PENDAHULUAN
Tarekat, tasawuf, dan dunia sufi barang kali bisa diibaratkan tempat pencucian
batin dan rohani. Seseorang yang masuk ke wilayah tarekat, tasawuf dan sufi,
biasanya mengalami pengembaraan spiritual yang seringkali menakjubkan dan
menggetarkan. Keindahan dan kelezatannya hanya bisa dikecap dengan mata batin.
Relung-relung tarekat, tasawuf dan dunia sufi, terutama ketika seseorang telah
“tenggelam” dalam pusaran ritualnya tak sepenuhnya bisa dianalisis dengan rasio
semata.
Lebih dari itu, secara luas, tarekat, tasawuf, dunia sufi mempunyai makna
yang dalam dan kompleks. Tarekat yang bisa dipahami sebagai “jalan” menuju
spiritualitas, sebenarnya bukan sekadar berisi ritual-ritual semata, tetapi juga
menyangkut sikap dan penghayatan manusia pada kehidupan yang kompleks dan fana
ini. Seseorang yang masuk ke dunia tarekat yang tentu saja otomatis bersentuhan
dengan alam sufi dan tasawuf, akan menyelam secara tuntas kepada Allah beserta
nilai-nilai-Nya yang sarat misteri.
Namun, bukan berarti seorang yang masuk ke dunia tarekat hanya akan
menjalani ritual-ritual semata seringnya dalam bentuk zikir-zikir tanpa punya
kepedulian terhadap realitas sosial dan gerak sejarah umat manusia. Seorang
penganut tarekat biasanya memang menggarisbawahi “kehiduan akherat” sebagai
capaian yang paling penting, tapi bukan berarti “lari” dari realitas (sosial) kehidupan
dan dunia yang riil ini. Seorang penganut tarekat yang baik dan tercerahkan akan
1
menggabungkan “ibadah ritual” dan “ibadah sosial”, dua hal yang tak terpisahkan
dalam hidup manusia untuk menuju Keindahan dan Keabadian-Nya.
B. Rumusah Masalah ?
1. Siapa Tokoh Tarekat di Dunia Islam ?
2. Bagaimana ajaran-ajaran Thariqat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Tokoh-tokoh tarikat
2. Untuk mengetahui ajaran-ajaran tarikat..
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tarikat Qadiriyah
Syaikh Abd al-Qadir lahir didesa Naif kota Gilan tahn 470/1077, yaitu
wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad. Ibunya seorang yang saleh
bernama Fathimah binti Abdullah al-shama al husayni ketika melahirkan Syekh
Abdul Qadir Jailani ibunya berumur 60 tahun, suatu kelahiran yang tidak lazim
terjadi bagi wanita yang seumurnya. Ayahnya bernama Abu Shalih yang jauh
sebelum kelahirannya ia bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, yang
diiringi para sahabat, imam mujahidin, dan wali. Nabi muhammad berkata,”wahai
Abu Shalih, Allah akan memberikan anak Laki-laki, anak itu kelak akan mendapat
pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana halnya aku mendapat pangkat
tertinggi dalam kenabian dan kerasulan. Syeikh Abd Qadir meninggal di Baghdad
pada tahun 561/1166. Dikalangan kaum sufi Syaikh Abd Al-Qadir diakui sebagai
sosok yang menempati hirarki mistik yang tertinggi yang menduduki tingkat
kewalian yang tertinggi.1
1
Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan MemahamiTarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 26-27
3
Untuk mencapai kategori manusia yang tertinggi menurut Abd al Qadir Al
jailani harus mengalami empat tahap perkembangan spiritual. Tahap pertama adalah
orang yang meyakini tuhan dengan totalitas dan menjalankan ajaran agama dengan
baik, tanpa pertolongan siapa pun. Tahap kedua adalah ketika seseorang sudah
mendekati kesucian hati yang dapat dijelaskan dalam dua hal, yaitu orang yang
berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tetapi menahan diri dari kehidupan
yang hedonistik, dan orang yang mengikuti suara hati yang selalu melintas dalam
dirinya. Tahap ketiga adalah keadaan tawakal, yakni ketika seorang berserah diri
secara total kepada Tuhan. Tahap keempat adalah keadaan fana, yakni keadaan
seseorang yang amat dekat dengan Tuhan dan bahkan menyatu denganNya.2
Diantara Syekh Tahariqat ini yang menonjol adalah Sayid Ahmad bin Idris Al –
Fasi. Ia sejalan dengan Syrkh Sayid Muhammad bin Ali As – Sanusi, pendiri Thariqat
Sanusiah. Pengikut Thariqat Qadiriyah terbagi tiga, yaitu :
Thariqat Qadiriyah adalah salah satu thariqat sufiah yang paling giat
menyebarkan agama Islam di Barat Afrika. Pengikut – pengikutnya menyebarkan
Islam itu melalui perdagangan dan pengajaran. Umumnya pedagang – pedagang di
daerah itu adalah penganut Thariqat Qadiriyah.
Amir Syakib Arselan menyatakan bahwa mereka telah membuka sekolah dan
madrasah di hampir setiap desa. Murid – muridnya sebagian besar terdiri dari anak –
2
Ibid, h. 29-30
3
Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 265.
4
anak orang berkulit hitam. Murid – murid yang cerdas dikirim ke berbagai perguruan
tinggi di Tripoli, Qairawan, dan Universitas Al – Azhar Kairo. Setelah menamatkan
pelajaran di perguruan – perguruan tinggi itu, mereka kembali ke tanah air dan giat
mengembangkan ajaran Islam.
Abdul Qadir adalah seorang Wali Allah yang banyak memiliki keramat.4
Menurut buku ini dunia tarekat bukanlah gambaran kepasifan dan kemujudan anti
intelektualisme sebagaimana yang selama ini dipahami oleh banyak orang dan
sebagian orientalis (yang berpikiran picik). Sufisme Islam seperti tarekat Qadariyyah
Naqsyabandiyyah telah banyak memberikan pencerahan spiritual serta menggelar
aktifitas intelektualisme maupun politik dalam arti kata yang sebenarnya.
Itulah sebabnya mengapa banyak sufi dan mursyid (pemimpin) tarekat yang
menjadi guru dan sarjana, seniman dan ilmuwan, bahkan negarawan dan tokoh politik
sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Ahmad Faruq Al-Sirhindi (1564-1624M) di
India dari Tarekat Naqsyabandiyyah dan Muhyiddin dari tarekat Qadariyyah di
Aljazair ketika melawan kolonial Perancis.5
2. Tarikat Syadziliyah
4
A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, (Jakarta:Al-Husna Zikra,
1996), hlm. 13-15.
5
Marzuki Wahid, Jejak-jejak Islam politik sinopsis sejumlah studi Islam Indonesia, Cetakan
Pertama, (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag
RI, 2004), hlm. 162.
6
Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan MemahamiTarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 58.
5
Thariqat Syadziliyah didirikan pada pertengahan abad ke – 13 M, dianggap
Thariqat Sufiah yang utama memasukkan tasawuf ke negeri Arab, pusatnya di
Bobarit, Maroko. Pendirinya Syekh Abu Hasan bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin
Hormuz As – Syadzii Al – Maghribi Al – Husaini Al – Idrisi, keturunan Hasan bin
Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 591 H (1195M) di Gahamarah sebuah desa dekat
Sabtah, Afrika. Ia memperdalam ilmu figh dan tasawuf di Tunis. Karena bermukim di
Sadzili, maka thariqat yang didirikannya itu dinamakan “Syadziliyah”.
Ahmad bin ‘Iyad telah menerbitkan kitab tentang Syadziliyah dengan judul “Al
– Mufakaharul ‘Aliah Fil – Ma – atsril – Syadziliyah”. Ibnu Taimiyah (661 H – 728
H) mengutip banyak pendapat Abu Hasan Syadzili mengenai berbagai masalah. Ibnu
Daqiqil ‘Id menegaskan : “Saya tidak pernah melihat orang yang paling mengenal
Allah dari Syekh Abu Hasan As – Syadzili”.
Kata – kata mutiaranya yang amat bernas antara lain : “Apabila dzikir terasa
berat atas lidahmu, anggota tubuh berkembang menrutkan hawa nafsumu, tertutup
pintu berpikir untuk kemaslahatan hidupmu, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah
pertanda banyaknya dosamu atau karena sifat munafik tumbuh dalam hatimu. Tiada
jalan bagimu selain dari berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam
pengamalannya”.7
Pokok – pokok dasar thariqat Syadziliyah diantara lain ialah : taqwa kepada
Tuhan lahir bathin, mengikuti sunnah dalam perkataan dan perbuatan, mencegaha
menggantungkan nasib kepada manusia, rela dengan pemberian Tuhan dalam sedikit
dan banyak, berpegang kepada Tuhan pada waktu susah dan senang. Menurut thariqat
ini pelaksanaan takwa dilakukan dengan wara’ dan istiqomah, pelaksanaan sunnah
dengan penelitian amal dan perbaikan budi pekerti, pelaksanaan penggantungan nasib
dengan sabar dan tawakkal, pelaksanaan rela terhadap Tuhan dengan hidup sederhana
dan merasa puas dengan apa yang ada, dan pelaksanaan kembali dan berpegang
kepada Allah dengan ucapan tahmid dan syukur.8
7
A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, (Jakarta:Al-Husna Zikra,
1996), hlm. 15-16.
8
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis Tentang Mistik, cetakan ke 13,
(Solo:Ramadhani, 1996), hlm. 73.
6
Maka untuk mencapai sikap taqwa dengan jalan wara’ dan istiqamah. Untuk
mencapai sunnah dengan memelihara diri dan berakhlak yang baik. Mencapai sikap
berpaling dari keduniaan dengan jalan mengambil i’tibar dan bertawakal. Mencapai
sikap ridha kepada Allah dengan sifat qana’ah pasrah pada waktu senang dan susah.
Mencapai sikap ruju’ (kembali) kepada Allah dengan memuji dan bersyukur dalam
keadaan yang senang dan susah.9
3. Tarikat Naqsabandiyah
9
Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 264-265.
10
Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan MemahamiTarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 89.
11
H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber Widya:
1996) hlm. 23
7
Dengan demikian, maka terjadilah perbedaan faham antara Naqsabandi dengan
teman – teman sethariqat yang lain dari As – Samasi, yang akhirnya membenarkan
pendirian Naqsabandi dan dalam sakitnya mengangkat dia menjadi khalifahnya.
Jadi “Naqsabandi” artinya ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu benda,
melekat, tidak terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera atau spanduk besar”.
Peristiwa itu terjadi tentu saja secara rohaniah, sebab masa hidup keduanya
berbeda. Rasulullah saw hidup pada abad ke VI dan ke VII M (570 – 632 M),
sednagkan Syekh Bahauddin hidup pada abad ke XIV M (1314 – 1388 M), jadi tidak
mungkin keduanya bertemu, melainkan secara rohaniah.
Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif (1276 – 1334 H), dalam kitabnya “Al –
Ayaatul Baiyinaat”, halaman 23 menyatakan bahwa thariqat Naqsabandiyah ialah
thariqat Nabi saw yang diajarkan dan diasuh Bahaudin Syekh Naqsabandi, dan
diamalkan oleh murid – muridnya. Dalam praktenya ia mengamalkan ilmu yang tiga,
yakni Tauhid, Fikih, dan Tasawuf dan mengasuh murid – muridnya
mengamalkannya. Berbeda nama thariqat itu karena berbeda nama orang yang
12
Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo, Ramadhani : 1996) hlm. 320-322
8
mengajarkannya. Dan berbeda pula wirid yang datang dari Nabi kita yang dipakai
mereka. Asal pekerjaan mereka satu dan berbeda – beda pada wirid dan nama.
Thariqat Nabi saw yang diikuti oleh Sahabat – sahabatnya dan diikuti pula oleh
Ulama – ulama Syara’ dan Tasawuf, ialah mengamalkan hukum yang dibawa Rasul,
yaitu yang sekalian yang wajib, sunnat, haram, makruh, dan mubah.
Maka kewajiban yang mula – mula ialah mengetahui i’tikad terhadap Tuhan
dan Rasul yang diterangkan dalam ilmu Tauhid. Kemudian mengetahui peraturan
amalan yang berhubungan dengan ibadat yang diterangkan dalam ilmu Fikih. Dan
seterusnya mempelajari ilmu untuk menbersihkan hati yang diterangkan dalam ilmu
Tasawuf.
Orang yang mengamalkan ilmu yang tiga itu, menurut Ahmad Khatib, ialah
yang dinamakan “mengamalkan” thariqat Nabi saw, thariqat Sahabat, Ulama dan
Wali – wali. Tetapi jika lain daripada itu, seperti dzikir lathifah – lathifah, muraqabah
dan menghadirkan rupa guru, menurut Ahmad Khatib adalah bid’ah.13
13
H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber Widya:
1996) hlm. 7-8
9
e. Mencari kerelaan lawan.
f. Benar-benar melaksanakan adabus sunnah dalam semua keadaan.14
4. Tarikat Samaniyah
Tarekat ini berhasil membentuk jaringan yang sangat luas dan mempunyai
pengaruh besar di kawasan utara Afrika, yaitu dari Maroko sampai ke Mesir. Bahkan,
memperoleh pengikut di Suriah dan Arabia. Aliran tarekat ini lebih banyak
menjauhkan diri dari pemerintahan dan penguasa serta lebih banyak memihak kepada
penduduk setempat, di mana tarekat ini berkembang luas. Salah satu negara Afrika
yang banyak memiliki pengikut Tarekat Sammaniyah adalah Sudan. Tarekat ini
masuk ke Sudan atas jasa Syaikh Ahmad At-Tayyib bin Basir yang sebelumnya
belajar di Makkah sekitar tahun 1800-an.
Ciri-ciri Tarekat Sammaniyah adalah berdzikir La Ilaha Illa Allah dengan suara
yang keras oleh para pengikutnya.
14
Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 263-264.
10
5. Tarikat Khalwatiyah
15
http://www.pejalanruhani.com/2012/11/sejarah-tarekat-sammaniyah.html ,
diakses pada tanggal 08 Oktober 2019, pukul 09.39 WITA
11
atas ciptaan-Nya, al-makassari menekankan keesaan tuhan, keesannya-Nya tidak
terbatas dan mutlak. Tauhid adalah komponen penting dalam ajaran islam, yang tidak
percaya pada tauhid menjadi kafir.
Meskipun berpegang teguh pada transendensi tuhan, al-makassari percaya
tuhan itu mencakup segalanya (al-ahattah) dan ada di mana-mana (al-ma’iyyah) atas
ciptann-nya tetapi al-makassari berpendapat meski tuhan mengungkapkan dirinya
dalam ciptaan-nya, hal itu tidak berarti bahwa ciptaan-Nya itu adalah tuhan itu
sendiri, ssemua ciptaan adalah semata-mata wujud alegoris (al-mawjud al-majazi).
Dengan demikian seperti al-alsingkili, ia percaya ciptaan hanyalah bayangan tuhan
bukan tuhan itu sendiri. Menurut al-makassari “ungkapan” tuhan dalam ciptaan-Nya
bukanlah berarti kehadiran “fisik” tuhan dalam diri mereka.
Dengan konsep al-ahathah dan al-ma’iyah tuhan turun (tanazzul), sementara
manusia naik (taraqqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin
dekat. Namun proses itu tidak akan mengambil bentuk dalam kesatuan akhir antara
manusia dan tuhan; sementara keduanya menjadi semakin dekat berhubungan dan
pada akhirnya manusia tetap manusia dan tuhan tetap tuhan. Dengan demikian al-
makassari kelihatan-nya menolak konsep wahdat al-wujud (kesatuan wujud) dan al-
hulul (inkarnasi ilahi).
Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan apa pun (laisa ka mitslihi syai’).
Beliau mengambil konsep konsep wahdat al-syuhud (kesatuan kesadaran
atau monisme fenomenologis). Dengan hati-hati beliah merenggangkan diri dengan
dokrin wahdat al-wujud ibnu-arabi dan doktrin al-hulul abu manshur al-hallaj serta
mengambil doktrin wahdat al-syuhud yang dikembangkan ahmad al-sirhindi dan syah
wali Allah.
12
10. Sima’ : mengonsentrasikan seluruh anggota tubuh dalam mengikuti
perintah-perintah Allah terutama pendengaran.
Murid harus tawajjuh, yaitu murid bertemu dan menerima pelajaran-
pelajaran dasar khusus dari guru secara berhadap-hadapan. Di sini mursyid
mengajarkan juga zikir-zikir tertentu, silsilah diberikan, sesudah itu diadakan
baiat, talkin. Tahap awal yang harus dilakukan seorang calon murid menjelah
pembaiatan adalah harus mengadakan penyucian batin, sikap dan perilaku yang
tidak baik seperti:
1. Hasad: sikap dengki terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada orang
lain.
2. Riya: mempertontonkan kekayaan atau amal supaya mendapat pujian dari
orang lain.
3. Ghibah: membicarakan orang lain yang bersifat celaan dan hinaan.
Sesudah suci batinnya diisi dengan sikap dan perilaku terpuji seperti:
1. Husn al-zhan: berbaik sangka kepada Allah dan manusia sebagai makhluk
ciptaan-Nya
2. Husn al-khuluq: berakhlak baik terhadap Allah dan segala ciptaan-Nya
3. Husn al-adab: bersopan santun terhadap Allah sebagai bukti taslim
Para anggota tarekat (murid) dibedakan menurut tingkatan-tingkatan (maqam-
maqam) sebagai berikut:
1. Maqam bidayah atau permulaan. Pada maqam ini ditempuh
jalan akhyar (orang terbaik), yaitu cara untuk lebih melatih, untuk
memperbaiki dan memperbanyak ibadah seperti shalat, shalat sunnat, puasa,
membaca al-quran, zakat, naik haji, dan jihad. Pada maqam ini mulai
diajarkan zikir nafi itsbat, yaitu kalimat la ilaha illa Allah dengan jumlah
yang ditetapkan dalam latihannya (biasanya antara 10-100-300 kali setiap
hari)
2. Maqam tawassut/khawashsh atau tingkat khusus. pada maqam ini ditempuh
mujahadah, yaitu cara latihan batin yang keras untuk mengubah khlak
menjadi islami dengan melipatgandakan amal lahir dan batin. Latihan
dzikirnya ditambah lagi dengan zikir Allah-Allah dengan jumlah tertentu
(biasanya antara 40-101-300 kali setiap hari)
3. Maqam nihayah atau al-khash al-khawashsh. Maqam ini merupakan maqam
ahli zikir, yaitu jalan bagi golongan yang sangat cinta kepada Allah dan
merupakan golongan yang tertinggi, baik dari kesungguhan pelaksanaan
syari’at maupun latihan-latihan jiwanya sehingga terbuka hijab antara hamba
dan tuhannya. Ini berarti dia sudah tenggelam dan dekat sekali dengan tuhan.
Latihan zikir yang diamalkan adalah zikir ism al-isyarah yaitu huwa-huwa
13
dan ah-ah. Zikir ah-ah adalah zikir yang khusus diberikan dan diamalkan
oleh syaikh mursyid atau murid tertentu yang terpilih.
6. Tarikat Syattariyah
Nisbah asy-Syattar yang berasal dari kata syatara, artinya membelah dua, dan
nampaknya yang dibelah dalam hal ini adalah kalimah tauhid yang dihayati di dalam
dzikir nafi itsbat, la ilaha (nafi) dan illallah (itsbah), juga merupakan pengukuhan
dari gurunya atas derajat spiritual yang dicapainya yang kemudian membuatnya
berhak mendapat pelimpahan hak dan wewenang sebagai Washitah (Mursyid).
14
dari Nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah, ia berada di
dalam ilmu Allah yang diberi nama A'yan Tsabitah (hal. 4). la merupakan bayang-
bayang bagi Dzat Allah (hal. 5). Sesudah A’yan Tsabitah ini menjelma pada A’yan
Khrijiyah (kenyataan Tuhan yang berada di luar), makaA’yan Kharijiyyah itu
merupakan bayang-bayang bagi Yang Memiliki bayang-bayang; dan ia tiada lain
daripada-Nya.
Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalani shalat dan puasa, membaca al-
Qur'an, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri dengan
latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan
menderita, menghindari kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedang
kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali.
Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk
sampai kepada Allah SWT. Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir
muqaddimah, sebagai pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam Tarekat
Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh
macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah
dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai
berikut:
1. Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri
menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas.
Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang
dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah
susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
15
2. Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih
mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang
diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3. Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang
dihujamkan ke dalam hati sanubari.
4. Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke
tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup
dan kehidupan manusia.
5. Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari
dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas
pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
6. Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait
al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar
seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya
Ilahi.
7. Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan
mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ketengah-tengah dada menuju ke
arah kedalaman rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam
Surat al-Mukminun ayat 17: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas
kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap
ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)". Adapun ketujuh macam
nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut: Nafsu Ammarah, Nafsu
Lawwamah, Nafsu Mulhimah, Nafsu Muthmainnah, Nafsu Radhiyah, Nafsu
Mardliyah,dan Nafsu Kamilah.
7. Tarikat Tijaniyah
16
Beliau berkata: Semula saya mengambil tarekat dari beberapa orang guru, tetapi
Allah SWT tidak memberi hasil (futhuh).Adapun sanad dan sandaran tarekah ini
adalah Sayyid Al Wujud Nabi Muhammad SAW dan Allah memberikan Futhuh
(keterbukaan) dan Wushul (puncak tujuan) atas bimbingan langsung Rasulullah
SAW, jadi tidak melalui guru-guru lain.Tarekat ini bersandar penuh kepada syariat,
dalam arti berpegang teguh pada Alqur'an dan Sunnah.
Dalam salah satu makalahnya yang ma'tsur, Syaikh Ahmad r.a berkata :Jika kalian
mendengar sesuatu dariku, maka pertimbangkanlah dengan ukuran syara'.Apabila
sesuai maka ambillah dan apa bila bertolak belakang, tinggalkanlah.
Istighfar 30 x
Shalawat 50 x
Kalimatul ikhlas (haylalah) 100 x
Shalawat Jauharatul Kamal 12x
3. Haylalah Jum'at
Wirid haylalah Jumat membaca kalimatul ikhlas setelah shalat ashar sampai
terbenam matahari.
8. Tarikat Sanusiah
Dasar thariqat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik umat
supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamtannya dari dunia sampai
akhirat. Dan melatih pengikutnya supaya giat bekerja dan berusaga serta beribadah
dengan memiliki akidah yang kokoh.
Thariqat Sanusiah menurut Syekh Dr. Ahmad Syarbasi guru besar Universitas
Al – Azhar Kairo berdasarkan Al – Qur’an dan Sunnah. Penjajah di benua Eropa
17
menganggapnya sebagai sesuatu yang membahayakan. Perjuangan mereka tidak saja
dalam dzikir dan wirid – wirid, tetapi juga berjihad menegakkan kebenaran.
Pengaruh thariqat ini di wilayah Jaghbub sangat besar. Hal itu dapat ditandai
dengan kemajuan dan keamanan negeri itu jauh lebih meningkat dibanding dengan
sebelum thariqat itu muncul. Tadinya Jughbub merupakan pusat kejahatan dan
kekacauan, tetapi setelah pengaruh thariqat itu semakin kuat, maka Jaghbub berubah
menjadi pusat pendidikan dan pengajaran, pusat peribadahan dan kemakmuran.
Dikawasan itu, Sanusi mendirikan sekolah dan madrasah unutk mendidik kader
– kader thariqat dan pejuang – pejuang Islam yang militan. Stelah Sanusi wafat, ia
digantikan oleh puteranya Al – Mahdi. Al – Mahdi melanjutkan jihad dan perjuangan
ayahnya dengan mendirikan pusat latihan rohani diberbagai daerah, sehingga dalam
waktu relatif singkat, namanya menjadi populer.
9. Tarikat Al-Idrisiyah
Dinisbatkan dengan nama pendirinya olehSyekh Ahmad bin Idris Ali Al-
Masyisyi Al-Yamlakhi Al-Hasani. (1760 - 1837), salah seorang Mujaddid (Neo
Sufisme) yang berasal dari Maroko (Maghribi). Idris, yang kepadanya dinisbatkan
nama tarekat ini adalah nama ayah dari pendirinya. Syekh Ahmad bin Idris dikenal
sebagai sosok Ulama yang berhasil memadukan dua aspek lahir (syari’at) dan batin
(hakikat). Ia juga dikenal sebagai pembaharu dalam dunia tasawuf dari
penyelewengan kaum kebatinan seperti tahayul, khurafat, dll.
16
Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009) hlm. 303
18
Beberapa Pokok Ajaran Thariqat Al – Idrisiyah
Bagi orang awam ajaran thariqah Idrisiyah nampak sedikit berbeda dalam
menafsirkan kaidah hukum Islam. Kaidah hukum yang biasa dikelompokkan menjadi
wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram disederhanakan menjadi mengerjakan
wajib dan sunnah, serta meninggalkan haram dan makruh.
Hukum wajib adalah perintah Tuhan yang jika dikerjakan berpahala dan jika
ditinggalkan berdosa. Sedangkan sunnah yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala,
dan bila ditinggalkan tidak akan mendapat apa – apa. Begitu pula dengan makruh
yaitu bila ditingalkan mendapat pahala, bila dikerjakan mendapat kerugian.
Dengan demikian, formula kaidah hukum menurut ajaran Idrisiyah adalah baik
sunnah apalagi wajib keduanya harus dikerjakan, begitu juga sebaliknya, hal – hal
yang haram dan makruh keduanya harus ditinggalkan. Kaidah ini menjadi utama
dalam ajaran Thariqat Idrisiyah.
1. Masalah rokok
2. Pakaian taqwa
3. Shalat sunnah berjama’ah
4. Shalat sunnah ba’da Ashar
Bentuk Keshalehan
Awrad / dzikir dan wirid Idrisiyah dilakukan sepanjang siang dan malam.
Untuk membaca dzikir tersebut caranya bisa dilakukan secara jahr (keras), khafi
(pelan), maupun sirr (lembut). Dari ketiga dzikir tadi, dzikir jahr dan dengan
berjamaah lebih diutamakanagar menimbulkan semangat.
Menurut seorang anggota jamaah Idrisiyah bernama Maya, bila ada jamaah
yang belum sepenuhnya mengamalkan 6 amalan wirid doktrin al – Idrisiyah, hal
tersebut kembali pada masing – masing individu dalam menjalankannya. Demikian
pula halnya dalam mengeluarkan infaq sebesar 10% dari harta jamaah Al – Idrisiyah
baik yang sudah ditalqin maupun yang belum ditalqin, hal tersebut diserhakan kepada
19
masing – masing individu, agar tidak membebani para jamaah. Karena itu bisa saja
jamaah mengeluarkan 2 1/2 persen sesuai kemampuannya.17
17
Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009)
hlm. 293-301
18
Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009)
hlm. 303
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis Tentang Mistik,
cetakan ke 13, Solo:Ramadhani, 1996
http://www.pejalanruhani.com/2012/11/sejarah-tarekat-sammaniyah.html
22