Anda di halaman 1dari 12

Tujuan Penciptaan Manusia Tafsir Al-qur'an Surat Al-Dariyat

Ayat 56
MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Tafsir BKI

DosenPengampu: Taufik Ismail, S.Pd.I.,M.A

Disusun oleh:

Alex Trapsilo (202130320070)

Prodi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam

Fakultas Tarbiyah

INSTITUT AGAMA ISLAM NGAWI

2023

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Jin dan manusia dijadikan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Allah
menjadikan kedua makhluk itu sebagai makhluk-makhluk yang mau beribadah, diberi
akal dan panca indera yang mendorong mereka menyembah Allah, untuk beribadah
adalah tujuan mereka diciptakan. Dengan demikian, ibadah yang dimaksud disini
lebih luas jangkauannya daripada ibadah dalam bentuk ritual. Maka kita harus taat
dan patuh kepada semua perintah Allah dan menjauhi larangannya, karena semata-
mata jin dan manusia diciptakan untuk taat kepada Allah.
Ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah salah
satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa
keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ia juga
merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yag memiliki
kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakikatnya. Ibadah terdiri dari ibadah murni
(madhah) dan ibadah tidak murni (ghairu madhah).

2. RUMUSAN MASALAH
A. Teks Al-Qur’an dan Terjemahannya QS Adz dzariyat ayat 56 tentang Tujuan
Penciptaan Objek Dakwah?
B. Mufrodat kata yang sulit dari surahAdz dzariyat ayat 56 tentang Tujuan Penciptaan
Objek Dakwah!
C. Sebab Nuzul dari surah Adz dzariyat ayat 56 tentang Tujuan Penciptaan Objek
Dakwah!
D. Munasabah dari surah Adz dzariyat ayat 56 tentang Tujuan Penciptaan Objek
Dakwah!
E. Tafsir ayat dari surah Adz dzariyat ayat 56 tentang Tujuan Penciptaan Objek Dakwah!
F. Hikmah dari surah Adz dzariyat ayat 56 tentang Tujuan Penciptaan Objek Dakwah!

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teks Al-Qur’an dan Terjemah tentang Tujuan Penciptaan Objek Dakwah

‫ا َلْق ا ْل ِج َّن ا ِإْل ْن ِإاَّل ِل ُد و ِن‬


‫َيْع ُب‬ ‫َو َس‬ ‫َو َم َخ ُت‬
Terjemahan:

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepada-
Ku”.(QS Adz zariyat:56)

B. Mufrodat kata yang sulit

‫ِل‬ Ciptakan
‫َو ُّي‬
‫َّلِذ‬
‫ا ي َن‬
Jin

‫ُيْخ ِر ُج ُه ْم‬
Manusia

‫ال ُّظُل ا ِت‬ Menyembah


‫َم‬

C. Sabab Nuzul Ayat


Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan
khalifah di muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka
secara terperinci. Dia memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari
tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya dan menuipkan roh di dalamnya, para
malaikan harus bersujud kepadanta. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut
adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya
diperuntukkan kepada Allah SWT.1
D. Munasabah ayat
Pada ayat-ayat sebelumnya Allah menyebutkan beberapa tanda kekuasaannya
di alam ini yang menunjukan keesaanNya (bahwa Allah patut disembah); diantaranya
menciptakan segala sesuatu berpasangan. Oleh karena itu Allah memperingatkan
manusia yang menserikatkannya dengan harapan hal tersebut berguna.
Pada surah Adz Dzariyat ayat 56 Allah menjelaskan bahwa manusia
diciptakan untuk mengikrarkan ke hambanya kepada Allah; baik terpaksa maupun
thaatan lillah. Sedangkan menurut Mujahid manusia diciptakan untuk ma’rifatuulah.
Sedangkan pada ayat-ayat berikutnya Allah mengancam orang-orang kafir yang
melalaikan ibadah kepada penciptanya dengan mendapatkan siksa pedih di akhirat
nanti2
1
Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009
2
Ash-Shabuny, Shafwat at-Tafasir....,hlm. 256
E. Tafsir Ayat
‫وماخلقتالجنواالنساالليعبدون‬
Ayat diatas diawali dengan waw/‫ و‬dan ma nafi/ ‫مأ‬, dilanjutkan dengan kata
kerja bentuk pasten khalqa/‫ق‬WW‫ حل‬yang digandeng dengan ta/‫ت‬, berupa kata ganti
pertama tunggal yang di isnadkan kepada fi’il pasten maka harakat ta menjadi
dhammah tu. Artinya kalimat tadi “tidak kami ciptakan,” maksudnya bahwasannya
Allah menciptakan manusia tidak sia-sia melainkan suapaya ‫دون‬WW‫ ليعب‬/ beribadah
kepadaNya. Bentuk mudhari’ menunjukan bahwa ibadah harus dilakukan sepanjang
hayat, dalam kondisi apapun dan dimanapun, walaupun sedang sakit. Kata kerja tadi
diawali oleh lam/‫ ل‬artinya untuk, lalu diakhir kata kerja di gandengan dengan
dhamir/kata ganti jama’ laki-laki waw nun/‫ون‬, maksudnya manusia diciptakan untuk
beribadah.
1. Tafsir Kemenag

Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidaklah menjadikan jin dan manusia
melainkan untuk mengenal-Nya dan supaya menyembahNya. Pendapat tersebut
sama dengan pendapat az-Zajjaj, tetapi ahli tafsir yang lain berpendapat bahwa
Allah tidak menjadika jin dan manusia kecuali untuk tunduk kepada-Nya dan
merendahkan diri. Maka setiap makhluk, bak jin atau menusia wajib tunfuk
kepada peraturan Tuhan, merendahkan diri terhadap kehendakNya. Menerima apa
yang Dia takdirkan, mereka dijadikan atas kehendak-Nya dan diberi rezeki sesuai
dengan apa yang telah Dia tentukan. Tak seorang pun yang dapat memberikan
manfaat atau mendatangkan mudarat karena semuanya adalah dengan kehendak
Allah. Ayat tersebut menguatkan perintah mengingat Allah SWT dan
memerintahkan manusia supaya melakukan ibadah kepada Allah SWT.

2. Tafsir Jalalain

(dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku) pengertian dalam ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan
kenyataan, bahwa orang-orang kafir tidak menyembah-Nya. Karena
sesungguhnya tujuan dari ayat ini tidaklah memastikan keberadaannya. Perihalnya
sama saja dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataanmu, “Aku
runcingkan pena ini supaya aku dapat menulis dengannya.” Dan kenyataannya
terkadang kamu tidak menggunakannya.3

Menurut Syaukany, ibadah menurut bahasaadalah adz-dzul/penghinaan, al-


khudu’/perendahan danal-inqiyad/ketaatan. Jin dan manunia pada kekuasaan Allah
dan taan pada perintahnya. 4

Ayat diatas di kuatkan dengan firman lain “mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan
agama yang lurus (jauh dari syirik)”. (Al-Bayyinah (98):5) 5. Allah mengabarkan
tidaklah menciptakan jin dan manusia kecuali diperintahkan bagi mereka untuk
beribadah kepada-Nya saja tanpa menyekutukan-Nya, kemudian Allah balas atas
amalan-amalan mereka; Maka barangsiapa yang beramal baik, maka dibalas
dengan surga, dan barangsiapa yang beramal dengan amalan buruk, maka dibalas
dengan adzab neraka. Berkata Syaikh Asy Syinqiti dalam tafsir Adhwaul Bayan
menafsirkan ayat ‫َو َم ا َخ َلْقُت ٱْلِج َّن َو ٱِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬, maksudnya adalah : Kecuali untuk
diperintahkan beribadah kepada-Ku, dan menguji dengan diberikan beban (perintah
dan larangan), kemudian mereka akan dibalas berdasarkan amalan mereka; Jika
baik, maka akan dibalas dengan kebaikan, jika buruk maka akan dibalas dengan
keburukan. Berkata Syaikh Al Bassam : ‫َو َم ا َخ َلْقُت ٱْلِج َّن َو ٱِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬, maksudnya
adalah : Agar Aku tuntut mereka untuk beribadah kepada-Ku, maka Aku balas bagi
orang-orang yang ikhlas dan aku ada azab bagi orang-orang yang berbuat
keburukan. Inilah tujuan Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan jin dan
manusia, dan Dia mengutus para rasul untuk menyeru kepadanya, yakni untuk
beribadah kepada-Nya yang di dalamnya mengandung ma’rifat (mengenal)-Nya
dan mencintai-Nya, kembali kepada-Nya, dan mendatangi-Nya serta berpaling dari
selain-Nya. Hal ini tergantung pada ma’rifat (mengenal)-Nya, karena sempurnanya
ibadah tergantung sejauh mana pengenalannya kepada Allah, bahkan setiap kali
seorang hamba bertambah ma’rifatnya, maka ibadahnya semakin sempurna. Untuk
inilah Allah menciptakan manusia dan jin, bukan karena Dia butuh kepada mereka.
Dia tidak menginginkan rezeki dari mereka dan tidak menginginkan agar mereka
memberi-Nya makan, Mahatinggi Allah Yang Mahakaya dan tidak butuh kepada

