Anda di halaman 1dari 13

Taat Beribadah dan Khalifah yang Amanah

Allah subhanahu wa ta'ala telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk (ahsanu
taqwim). Memiliki jasmani dan ruhani, yang dilengkapi dengan nafsu dan akal fikiran. Dengan nafsunya
manusia menjadi memiliki gairah hidup untuk berjuang menggapai apa yang dicita-citakan, dan dengan
akal fikirannya manusia akan dapat membedakan mana yang dibolehkan oleh agama dan mana yang
dilarang oleh agama
Sebagai wujud rasa syukur sebagai makhluk Allah yang diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya
adalah dengan taat beribadah kepada Allah dan mengabdi kepadaNya dengan sebaik-baiknya.
Tujuan Penciptaan Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah dengan tujuan untuk beribadah (mengabdi) kepada Allah
subhanahu wa ta'ala sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 56:
َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬
‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Adz-
Dzariyat ayat 56)

Analisis Tajwid QS. Adz-Dzariyat ayat 56


Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan
mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa
yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’
(pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya,
maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut
istilah (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu
antara lain adalah berikut ini:
Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa
Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah
ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan
lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad
adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang
berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah dijelaskan pengertian ibadah. Menurut
HPT, ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan perintah-perintahNya, menjauhi
larangan-laranganNya, dan mengamalkan segala yang diizinkan oleh Allah.
Ibadah ada yang umum (ghairu mahdhah) dan ada yang khusus (Mahdhah). Ibadah yang umum adalah
segala amal yang diizinkan Allah. Sementara ibadah khusus adalah apa yang telah ditetapkan Allah akan
perincian-perinciannya, tingkah, dan cara-caranya yang tertentu.
Contoh amal ibadah yang umum misalnya manusia beribadah dengan mendirikan sekolah, rumah sakit,
lembaga ZIS (zakat, infaq, shadaqah), dan lain-lainnya.

Sedangkan ibadah yang bersifat khusus contohnya seperti: shalat, puasa, hajji, dan lain-lainnya.
Ibadah-ibadah tersebut sifatnya final. Kita tidak boleh menambah-nambah atau berkreasi dengan model
lainnya. Misal shalat subuh 2 rakaat. Karena dilaksanakan pagi hari dan kondisi badan sedang segar-
segarnya, maka kita berkreasi dengan melaksanakan shalat subuh sebanyak 10 rakaat. Maka perbutan
seperti ini dilarang dan berdosa.

Hadits Tentang Beribadah Dengan Mengesakan Allah

"Barang siapa menjumpai Allah (mati) dalam keadaan tidak mempersekutukanNya dengan suatu
apapun pasti dia masuk surga, dan barang siapa menjumpai Allah (mati) dalam keadaan
mempersekutukanNya dengan suatu apapun pasti dia masuk neraka. (HR. Muslim)

Hadits riwayat Muslim ini berisi jaminan bagi manusia yang menyembah (beribadah) hanya
kepada Allah, pasti dia kelak akan masuk surga. Pelajar Muhammadiyah harus selalu menjunjung tinggi
kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah) dalam hidupnya. Menjaganya dan mengaplikasikan tuntutan dari
kalimat tauhid tersebut sepanjang hidupnya. Sehingga kelak ketika berjumpa Allah dalam kondisi
mentauhidkan (mengesakan) Allah Subhanahu wa ta'ala.

Manusia Sebagai Khalifah di Bumi

Ayat Al-Quran tentang Manusia Sebagai Khalifah


- QS. Al-Baqarah ayat 30
ُ ِ‫ض َخلِ ْيفَةً ۗ قَالُ ۤوْ ا اَتَجْ َع ُل فِ ْيهَا َم ْن يُّ ْف ِس ُد فِ ْيهَا َويَ ْسف‬ ٓ ٰ َ ُّ‫وا ْذ قَال رب‬
‫ا َل‬Uَ‫دِّسُ لَـكَ ۗ ق‬Uَ‫ك َونُق‬ َ ‫ ِد‬U‫بِّ ُح بِ َح ْم‬U‫ ِّد َمٓا َء ۚ َونَحْ نُ نُ َس‬U‫ك ال‬ ِ ْ‫ك لِ ْل َملئِ َك ِة اِنِّ ْي َجا ِع ٌل فِى ااْل َر‬ َ َ َِ
َ‫اِنِّ ۤ ْي اَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُموْ ن‬
Artinya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di
bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah
di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30)

Isi kandungan QS. Al-Baqarah ayat 30:


- Allah menciptakan manusia untuk dijadikan khalifah di bumi
- Malaikat meragukan (sangsi) terhadap kemampuan manusia
- Keraguan malaikat dibantah langsung oleh Allah
- Allah menegetahui apa yang tidak diketahui malaikat (Allah Maha Tahu)
Hadits Tentang Kepemimpinan
" Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggung jawaban atas
yang dipimpin". (Muttafaqun 'alaih/HR. Bukhari dan Muslim)

Potensi yang Dimiliki Manusia


Sebagai hamba Allah ('Abdullah) dan untuk menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi
(khalifatullah fil ardhi) manusia dibekali oleh Allah berupa potensi yang luar biasa. Yaitu pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani.

Allah berfirman dan QS. An-Nahl ayat 78:


Allah SWT berfirman:
ٰ ‫َوهّٰللا ُ اَ ْخ َر َج ُك ْم ِّم ۢ ْن بُطُوْ ِن اُ َّم ٰهتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُموْ نَ َشيْــئًا ۙ َّو َج َع َل لَـ ُك ُم ال َّس ْم َع َوااْل َب‬
َ‫ْص َر َوااْل َ ْفئِ َدةَ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia
memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 78)
BAB I: MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH

A. QS. AL BAQARAH: 30 (Manusia sebagai khalifah)

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al Baqarah : 30)

Kandungan ayat
Ayat di atas berisi tentang dialog antara malaikat dengan Allah swt, tentang penciptaan manusia
oleh Allah swt yang akan dijadikan sebagai khalifah di bumi. Pada dialog tersebut, malaikat bertanya
kepada Allah swt, mengapa manusia yang dijadikan pemimpin (khalifah), padahal manusia memiliki
sifat-sifat yang buruk, jika dibandingkan dengan sifat yang dimiliki malaikat.

Pada ayat ini Allah swt menjelaskan tentang sifat-sifat baik dan buruk yang dimiliki oleh malaikat
dan manusia, yaitu:
Sifat baik malaikat: bertasbih (( ‫نُ َسبِّ ُح‬, memuji (‫ )بحمدك‬, dan menyucikan Allah swt (‫)نقدس لك‬
Sifat buruk yang dimiliki oleh manusia adalah : merusak (‫ )يفسد‬dan menumpahkan darah ( ‫يسفك‬
‫)الدماء‬
Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi kalifah di muka bumi
tersebut. Khalifah ialah manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di
bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya, lautnya, perikanannya
dan seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk
kemaslahatannya.

Dan untuk dapat melaksanakan tugas yang luhur tersebut, manusia diwajibkan selama masa
hidupnya meningkatkan kemampuan jasmani dan rohaninya (akal, kalbu, dan nafsu) ke arah yang lebih
maju dan positif. Dan yang terpenting adalah, manusia harus selalu ingat kepada Allah swt (Zikrullah),
melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (Bertaqwa)

Kesimpulan dari ayat di atas adalah:

Allah swt menginformasikan kepada para malaikat tentang rencana Allah swt menciptakan Adam
(manusia) yang kedudukannya sebagai khalifah di bumi.
Para malaikat belum mengetahui secara pasti , apa yang akan diperbuat manusia setelah rencana Allah
swt terwujud.
Allah swt Maha Mengetahui atas apa yang telah Allah swt gariskan pada takdir kehidupan makhluk-Nya.
B. QS AL MUKMINUN: 12-14 (tentang Proses Penciptaan Manusia)
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. 13.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). 14.
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (QS Al Mukminun : 12-14)

Kandungan ayat
Penegasan Allah swt bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya yang asal kejadiannya dari saripati
tanah. Dan ini telah membantah teori revolusi milik Darwin yang mengatakan manusia merupakan
keturunan dari kera.
Dalam syariat Islam, diketahui bahwa ada empat model penciptaan manusia, (1), Nabi Adam (diciptakan
dari tanah). (2). Hawa, (diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam as. (3). Nabi Isa, (diciptakan tanpa ayah),
(4). Manusia pada umumnya, (diciptakan dari ayah dan ibu).

Dan berdasarkan ayat di atas, yang difirmankan Allah swt manusia terbuat dari saripati tanah, ternyata
secara ilmu pengetahuan telah dibuktikan, dimana ketika seorang manusia di bakar, kemudian abunya
diteliti, ternyata abu dari pembakaran manusia tersebut, memiliki unsur yang sama dengan tanah,
diantaranya yaitu, Oksigen, Hidrogen, Zat Belerang, Zat Arang dll.

Informasi dari Allah swt tentang proses kejadian manusia ketika masih berada dalam kandungan.
Al Quran dan Ilmu Pengetahuan tidak akan pernah berbenturan, keduanya selaras, salah satunya adalah
bukti nyata dari proses kejadian manusia di rahim ((‫ قرار مكين‬seorang ibu. Proses yang berururat tersebut
adalah sebagai berikut:

1) Sel sperma ( (‫نطفة‬


2) Segumpal darah (‫)علــقة‬
3) Segumpal daging (‫)مضغــة‬
4) Tulang atau rangka (‫)عــظام‬
5) Daging yang menyelimuti tulang (‫)لحم‬
6) Bentuk manusia sempurna (‫)خلقا اخر‬
7) Ditiupkan ruh (‫)احسن الخــالقين‬

C. QS AD ZARIYAT: 56 (tentang Kedudukan Manusia dan Ibadah)


Artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaku.” (QS Adz
Zariyat : 56)

Kandungan ayat
Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia
diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya
kepada Allah SWT, karena makna dari ibadah adalah, taat, patuh, tunduk dan menurut. Pada ayat di atas,
kata jin lebih didahulukan, karena dalam kenyataannya memang jin lah yang terlebih dahulu diciptakan
dari manusia oleh Allah swt. dan dalam ayat ini hanya jin dan manusia saja yang di sebutkan, sedangkan
syaitan, iblis, hewan, dan tumbuhan tidak disebutkan, hal ini dikarenakan jin dan manusia adalah makhluk
Allah swt yang dapat berfikir, tentang baik dan buruk dalam kehidupan.
Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk dan taat. Menurut istilah, ibadah berarti mengabdikan diri kepada
Allah swt dengan jalan bertakwa. Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Ibadah Mahdah, yaitu ibadah yang memiliki tata cara tertentu. Contoh: syahadat, salat, zakat, puasa,
dan haji.
2. Ibadah Gairu Mahdah, yaitu ibadah yang tidak memiliki tata cara tertentu. Contoh: mencari nafkah,
berhusnuzan, belajar (menuntut ilmu), membantu orang tua, makan, tidur, dan lain-lain.

D. QS. AN NAHL: 78 (kewajiban manusia untuk bersyukur)


“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, pengelihatan, dan hati, agar kamu bersyukur”

Kandungan:
Manusia ketika pertama kalinya dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, atau tidak berilmu
sama sekali. Kemudian Allah swt memberikan kepada manusia itu tiga karunia untuk dijadikan sarana
mendapatkan ilmu, ketiga sarana tersebut adalah, (1). Pendengaran (‫)السمع‬, (2). Pengelihatan (‫)األبصـار‬, (3).
Hati (‫ )األفئدة‬dan tujuan Allah swt memberikan karunia ini adalah agar manusia mendapatkan kebaikan dari
karunia tersebut, diantaranya untuk mendapatkan ilmu, oleh karena itu kewajiban manusia yang
mendapatkan karunia Allah swt agar selalu bersyukur.

BAB II (KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH)

A. QS. AL AN’AM: 162-163 (keikhlasan beribadah)


“Katakanlah, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu baginya-Nya. dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri” (QS. Al An’am: 162-163)

Kandungan ayat:
Menyerahkan hidup dan mati, dan segala ritualitas yang dilakukan hanya kepada Allah swt, dalam hal ini
manusia harus menghambakan dirinya kepada Allah swt semata.
Memelihara diri dari perilaku syirik (mempersekutukan Allah swt). seperti; menggunakan jimat, percaya
dengan ramalan dan lain-lain. Dan perbuatan syirik adalah perbuatan dosa yang tidak akan diampuni oleh
Allah swt, hal ini seperti yang difirmankan Allah pada QS. An Nisa’: 78
Melandasi segala peribadatan atau ritualitas ibadah yang dilakukan setiap muslim dengan ikhlas, ikhlas
yang memiliki arti adalah murni, suci dan bersih. Murni dari segala perbuatan syirik (menyekutukan
Allah swt), suci dari perbuatan riya (memperlihatkan suatu perbuatan dengan tujuan sombong dan bukan
karena Allah swt), dan bersih dari perbuatan sum’ah (memperdengarkan sesuatu dengan niatan ujub dan
takabur, dan bukan di niatkan karena Allah swt.)

B. QS AL BAYYINAH: 5 (keikhlasan beribadah)


“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan suapa mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah: 5)
Kandungan ayat:
Niat adalah dorongan yang tumbuh dalam hati manusia untuk melaksanakan amal perbuatan. Dan niat
harus disertai dengan keikhlasan yang tulus karena Allah swt. sebagai seorang muslim yang diperintahkan
untuk beribadah kepada Allah swt baik ibadah yang bersifat mahdhah atau ghairu mahdha, maka agar
perbuatan itu tidak sia-sia, atau tidak mendapatkan pahala, maka menjadi kewajiban seorang muslim
menjadi sosok yang mukhlisin, yaitu manusia yang selalu ikhlas dalam beribadah. Karena Rasulullah saw,
pernah bersabda, “Allah tidak akan menerima amal, melainkan yang didasari ikhlas karena Allah untuk
mencari keridaan-Nya” (HR. Ibnu Majah)

Islam sebagai agama yang lurus (‫)دين القيمة‬selalu memberikan aturan dan rambu-rambu demi kebaikan
umatnya. Aturan-aturan tersebut bersifat mengikat di kehidupan dunia, tetapi akan memberikan sebuah
kebahagiaan untuk nantinya di alam akhirat. Aturan yang terpenting dalam Islam adalah segala amal
perbuatan baik itu yang bersifat ibadah ritual – shalat, zakat atau haji- dan amal perbuatan yang biasa
dilakukan oleh manusia, misalnya makan, minum dan berolah raga, tetap dan harus didasarkan atas niatan
kepada Allah swt, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah saw, “setiap urusan yang baik (bermanfaat)
yang tidak dimulai dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim maka terputuslah berkahnya” (HR. Ibnu
Majah)
TANGGUNG JAWAB MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DAN HAMBA ALLAH

Besarnya Tanggung Jawab Manusia


Manusia hidup di dunia ini pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Kenapa
demikian, karena manusia selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan
makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk hidup bertanggung jawab mengingat ia
mementaskan sejumlah peranan dalam konteks individual, sosial ataupun teologis. Menjalani kehidupan
ini merupakan kewajiban yang sifatnya mutlak.
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya) manusia berasa bertanggung jawab
bhwa ia menyadari akibat baik ataupun buruk perbuatannya,dan menyadari pula bahwa pihak lain
memerlukan pengorbanan atau pengbdian untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung
jawab perlu di tempuh memlalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa terhadap Allah SWT.
Manusia itu berjuang untuk memenuhi keperluannya sendiri atau keperluan pihak lain.Untuk itu ia
menghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi linkungan alam.Dalam usahanya itu juga
manusia menyadari bahwa ada kekutan lain yang ikut menentukan yaitu kekusaan Tuhan.Oleh karena itu
tanggung jawab harus di miliki dalam setiap manusia agar merka men yadari apa-apa yang harus di
lakukan harus mempertanggung jawabkan semua yang telah di kerjakan. Perhatikan firman Allah SWT
dalam surat Al-Ahzab ayat 72:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanta kepada langit, bumi, dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzolim dan amat bodoh.
Dalam ayat diatas, dijelaskan bahwa manusia memiliki tanggung jawab yang amat berat. Yang
bahkan langit, bumi, dan gunung-gunung pun enggan memikulnya. Akan tetapi, manusia sering sekali
menganggap remeh amanah yang dibebankan oleh Allah SWT tersebut. Padahal setiap amanat akan
dimintai pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT kelak.
Manusia sebagai Khalifah di Bumi Allah SWT berfirman bahwa fungsi dan peran manusia adalah
sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah Ayat 30: Ingatlah
ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya aku hendak menjadikanmu sebagai
khalifah di muka bumi”, mereka berkata : “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?”. Allah berfirman : “Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, khalifah berarti pimpinan umat. Menjadi pemimpin adalah fitrah
setiap manusia. Namun karena satu dan lain hal, fitrah ini tersembunyi, tercemar bahkan mungkin telah
lama hilang. Akibatnya, banyak orang yang merasa dirinya bukan pemimpin. Mereka telah lama
menyerahkan kendali hidupnya pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Mereka perlu “dibangunkan”
dan disadarkan akan besarnya potensi yang mereka miliki.
Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah yang suatu ketika nanti harus kita
pertanggungjawabkan. Karena itu siapa pun anda, di mana pun anda berada, anda adalah seorang
pemimpin, minimal memimpin diri sendiri. Kepemimpinan adalah mengenai diri sendiri. Kepemimpinan
adalah perilaku kita sehari-hari. Kepemimpinan berkaitan dengan hal-hal sederhana seperti berbakti
kepada orang tua, tidak berbohong, mengunjungi kawan yang sakit, bersilahturahmi dengan tetangga,
mendengar keluh kesah sahabat, dan sebagainya.
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan dari seseorang (yaitu pemimpin atau leader)
untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya), sehingga orang lain
tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara
kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial. Sebagai kedudukan,
kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki
oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan
yang dilakukan seseorang atau suatu badan, yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat. Allah SWT
berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 58-59 yang artinya : ”Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan
suatu hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman taatlah Allah dan RasulNya, dan orang-
orang yang memegang kekuasaan diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu
maka kembalilah kepada Al-Qur’an dan Hadits. Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian, yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya bagimu”.
Di dalam Surat An-Nisa ayat 58-59 tersebut dijelaskan kriteria pemerintahan (kepemimpinan)
yang baik, yaitu :
Pemerintah yang pemimpinnya menyampaikan amanat kepada yang berhak dan berlaku adil.
Musyawarah pada setiap persoalan dan apabila terjadi perselisihan maka hendaklah kembali kepada
sumber hukum Islam.
Pemerintahan yang memiliki sifat kooperatif antara rakyat dan pemerintah, rakyat harus patuh
dan taat pada peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam hal ini baik dan benar dan pemerintah harus
benar-benar menjalankan pemerintahan untuk kepentingan rakyat.
Setiap orang sebenarnya pemimpin. Setiap orang dapt mengatur dirinya sendiri. Sayangnya,
banyak yang tidak sadar akan kemampuannya tersebut. Maka untuk menjadi sadar ada tiga hal yang perlu
dilakukan agar kita semua sadar akan kemampuan kita sebagai pemimpin, yaitu :
Memahami diri sendiri (Self Understanding)
Proses ini kita harus memahami dan mengenal diri kita. Untuk menjadi pemimpin kita harus
sadar siapakah kita sebenarnya. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa yang mengenal dirinya maka
akan mengenal Tuhannya”. Tanpa mengenali diri kita dengan benar, maka sulit untuk menemukan makna
kehidupan hidup adalah sebuah perjalanan melingkar, kita harus tahu siapa kita dan bagaimana kita
seharusnya?
Kesadaran diri (Self Awareness)
Kesadran diri berarti sadar akan perasaan kita. Untuk menjadi pemompim kita harus melek emosi dan kita
harus mampu mengenali dan mengindentifikasi-kan perasaan apapun yang sedang kita rasakan.

Pengendaalian diri (self Control)


Pengendalian diri berarti sadar sepenuhnya akan apa yang akak kita lakukan Ini adalh hasil dari
kecerdasan emosi yang tinggi. Pengendalian diri baru dapat terlihat ketika situsi yang sulit dan melibatkan
emosi, sebagai pemimpin kita harus bisa mengendalikannya. Pemimpin yang mampu mengendalikan diri
tidak akan tergoda untuk melakukan dan memgambil sesuatu yang bukan haknya. Pengendalian duru
juga ditunjukkan oleh keberanian seseorang untuk membuat komitmen dan melaksanakan komitmen
tersebut.
Fasilitas Bagi Masnusia Selaku Khalifah
Dalam melaksanakan kekhalifahannya, untuk menjalankan ajaran-ajaran Allah seperti yang
dicontohkan nabi dan rasul, manusia mendapatkan fasilitas alam semesta yang terus berputar, bergerak,
tumbuh, dan berproses secara pasti di bawah takdir Allah. Kepastian proses itu menjadikan manusia tak
ragu untuk melakukan sesuatu sesuai pilihan masing-masing. Alam menyediakan kepastian tumbuhnya
padi bila manusia menanam padi. Alam menyediakan kepastian proses terciptanya hujan yang tidak
pernah berubah. Alam juga tidak pernah mengubah kejadian molekul uap air yang merupakan campuran 2
hidrogen dan 1 oksigen.
Fasilitas alam semesta yang merupakan karunia Allah SWT tersebut, telah dijelaskan dalam surat
Al-Jatsiyah ayat 12-13: “Allah lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar
padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan
kamu bersyukur(12) “Dan dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya opada yang dsemikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,(13)
Segala yang ada di muka Bumi diadakan untuk manusia. Mulai dari atmosfer, gunung gunung, hujan,
angin, miliaran jenis tanaman dan binatang, semuanya diciptakan Allah untuk melayani manusia. Di sini
kita merasakan betapa ada ‘kesengajaan’ yang sangat besar untuk menjadikan bumi ini sebagai panggung
drama kehidupan kita. Maka, untuk mendukung terjadinya kehidupan di muka Bumi ini secara sempurna
Allah menciptakan berbagai fasilitas kepada manusia.
Mulai dari bentuk Bumi yang bulat, kemiringannya yang 23,5 derajat, atmosfer yang tujuh lapis sebagai
pelindung kehidupan, Bumi yang berotasi (berputar pada diri sendiri) dengan kecepatan lebih dari 1.600
km per jam, mau pun kecepatan revolusi (mengitari Matahari) yang sangat tinggi.
Demikian pula, air hujan yang terukur kadarnya, komposisi udara yang sangat khas, dan miliaran fasilitas
lainnya yang sangat kompleks, terdapat di alam sekitar kita, temasuk tanam tanaman dan seluruh binatang
di permukaan planet ini.
Dari semua fasilitas-fasilitas tersebut merupakan anugerah dan karunia Allah SWT sebagaimana yang
telah difirmankan dalam surat Luqman ayat 20: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah
menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-
Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan
atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan”.
Manusia Sebagai Hamba Allah
Dengan bekal Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi manusia, kita menemukan bahwa nama Tuhan
adalah Allah SWT. Kita juga dapat mentukan jawaban atas pertanyaan besar manusia, yaitu untuk apa
manusia hidup di dunia? Yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT secara total dalam kehidupan ini.
Firman Allah SWT dalam surat Adz-Dzaariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.
Inilah alasan satu-satunya manusia hidup di dunia, dan alasan ini sangat masuk akal dan terjamin
kebenarannya karena dinukil dari kitab yang menjadi manual instructions bagi manusia yang juga telah
dibuktikan kebenarannya menggunakan akalnya. Ketika akal telah membuktikan kebenaran Al-Qur’an
maka fakta apapun yang diterangkan dan disampaikan adalah juga pasti benar dan masuk akal. Allah
menerangkan dalam ayat-Nya dengan memakai dua kata negasi dalam ayat di atas tersebut. Allah tidak
mengatakan “Aku menciptakan jin dan manusia supaya mereka beribadah kepada-Ku” tetapi
menggunakan dua kalimat negasi “tidak” dan “kecuali”. Ini berarti bahwa penciptaan manusia benar-
benar tidak mempunnyai tujuan selain beribadah kepada Allah dalam totalitas kehidupannya.
Ibadah dalam Islam tidak boleh diartikan sebagai sesuatu yang bersifat sempit yang hanya berkisar ibadah
Mahdhah atau ibadah ritual. Namun, ibadah dalam arti sesungguhnya adalah setiap aktifitas manusia yang
disesuaikan dengan kehendak Allah SWT selama 24 jam karena Allah sudah menegaskan kepada
manusia bahwa satu-satunya alasan hidupnya adalah beribadah. Apabila ibadah hanya seputar sholat dan
ritual yang lainnya maka bagaimana dengan segmen hidup manusia lainnya, seperti ekonomi, politik,
budaya, pergaulan dan lainnya, apakah itu bukan ibadah? Inilah yang disebut dengan Islam Kaffah, yaitu
Islam secara keseluruhan, sebagai bentuk penghambaan total kepada Allah sesuai dengan yang
disampaikan Allah dalam Al-Quran. Oleh karena itu sejatinya bagi seorang muslim, setiap aktifitasnya,
baik sholat, zakat, puasa, haji, bekerja, berinteraksi dengan manusia lain, berekonomi, berpolitik dan
pemerintahan adalah ibadah yang harus diselesaikan menurut solusi yang telah diberikan Allah SWT
dalam Al-Qur’an.
Tugas hidup manusia sebagai ’Abdullah merupakan reali¬sasi dari mengemban amanah dalam arti:
memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi, kalimah La ilaaha illa Allah atau
kalimat tauhid, dan atau ma’rifah kepadaNya. Sedangkan Khalifah Allah merupakan realisasi dari
mengemban amanah dalam arti: memelihara, memanfaatkan, atau mengoptimalkan penggunaan segala
anggota badan, alat-alat potensial (termasuk indera, akal dan qalbu) atau potensi-potensi dasar manusia,
guna menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup.
Mengapa manusia bertugas sebagai ‘abdullah? Untuk menjawab masalah ini bisa dikaitkan dengan proses
kejadian manusia yang telah dikemukakan terdahulu. Dari uraian sebelumnya dapat difahami bahwa pada
dasarnya manusia terdiri atas dua substansi, yaitu jasad/materi dan roh/immateri. Jasad manusia berasal
dari alam materi (saripati yang berasal dari tanah), sehingga eksistensinya mesti tunduk kepada aturan-
aturan atau hukum Allah yang berlaku di alam materi (Sunna¬tullah). Sedangkan roh-roh manusia, sejak
berada di alam arwah, sudah mengambil kesaksian di hadapan Tuhannya, bahwa mereka mengakui Allah
sebagai Tuhannya dan bersedia tunduk dan patuh kepadaNya. Karena itulah, kalau manusia mau
konsisten terhadap eksistensi dirinya atau naturnya, maka salah satu tugas hidup yang harus
dilaksana¬kannya adalah ’abdullah (hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh kepada aturan dan
KehendakNya serta hanya mengabdi kepadaNya). Hanya saja diri manusia juga telah dianugerahi
kemam¬puan dasar untuk memilih atau mempunyai “kebebasan”, sehingga walaupun roh Ilahi yang
melekat pada tubuh material manusia telah melakukan perjanjian dengan Tuhannya (untuk bersedia
tunduk dan taat kepadaNya), tetapi ketundukannya kepada Tuhan tidaklah terjadi secara otomatis dan
pasti sebagaimana robot, melainkan karena pilihan dan keputusannya sendiri. Dan manusia itu dalam
perkembangannya dari waktu ke waktu suka melupakan perjan¬jian tersebut, sehingga pilihannya ada
yang mengarah kepada pilihan baiknya (jalan ketaqwaan) dan ada pula yang mengarah kepada pilihan
buruknya (jalan kefasikan). Karena itu Allah selalu mengingatkan kepada manusia, melalui para Nabi
atau Rasul-rasulNya sampai dengan Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi/rasul terakhir, agar manusia
senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu taat, patuh dan tunduk kepada Allah SWT.
(’abdullah). Setelah rasulullah SAW. wafat, maka tugas memperingatkan manusia itu diteruskan oleh para
shahabat, dan para pengikut Nabi SAW. (dulu sampai sekarang) yang setia terhadap ajaran-ajaran Allah
dan rasulNya, termasuk di dalamnya adalah para pendidik muslim.
Kebebasan Manusia Memilih Jalannya
“Hidup adalah pilihan” adalah sebuah kalimat yang mungkin sangat sederhana dan seringkali kita dengar
dan baca. Namun, tidak banyak di antara kita yang benar-benar memahami lalu mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya pembahasan tentang hal ini, ternyata belum juga berkolerasi
dengan pelaksanaannya.
Hidup adalah pilihan, kita akan hidup berdasarkan pilihan-pilihan yang kita buat, kita akan dinilai dengan
pilihan-pilihan yang kita buat, kita akan dihargai dengan pilihan-pilihan yang kita buat, kita akan menjadi
seperti apa yang kita pilih dalam setiap segmen dari kehidupan kita. Today is yesterday, tommorow is
today
Apa yang kita lihat pada diri kita saat ini, bisa jadi sebagian besar adalah pilihan kita sendiri, lebih
tepatnya akumulasi dari seluruh pilihan kita pada masa lalu. Posisi kita dalam pekerjaan kita sekarang
adalah hasil dari pilihan-pilihan hidup kita di masa lalu. Pendamping hidup kita adalah cerminan dari
pilihan-pilihan hidup kita pada masa lalu.
Ketika kita melihat seseorang bisa membaca Al-Qur’an dengan mahir dan baik, itu mencerminkan akan
usahanya yang kerasa dalam belajar membaca Al-Qur’an di masa lalu. Kitaa dapat mengetahuinya dan
dapat memastikannya walaupun kita tidak menyaksikannya. Pun sama ketika kita melihat seseorang yang
sukses dalam materi, ini menandakan betapa banyak dan luas usaha yang telah dia lakukan dalam meraih
posisi seperti itu, terlepas usahanya halal atau haram, walaupun kita tidak menyaksikannya secara
langsung.
Hidup adalah pilihan. Oleh karena itu, kita sesungguhnya dapat menilai seperti apa pilihan-pilihan yang
dibuat pada masa lalu seseorang cukup dengan hanya melihat keadaannya sekarang. Hal ini telah
difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Asy-Syams ayat 7-8: “Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”
Karena hidup adalah pilihan, maka apa yang kita lihat pada diri kita hari ini, dan apa yang kita lihat pada
diri orang lain hari ini adalah hasil dari pilihan-pilihan yang kita dan mereka buat di masa lalu. Keadaan
hidup kita masa depan akan ditentukan oleh apa saja yang kita pilih saat ini. Sekarang pun, sebenarnya
kita sedang menulis kisah hidup kita sendiri di sebuah buku yang mempunyai judul dengan nama kita
sendiri, dan saat ini pun kita sedang menuliskannya, setiap hari lembar demi lembar. Anehnya, terkadang
kita melihat orang-orang yang tidak menyesuaikan pilihan hidupnya dengan yang dia inginkan. Muda
foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk syurga, sebuah slogan yang ngawur, yang tidak mungkin akan
terjadsi karena hidup adalah pilihan.
One time one choice
Hal yang sangat jelas adalah bahwa manusia tidak akan bisa membuat dua pilihan yang sama dalam
waktu yang sama. Pilihan itu ibarat fokus kamera, kita tidak akan bisa membuat dua fokus pada gambar
yang sama. Ketika anda membaca makalah ini, berarti anda meninggalkan pilihan untuk melihat buku
atau bahan bacaan yang lain. Anda tidak dapat memilih dua hal secara bersamaan.
Tujuan seorang muslim yang sadar akan kehidupannya pastilah menuju syurga Allah, yang dalam jalan
ini pasti ada banyak penghalang dan hambatan yang merintangi. Dia harus siap dimaki dengan kata-kata
yang tidak pantas, siap dikucilkan karena mereka memegang teguh islamnnya, siap dituduh dengan
tuduhan yang kejam dan sinis, siap untuk menanggung beban ekonomi karena banyaknya transaksi haram
yang tidak boleh mereka lakukan, siap untuk beribadah kepada Allah degnan ibadah ibadah yang total.
Bahkan, siap ketika nyawanya diancam karena dia menegakkan perjuangan dan menyeru jihad fii
sabilillah. Ini adalah sebagian hambatan yang dihadapi ketika seseorang ingin menuju syurga-Nya. Akan
tetapi, ketika dia selalu mengingat tujuannya, mengingat janji Allah bahwa dia akan menganugerahi
muslim dengan syurga-Nya maka dia akan selalu bersemangat daloam ibadahnya dan tidak menganggap
semua perlakuan jelek kepadanya sebagai beban, melainkan suatu hal harus dijalani sebagai konsekuensi
menuju syurga Allah. Dia tidak akan menyerah pada realitas dan kondisi yang mengahalanginya
melainkan dia akan mengubah semua itu agar sesuai dengan tujuannya, yaitu Allah SWT.
“Sesungguhnay Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga pereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri,”.(Ar-Ra’d:11) Hidup adalah pilihan, kita tidak bisa memilih dua hal pada
saat yang bersamaan. Tidak ada konsep win-win solution di dalam kebenaran dan kewajiban. Konsep
Islam adalah konsep kebenaran yang sagat jelas, take it or leave it, winner takes all and looser loose all.
Dalam Islam, hanya ada dua pilihan, Islam atau selain Islam. Haq atau bathil. Tidak ada pertengahan di
antara keduanya.
With great choise comes great investment, consequences and risk
Setiap pilihan juga memiliki investasi, konsekuensi dan resiko tertentu. Tidak satupun pilihan yang tidak
memiliki investasi, konsekuensi dan resiko. Investasi adalah sesuatu yang harus kita keluarkan dan
lakukan utnuk memulai sesuatu pilihan, konsekuensi yang dimaksud di sini adalah dalam arti sesuatu
yang akan datang kepada kita saat memutuskan suatu pilihan dan risiko adalah sesuatu yang akan datang
setelah kita menentukan sebuah pilihan atau saat kita melakukan sebuah pilihan. Apabila kita taat kepada
Allah, risikonya adalah kita akan masuk ke syurga-Nya, bila kita tidak menaati-Nya maka risiko neraka
telah menanti. Cerdas adalah risiko dari dari pilihan seseorang untuk selalu berfikir, dan prestasi adalah
risiko dari pilihan berbuat yang terbaik dalam aktivitasnya. Semakin besar pilihan hidup seseorang maka
semakin besar pula investasi yang harus dikeluarkan, konsekuensi yang harus ditanggung dan risiko yang
kelak menantinya.
Seorang Muslim yang menentukan bahwa pilihannya adalah syurga Allah, selalu akan menginvestasikan
setiap waktu, tenaga, harta, diri, keluarga, bahkan nyawanya di jalan Allah. Dia pun akan menjalani setiap
konsekuensinya dengan penuh kesadaran, ketaatan dan keikhlasan debagai bagian yang harus dia jalani.
Dia tidak akan pernah jemu untuk menjalankan setiap perintah Allah sebagaimanapun sulitnya. Dia akan
menghormati orangtuanya, menyayangi anak-anaknya dan mencintai istrinya sebagaimana dia sangat
memedulikan sesamanya. Dia tidak akan bosan dalam menolak segala bentuk kemaksiatan. Dia akan
menolak riba dalam bentuk apapun, menjauhi zina dan khalwat, mencegah dirinya dari suap dan disuap,
serta mengunjing dan mengghibah saudaranya.
Dia pun mengetahui risiko yang akan diterimanya ketika dia menempatkan dirinya di jalan Allah bahwa
malapetaka, kengerian dan goncangan-goncangan akan selalu menyertainya. Orang-orang sinis akan
sewlalu mengolok-oloknya. Bahkan, kematian ataupun penyiksaan yang akan menjumpainya dalam
perjuangan kebenaran ini. Renungkanlah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 214 berikut: “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana
halnya orang-orang sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya: “bilakah datangnya pertolongan Allah?” ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah
itu amat dekat”

Anda mungkin juga menyukai