IBADAH
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu
kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Tafsir Ayat Ayat
Tentang Ibadah”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT
untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah
agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-
benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di
masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Surah Ad-Dzariyat ayat 56...............................................................2
B. Surat Al-Baqarah ayat 21.................................................................3
C. Surat Thaha ayat 14..........................................................................4
D. Surat Yasin Ayat 60-62....................................................................5
E. Surat Maryam Ayat 65.....................................................................6
F. Surat Al-Nahl Ayat 36.....................................................................7
G. Surat Al-Hajj Ayat 77......................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
A. Kesimpulan........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Apa saja ayat-ayat Al-Quran tentang ibadah dan bagaimana penafsirannya?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-
Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia
ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga dalam
melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus
didasarisebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah
bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan
ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa
seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan
dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan
yang tidak terjangkau dan tidak terbatas.
Hikmah yang terkandung dalam surah Ad-Dzariyat ayat 56
a. Jin dan manusia dijadikan Allah swt untuk tunduk dan merendahkan diri kepada-
Nya.
b. Menguatkan perintah kepada manusia untuk selalu berzikir dan beribadah
kepada Allah swt.
ياِيها الناس اعبدوا ربّكم الذى خلقكم والّذين من قبلكم لعلكم تتّقون
"Hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-
orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa."
Tafsir surat Al-Baqarah Ayat 21
Asbab An-Nuzul ayat tersebut berkaitan dengan hadits : mengkabarkan
kepadaku Sa'id ibn Muhammad ibn Ahmad Az-Zahid, mengkhabarkan kepadaku Abu
'Ali ibn Ahmad Al-Faqih, mengkhabarkan kepadaku Abu Turob Al-Quhustani,
menceritkan kepadaku Abdurrahman ibn Bisr, menceritakan kepadaku Rauh,
menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Sufyan Al-Tsauri, dari Al-A'mas, dari Ibrahim,
dari Alqomah berkata : "Setiap ayat yang turun dan redaksinya memakai kata
3
ياأيهاالناسmaka ayat tersebut turun di Makkah dan واt ياأيهاالذين أمنmaka ayat tersebut
turun di madinah.
Yakni bahwa ياأيهاالناس itu khitobnya kepada ahli Makkah dan ياأيهاالذين أمنوا
khitobnya kepada ahli Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-orang
musyrik Makkah.
Dalam pemaknaan lafadz اسttالن terdapat perbedaan, ada dua qoul. Qoul
pertama yaitu arti kata الناسialah orang-orang kafir yang tidak menyembah Allah dan
didukung firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 23. qoul kedua berpendapat bahwa
lafadz الناسlebih bersifat umum yaitu berlaku untuk seluruh manusia, maka khitobnya
diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman karena ia senantiasa melaksanakan
ibadah dan juga diperuntukkan bagi orang-orang kafir karena mereka belum
beribadah secara benar kepada Allah dan dengan ayat tersebut diharapkan mereka
segera mau beribadah kepada-Nya.
Perintah beribadah dan menyembah Allah saja yang difahamkan dari ayat ini,
adalah perintah yang telah dihadapkan pula oleh Allah SWT kepada seluruh manusia
sejak zaman dahulu dengan perantara rasul-rasul-Nya.
إنّنى أنا هللا الإله إالّ أنا فاعب ٍْدنى وأقم الصّالة لذكرى
Artinya : "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka
senbahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk menginggatku."
Sudah jelas dan gamblang bagaimana Allah menjelaskan kepada kita tentang
cara menginggat Allah yaitu dengan sholat, maka janganlah memutar balikkan fakta
tentang sesatu yang sudah jelas adanya.
Sungguh merugi kalau kita tidak mau berterimakasih kepada orang-orang
yang telah berjasa kepada kita, Rasulullah SAW contohnya, ia adalah seorang rasul
yang telah menerima dan menyampaikan perintah beribadah (baik berupa ibadah
4
mahdhoh maupun ibadah ghoru mahdhoh) kepada kita semua sedang beliau bisa
mensinergikan antara keduanya.
Walaupun kita tahu bahwa Rasulullah sudah dijamin oleh Allah, beliau
melakukan ibadah mahdhoh maupunyang ghoiru mahdhoh, sedang kita orang yang
banyak dosa sudah berani mendakwakan diri sebagai orang yang benar dan telah
mengetahui hakikat.
Perlu kita camkan bahwa orang yang berusaha mencari-cari dalih agar ia
terlepas dari segala kewajiban, maka pada hakiaktnya kita telah menodai Risalah
yang dibawa oleh Rasulullah dan sekaligus kita adalah termasuk orang yang tidak
punya rasa terimakasih. Sungguh benar dikatakan bahwa:
وان اعبدونى هذا الم اعهد اليكم يابنى ادم ان التعبد الشيطان انه لكم عدو مبين
ولقد اضل منكم جبال كثيرا افلم تكونوا تعقلون صراط مسثقيم
60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu
tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
kamu",
61. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.
62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka
Apakah kamu tidak memikirkan ?
Tafsir Surat Yasin Ayat 60-62
60. Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam
Perjanjian Fitrah, agar kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan
hijab keragaman, dan mengikuti ajakan imajinasi
5
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan
lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan
syetan yang menjadi alat hijab itu.
61. Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba
menuju Baqa’Nya. Itulah puncak maqom Tauhid.
62. Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus
agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri,
sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu
Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud mata hati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal
sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak
kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.
6
F. Surat Al-Nahl Ayat 36
ُ ُوا ْالطَّـ ُغوتَ فَ ِم ْنهُم َّم ْن هَدَى هَّللا ْ َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِى ُكلِّ أُ َّم ٍة َّرسُوالً أَ ِن ا ْعبُ ُد
ْ وا هَّللا َ َواجْ تَنِب
ْ ُُوا َك ْيفَ َكانَ عَـقِبَة
َال ُم َك ِّذبِين ْ ض فَانظُر ِ ُْوا فِى االٌّر ْ فَ ِسيرtُضلَـلَة َّ ت َعلَ ْي ِه ال ْ ََّو ِم ْنهُ ْم َّم ْن َحق
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", maka di
antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah
kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul).”
Tafsir Ayat
Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu diutus
sesuai dengan Sunatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah
pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu diterima oleh
orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan menyampaikan mereka kepada
kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-orang yang
bergelimang dalam kemusyrikan dan jiwanya dikotori oleh noda noda kemaksiatan
tidaklah mau menerima bimbingan Rasul itu.
Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus beberapa utusan kepada
tiap-tiap umat yang terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad saw
kepada umat manusia seluruhnya. Oleh sebab itu manusia hendaklah mengikuti
seruannya, yaitu beribadat hanya kepada Allah SWT yang tidak mempunyai serikat
dan larangan mengingkari seruannya, yaitu tidak boleh mengikuti tipu daya setan
yang selalu-menghalang-halangi manusia mengikuti jalan yang benar. Setan-setan itu
selalu mencari-cari kesempatan untuk menyesatkan manusia.
“Dan sesungguhnya telah kami utus pada tiap-tiap ummat seorang rasul, agar
mereka menyembah kepada Allah, dan menjauh dari berhala-berhala.”(pangkal ayat
36).
7
Sebagai ditafsirkan oleh ibnu katsir: “ Maka senantiasalah Allah mengutus Rasul-
rasul kepada manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah yang Esa dan
menjauhkan diri dari Thaghut, sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain
dengan Allah pada kaum Nuh, yang diutus kepada mereka Nuh. Maka Nuh itulah
Rasul yang mula-mula sekali diutus oleh Allah ke muka bumi ini, sampai di tutup
dengan kedatangan Muhammad s.a.w. yang dakwahnya melingkupi manusia, dan jin
di timur dan barat, dan sama sekali itu adalah menurut satu pokok Firman Allah, yaitu
membawa Wahyu bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan hendaklah kepada
Allah saja beribadah”.
Kata Ibnu Katsir seterusnya: “ Tidak ada Allah ta’ala menghendaki bahwa
mereka menyembah kepada yang selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka
berbuat demikian dengan perantaraan lidah Rasul- rasulnya. Adapun kehendak Allah
didalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil alas an mengatakan takdir, tidaklah
hal itu dapat dijadikan hujjah, karena Tuhan Allah memang menciptakan neraka, dan
penduduknya ialah syaitan-syaitan dan kafir-kafir, tetapi tidaklah Allah Ridla
hambaNya jasi kafir. Dalam hal ini Tuhan mempunyai alas an yang cukup dan
kebijaksanaan yang sempurna.”