3
Jalaluddin al-Mahalli & Jalaluddin ‘as-Suyuthi, Tafsir Al-Jalalain
4
Asy-Syaukany, Fath Al-Qadiir, jilid II, hlm. 92
5
Waqf Khadim, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1084, Ash-Shabuny, Shafwat hlm. 256
seorang pun dari berbagai sisi, bahkan semua makhluk butuh kepada-Nya dalam
semua kebutuhan mereka, baik yang dharuri (penting) maupun yang
selainnya.6Ibadah terdiri dari dua macam, pertama ibadah murni (mahdhah) dan
ibadah tidak murni (ghairu mahdhah).ibadaj mahdhah adalah ibadah yang telah
ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya. Seperti shalat, zakat, puasa
dan haji. Keuda ibadah ghairu mahdhah yaitu segala aktivitas lahir dan batin
7
manusia yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Allah
memerintah nabi Muhammad beristikamah dalam mengajak umatnya mengesakan
Allah karena sesunguhnya itulah tujuan penciptaan. Aku tidak menciptakan jin dan
manusia untuk kebaikan-ku sendiri. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar
tujuan hidup mereka adalah beribadah kepada-ku karena ibadah itu pasti
bermanfaat bagi mereka. Aku menciptakan manusia dan jin hanya agar mereka
beribadah, bukan agar mereka memberi balasan apa pun kepada-ku. Aku tidak
menghendaki rezeki atau balasan sedikit pun dari mereka dan aku tidak
menghendaki agar mereka memberi makan kepada-ku, seperti halnya mereka
memberi sesajian kepada dewa atau tuhan yang mereka sembah. 8 Ada tujuan yag
bertujuan kepada perbuatan itu sendiri, yakni kesempurnaan perbuatan. Ibadah
adalah tujuan dari penciptaan manusia dan kesempurnaan yang kembali kepada
penciptaan itu. Allah Swt menciptakan manusia untuk memberinya ganjaran yang
memeperoleh ganjaran itu adalah manusia, sedang Allah sama sekali tidak
membutuhkannya.9

Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus semua
rasul untuk menyeru kepada tujuan tersebut. Tujuan tersebut adalah menyembah
Allah yang mencakup berilmu tentang Allah, mencintaiNya, kembali kepadaNya,
menghadap kepadaNya dan berpaling dari selainNya. Semua tujuan itu tergantung
pada ilmu tentang Allah, sebab kesempurnaan ibadah itu tergantung pada ilmu dan
ma’rifatullah. Semakin bertambah pengetahuan seorang hamba terhadap Rabbnya,
maka ibadahnya akan semakin sempurna. Dan inilah tujuan Allah menciptakan jin

6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid II, Jakarta, Lentera Hati,
2002, hlm. 49
7
Wibowo, A. Fajar, Tuntunan dalam Islam, Jakaerta, Bulan Bintang, 1988, hlm. 28
8
Al-Thabathaba’i, Tafsir Al-Mizan, Fathul Bayan Fii Maqashidil Qur’an, Jilid XVIII, hlm. 199
9
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hlm. 51
dan manusia yang diberi beban taklif, dan Allah menciptakan mereka bukan karena
mereka diperlukan oleh Allah.10

Allah tadi menunjukkan bahwa tujuan manusia yang lainnya adalah menjadi
khalifah di bumi. Ketika manusia memfungsikan dirinya sebagai khalifah Allah
dimuka bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan
manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al-‘imarah). Kedua,
memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun (ar-
ri’ayah).11

Al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memelihara bumi dari kerusakan, hal


tersebut karena sesungguhnya manusia lebih banyak yang membangkang dibanding
yang benar-benar berbuat shaleh. Sehingga manusia akan cenderung untuk berbuat
kerusakan daripada berbuat kebaikan. Sebagai hamba Allah yang taat tentu tidak
akan melupakan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi dengan tidak melakukan
pengrusakan terhadap alam yang diciptakan oleh Allah SWT karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.12

Oleh karena itu, tujuan ibadah disini lebih luas jangkauan maknanya daripada
ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan juga termasuk ke dalam makna
ibadah dan dengan demikian hakikat ibadah mencakup dua hal pokok.

