Porter dan Hernacki menjelaskannya sebagai berikut.


1. Seseorang dengan pola berpikir pribadi AKV (auditorial, kinestetik, visual) disebut
(Leaders of the Pack). Pembelajar tipe ini berenergi besar, mengarnbil posisi pemimpin,
mengungkapkan perasaannya dengan baik, suka berdebat tetapi juga bercanda. Mereka
berhasil dalam olahraga dan kegiatan fisik, sulit melakukan kegiatan visual.
2. Seseorang dengan pcla berpikir pribadi AVK (auditoral, visual, kinestetik) disebut
Verbal Gymnast. Pembetajar tipe ini pembicara yang hebat, kemampuan verbail mereka
membuatnya tampak sangat pintar, menyukai debat dan permainan kata vang lain.
Cocok untuk dunia akademis, tetapi sulit menguasai tugas-tugas fisik dan olahraga.

6
3. Seseorang dengan pola berpikir pribadi KAV (kinestetik, auadtorial, visual) disebut
Mover and Groover, berorientasi kegiatan fisik, mengamati dunia dengan menyentuh,
melakukan sesuatu dan mengalaminya sendiri, sulit melakukan kegiatan visual.

6
4. Seseorang dengan pola berpikir. pribadi KVA (kinestetik visual, auditorial) disebut
Wandering Wonderers, memiliki banyak energi dan suka bergerak, amat mudah
melakukan kegiatan olahraga dan fisik, di samping itu belajar dengan cara mengamati
orang lain secara diam-diam. Sukar mengungkapkan perasaan dan merasa tersiksa
dengan ceramah yang berlama-lama.
5. Seseorang dengan pola berpikir pribadi VKA (visual, kinestetik, auditorial) dissbut
Seers and Feelers. Melalui melihat dan mencoba akan memudahkan tipe ini untuk
belajar, dan dengan mudah mengingat hai yang dilihat dan dibaca, dan juga dapat
belajar dengan meniru tindakan orang lain akan tetapi mereka sangat sulit mengikuti
petunjuk verbal.
6. Seseorang dengan pola berpikir pribadi VAK (visual, auditorial, kinestetik) disebut
Show and Tellers. Bersifat sosial, aktif bicara, dan ramah. Mudah belajar dengan alat
bantu visual seperti grafik, diagram, skets, plot, gambar, film, tetapi juga sangat baik
dalam mendengarkan kuliah atau petunjuk verbal. Sulit untuk kegiatan fisik dan
olahraga.

2. The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)

Sebenarnya teori tentang tipe belajar sudah lama berkembang, tercatat dimulai
sejak penelitian dalam psikologi kepribadian oleh Carl Gustav Jung (1875-1961) vang
kemudian dikembangkan oleh Katherine Briggs dan saudaranya Isabel Briggs-Myers.
Mereka menyusun suatu uji yang didasari oleh fungsi-fungsi kepribadian yang diungkap
oleh Jung, tes ini sekarang dikenal dengan nama The Myers-Briggs Type Indicator
(MBTI).

Dalam hal ini gaya belajar seseorang sesuai tipe kepribadiannya yang meliputi:

1. ekstrovert atau ekstroversi (mencoba mengungkapkan ke luar, berfokus kepada dunia-


luar diri seseorang) dibandingkan dengan introvert atau introversi (berfokus terhadap
dunia-dalam diri manusia, inner world), tipologi kepribadian ini paling dikenal umum.
Seorang guru yang senang memberikan ceramah dan tugas-tugas dari pada menekankan
kepada siswanya tentang perlunya terlibat di kelas secara aktif dan pembelajaran
kooperatif, mungkin seorang introvert. Seorang pemikir yang lebih menyukai analisis
abstrak, mengabaikan pertimbangan antarpribadi;

7
2. pengindra, sensor (praktis, berorientasi detil, berfokus pada fakta dan prosedur)
dibandingkan dengan intuitor, pencari ilham (imajinatif, berorientasi konsep, berfokus
kepada makna, dan kemungkinarn-kemungkinan);
3. pemikir, thinker (skeptis, cenderung membuat keputusan berlandaskan logika dan
aturan-eturan) dibandingkan dengan peraba, penjajag, feeler (apresiatif, cenderung
mengambil keputusan berdasar pertimbangan personal atau humanistik);
4. pembuat pertimbangan, penilai, judger (menyusun dan mengikuti agenda, cenderung
mengakhiri sesuatu walau data belum lengkap), dibandingkan dengan perasa, perceiver
(beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah, menahan simpulan akhir dulu sampai
data lengkap) Skala keempat ini bukan asli dari Jung tetapi murni dikembangkan oleh
Myers-Briggs untuk memudahkan penentuan fungsi apa yang lebih superior dalam diri
seseorang.

3. Tipe Belajar Menurut Kolb

Tipe belajar David Kolb berlandasakan teori belajar pengalaman (experiental


learning theory, ELT) seperti yang dinyatakan dalam bukunya berjudul Experiental
Learning: Experience as the source of learning and development (1984). Model ELT
mengikhtisarkan adanya dua pendekatan dalam memperoleh/meraih pengalaman atau
memperoleh informasi, yaitu pengalaman konkret (concrete experience) dan
konseptualisasi abstrak (abstract conceptualization). Sedangkan dalam melakukan
transformasi pengalaman (transforming experience), yang maknanya melakukan
internalisasi respon sebaik-baiknya sehingga mampu menjelaskan seberapa jauh
pengetahuan yang diperoleh terkait dengan pengalaman, minat, dan kariernya di masa
depan, ada dua pendekatan, yaitu pengamatan reflektif (reflective observation) dan
pengalaman aktif (active experimentation).

Menurut Kolb agar belajar menjadi efektif setiap pembelajar harus berusaha
memadukan keempat pendekatan tersebut. Walaupun setiap individu beruasaha untuk
menggunakan keempat pendekatan tersebut dalam belajar, faktanya mereka cenderung
lebih kuat kepada salah satu pendekatan perolehan pengalaman, dan salah satu
pendekatan transformasi pengalaman. Sehingga gaya belajar merupakan hasil dari
kombinasi pendekatan yang disukai setiap orang, meliputi:

8
1. converger, yang dicirikan oleh konseptualisasi abstrak dan pengalaman aktif, disebut
gaya belajar tipe 1. Tipe ini terampil dalam melaksanakan aplikasi praktis dari
gagasannya dan menggunakan logika deduktif untuk memecahkan masalah. Agar
pembelajaran terhadap siswa tipe ini efektif, instruktur atau guru harus bertindak
sebagai motivator:
2. diverger, yang dicirikan oleh konseptualisasi abstrak dan pengamatan relftektif, disebui
gaya belajar tipe 2. Tipe ini merespon informasi yang diberikan dengan baik jika
mereka diberi waktu untuk melakukan refleksi. Agar efektif guru harus bertungsi
sebagai pakar (expert):
3. assimilator, yang dicirikan oleh konseptualisasi abstrak dan pengamatan reflektif,
disebut gaya belajar tipe 3. Tipe ini cakap dalam membangun model teoritis dengan
cara penalaran induktif. Agar pembelajaran efektif guru harus bertindak sebagai pelatih
(coach):
4. accomumodator, yang dicirikan oleh penggunaan pengalaman konkret dan
eksperimentasi aktif, gaya belajar tipe 4. Mereka mahir secara aktif mengaitkan dunia
nyata dengan pembelajarannya, dengan aktif melakukan sesuatu daripada sekadar
membaca atau mempelajarinya dari buku. Mereka mampu menerapkan materi
pembelajaran dalam situasi nyata untuk memecahkan masalah keseharian. Agar efektif
dalam pembelajaran, guru harus memberi keleluasaan, serta memaksimalkan
kesempatan siswa untuk menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan guru berfungsi
sebagai fasilitator.

4. Tipe Belajar Menurut Model Honey and Mumford

Tipe ini mula-mula dimaksudkan untuk digunakan di pelatihan para manajer


senior dalam dunia bisnis, tetapi kemudian berkembang dalam dunia pembelajaran pada
umumnya. Sekarang banyak digunakan di Inggris. Penggagasnya adalah Peter Honey
dan Alan Mumford (1970) yang melakukan adaptasi terhadap model David Kolb.
Publikasi Honey-Mumford yang terkenal dan banyak berkembang di Inggris adalah The
Manual of Learning Styles (1982) dan Using Your Iearning Styles (1983).

Keduanya melakukan dua adaptasi terhadap model pengalaman Kolb. Pertama,


mereka memberikan nama baru terhadap tahap-tahap siklus pengalaman dalam

9
pembuatan keputusan atau pemecahan masalah menjadi: (i) memiliki pengalaman
(having an experience), (ii) mereviu pengalaman (reviewing the experience), (iii)
berkesimpulan dari pengalaman (concluding from the experience), dan (iv)
merencanakan langkah berikutnya (planning the next step). Selanjutnya menentukan
tipe belajar terkait siklus pengalaman tersebut dan, disebutnya sebagai tipe-tipe aktivis
(activist). reflektor (reflector), teoritis (theorist) dan pragmatis (pragmatist). Akan tetapi
tipologi ini udak bersifat mutlak, hanya menunjukkan arah kesukaan sescorang dalam
menggunakan tipe-tipe ini sesuai dengan adaptasi terhadap keadaan yang ada. Honey-
Mumford mengembangkan perangkat perkembangan yang disebut Learning Styles
Questionnaire (LSO).

5. Tipe Belajar Menurut Model Anthony Gregors

Anthony F. Gregorc dan Kathleen A. Butler bekerja sama untuk menyusun suatu
model yang menjelaskan bagaimana pikiran bekerja. Model ini dikembangkan
berlandaskan persepsi eksisting (existence perceprion) atau evaluasi kita terhadap dunia
dengan cara pendekatan yang masuk akal. Persepsi-persepsi ini menjadi dasar bagi
kekuatan belajar yang spesifik, atau gaya belajar. Dalam model ini ada dua kualitas
persepsi yaitu: 1) konkret 2) abstrak, dan dua kecakapan dalam membuat susunan,
konkret yaitu: acak (random) dan sekuensial/urut (seguential).

Persepsi konkret terkait penerimaan informasi melalui kelima pancaindera,


sedangkan persepsi abstrak terkait pemaharnan terhadap gagasan, kualitas dan konsep -
konsep yang tidak dapat dilihat. Dalam kaitan dengan kecakapan menyusun menurut
urutan, maka kecakapan sekuensial berkaitan dengan organisasi informasi secara linear,
atau penalaran logis, sedangkan kecakapan acak terkait dengan organisasi informasi
dalam bentuk keping-keping (chunk) informasi tanpa aturan atau urutan spesifik. Kedua
kualitas perseptual maupun kecakapan membuat urutan/penyusunan ada pada setiap
individu, tetapi ada salah satu yang dominan. Sehingga pada akhirnya ada empat
kombinasi tipe belaiar yang dominan yaitu: (1) konkret sekuensial, (2) abstrak acak, (3)
abstrak sekuensial, dan (4) konkret acak. Individu dengan kombinasi yang berbeda-beda
akan belajar dengan cara yang berbeda, mereka memiliki kekuatan belajar yang
berbeda,

10
berbeda dalam menyikapi hal-hal yang masuk akal, dan mereka akan bertanya tentang
hal yang berbeda-beda sepanjang proses pembelajaran.

6. Model Sudbury tentang Pendidikan

Demokratis Model Sudbury dikembangkan di Sudbury Valley School seperti


yang dilaporkan oleh D. Greenberg (1987). Mereka meyakini bahwa banyak cara bagi
siswa untuk studi dan belajar. Mereka berargumen bahwa belajar adalah proses yang
harus dilakukan siswa sendiri, dan bukan suatu proses yang telah ditetapkan guru untuk
dikerjakan oleh siswa, Model ini mengemukakan hasil pengalamannya, bahwa banyak
cara untuk belajar tanpa harus ada intervensi guru. Misalnya dalam hal membaca, siswa
belajar dari buku yang dibacakan, kisahnya kemudian tersimpan dalam ingatannya, ada
yang membaca dari buku sendiri, yang lain belajar dari tulisan di kotak sereal, tulisan di
kotak obat, dari instruksi dalam permainan, lainnya dari rambu-rambu jalan. Beberapa
siswa mengajari dirinya sendiri dari bunyi, hurul-huruf, mengeja suku kata, ada yang
dari kata secara utuh. Intinya setiap siswa belajar dari mengajari dirinya sendiri dari
berbagai sumber belajar yang ada di lingkungan. Dalam model sekolah demokratis ini
iklim sekolah harus dibangun tanpa ada paksaan, tekanan, desakan, bujukan atau
suapan. Dengan menikmati suasana kebebasan pribadi setiap anak didorong dan
disemangati untuk berlatih tentang tanggung jawab pribadi bagi tindakannya sendiri,
belajar sesuai dengan kecepatan dan gayanya sendiri, daripada mengikuti kurikulum
yang waiib dan disusun kronologis.

7. Model HBDI (Herrmann Brain Daminance Instrument)

Model ini dikembangkan oleh N. Herrmann dalam publikasinya The Creative


Brain (1990). Metode ini menggolongkan siswa dalam kaitan preferensi relatifnya
dalam berpikir pada empat modus yang berbeda, dan dilandasi oleh fungsi spesialisasi
tugas dari bagian- bagian otak. Berdasarkan adanya empat kuadran dalam otak, maka
tipe belajar diskemakan sebagai beriku:

1. Kuadran A (otak kiri, serebral) tipe belajarnya kombinasi dari logis, analitis, kuantitatit,
faktual dan kritis.

11
2. Kuadran B (otak kiri, limbik) tipe belajarnya adalah kombinasi dari sekuensial,
terorganisasi, terencana, terinci, terstruktur.
3. Kuadran C (otak kanan, limbik) tipe belajarnya adalah kombinasi dari emosional,
antarpribadi, sensori, kinestetik, simbolik.
4. Kuadran D (otak kanan, serebral) tipe belajarnya kombinasi visual, holistik, dan
inovatif.

Perlu diketahui bahwa bagian serebral (cerebral cortex) pada otak adalah bagian
atas otak dan berfungsi untuk penalaran, bahasa, pemikiran intelektual, serta
pengelolaan kecerdasan pada otak yang lebih tinggi. Sedangkan bagian limbik
(mamalia) pada otak yang berfungsi untuk pengendalian perasaan dan emosi, memori,
seksualitas, dan sistem kekebalan.

8. Gaya Belajar Felder-Silverman

Dikembangkan oleh R.M. Felder seorang profesor teknik kimia dengan


rekannya L.K. Silverman pada tahun 1988 lewat publikasinya Learning Styles and
Teaching Styles in Engineering Education. Model ini menggolongkan pembelajar dalam
klasifikasi:

1. pembelajar indrawi, sensing learner (konkret, praktis, berorientasi fakta dan prosedur)
atau pembelajar intuitif (konseptual, inovatif, berorientasi kepada makna dan teori):
2. pembelajar visual, (menyukai representasi visual dalam penyajian misalnya gambar,
diagram, diagram alir) atau pembelajar verbal (menyukai penjelasan tertulis dan
ceramah):
3. pembelajar induktif, (menyukai presentasi yang diproses dari hal-hal khusus ke
umum), atau pembelajar deduktif (menyukai presentasi yang diproses dari hal-hal
umum ke khusus):
4. pembelajar aktif, (belajar dengan mencoba atau melakukan sesuatu, bekerja sarna
dengan yang lain) atau pembelajar reflektif (belajar dengan memikirkan sesuatu dalam-
dalam, bekerja sendiri),
5. pembelajar sekuensial, (linear, beraturan, belajar dalam langkah- langkah kecil yang
inkremental/bertahap) atau pembelajar global (holistik, pemikir sistem, belajar dalam
lompatan-lompatan besar).

12
9. Model Tipe Belajar Lainnya

Saat ini banyak situs online interaktif yang menyediakan jasa untuk menentukan
tipe belajar seseorang seningga dapat memperoleh manfaat karena pemahaman terhadap
tipe belajarnya sendiri. Biasanya tipe belajar seseorang bersifat kombinasi, walaupun
dimungkinkan dominasi dari salah satu tipe belajar, kombinasi tipe belajar tersebut
kemudian digambarkan berupa suatu diagrarn. Setiap individu yang mengkoordinasikan
berbagai gaya belajar yang meliputi visual, aural, verbal, phvsical, logical, social dan
solitary. Tipe belajar yang dikembangkan ini berlandaskan brain-based learning
(pembelajaran berbasis otak) dan implementasi belajar yang dipercepat (accelerated
learning).

1. Tipe visual (spasial) menyukai penggunaan gambar-gambar, pencitraan dan


permahaman spasial.
2. Tipe aural (auditori-musikal) menyukai musik dan bunyi-bunyian.
3. Tipe verbal (linguistik) menyukai penggunaan kata-kata, dalam ucapan maupun
tulisan.
4. Tipe fisik (kinestetik) menyukai olah tubuh, tangan dan sentuhan indera.
5. Tipe logis (matematikal) menyukai penggunaan logika, penalaran dan sistem-sistem.
6. Tipe sosial (antarpersonal) menyukai belajar dalam kelompok atau dengan orang lain.
7. Tipe soliter (interpersonal) menyukai belajar sendiri, menerapkan self-study.

10. Penggunaan Praktis Tipe Belajar dalam Pembelajaran

Banyak ahli telah mengembangkan penelitian tentang bagaimana tipe atau gaya
belajar mempengaruhi pembelajaran, di antara mereka antara lain adalah Rita Dunn dan
Kenneth Dunn. Dalam bukunya yang berjudul Teaching Students Through Their
Individual Leerning Styles: A Practical Approach, mereka menganalisis bahwa para
siswa yang mampu mengidentifikasi gaya belajarnya sendiri, memperoleh skor yang
tinggi dalam tes, memiliki sikap yang lebih baik, dan lebih efisien dalam pembelajaran
vang sesuai dergan gaya belajarnya. Oleh sebab itu, menjadi tugas guru untuk mengajar
dan menguji siswa sesuai dengan preferensi gaya belajarnya. Lebih lanjut disampaikan
bahwa untuk mengakormodasikan berbagai gaya belajar tersebut, guru wajib

13
menyesuaikan rancangan ruang kelasnya, pengembangan teknik kelompok kecil, dan
pengembangan “paket kontrak kegiatan” (contract activity package).

13
Paket kontrak kegiatan adalah perencanaan pendidikan yang memfasilitasi
belajar dengan unsur-unsur berikut: (1) pernyataan yang jelas tentang apa yang
diperlukan siswa untuk belajar, (2) dalam pembelajaran dipergunakan sumber-sumber
multisensori, memfasilitasi respon seluruh pancaindera (auditori, visual, taktil,
kinestetik), (3) adanya aktivitas yang memungkinkan materi pembelajaran yang baru
dapat dimanfaatkan secara kreatif, (4) saling berbagi proyek- proyek kisatif dengan
kelompok kecil lain di kelasnya, (5) minimal dibentuk tiga kelompok dalam satu kelas,
(6) melalukan pre-tes, tes mandiri, dan postes.

Peneliti lain yang juga merekomendasikan penerapan gaya belajar yang sesuai
dengan sctiap pribadi siswa adalah Merilee Sprenger. Untuk mengupayakan
pembelajaran yang efektif dengan menerapkan gaya belajar ini ia menyarankan hal-hal
sebagai berikut, (1) Guru dapat berlaku sebagai pembelajar, sedangkan pembelajar
dapat berlaku sebagai guru. Kita semua pada hakikatnya memang sebagai kedua-
duanya, (2) Setiap pembelajar dapat belajar dengan baik jika dalam keadaan yang
mendukung, (3) Belajar menggembirakan. Disini terlibat bahwa Morilee Sprenger
adalah pendukung konsep learning by teaching.

11. Dampak Gaya Belajar terhadap Pendidikan

Dampak gaya belajar kepada pendidikan secara umum di sini terkait dengan apa
yang harus dilakukan guru terhadap materi pembelajaran (kurikulum), pengajaran, dan
penilaian sebagai tolak ukur keberhasilan pembelajaran. Terutama yang harus
diperhatian benar-berar oleh guru adalah kesesuaian antara metode pengajaran dengan
gaya belajar, Hal ini tentu sulit jika sistem kelas klasikal dengar isi setiap ruang kelas
sekitar 40 siswa. Guru wajib mengenali gaya belajar setiap siswanya kemudian dilihat
mana gaya belajar yang paling dominan, hal itulah yang harus disesuaikan dengan
metode pengajarannya. Tentu tidak semua siswa terwakili sesuai gaya belajarnya
masing-masing, dalam pemilihan metode tersebut, mengingat berbagai variasi gaya
belajar siswa, seringga tidak mungkin terpenuhi semua. Diharapkan kelompok
minoritas ini lambat laun dapat menyesuaikan diri. Dalam kaitan ini dapat saja guru
pada kesempatan lain sesekali memberi variasi pemilihan metode pengajaran sesuai
dengan gaya belajar pada peringkat

14
nomor dua di kelasnya, dan seterusnya. Pendeknya peranan gura sebagai “dalang” tetap
harus dijaga.

1. Kurikulum: - Guru harus memberikan penekanan kepada intuisi, perasaan,


penginderaan, dan imajinasi siswa sebagai pelengkap dari peningkatan keterampilan
tradisonal seperti menganalisis, menalar, dan memecahkan masalah secara urut.
2. Pengajaran: — Guru wajib merencanakan metode perabelajarannya Sesuai dengan
berbagai gaya belajar siswa, menggunakan berbagai kombinasi seperti pengalaman,
refleksi, konseptualisasi, dan eksperimentasi. Guru dapat memperkenalkan berbagai
unsur pengalaman ke dalam kelas misalnya dengan bunyi-bunyian. musik, gambar
visual, gerakan-gerakan, pengalaman dan bahkan percakapan.
3. Penilaian: - Guru wajib menerapkan berbagai teknik penilaian yang berfokus kepada
pengembangan kapasitas totalitas otak (whole brain) dan berbagai gaya belajar yang
berbeda- beda. Dalam tes bahasa misalnya di samping digunakan tes tulis juga tes lisan
serta listening comprehension (memahami konten dari rekaman ucapan).

12. Kritik-Kritik terhadap Implementasi Gaya Belajar

Pro dan kontra adalah suatu keniscayaan. Selalu hadir kritik dalam implementasi
konsep tertentu dalam pendidikan. Kritik terhadap implementasi gaya belajar yang amat
sengit datang dari para ahli neurosains. Susan Greenfield menulis di majalah Times
Educational Supplement Magazine (29 Juli 2007) antara lain “... dari sudut pandang
neurosains (pendekatan gaya betajar) adalah omong kosong!”

Sementara itu banyak ahli psikologi pendidikan yang berpendapat bahwa hanya
sedikit bukti-bukti yang mendukung efektivitas model gaya belajar, lebih lanjut juga
dinyatakan bahwa model ini sering dilatarbelakangi oleh teori yang rancu. Seperti yang
dikatakan oleh Stahl “...ditemukan sejumlah kegagalan dalam penilaian untuk meyakini
bahwa implementasi gaya belajar anak-anak yang sesuai dengan metode pembelajaran
memberikan efek yang siginifikan terhadap hasil pembelajaran”. Guy Claxton
meragukan efektivitas penerapan VAK sebagai gaya belajar anak, terutama terkait
dengan pemberian label karakteristik gaya belajar anak, apakah benar-benar membantu
siswa dalam belajar karena pada kenyataannya justru membatasi variasi pembelajaran

15
(guru tidak leluasa menggunakan metode pembelajarannya sendiri). Di sanping kritik
terhadap konsep Dunn

15
and Dunn, kritik - kritik dari ahli psikologi pendidikan juga ditujukan kepada
implementasi gaya belajar menurut Kolb dan Gregorc

2.3. Ranah Belajar

Belajar adalah suatu upaya pembelajar untuk mengembangkan seluruh


kepribadiannya, baik fisik maupun psikis. Belajar juga dimaksudkan untuk
mengembangkan seluruh aspek inteligensi sehingga anak didik akan menjadi manusia
yang utuh, cerdas secara inteligensi, cerdas secara emosi, cerdas psikomotornya, dan
memiliki keterampilan hidup yang bermakna bagi dirinya. Dengan kata lain siswa
pembelajar harus mampu mengembangkan potensi dirinya dalam berbagai ranah
(domain) belajar. Seperti yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom (ranah kognitif),
David R. Krathwohl ranah afektif) dan sejumlah ahli seperti R.H. Dave, Elizabeth J.
Simpson dan Anita J. Harrow (masing-masing mengembangkan ranah psikomotor).
Rincian ranah-ranah yang dikembangkan ini amat dipengaruhi oleh aliran behaviorisme
yang menekankan kepada perilaku-perilaku yang dapat diamati sebagai tanggapan
terhadap suatu stimulus. Boleh dikatakan bahwa pengembangan ranah belajar (learning
domain) ini merupakan puncak prestasi para tokoh aliran behaviorisme maupun maupun
konsiruktivisme belum mengembangkan ranah belajar yang sesuai dengan paham
mereka, sehingga taksonomi ranah belajar ini masih dipergunakan juga oleh pengikut
kognitivisme dan konstruktivisnys terutama pada praktik perercanaan dan penilaian
pembelajaran.

Pengembangan taksonomi Bloom dimulai sejak tabun 1948 oleh Bloom di bawah
bimbingan Ralph Tyler, dan baru diselesaikan dan dipublikasikan resmi tahun 1956.
Sejak itu taksonomi Bloom ini banyak dikembangkan oleh para anli terutama oleh
Kratwohl dan Anderson, versi terakhir tercatat dikembangkan tahun 2001. Esensi
taksonomi Bloom adalah pengembangan sistem kategori perilaku belajar yang terukur,
dapat diamati, untuk membantu perencanaan dan penilaian hasil belajar. Asalnya
taksonomi Bloom ini justru dikembangkan di kalangan akademis di perguruan tinggi
serta pelatihan-pelatihan manajemen, tetapi ternyata relevan juga untuk semua tingkat
pembelajaran.

16
Menurut Bloom, pendidikan seharusnya berfokus kepeda penguasaan pokok
bahasan (mastery subject) dan percapaian hasil berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking) sebagai kritik terhadap pandangan para utilitarian (aliran yang menekankan
kegunaan belajar) yang semata-mata memaksudkan belajar sebagai sarana untuk
mentransler fakta-fakta, Sebagai hasil dari kajiannya yang dibantu oleh para ahli yang
lain, semula pada tahun 1956 diterbitkan buku Taxonomy of Educational Objective
Handbook I The Cognitive Domain, yang diselesaikannya bersama-sama Engelhart,
Furst, Hill, dan Krathwohl. Sedangkan Handbook II The Affective Domain diselesaikan
oleh Krathwool, Bloom, dan Masia pada tahun 1964. Sementara itu psikomotor domain
dikembangkan oleh tiga ahli dengan versi berbeda rsasing-tnasing oleh R.H. Dave
(1967/1970), EJ. Simpson (1966/1972) dan Anita J Harrow (1972).

Taksonomi sendiri berarti suatu himpunan dari prinsip-prinsip klasifikasi atau suatu
struktur klasifikasi, sedangkan domain bermakna kategori. Masing-masing kategori
secara urut menunjukkan derajat kesukarannya, dari derajat terendah (lower order
thinking) menuju ke derajat kesukaran yang tinggi (higher order thinking). Premis
utama dalam taksonomi Bloom adalah bahwa setiap kategori harus dikuasai oleh siswa
secara tuntas (mastery) dulu sebelum menuju kategori berikutnya.

Taksonomi Bloom memusatkan perhatian terhadap pengetahuan, sikap, dan


keterampilan. Hal ini masing-masing sesuai dengan pengertian cognitive atau
kapabilitas intelektual yarg semakna dengan pengetahuan, mengetahui, berpikir atau
intelek. Affective semakna dengan perasaan emosi, dan perilaku, terkait dengan
perilaku menyikapi, bersikap atau merasa, dan merasakan. Sedangkan psychomotor
bermakna dengan aturan dan keterampilan fisik, terampil dan melakukan.

Bloom dan kawan-kawan mengembangkan ranah kognitif menjadi enam kelompok,


yang tersusun secara hierarksis mulai dari kemampuan yang paling rendah (lower order
thinking) sampai kemanpuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), yaitu: (1)
knowledge, (2) comprehension, (3) application-ketiganya termasuk lower order
thinking, dan (4) analysis, (9) synthesis, dan evaluation yang termasuk dalam higher
order thinking.

17
2.4. Kecakapan Hidup

Kecakapan hidup (Life Skills) adalah kemampuan untuk perilaku adaptif dan
positif yang memungkinkan manusia untuk secara efektif menghadapi tuntutan dan
tantangan hidup.

Menurut Tim Broad Based Education (Depdiknas, 2002), tujuan umum pendidikan
kecakapan hidup diantaranya yaitu:

1. Mengaktualisasikan potensi siswa sehingga dapat digunakan untuk memecahkan


problema yang dihadapi.
2. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran
yang fleksibel sesuai prinsip pendidikan yang berbasis luas (Broad Based
Education).
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan
prinsip manajemen berbasis sekolah (School Based Managemen).

Menurut Sumantri (2004: 23) tujuan pembelajaran kecakapan hidup adalah


untuk mengembangkan sikap, kemauan, kecakapan manajemen diri, kecakapan
akademik, kecakapan sosial kemasyarakatan dan kecakapan vokasional Susilana (2006 :
75) menyatakan bahwa pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup merupakan
bagian dalam pengembangan kurikulum terpadu, karena pengembangan kecakapan
hidup seharusnya tidak berdiri sendiri melainkan terintegritas dengan mata pelajaran
yang lain.

Pendidikan kecakapan hidup (life skill education) merupakan salah satu formula
yang dapat diterapkan untuk memfasilitasi dan mengembangkan segala bentuk potensi
siswa selama proses pembelajaran di kelas.

Untuk seluruh peserta didik, secara Umum prinsip implementasi konsep kecakapan
hidup mencakup tiga domain yaitu; sikap, pengetahuan, dan keterampilan praktis
dengan fokus;

1) Menekankan pada pola pembelajaran yang mengarahkan kepada prinsip learning to


think, learning to do, learning to be, learning to live together.

18
2) Menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran.

3) Pola pendekatan diarahkan kepada proses pembiasaan.

18
4) Perancangan pembelajaran mengacu pada keterpaduan penguasaan aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.

5) Perancangan strategi pembelajaran diarahkan pada prinsip cara belajar peserta didik
aktif yaitu peserta didik sebagai subyek bukan obyek.

6) Menerapkan penggunaan multi metode dalam pembelajaran.

7) Peran guru lebih sebagai perancang dan fasilitator untuk terjadi proses belajar, bukan
pada terjadinya proses mengajar.

Model pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi kecakapan hidup


yang dimiliki peserta didik mencakup domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dirancang melalui penggunaan variasi metode mengajar, antara lain:

1) Metode kerja kelompok dapat digunakan untuk melatih dan meningkatkan


kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi antar sesama peserta didik, menghargai
kelebihan dan kekurangan masing-masing anggota tim, kemampuan bekerja dalam
tim, dan lain-lain.

2) Metode kasus dapat digunakan untuk menganalisis dan memecahkan persoalan yang
terjadi di lingkungan peserta didik. Pemilihan kasus dapat diserahkan kepada peserta
didik agar peserta didik lebih peka untuk mengidentifikasi dan menganalisa
permasalahan yang terjadi.

3) Metode Eksperimen dapat digunakan untuk melatih kemampuan peserta didik dalam
menganalisis sesuatu, menghubungkan sebab akibat, mencari jalan keluar dari
permasalahan yang ada, berfikir berdasarkan fakta yang ada dan didukung dengan
landasan teori yang telah ditanamkam atau diberikan melalui ceramah/tanya jawab.
Peserta didik diberi keleluasaan untuk melakukan percobaan yang berbeda antar yang
satu dengan yang lainnya. Melalui kegiatan ini diharapkan kecakapan akademik dan
berfikir peserta didik terlatih dan berkembang sesuai potensi peserta didik.

4) Pemberian tugas dalam bentuk laporan disertai dengan presentasi didepan kelas.

19
Metode ini digunakan untuk mengasah kemampuan peserta didik dalam menuangkan
pokok-pokok pikiran atau ide-ide yang berbentuk tulisan sekaligus
mengkomunikasikan secara lisan. Dari kegiatan ini, peserta didik berlatih bagaimana

19
berkomunikasi lisan dan tulisan, mengeluarkan ide-ide atau gagasan, mendengarkan
dan menghargai perbedaan pendapat dari orang lain, mengelola emosi, dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan dirinya dan orang lain.

5) Debat grup, dapat digunakan untuk melatih kemampuan berkomunikasi,


mengeluarkan pendapat, menghargai pendapat orang, tidak memaksakan kehendak
pribadi, tidak emosional dalam diskusi, dan menghargai adanya perbedaan sudut
pandang.

6) Pelaksanaan penyusunan karya tulis untuk kelas XI dan XII yang diharapkan menjadi
bekal bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi (PT).

20
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dalam dunia pendidikan tentunya menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah
dikarenakan seorang guru akan menyentuh anak-anak yang artinya menyentuh kepada
masa depan maupun itu berfaktor terhadap perubahan pada diri sendiri ataupun
perubahan universal, karena itu seorang guru diharapkan mampu untuk menjalankan
perannya.

Dalam menjalankan peran sebagai guru, sering sekali ada kesulitan dalam
pembelajaran itu berlangsung, maka dari itu muncul lah metode-metode pembelajaran
dan bagaimana cara mengatasi pembelajaran yang berlangsung itu menjadi efektif.

Elemen – elemen dasar mengajar tersebutlah yang menyimpulkan metode – metode


pembelajaran dari para ilmuan peneliti yang memperbaharui dan menerapkan
modalitas atau gaya belajar tersebut, maka ada banyak gaya belajar yang muncul dan
seorang guru dapat memilih gaya belajar model apa yang sekiranya compatible atau
cocok dengan keadaan atau kondisi pembelajarannya.

3.2. Saran

Apa yang kita mengerti dan pahami tentang modalitas belajar atau gaya belajar
dalam elemen – elemen dasar mengajar ini, sekiranya dapat kita pratekkan dalam
penulisan karya ilmiah agar bahsa kita ini tidak tercampur dengan kata-kata asing dan
mohon maaf apabila ada kesalahan dalam tulisam maupun penggunaan bahasa.

21
DAFTAR PUSTAKA

Buku: Elemen Dasar Mengajar

Anda mungkin juga menyukai