“Maka diantar mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan
diantara mereka ada yang tetap atasnya kesesatan, Maka berjalanlah di bumi dan
pandanglah, bagaimana kesudahannya orang-orang yang mendustakan.”(ujung ayat
36)
Keterangan ayat ini Allah menunjukkan perbandingan diantara orang yang
mendapat petunjuk Tuhan dan orang-orang yang sesat. Manusia disuruh memandang
dan merenungkan perbedaan diantara hidup kedua golongan itu. Kita disuruh berjalan
dimuka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat dari orang yang mendustakan
Tuhan, orang yang tidak sudi menerima kebenaran. Dalam ayat ini Allah menjelaskan
tidak akan selamat orang yang mendustakan ajaranNya
8
G. Surat Al-Hajj Ayat 77
َيَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ارْ َكعُوا َوا ْس ُج ُدوا َوا ْعبُ ُدوا َربَّ ُك ْم َوا ْف َعلُوا ْال َخ ْي َر لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
Ayat di atas merupakan perintah yang ditujukan kepada kaum beriman agar
melaksanakan misi mereka. Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu,
yakni laksanakan shalat dengan baik dan benar, serta sembahlah Tuhan Pemelihara
dan Yang selalu berbuat baik kepada kamu, persembahan dan ibadah antara lain
dengan berpuasa, mengeluarkan zakat, melaksaakan haji, dan aneka ibadah lainnya
dan perbuatlah kebajikan seperti bersedekah, silaturrahim, serta amal-amal baik dan
akhlak yang mulia, semoga kamu yakni lakukanlah semua itu dengan harapan
mendapat kemenangan.
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini secara umum telah mencakup
semua tuntunan Islam, dimulai dari akidah yang ditandai dengan penamaan mereka
yang diajak dengan orang-orang yang beriman, selanjutnya dengan memerintahkan
shalat dengan menyebut dua rukunnya yang paling menonjol yaitu ruku’ dan sujud.
Penyebutan shalat secara khusus karena ibadah ini merupakan tiang agama. Setelah
itu disebut aneka ibadah yang mencakup banyak hal, bahkan dapat mencakup
aktivitas sehari-hari jika motivasinya adalah mencari ridha Ilahi, dan akhirnya ditutup
dengan perintah berbuat kebajikan yang menampung seluruh kebaikan duniawi dan
ukhrawi, baik yang berdasar wahyu maupun nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan
syariat, baik yang berupa hukum dan undang-undang maupun tradisi dan adat istiadat.
Jika hal-hal di atas dipenuhi oleh satu masyarakat, maka tidak diragukan pastilah
mereka, secara individual dan kolektif, akan meraih keberuntungan yakni meraih apa
yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat.
La’allakum tuflihun (semoga kamu mendapat kemenangan) mengandung
isyarat bahwa amal-amal yang diperintahkan itu, hendaklah dilakukan dengan
harapan memperoleh al-falah (keberuntungan) yakni apa yang diharapkan di dunia
9
dan di akhirat. Kata la’alla (semoga) yang tertuju kepada para pelaksana kebaikan itu,
memberi kesan bahwa bukan amal-amal kebaikan itu yang menjamin perolehan
harapan dan keberuntungan apalagi surga, tetapi surga adalah anugerah Allah dan
semua keberuntungan merupakan anugerah dan atas izin-Nya semata.
Kata tuflihun terambil dari kata falaha yang juga digunakan dalam arti bertani.
Penggunaan kata itu memberi kesan bahwa seorang yang melakukan kebaikan,
hendaknya jangan segera mengharapkan tibanya hasil dalam waktu yang singkat. Ia
harus merasakan dirinya sebagai petani yang harus bersusah payah membajak tanah,
menanam benih, menyingkirkan hama, dan menyirami tanamannya, lalu harus
menunggu hingga memetik buahnya. (M. Quraish Shihab, Vol-9, 2002:130 – 131)
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan
jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi
seorang hamba membutuhkan terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan
dari Allah SWT, akan tetapi perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah
tidak akan mengurangi rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah
ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-
setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita
semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan
kepada kebesaran dan kekuasaan Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi
kita kepada-Nya, jika demikian maka ibadah akan menjauhkan diri kita dari
perbuatan yang tidak baik dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan
hanya karena sebatas memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun
memiliki rupa dan bentuk ibadah. Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu
hanya sebagai simbol. Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan
buahnya kepada tabiat dan akhlak orang yang beribadah tersebut.
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam Fakhruddin Muhammad Umar ibn Al-Husain ibn Al-Hasan, At-Tafsir Al-
Kabiir Au Mafaatiihul Ghoib, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah,
2006
Shihab, M. Quraish, Logika Agama Kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal Dalam
Islam, Jakarta : Lentera Hati, 2005
Thalhah, Hisyam, Mu'jizat Al-Qur'an dan Hadits, Bandung: Sapta Sentosa, 2008
Al-Imam Abi Al-Hasan Ali ibn Ahmad Al-Wahidi, Asbaabu Nuzul Al-Qur'an,
Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
12