1 A2
2019
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ibadah merupakan rangkaian ritual yang dilakukan manusia dalam rangka pengabdian
atau kepatuhan kepada sang Pencipta. Ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada
hubungan manusia dengan Allah semata, melainkan juga terdapat hubungan antara manusia
dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan alam (Razak, 1993: 18).
Ada dua pembagian ibadah dalam Islam, yaitu ibadah mahdlah dan ghairu mahdhah.
Ibadah mahdlah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan penjalanan syariat Islam yang
terkandung dalam rukun Islam. Contoh ibadah mahdhah antara lain sholat, zakat, puasa dan
haji. Sementara ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang dilaksanakan umat Islam dalam
hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya. Ibadah ghairu mahdhah dikenal
dengan ibadah muamalah (Nata, 2002: 55).
Dalam hal ini penulis akan menjelaskan apa yang dimaksud ibadah, hakikat ibadah
dan tujuan ibadah dengan essay yang berjudul “Tujuan Ibadah Menuruut Al-Qur’an”.
Tujuan Penulisan
1. Hakikat Ibadah
a. Pengertian
1) Pengertian Secara Etimologis (bahasa)
Firman Allah:
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, selain agar mereka beribadah
kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56)
Kata ibadah’ (ادة:: )عبberasal dari bahasa Arab: د:ُ ::ُ َد – يَ ْعب::َ َعبyang berarti doa,
mengabdi, tunduk atau patuh (kepada Allah).
2) Pengertian Secara Terminologis (istilah)
Pengertian secara terminologis, Hasbi Al-Shiddieqy dalam kuliah Ibadah-nya
(1994: 2-4), mengungkapkan:
Menurut ulama Tauhid, ibadah adalah:
“Pengesaan Allah dan pengagungan-Nya dengan sepenuh hati dan dengan
segala kerendahan dan kepatuhan diri krpada-Nya.”
Menurut ulama akhlak, ibadah adalah:
“Pengamalan segala kepatuhan kepada Allah secara badaniah, dengan
menegakkan syariah-Nya.”
Menurut ulama Tasawuf, ibadah adalah:
“Perbuatan mukalaf yang berlawanan dengan hawa nafsunya untuk
mengagungkan Tuhan-Nya.”
Sedangkan menurut ulama Fikih, ibadah adalah:
“Segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai rida Allah, dengan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Menurut jumhur ulama:
“Ibadah adalah nama yang mencakup segala yang disukai Allahdan yang
diridai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan
maupun diam-diam.”
b. Dasar Hukum
1) Firman Ilahi Allah Swt. berfirman:
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, selain agar mereka beribadah
kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56)
Demikian firman Allah berikut:
2. Tujuan Ibadah
‘Abdurrahman ‘Abdul Khalik menyebutkan dalam al-Maqâṣid al-‘Ammah li asy-
Syarî’ah al-Islâmiyyah (1985: 6&9) bahwa tujuan utama Allah menciptakan makhluk,
seperti malaikat, jin, manusia, benda-benda padat, dan makhluk-makhluk lain adalah
untuk beribadah. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surat Az-Zariyat (51): 56
dan al-Anbiya’ (21): 26-28. Oleh karena itu, ‘Abdurrahman ‘Abdul Khalik menganggap
ibadah kepada Allah sebagai salah satu tujuan umum syariat Islam (maqâṣid asy-
syarî’ah al-‘ammah) yang harus diwujudkan oleh umat Islam.
Dalam konteks manusia, ‘Alî ‘Utsman ketika memberikan pengantar
buku Mafhûm al-‘Ibâdah fî al-Isâm (1991: 5), karya cendekiawan Muslim dan kristolog
ternama, Ahmad Deedat, mengatakan bahwa tujuan utama diciptakannya manusia adalah
untuk beribadah kepada Allah.
Sementara menurut Imam ar-Râgif al-Aṣfihânî, manusia diciptakan oleh Allah
selain untuk beribadah, juga bertujuan untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah
(pengganti) Allah yang bertanggungjawab mengatur dan mengelola kehidupan di bumi
sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Ketiga tujuan ini disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an surat (Hûd [11]: 61 dan
Az-Zariyat [51]: 56):
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".(Q.S. Hûd [11]: 61)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (Q.S. Az-Zariyat [51]: 56)
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 110)
Kedua fungsi tersebut menunjukkan, disamping sebagai makhluk Allah,
manusia juga mempunyai hak hidup serta menikmati kehidupan yang
dianugerahkan Allah kepadanya secara etis. Sebagai konsekuensinya, manusia
berkewajiban untuk patuh dan tunduk kepada-Nya.
b. Profil Sebagai Hamba Allah
1) Bersikap “Sami’na Wa Atha’na”
Sebagai manifestasi keimanannya, seorang hamba akan selalu
bersikap: “Sami’na Wa Atha’na” (Kami dengar dan kami patuh). Demikian
diungkapkan dalam (Q.S. Al-Baqarah [2]: 285):
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, selain agar mereka beribadah
kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56)
Sebagai konsekuensi lebih lanjut, seorang mukmin harus tuntuk
kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana diingatkan dalam salah
satu firman-Nya:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Q.S. Al-Ahzab [33]: 36)
2) Konsep Kesucian Hidup
Dalam salah satu firman-Nya Allah menyatakan:
: َّن:ِ إ:َ هَّللا:ب :ُّ : ِح:ُ ي: َو:ن:َ : ي: ِر:ِّ ه:َط:َ ت: ُم: ْل:ا
:ُّ :ح:ِ :ُ ي:ن:َ :ي:ِب: ا: َّو:َّت:ل: ا:ب
. . . Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 222)
Jika dikaitkan dengan (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56 dan Ali ‘Imran [3]:
114), maka hakikat ibadah adalah upaya manusia dalam rangka mensucikan
dirinya. Megingat konsep kehidupan dalam islam menunjukkan bahwa
manusia lahir kedunia dalam keadaan suci (tanpa dosa), maka selama
hidupnya ia harus berusaha tetap suci (dari segala dosa) dengan cara
beribadah kepada Allah, sehingga –walaupun ia pernah terlanur berbuat dosa–
ia akan segera memperbaikinya kembali melalui ‘lembaga’ tobat. Kemudian,
jika kelak meninggal, ia akan kembali menghadap Allah dalam keadaan suci
pula.
2. Prinsip-Prinsip Ibadah
a. Ada Perintah
Nabi Saw. bersabda:
: ُد: ي: ِر:ُ ي:ُ هَّللا: ُم: ُك:ِ ب:ر:َ : ْس:ُ ي: ْل: اَل ا: َو: ُد: ي: ِر:ُ ي: ُم: ُك:ِ ب :ر:َ : ْس: ُع: ْل:ا
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185)
c. Meringankan Beban (qillah al-talklif)
Dalam salah satu firman-Nya Allah menyatakan:
:ُ :ِّ ل: َك:ُ ي:ُ هَّللا: ا: ًس: ْف:َ اَّل ن:ِ إ:ا:َ ه: َع: ْس:ُو
ۚ اَل :ف
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 286)
d. Ibadah hanya kepada Allah
Prinsip ini merupakan konsekoensi atas pengakuan akan kemahaesaan
Allah yang dimanifestasikan dalam kesaksian seorang muslim dengan kata-kata
(kalimah tauhid):
اللهإالإلهال
“Tiada Tuhan selain Allah.” Yang diulang-ulang dalam shalat dengan ungkapan:
: ا: َم: َو:ا: و: ُر: ِم:ُاَّل أ:ِ إ:ا: و: ُد:ُ ب: ْع:َ ي:ِ ل:َ هَّللا:ن:َ : ي:ص
:ِ :ِ ل:خ:ْ : ُم:ُ ه:َ ل:ن:َ : ي: ِّد:ل: ا: َء:ا:َف:َ ن:ُح
Padahal, mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (Q.S.
Al-Bayyinah [98]: 5)
f. Ikhlas dalam Beribadah
Ikhlals berarti tidak merasa terpaksa, benar-benar murni, tulus atas
kemahaesaan serta kebesaran Allah, dan pelakunya benar-benar membutuhkan
petunjuk ilahi serta limpahan berkah-Nya. Sebagaimana yang dimaksudkan
dalam firman Allah berikut ini:
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S.
Al-Qashash [28]: 77)
5. Macam-Macam Ibadah
A. Ibadah Shalat
Secara lughawi atau arti kata shalat ( )ةصالmengandung beberapa arti; yang
arti beragam itu dapat ditemukan contohnya dalam Al-Qur’an. Ada yang berarti
“doa”, sebagaimana dalam surat al-Taubah ayat 103:
ۗ : ِّل:ص
:َ :و:َ : ْم: ِه: ْي:َ ل: َع:ۖ : َّن:ِ إ:ك َ :ن:ٌ : َك: َس: ْم:ُه:َل
:َ :َ اَل ت:ص
Berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa
bagi mereka.
Kata shalat juga dapat berarti memberi berkah, sebagaimana terdapat dalam
surat al-Ahzab ayat 56:
ۚ : َّن:ِ إ:َ هَّللا:ُ ه:َ ت: َك:ِ اَل ئ: َم:و:َ :ن:َ : و:ُّ ل:ص
:َ :ُ ي: ى:َ ل: َع: ِّي:ِب:َّن:ل:ا
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya memberi berkah kepada Nabi
Secara terminologis ditemukan beberapa istilah diantaranya: “Serangkaian
perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan
salam.”
B. Ibadah Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun islam.
Secara arti kata zakat yang berasal dari bahasa Arab dari akar kata ( اة::)زك
mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Yang
sering terjadi dan banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan arti membersihkan.
Umpamanya dalam surat al-Nur ayat 21:
: َّن: ِك:َل:ٰ: َو:َ هَّللا: ي: ِّك: َز:ُ ي:ن:ْ : َم: ُء: ا: َش:َي:ۗ :ُ هَّللا:و:َ : ٌع: ي: ِم: َس: ٌم: ي:ِ ل:َع
. . . dan tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakinya; dan Allah Maha
Mendengar dan Mengetahui.
Digunakan kata zaka dengan arti “membersihkan” itu untuk ibadah pokok
yang rukun islam itu, karena memang zakat itu diantara hikmahnya adalah untuk
membersihkan jiwa dan harta orang yang berzakat. Dalam terminologi hukum
(syara’) zakat diartikan: “pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu
menurut syarat-syarat yang ditentukan”.
Zakat ada dua macam. Pertama zakat harta atau disebut jyga ( )اللما زكاةdan
kedua zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir Ramadhan yang disebut juga zakat
fitrah.
C. Ibadah Puasa
Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun islam.
Puasa yang dalam bahasa Arab disebut ( )صومsecara arti kata bermakna menahan dan
diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari berbicara. Ahal ini
terlihat dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 26:
: ي:ِل:و:ُق:َ ف: ي:ِّ ن:ت :َ :ن:ْ :َ ل:َ ف: َم:ِّ ل: َك:ُ أ: َم:و:ْ :َ ي: ْل: ا: ا:ًّ ي:س:ِ : ْن:ِإ
:ُ :ر:ْ : َذ:َ ن: ِن: َم:ٰ :ح:ْ : َّر: ل:ِ ل: ا: ًم:و:ْ :ص
. . . katakanlah sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha
Pemurah, aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.
Secara terminologis para ulama mengartikan puasa itu dengan: “menahan diri
dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan syarat-syarat yang ditentukan”.
D. Ibadah Haji dan Umrah
a. Haji
Ibadah haji termasuk ibadah pokok yang menjadi salah satu rukun islam yang
kelima. Secara arti kata, alafaz haji yang berasal dari bahasa Arab ( )ح ّج
َ berarti
“bersengaja”. Dalam artian terminologis diantara rumusannya adalah: menziarahi
ka’bah dengan melakukan serangkaian ibadah di Mesjidil Haram dan sekitarnya,
baik dalam bentuk haji maupun umrah.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 dzulhijjah ketika umat islam
bermalam di mina, wukuf (berdiam diri) dipadang arafah pada tanggal 9
dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi
setan) pada tanggal 10 dzulhijjah, masyarakat Indonesia biasa menyebut juga hari
raya idul adha sebagai hari raya haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah
haji ini.
Dalam surat Al-Hajj Ayat 27 Allah berfirman:
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh,
b. Umrah
Umrah adalah mengunjungi ka’bah dengan serangkaian ibadah khusus
disekitarnya. Pelaksanaan umrah tidak terikat dengan miqat zamani dengan arti ia
dapat melakukan kapan saja, termasuk pada musim haji. Perbedaannya dengan
haji ialah bahwa padanya tidak ada waquf di Arafah, berhenti di Muzdalifah,
melempar jumrah dan menginap di Mina. Dengan begitu ia merupakan haji dalam
bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umrah itu disebut dengan haji
kecil.
Dalam surat Al-Baqarah Ayat 196 Allah menjelaskan:
ۚ :ا: و: ُّم:ِت:َ أ: َو: َّج:ح:َ : ْل: ا:َ ة: َر: ْم: ُع: ْل: ا:و:َ :ِ هَّلِل
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Saleh, H.E. Hassan, dkk. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta:
Rajawali Pers.
Yaqin, Nasrullah Ainul. 2019. Tujuan dan Tingkatan Manusia dalam Beribadah
(https://bincangsyariah.com/kalam/tujuan-dan-tingkatan-manusia-dalam-beribadah/
diakses 01 Desember 2019)