Pada ayat berikutnya Allah melanjutkan firmannya“aku tidak menghendak irizki


sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku
makan.” (QS. Adz-Dzariyat “51”, 57).13 Sesungguhnya sebelum kalimat tadi ada
sesuatu yang makhduuf/ terbuang tidak ditampilak yaitu“ katakan wahai Rasullah
kepada mereka bahwa aku tidak meminta apa-apa pada mereka. Ayat tersebut diawali
dengan ma nafi artinya tidak membutuhkan, tidak memungkinkan sesuatu dari pihak
lain, ma tadi disebutkan dua dalam ayat yang simple, itu merupakan indikasi
penekanan dan penguatan/ ta’kid, bahwa Allah benar-benar tidak menginginkan apa-
14
apa dari makhluknya. Ini merupakan jawaban dari pertanyaan bahwa penciptaan

10
Sayyid Quthub, Tafsir Fi dalil Al-Qur’an, hlm. 253-255
11
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Dhalil Al-Qur’an, hlm. 270
12
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Dhalil Al-Qur’an, hlm. 271
13
WaqfKhadim, AL-Quran danterjemahan, hlm. 863
14
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Ihlm 408
tadi tidak mungkin tanpa tujuan, namun tujuan tersebut kembali kepada mereka,
bukan supaya mereka member imblan kepada Allah dengan member makanan/
yuth’imu kepada saya/ni/ aku/Allah, bukan pula supaya mereka jin dan manusia
memberi rizki kepada Allah karena Allahlah sang penguasa riski. 15 Allah
menggunakan ungkapan tersebut, karena dalam beberapa tradisi kehidupan, hubungan
antara hamba dan Tuannya saling menguntungkan, hamba menginginkan harta atau
lainnya dari tuannya, sedangkan tuannya membutuhkan manfaat dari tenaga hamba,
jadi hubungannya saling menguntungkan dan saling memanfaatkan, hanya beda jenis
manfaatnya.

Dengan demikian, dari ayat tersebut ingin menyatakan, bahwa Allah seperti
majikan/ paratuan yang ada dibumi, karena penghambaan kepada Allah, hanya hamba
yang mencari keuntungan, sedangkan Allah tidak mendapatkan apa-apa dari hamba-
Nya. Menurut ar-Razy, sebetulnya ada dua masalah penghambatan. Penghambatan
pertama, untuk pengagungan dan pemuliaan yang dilakukan para raja pada rakyatnya
yang khususnya mengagungkannya, maka raja tersebut memberikan kepada mereka
fasilitas rizki dan makanan rutin kepada mereka. Karena penghambat manfaat dan
keuntunga, yakni untuk memakai tenaga atau pikiran hamba. Dalam ayatnya Allah
jenis (rizki dan makanan), karena kebiasaan seorang majikan atau tuan walaupun
mereka kaya dan banyak harta, tetapi tetap membutuhkan tenaga hambanya untuk
membelikan sesuatu diluar rumah dengan harta rizkinya, atau menyiapkan sesuatu di
didalam rumah. Sedangkan Allah tidak membutuhkan tengapaa pun dari hamba
untuk Tuannya.

Pada ayat selanjutnya Allah berfirman “sesungguhnya Allah Dialah Maha


Pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh” (QS. Adz-Dzariyaat “5”:
58).16 Redaksi tadi diawali dengan hurufta’kid atau pengutan dengan inna artinya
sesungguhnya, untuk menyakinkan rizki dari hambanya (jin dan manusia, ‘illahnya,
karena sesungguhnya Allah sang pemberi rizki bahkan penguasa rizki. Logikanya
yang mencari rizki adalah faqiirmuhtaj atau yang membutuhkan, dan yang
membutuhkan tenaga orang lain yakni lemah tidak memiliki kekuatan. Seolah-olah
Allah mengatakan bahwa“ aku ini pemilik semua rizki, jadi mustahil membutuhkan
rizki dari pihak lain untuk membantu. Mengapa Allah menggunakan kata ganti ketiga
15
Asy-Syaukany, Fath al-Qadir,Ihlm. 92
16
Sayyid Quthuh, Tafsir Fi Dhilal al –Qur’an, hlm. 257
pada ayat ini (QS.51:58), sedangkan pada ayat sebelumnya menggunakan kata ganti
pertama, pada ayat ini disebut huwa/dia dan disebut layak disembah. Sedangkan
menggunakan kata ganti pertama pada ayat sebelumnya, agar hamba menyembah
secara spesifik kepada Allah dan tidak kepada selainnya.17

