Anda di halaman 1dari 15

TUJUAN IBADAH MENURUT AL-QUR’AN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulian Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu: Zamroni, M.Ag

Nuril Hidayah Laillia Ari (219133467)

1 A2

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

WIDYA GAMA LUMAJANG

2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ibadah merupakan rangkaian ritual yang dilakukan manusia dalam rangka pengabdian
atau kepatuhan kepada sang Pencipta. Ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada
hubungan manusia dengan Allah semata, melainkan juga terdapat hubungan antara manusia
dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan alam (Razak, 1993: 18).

Ada dua pembagian ibadah dalam Islam, yaitu ibadah mahdlah dan ghairu mahdhah.
Ibadah mahdlah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan penjalanan syariat Islam yang
terkandung dalam rukun Islam. Contoh ibadah mahdhah antara lain sholat, zakat, puasa dan
haji. Sementara ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang dilaksanakan umat Islam dalam
hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya. Ibadah ghairu mahdhah dikenal
dengan ibadah muamalah (Nata, 2002: 55).

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan apa yang dimaksud ibadah, hakikat ibadah
dan tujuan ibadah dengan essay yang berjudul “Tujuan Ibadah Menuruut Al-Qur’an”.

Tujuan Penulisan

Memberikan pemahaman kepada pembaca tentang pengertian, hakikat, ruang lingkup,


macam-macam ibadah, prinsip, dan tujuan ibadah menurut Al-Qur’an.
PEMBAHASAN

1. Hakikat Ibadah
a. Pengertian
1) Pengertian Secara Etimologis (bahasa)
Firman Allah:

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, selain agar mereka beribadah
kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56)
Kata ibadah’ (‫ادة‬::‫ )عب‬berasal dari bahasa Arab: ‫د‬:ُ ::ُ‫ َد – يَ ْعب‬::َ‫ َعب‬yang berarti doa,
mengabdi, tunduk atau patuh (kepada Allah).
2) Pengertian Secara Terminologis (istilah)
Pengertian secara terminologis, Hasbi Al-Shiddieqy dalam kuliah Ibadah-nya
(1994: 2-4), mengungkapkan:
Menurut ulama Tauhid, ibadah adalah:
“Pengesaan Allah dan pengagungan-Nya dengan sepenuh hati dan dengan
segala kerendahan dan kepatuhan diri krpada-Nya.”
Menurut ulama akhlak, ibadah adalah:
“Pengamalan segala kepatuhan kepada Allah secara badaniah, dengan
menegakkan syariah-Nya.”
Menurut ulama Tasawuf, ibadah adalah:
“Perbuatan mukalaf yang berlawanan dengan hawa nafsunya untuk
mengagungkan Tuhan-Nya.”
Sedangkan menurut ulama Fikih, ibadah adalah:
“Segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai rida Allah, dengan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Menurut jumhur ulama:
“Ibadah adalah nama yang mencakup segala yang disukai Allahdan yang
diridai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan
maupun diam-diam.”
b. Dasar Hukum
1) Firman Ilahi Allah Swt. berfirman:
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, selain agar mereka beribadah
kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56)
Demikian firman Allah berikut:

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang


yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 21)
c. Hakikat Ibadah
Berdasarkan (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56) di atas da pengertian para ulama, baik
dalam arti khusus maupun dalam arti luas, seorang Muslim maupun non-Muslim,
bahkan bagi manusia pada umumnya, ibadah merupakan konsekuensi hidupnya
sebagai makhluk ciptaan Allah. Manusia ditakdirkan sebagai makhluk yang
mempunyai kelebihan akal dari makhluk lainnya (Q.S. Al-Tin [94]: 3).
Kenyataannya, manusia tidak selalu menggunakan akal sehatnya, bahkan ia lebih
sering dikuasai nafsunya, sehingga ia sering terjerumus ke dalam apa yang disebut
dehumanisasi, yaitu proses yang menyebabkan kerusakan, hilang, atau merosotnya
nilai-nilai kemanusiaan. Disinilah perlunya agama bagi manusia.
Sebagai makhluk yang mempunyai kelebian akal, manusia memiliki berbagai
naluri dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. Di samping itu, ia
juga memiliki: (1) naluri ego, (2) naluri intelek, (3) naluri etik-estetik, (4) naluri
sosial, dan (5) naluri agama (E. Hassan Saleh, Studi Islam di Perguruan Tinggi,
2000: 39). Dengan naluri-naluri tersebut, manusia menyadari bahwa dirinya
merupakan bagian dari alam yang diciptakan Tuhan, sehingga hal itu mendorngnya
untuk hidup berdasarkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada-Nya.
Dengan agama, hidup manusia akan menjadi bermakna. Makna agama terletak
pada fungsinya sebagai kontrol moral manusia. Melalui ajaran-ajarannya, agama
menyuruh manusia agara selalu dalam keadaan sadar dan menguasai diri. Keadaan
sadar dan menguasai diri pada manusia itulah yang merupakan hakikat agama, atau
hakikat ibadah. Melalui ibbadah (pengabdian) kepada Allah, hidup manusia
terkontrol. Dimanapun dan dalam keadaan apapun, manusia dituntut untuk selalu
dalam kontrol ilahi.

2. Tujuan Ibadah
‘Abdurrahman ‘Abdul Khalik menyebutkan dalam al-Maqâṣid al-‘Ammah li asy-
Syarî’ah al-Islâmiyyah (1985: 6&9) bahwa tujuan utama Allah menciptakan makhluk,
seperti malaikat, jin, manusia, benda-benda padat, dan makhluk-makhluk lain adalah
untuk beribadah. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surat Az-Zariyat (51): 56
dan al-Anbiya’ (21): 26-28. Oleh karena itu, ‘Abdurrahman ‘Abdul Khalik menganggap
ibadah kepada Allah sebagai salah satu tujuan umum syariat Islam (maqâṣid asy-
syarî’ah al-‘ammah) yang harus diwujudkan oleh umat Islam.
Dalam konteks manusia, ‘Alî ‘Utsman ketika memberikan pengantar
buku Mafhûm al-‘Ibâdah fî al-Isâm (1991: 5), karya cendekiawan Muslim dan kristolog
ternama, Ahmad Deedat, mengatakan bahwa tujuan utama diciptakannya manusia adalah
untuk beribadah kepada Allah.
Sementara menurut Imam ar-Râgif al-Aṣfihânî, manusia diciptakan oleh Allah
selain untuk beribadah, juga bertujuan untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah
(pengganti) Allah yang bertanggungjawab mengatur dan mengelola kehidupan di bumi
sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Ketiga tujuan ini disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an surat (Hûd [11]: 61 dan
Az-Zariyat [51]: 56):

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".(Q.S. Hûd [11]: 61)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (Q.S. Az-Zariyat [51]: 56)

3. Ruang Lingkup Ibadah


a. Klasifikasi Ibadah
Berdasarkan firman Allah dalam (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56) ibadah dapat
diklasifikasikan kepada: (1) ibadah ‘mahdhah’ murni dan (2) ibadah gairu ‘mahdhah’
tidak murni. Ibadah mahdhah adalah ibadah dalam arti khusus, yaitu segala
pengabdian manusia (hamba) kepada Allah secara langsung sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, seperti: shalat dan puasa. Ibadah
mahdhah juga disebut dengan muamalah ma’a al-khaliq (ibadah dalam arti hubungan
dengan hamba dengan Allah) atau badah gairu ma’qulati al-ma’na (ibadah yang
tidak dapat dipahami maknanya).
b. Ruang Lingkup Ibadah
Ibadah dalam arti khusus (ibadah mahdhah) adalah termasuk bidang kajian
fiqh al-nabawi, yang meliputi: (1) taharah; (2) shalat, termasuk doa, zikir, dan tilawah
Al-Qur’an; (3) puasa; (4) zakat; (5) haji; (6) pengurusan jenazah; (7) penyembelihan
hewan; (8) sumpah dan nazar; (9) makanan dan minuman; dan (10) jihad. Sedangkan,
ibadah dalam arti umum (muamalah) yang termasuk bidang kajian fiqh ijtihad adalah
ibadah dalam arti:
(a) Muamalah (habl min al-nas)
(b) Sistem sosial kemasyarakatan (muamalah ma’a al-makhluq), atau sebuah istilah
yang mencakup segala hal yang disukai oleh Allah Swt.
Dengan kata lain, muamalah atau ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah
dalam bentuk sikap, ucap, dan tindakan seseorang atas dasar: (1) niat yang ikhlas; (2)
dalam rangka mencapai ‘mardhatillah’ rida Allah; dan (3) dalam bentuk amal saleh,
yang pelaksanaannya diserahkan kepada pelakunya sesuai dengan situasi dan kondisi.
Muamalah adalah segala hal yang menyangkut segala urusan duniawi (umur
al-dunyawiyyah) dengan segala bentuk kemaslahatannya (ma’qulati al-ma’na),
seperti: sistem keluarga (perkawinan dan warisan), sistem perekonomian, sistem
hukum (perdata dan pidana), dan sistem politik pemerintahan.
4. Prinsip-Prinsip Ibadah
1. Keterkaitan Ibadah dengan Pembentukan Pribadi Muslim
a. Fungsi Hidup Manusia
Manusia, sebagai makhluk yang berakal, dalam hidupnya mengemban dua
fungsi, yaitu: fungsi ‘khilafah’ sebagai khalifah dan fungsi risalah atau fungsi
‘ibadah’ menghambakan diri kepada Allah.
1) Manusia sebagai Pengembann Fungsi Khilafah
Fungsi khilafah ialah fungsi yang menunjukkan posisi manusia sebagai
khalifah Allah fi al-ardl, yaitu sebagai makhluk yang mendapat kekuasaan
dari Allah di muka bumi. Sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan akal
dari makhluk lainnya, manusia dituntut untuk menggunakan akalnya untuk
berpikir, dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapinya.
2) Manusia sebagai Pengembann Fungsi Risalah
Sebagai pengemban fungsi risalah, manusia dituntut untuk
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar sebagai prasyarat untuk memecahkan
masalah yang memecahkan masalah yang dihadapinya.
Allah Swt. berfirman:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 110)
Kedua fungsi tersebut menunjukkan, disamping sebagai makhluk Allah,
manusia juga mempunyai hak hidup serta menikmati kehidupan yang
dianugerahkan Allah kepadanya secara etis. Sebagai konsekuensinya, manusia
berkewajiban untuk patuh dan tunduk kepada-Nya.
b. Profil Sebagai Hamba Allah
1) Bersikap “Sami’na Wa Atha’na”
Sebagai manifestasi keimanannya, seorang hamba akan selalu
bersikap: “Sami’na Wa Atha’na” (Kami dengar dan kami patuh). Demikian
diungkapkan dalam (Q.S. Al-Baqarah [2]: 285):

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari


Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
(Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun
(dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami
dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami
dan kepada Engkaulah tempat kembali".
Ungkapan tersebut erat kaitannya dengan firman Allah yang berbunyi:

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, selain agar mereka beribadah
kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56)
Sebagai konsekuensi lebih lanjut, seorang mukmin harus tuntuk
kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana diingatkan dalam salah
satu firman-Nya:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Q.S. Al-Ahzab [33]: 36)
2) Konsep Kesucian Hidup
Dalam salah satu firman-Nya Allah menyatakan:

:‫ َّن‬:ِ‫ إ‬:َ ‫ هَّللا‬:‫ب‬ :ُّ :‫ ِح‬:ُ‫ ي‬:‫ َو‬:‫ن‬:َ :‫ ي‬:‫ ِر‬:ِّ‫ ه‬:َ‫ط‬:َ‫ ت‬:‫ ُم‬:‫ ْل‬:‫ا‬
:ُّ :‫ح‬:ِ :ُ‫ ي‬:‫ن‬:َ :‫ي‬:ِ‫ب‬:‫ ا‬:‫ َّو‬:َّ‫ت‬:‫ل‬:‫ ا‬:‫ب‬
. . . Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 222)
Jika dikaitkan dengan (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56 dan Ali ‘Imran [3]:
114), maka hakikat ibadah adalah upaya manusia dalam rangka mensucikan
dirinya. Megingat konsep kehidupan dalam islam menunjukkan bahwa
manusia lahir kedunia dalam keadaan suci (tanpa dosa), maka selama
hidupnya ia harus berusaha tetap suci (dari segala dosa) dengan cara
beribadah kepada Allah, sehingga –walaupun ia pernah terlanur berbuat dosa–
ia akan segera memperbaikinya kembali melalui ‘lembaga’ tobat. Kemudian,
jika kelak meninggal, ia akan kembali menghadap Allah dalam keadaan suci
pula.
2. Prinsip-Prinsip Ibadah
a. Ada Perintah
Nabi Saw. bersabda:

‫َر ٌّدفَهُ َوأَ ْم ُرنَا َعلَ ْي ِهلَ ْي َس َع َمالً َع ِملَ َم ْن‬


“Setiap amal ibadah yang bukan dari kami, maka hal itu tertolak.” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Oleh sebab itu, tanpa perintah ibadah merupakan sesuatu yang terlarang.
b. Tidak Mempersulit (‘adam al-haraj)
Prinsip ini berdasarkan ayat:

:‫ ُد‬:‫ ي‬:‫ ِر‬:ُ‫ ي‬:ُ ‫ هَّللا‬:‫ ُم‬:‫ ُك‬:ِ‫ ب‬:‫ر‬:َ :‫ ْس‬:ُ‫ ي‬:‫ ْل‬:‫ اَل ا‬:‫ َو‬:‫ ُد‬:‫ ي‬:‫ ِر‬:ُ‫ ي‬:‫ ُم‬:‫ ُك‬:ِ‫ ب‬  :‫ر‬:َ :‫ ْس‬:‫ ُع‬:‫ ْل‬:‫ا‬
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185)
c. Meringankan Beban (qillah al-talklif)
Dalam salah satu firman-Nya Allah menyatakan:

:ُ :ِّ‫ ل‬:‫ َك‬:ُ‫ ي‬:ُ ‫ هَّللا‬:‫ ا‬:‫ ًس‬:‫ ْف‬:َ‫ اَّل ن‬:ِ‫ إ‬:‫ا‬:َ‫ ه‬:‫ َع‬:‫ ْس‬:‫ُو‬
ۚ ‫ اَل‬  :‫ف‬
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 286)
d. Ibadah hanya kepada Allah
Prinsip ini merupakan konsekoensi atas pengakuan akan kemahaesaan
Allah yang dimanifestasikan dalam kesaksian seorang muslim dengan kata-kata
(kalimah tauhid):

‫اللهإالإلهال‬
“Tiada Tuhan selain Allah.” Yang diulang-ulang dalam shalat dengan ungkapan:

َ :‫ا‬:َّ‫ي‬:ِ‫ إ‬:‫ ُد‬:ُ‫ ب‬:‫ ْع‬:َ‫ ن‬:‫ك‬


:‫ك‬ :َ :‫ا‬:َّ‫ ي‬:ِ‫ إ‬:‫و‬:َ :‫ن‬:ُ :‫ ي‬:‫ع‬:ِ :َ‫ ت‬:‫ ْس‬:َ‫ن‬
Hanya engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan. (Q.S. Al-Fatihah [1]: 5)
e. Ibadah kepada Allah Tanpa Perantara
Ibadah, doa, dan taubat harus dilakukan tanpa perantatra. Adanya perantara
dalam ibadah, bertentangan dengan prinsip tauhid dan prinsip ikhlas. Hal ittu
dimaksudkan agar ibadah seseorang dapat dilakukan secara khusuk. Allah Swt.
berfirman:

:‫ ا‬:‫ َم‬:‫ َو‬:‫ا‬:‫ و‬:‫ ُر‬:‫ ِم‬:ُ‫اَّل أ‬:ِ‫ إ‬:‫ا‬:‫ و‬:‫ ُد‬:ُ‫ ب‬:‫ ْع‬:َ‫ ي‬:ِ‫ ل‬:َ ‫ هَّللا‬:‫ن‬:َ :‫ ي‬:‫ص‬
:ِ :ِ‫ ل‬:‫خ‬:ْ :‫ ُم‬:ُ‫ ه‬:َ‫ ل‬:‫ن‬:َ :‫ ي‬:‫ ِّد‬:‫ل‬:‫ ا‬:‫ َء‬:‫ا‬:َ‫ف‬:َ‫ ن‬:‫ُح‬
Padahal, mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (Q.S.
Al-Bayyinah [98]: 5)
f. Ikhlas dalam Beribadah
Ikhlals berarti tidak merasa terpaksa, benar-benar murni, tulus atas
kemahaesaan serta kebesaran Allah, dan pelakunya benar-benar membutuhkan
petunjuk ilahi serta limpahan berkah-Nya. Sebagaimana yang dimaksudkan
dalam firman Allah berikut ini:

(٦) َ :‫ا‬:َّ‫ ي‬:ِ‫ إ‬:‫ ُد‬:ُ‫ ب‬:‫ ْع‬:َ‫ ن‬:‫ك‬


:‫ك‬ ِّ :‫ل‬:‫ ا‬:‫ َم‬:‫ ي‬:ِ‫ ق‬:َ‫ ت‬:‫ ْس‬:‫ ُم‬:‫ ْل‬:‫ا‬
َ :‫ا‬:َّ‫ي‬:ِ‫ إ‬:‫ َو‬:‫ن‬:ُ :‫ ي‬:‫ع‬:ِ :َ‫ ت‬:‫ ْس‬:َ‫)ن‬٥( :‫ا‬:َ‫ ن‬:‫ ِد‬:‫ ْه‬:‫ ا‬:َ‫ط‬:‫ ا‬:‫ َر‬:‫ص‬
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Q.S. Al-Fatihah [1]: 5-
6)
g. Keseimbangan antara Rohani dan Jasmani
Dalam mengemban fungsi khilafah dan fungsi risalah, manusia dituntuk
untuk melaksanakan kedua fungsi tersebut secara serasi dan seimbang.
Sebagaimana yang dimaksud Allah:

Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S.
Al-Qashash [28]: 77)

5. Macam-Macam Ibadah
A. Ibadah Shalat
Secara lughawi atau arti kata shalat (‫ )ةصال‬mengandung beberapa arti; yang
arti beragam itu dapat ditemukan contohnya dalam Al-Qur’an. Ada yang berarti
“doa”, sebagaimana dalam surat al-Taubah ayat 103:
ۗ :‫ ِّل‬:‫ص‬
:َ :‫و‬:َ :‫ ْم‬:‫ ِه‬:‫ ْي‬:َ‫ ل‬:‫ َع‬:ۖ :‫ َّن‬:ِ‫ إ‬:‫ك‬ َ :‫ن‬:ٌ :‫ َك‬:‫ َس‬:‫ ْم‬:ُ‫ه‬:َ‫ل‬
:َ :َ‫ اَل ت‬:‫ص‬
Berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa
bagi mereka.
Kata shalat juga dapat berarti memberi berkah, sebagaimana terdapat dalam
surat al-Ahzab ayat 56:
ۚ :‫ َّن‬:ِ‫ إ‬:َ ‫ هَّللا‬:ُ‫ ه‬:َ‫ ت‬:‫ َك‬:ِ‫ اَل ئ‬:‫ َم‬:‫و‬:َ :‫ن‬:َ :‫ و‬:ُّ‫ ل‬:‫ص‬
:َ :ُ‫ ي‬:‫ ى‬:َ‫ ل‬:‫ َع‬:‫ ِّي‬:ِ‫ب‬:َّ‫ن‬:‫ل‬:‫ا‬
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya memberi berkah kepada Nabi
Secara terminologis ditemukan beberapa istilah diantaranya: “Serangkaian
perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan
salam.”
B. Ibadah Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun islam.
Secara arti kata zakat yang berasal dari bahasa Arab dari akar kata (  ‫اة‬::‫)زك‬
mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Yang
sering terjadi dan banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan arti membersihkan.
Umpamanya dalam surat al-Nur ayat 21:

:‫ َّن‬:‫ ِك‬:َ‫ل‬:ٰ:‫ َو‬:َ ‫ هَّللا‬:‫ ي‬:‫ ِّك‬:‫ َز‬:ُ‫ ي‬:‫ن‬:ْ :‫ َم‬:‫ ُء‬:‫ ا‬:‫ َش‬:َ‫ي‬:ۗ :ُ ‫ هَّللا‬:‫و‬:َ :‫ ٌع‬:‫ ي‬:‫ ِم‬:‫ َس‬:‫ ٌم‬:‫ ي‬:ِ‫ ل‬:‫َع‬
. . . dan tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakinya; dan Allah Maha
Mendengar dan Mengetahui.
Digunakan kata zaka dengan arti “membersihkan” itu untuk ibadah pokok
yang rukun islam itu, karena memang zakat itu diantara hikmahnya adalah untuk
membersihkan jiwa dan harta orang yang berzakat. Dalam terminologi hukum
(syara’) zakat diartikan: “pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu
menurut syarat-syarat yang ditentukan”.
Zakat ada dua macam. Pertama zakat harta atau disebut jyga (‫ )اللما زكاة‬dan
kedua zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir Ramadhan yang disebut juga zakat
fitrah.
C. Ibadah Puasa
Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun islam.
Puasa yang dalam bahasa Arab disebut (‫ )صوم‬secara arti kata bermakna menahan dan
diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari berbicara. Ahal ini
terlihat dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 26:

:‫ ي‬:ِ‫ل‬:‫و‬:ُ‫ق‬:َ‫ ف‬:‫ ي‬:ِّ‫ ن‬:‫ت‬ :َ :‫ن‬:ْ :َ‫ ل‬:َ‫ ف‬:‫ َم‬:ِّ‫ ل‬:‫ َك‬:ُ‫ أ‬:‫ َم‬:‫و‬:ْ :َ‫ ي‬:‫ ْل‬:‫ ا‬:‫ ا‬:ًّ‫ ي‬:‫س‬:ِ :‫ ْن‬:ِ‫إ‬
:ُ :‫ر‬:ْ :‫ َذ‬:َ‫ ن‬:‫ ِن‬:‫ َم‬:ٰ :‫ح‬:ْ :‫ َّر‬:‫ ل‬:ِ‫ ل‬:‫ ا‬:‫ ًم‬:‫و‬:ْ :‫ص‬
. . . katakanlah sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha
Pemurah, aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.
Secara terminologis para ulama mengartikan puasa itu dengan: “menahan diri
dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan syarat-syarat yang ditentukan”.
D. Ibadah Haji dan Umrah
a. Haji
Ibadah haji termasuk ibadah pokok yang menjadi salah satu rukun islam yang
kelima. Secara arti kata, alafaz haji yang berasal dari bahasa Arab ( ‫)ح ّج‬
َ berarti
“bersengaja”. Dalam artian terminologis diantara rumusannya adalah: menziarahi
ka’bah dengan melakukan serangkaian ibadah di Mesjidil Haram dan sekitarnya,
baik dalam bentuk haji maupun umrah.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 dzulhijjah ketika umat islam
bermalam di mina, wukuf (berdiam diri) dipadang arafah pada tanggal 9
dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi
setan) pada tanggal 10 dzulhijjah, masyarakat Indonesia biasa menyebut juga hari
raya idul adha sebagai hari raya haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah
haji ini.
Dalam surat Al-Hajj Ayat 27 Allah berfirman:

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh,
b. Umrah
Umrah adalah mengunjungi ka’bah dengan serangkaian ibadah khusus
disekitarnya. Pelaksanaan umrah tidak terikat dengan miqat zamani dengan arti ia
dapat melakukan kapan saja, termasuk pada musim haji. Perbedaannya dengan
haji ialah bahwa padanya tidak ada waquf di Arafah, berhenti di Muzdalifah,
melempar jumrah dan menginap di Mina. Dengan begitu ia merupakan haji dalam
bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umrah itu disebut dengan haji
kecil.
Dalam surat Al-Baqarah Ayat 196 Allah menjelaskan:

ۚ :‫ا‬:‫ و‬:‫ ُّم‬:ِ‫ت‬:َ‫ أ‬:‫ َو‬:‫ َّج‬:‫ح‬:َ :‫ ْل‬:‫ ا‬:َ‫ ة‬:‫ َر‬:‫ ْم‬:‫ ُع‬:‫ ْل‬:‫ ا‬:‫و‬:َ :ِ ‫هَّلِل‬
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan Ibadah merupakan rangkaian


ritual yang dilakukan manusia dalam rangka pengabdian atau kepatuhan kepada sang
Pencipta. Ada dua pembagian ibadah dalam Islam, yaitu ibadah mahdlah dan ghairu
mahdhah. Ibadah mahdlah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan penjalanan syariat Islam
yang terkandung dalam rukun Islam. Sementara ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang
dilaksanakan umat Islam dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya.
Jadi tujuan ibadah adalah untuk mengabdi dan mengesakan Allah.

Saran

Selalu menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain


itu segeralah memohon ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Allah Swt. amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)
Daftar Pustaka

Saleh, H.E. Hassan, dkk. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta:
Rajawali Pers.

Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis besar Fiqh. Bogor: Prenada Media

Yaqin, Nasrullah Ainul. 2019. Tujuan dan Tingkatan Manusia dalam Beribadah
(https://bincangsyariah.com/kalam/tujuan-dan-tingkatan-manusia-dalam-beribadah/
diakses 01 Desember 2019)

Anda mungkin juga menyukai