Jadi, Allah menciptakan manusia bukan karena Dia memerlukan untuk


memperoleh suatu rizki, Karena Allah yang memberi rizki lagi mempunyai kekuatan.
Namun supaya manusia mengenal penciptanya“ Aku tidak menciptakan mereka (jin
dan manusia) kecuali supaya kenal kepada-Ku. Karena sekiranya Aku tidak
menciptakan mereka niscaya mereka takakan kenal keberadaan-Ku dan keesaan-
Ku.” Rasullah bersabda dalam hadis qudsi“ kuntu kanzan makhfiyyan fa aradtu an
u’rafa, fa khalqatul khalqa fa bi ‘ arifuru”. Aku adalah simpanan yang tersembunyi.
Lalu menghendaki supaya Aku dikenal. Maka Akupun mencipkan makhluk. Karena
Akulah mereka mengenal Aku. Kata Mujahid. Dan begitu pula diriwayat kandari
Muhammad bahwa ayat inia dalah :kecuali supaya Aku memerintahkan mereka,
melarang mereka. Tafsiran semacam ini ditunjukkan oleh firman Allah padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa (QS. At-taubah:31).18

F. Darus yang dapat diambil dari Ayat

Setelah menelaa\\h ayat ini dengan cermat, maka akan ditemukan beberapa hikmah
yang terkandung di dalamnya , antara lain:
1) Tujuan objek dakwah atau manusia diciptakan khusus untuk menyembah Allah.
2) Tujuan lain diciptakannya objek dakwah adalah untuk menjadi khalifah.
3) Tugas semua Rasul yakni melakukan dakwah kepada objek dakwah agar
menyembah Allah.
4) Beribadah kepada selain Allah artinya telah menserikatnya.
5) Jenis ibadah tidak hanya ritual, namun juga ibadah sosial, seperti memakmurkan
bumi.
6) Objek dakwah yang selalu taqarrub kepada Allah akan mendapatkan kemuliaan.
7) Ayat ini merupakan peringatan keras bagi orang-orang kafir atas kejahatan
mereka.

17
Ar-Razy, At-Tafsir al-Kabir, hlm. 236
18
Asy-Syaukany, Fath al-Qadir, hlm. 93
8) Allah minta disembah, bukan minta balasan, melainkan untuk kebaikan objek
dakwah.
9) Segala sesuatu dibuat dan diciptakan untuk suatu tujuan.
10) Supaya objek dakwah mendapatkan ketenangan dan kesuksesan sebaiknya selalu
mengambakan diri kepada Allah.
11) Beribadah kepada Allah merupakan bekal di dunia untuk dibawa ke akhirat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa tujuan diciptakannya jin dan
manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti
menyembah, mengabdi, menghamba, tunduk, taat dan patuh terhadap segala yang
dikehendaki-Nya. Ketundukan, ketaatan dan kepatuhan dalam kerangka ibadah
tersebut harus menyeluruh dan total, baik lahir maupun batin.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, tentunya dalam
penyusuanan makalah ini masih banyak kata-kata atau penyampaian yang kurang
jelas ataupun dalam penyajiannya yang kurang lengkap, pastinya makalah ini jauh
dari kata sempurna, maka kritik dan saran sangatlah penulis harapkan untuk
menjadikan pelajara pada masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qurtuhbi, S. I. (2009). Tafsir Al-Qurthubi . Jakarta : Pustaka Azzam.

Al-Thabathaba'i. tafsir Al-Mizan Fathul Bayan Maqashidil Qur'an Jilid XVIII.

Ar-Razy. At-Tafsir al-Kabir.

Ash-Shabuny. Shafwat at-Tafsir .

'as-Suyuthu, J. a.-M. Tafsir Jalalain.


Asy-Syaukany, f. A.-Q. jilid II.

Quthub, S. Tafsir Fi dalil Al-Qur'an.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid II.
Jakarta : Lentera Hati.

Waqf Khadim, A.-S. S. Al-Qur'an dan Terjemahannya .

Wibowo, A. F. (1988). Tuntunan dalam Islam . Jakarta : Bulan Bintang .

Yunus, M. Kamus Arab Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai