Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah membuktikan bahwa agama islam di berbagai belahan dunia


berkembang berkat jasa para ulama yang kemudian dikenal sebagai Wali Allah,
seperti di India, Afrika Utara Dan Afrika Selatan bahkan di indonesia. Di Aceh
terkenal dengan serambi Mekkah, suatu gelar yang diberikan untuk menggambarkan
betapa pesatnya kemajuan ilmu-ilmu Islam di daerah itu. .

Tarekat, tasawuf, dan dunia sufi barang kali bisa diibaratkan tempat pencucian
batin dan rohani. Seseorang yang masuk ke wilayah tarekat, tasawuf dan sufi,
biasanya mengalami pengembaraan spiritual yang seringkali menakjubkan dan
menggetarkan. Keindahan dan kelezatannya hanya bisa dikecap dengan mata batin.
Relung-relung tarekat, tasawuf dan dunia sufi, terutama ketika seseorang telah
“tenggelam” dalam pusaran ritualnya tak sepenuhnya bisa dianalisis dengan rasio
semata.

Lebih dari itu, secara luas, tarekat, tasawuf, dunia sufi mempunyai makna
yang dalam dan kompleks. Tarekat yang bisa dipahami sebagai “jalan” menuju
spiritualitas, sebenarnya bukan sekadar berisi ritual-ritual semata, tetapi juga
menyangkut sikap dan penghayatan manusia pada kehidupan yang kompleks dan fana
ini. Seseorang yang masuk ke dunia tarekat yang tentu saja otomatis bersentuhan
dengan alam sufi dan tasawuf, akan menyelam secara tuntas kepada Allah beserta
nilai-nilai-Nya yang sarat misteri.

Seseorang yang masuk ke dunia tarekat akan terus menerus memperdalam


ajaran Islam dan mempergunakannya sebagai energi kehidupan yang tak pernah
lekang dan kering. Tarekat-tasawuf-sufi sebagai representasi dunia batin, rohani, dan
spiritual, akan mengajak sang manusia untuk mengatasi dan melampaui benda-benda
dan materi, bukan sebaliknya, dikendalikan dan diperbudak oleh benda-benda dan
materi. Bagi seseorang yang “tenggelam” ke dunia tarekat-tasawuf-sufi, ruang
batinnya dipenuhi oleh Allah semata, sehingga benda dan materi yang fana, tidak
perlu (terlalu) penting, bahkan bisa jadi menjadi halangan dan penyakit.

Namun, bukan berarti seorang yang masuk ke dunia tarekat hanya akan
menjalani ritual-ritual semata seringnya dalam bentuk zikir-zikir tanpa punya
kepedulian terhadap realitas sosial dan gerak sejarah umat manusia. Seorang
penganut tarekat biasanya memang menggarisbawahi “kehiduan akherat” sebagai
capaian yang paling penting, tapi bukan berarti “lari” dari realitas (sosial) kehidupan
dan dunia yang riil ini. Seorang penganut tarekat yang baik dan tercerahkan akan

1
menggabungkan “ibadah ritual” dan “ibadah sosial”, dua hal yang tak terpisahkan
dalam hidup manusia untuk menuju Keindahan dan Keabadian-Nya.

Tarekat pada hakikatnya mengajarkan prinsip keseimbangan dan saling


melengkapi antara kehidupan dunia dan akhirat. Tarekat (juga sufi dan tasawuf) tidak
hanya berurusan dengan persoalan ritual-ritualpersonal saja, tapi juga mampu
menggerakkan perubahan sosial dalam arti yang seluas-luasnya. Ini adalah salah satu
tesis penting dari buku Gerakan Politik Kaum Tarekat yang sedang saya telaah ini.
Untuk itu, bisa dimaklumi, sebagaimana dideskripsikan buku ini, kaum tarekat
mampu menggalang gerakan politik yang radikal dan revolusioner untuk melawan
kolonialisme dan imperialisme.

B. Rumusah Masalah ?
1. Siapa Tokoh Tarekat di Dunia Islam ?
2. Bagaimana ajaran-ajaran Thariqat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Tokoh-tokoh tarikat
2. Untuk mengetahui ajaran-ajaran tarikat..

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tarikat Qadiriyah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya Syekh Abdul Qadir Jailani. Yang


terkenal dengan sebutan Syaikh Abd al-qadir jailani al-ghawsts atau quthb al-awliya.
Tarekat ini menempatkan posisi yangh amat penting dalam sejarah spiritualitas islam
karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal
munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam.

Syaikh Abd al-Qadir lahir didesa Naif kota Gilan tahn 470/1077, yaitu
wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad. Ibunya seorang yang saleh
bernama Fathimah binti Abdullah al-shama al husayni ketika melahirkan Syekh
Abdul Qadir Jailani ibunya berumur 60 tahun, suatu kelahiran yang tidak lazim
terjadi bagi wanita yang seumurnya. Ayahnya bernama Abu Shalih yang jauh
sebelum kelahirannya ia bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, yang
diiringi para sahabat, imam mujahidin, dan wali. Nabi muhammad berkata,”wahai
Abu Shalih, Allah akan memberikan anak Laki-laki, anak itu kelak akan mendapat
pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana halnya aku mendapat pangkat
tertinggi dalam kenabian dan kerasulan. Syeikh Abd Qadir meninggal di Baghdad
pada tahun 561/1166. Dikalangan kaum sufi Syaikh Abd Al-Qadir diakui sebagai
sosok yang menempati hirarki mistik yang tertinggi yang menduduki tingkat
kewalian yang tertinggi.1

Manusia dibagi menjadi empat kategori demikian pendapat al jailani. Kategori


pertama adalah orang-orang yang tidak punya hati dan lidah. Mereka mayoritas
masyarakat yang tidak peduli tentang kebenaran dan keutamaan, hanya tunduk pada
indra fisik. Kategori kedua adalah meraka yang punya lidah, tetapi tidak punya hati.
Kelompok ini adalah orang yang terpelajar dan memiliki retorika yang bagus, yang
selalu menganjurkan umat untuk berbuat baik dan benar. Namun mereka sendiri
berbuat tidak sesuai dengan perkataan bahkan kebalikannya. Kategori ketiga adalah
mereka yang punya hati tetapi tidak punya lidah. Mereka inilah mukmin sejati, yang
selalu sadar akan kekurangan dan kelemahan, sehingga berusaha terus mensucikan
diri dari hal-hal yang kotor. Bagi mereka diam lebih baik dibandingkan berbicara,
tetapi membingungkan umat. Kategori keempat adalah mereka yang memiliki hati
dan juga lidah. Mereka adalah orang yang mendapatkan pengetahuan yang sejati,
dilengkapi dengan bimbingan dari Allah SWT. Kemudian menjadi penyambung
kenabian. Mereka adalah kelompok yang tertinggi setelah kelompok para nabi.

1
Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan MemahamiTarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 26-27

3
Untuk mencapai kategori manusia yang tertinggi menurut Abd al Qadir Al
jailani harus mengalami empat tahap perkembangan spiritual. Tahap pertama adalah
orang yang meyakini tuhan dengan totalitas dan menjalankan ajaran agama dengan
baik, tanpa pertolongan siapa pun. Tahap kedua adalah ketika seseorang sudah
mendekati kesucian hati yang dapat dijelaskan dalam dua hal, yaitu orang yang
berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tetapi menahan diri dari kehidupan
yang hedonistik, dan orang yang mengikuti suara hati yang selalu melintas dalam
dirinya. Tahap ketiga adalah keadaan tawakal, yakni ketika seorang berserah diri
secara total kepada Tuhan. Tahap keempat adalah keadaan fana, yakni keadaan
seseorang yang amat dekat dengan Tuhan dan bahkan menyatu denganNya.2

Dasar pokok ajaran Tarikat Qadariyah, yaitu:


a. Tinggi cita-cita
b. Menjaga kehormatan
c. Baik pelayanan
d. Kuat pendirian
e. Membesarkan nikmat Tuhan

Siapa yang tinggi cita-citanya naiklah martabatnya. Siapa yang memelihara


kehormatan maka Allah memelihara Kehormatannya. Siapa yang baik khidmatnya
kekallah ia dalam petunjuk. Siapa yang membesarkan Allah karena nikmatNya dia
akan mendapat tambahan nikmat dari Tuhan.3

Diantara Syekh Tahariqat ini yang menonjol adalah Sayid Ahmad bin Idris Al –
Fasi. Ia sejalan dengan Syrkh Sayid Muhammad bin Ali As – Sanusi, pendiri Thariqat
Sanusiah. Pengikut Thariqat Qadiriyah terbagi tiga, yaitu :

1. Al – Qadiriyah Al – Bukaiyah, tersebar luas di wilayah Tombouctou, sebuah


negeri di Sudan (Afrika Tengah) pusat perdagangan Sungai Nigeria.
2. Al – Qadiriyah, di wilayah padang pasir sebelah Barat, yang dinamakan
dengan “Ad – Dirar”.
3. Al – Qadiriyah Al – Walatih, tersebar di wilayah Sudan bagian Barat.

Thariqat Qadiriyah adalah salah satu thariqat sufiah yang paling giat
menyebarkan agama Islam di Barat Afrika. Pengikut – pengikutnya menyebarkan
Islam itu melalui perdagangan dan pengajaran. Umumnya pedagang – pedagang di
daerah itu adalah penganut Thariqat Qadiriyah.

Amir Syakib Arselan menyatakan bahwa mereka telah membuka sekolah dan
madrasah di hampir setiap desa. Murid – muridnya sebagian besar terdiri dari anak –

2
Ibid, h. 29-30
3
Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 265.

4
anak orang berkulit hitam. Murid – murid yang cerdas dikirim ke berbagai perguruan
tinggi di Tripoli, Qairawan, dan Universitas Al – Azhar Kairo. Setelah menamatkan
pelajaran di perguruan – perguruan tinggi itu, mereka kembali ke tanah air dan giat
mengembangkan ajaran Islam.

Abdul Qadir adalah seorang Wali Allah yang banyak memiliki keramat.4

Menurut buku ini dunia tarekat bukanlah gambaran kepasifan dan kemujudan anti
intelektualisme sebagaimana yang selama ini dipahami oleh banyak orang dan
sebagian orientalis (yang berpikiran picik). Sufisme Islam seperti tarekat Qadariyyah
Naqsyabandiyyah telah banyak memberikan pencerahan spiritual serta menggelar
aktifitas intelektualisme maupun politik dalam arti kata yang sebenarnya.

Itulah sebabnya mengapa banyak sufi dan mursyid (pemimpin) tarekat yang
menjadi guru dan sarjana, seniman dan ilmuwan, bahkan negarawan dan tokoh politik
sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Ahmad Faruq Al-Sirhindi (1564-1624M) di
India dari Tarekat Naqsyabandiyyah dan Muhyiddin dari tarekat Qadariyyah di
Aljazair ketika melawan kolonial Perancis.5

2. Tarikat Syadziliyah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya Abu al-Hasan al-Syadzili. Dia


dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta saat ini., di utara Marokopada tahun 573H.,
pada saat ini dinasti al-Muwahhidun mencapai titik nadinya. Adapun mengenai tahun
kelahiran al-syadzili sebenarnya masih belum ada kesepakatan. Beberapa penulis
berbeda pendapat antara lain sebagai berikutSiradj al-Din Abu Hafsh menyebut tahun
kelahiran nya pada 591H/1069M; Ibn Sabbagh menyebut tahun kelahirannya pada
583H/1187M; dan J. Spencer Trimingham mencatat tahun kelahirannya al-Syadzili
pada 593H/1196M.6

Pokok ajarannya ada lima yaitu:


a. Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai.
b. Mengikut sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
c. Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang
d. Ridha dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
e. Kembali kepada Allah diwaktu senang dan susah.

4
A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, (Jakarta:Al-Husna Zikra,
1996), hlm. 13-15.
5
Marzuki Wahid, Jejak-jejak Islam politik sinopsis sejumlah studi Islam Indonesia, Cetakan
Pertama, (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag
RI, 2004), hlm. 162.
6
Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan MemahamiTarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 58.

5
Thariqat Syadziliyah didirikan pada pertengahan abad ke – 13 M, dianggap
Thariqat Sufiah yang utama memasukkan tasawuf ke negeri Arab, pusatnya di
Bobarit, Maroko. Pendirinya Syekh Abu Hasan bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin
Hormuz As – Syadzii Al – Maghribi Al – Husaini Al – Idrisi, keturunan Hasan bin
Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 591 H (1195M) di Gahamarah sebuah desa dekat
Sabtah, Afrika. Ia memperdalam ilmu figh dan tasawuf di Tunis. Karena bermukim di
Sadzili, maka thariqat yang didirikannya itu dinamakan “Syadziliyah”.

Setelah mengadakan perjalanan ke negeri – negeri sebelah Timur, mengerjakan


haji dan mengunjungi Irak, ia menetap di pasir ‘Aidzab dalam perjalanan haji. Abu
Hasan bertalian darah dengan Penguasa Maghribi dan menjelang kewafatannya,
matanya rabun. Beliau meninggalkan kenangan yang tak terlupakan di Afrika, yakni
partai terkenal “Hizbus Syadzili”, dan beberapa kitab ternama tentang adab tasawuf
dengan judul “Al – Amin” dan “Assirrul” Jalil fi Khawashi Hasbunallahi wani’mal
wakik”.

Ahmad bin ‘Iyad telah menerbitkan kitab tentang Syadziliyah dengan judul “Al
– Mufakaharul ‘Aliah Fil – Ma – atsril – Syadziliyah”. Ibnu Taimiyah (661 H – 728
H) mengutip banyak pendapat Abu Hasan Syadzili mengenai berbagai masalah. Ibnu
Daqiqil ‘Id menegaskan : “Saya tidak pernah melihat orang yang paling mengenal
Allah dari Syekh Abu Hasan As – Syadzili”.

Kata – kata mutiaranya yang amat bernas antara lain : “Apabila dzikir terasa
berat atas lidahmu, anggota tubuh berkembang menrutkan hawa nafsumu, tertutup
pintu berpikir untuk kemaslahatan hidupmu, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah
pertanda banyaknya dosamu atau karena sifat munafik tumbuh dalam hatimu. Tiada
jalan bagimu selain dari berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam
pengamalannya”.7

Pokok – pokok dasar thariqat Syadziliyah diantara lain ialah : taqwa kepada
Tuhan lahir bathin, mengikuti sunnah dalam perkataan dan perbuatan, mencegaha
menggantungkan nasib kepada manusia, rela dengan pemberian Tuhan dalam sedikit
dan banyak, berpegang kepada Tuhan pada waktu susah dan senang. Menurut thariqat
ini pelaksanaan takwa dilakukan dengan wara’ dan istiqomah, pelaksanaan sunnah
dengan penelitian amal dan perbaikan budi pekerti, pelaksanaan penggantungan nasib
dengan sabar dan tawakkal, pelaksanaan rela terhadap Tuhan dengan hidup sederhana
dan merasa puas dengan apa yang ada, dan pelaksanaan kembali dan berpegang
kepada Allah dengan ucapan tahmid dan syukur.8

7
A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, (Jakarta:Al-Husna Zikra,
1996), hlm. 15-16.
8
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis Tentang Mistik, cetakan ke 13,
(Solo:Ramadhani, 1996), hlm. 73.

6
Maka untuk mencapai sikap taqwa dengan jalan wara’ dan istiqamah. Untuk
mencapai sunnah dengan memelihara diri dan berakhlak yang baik. Mencapai sikap
berpaling dari keduniaan dengan jalan mengambil i’tibar dan bertawakal. Mencapai
sikap ridha kepada Allah dengan sifat qana’ah pasrah pada waktu senang dan susah.
Mencapai sikap ruju’ (kembali) kepada Allah dengan memuji dan bersyukur dalam
keadaan yang senang dan susah.9

3. Tarikat Naqsabandiyah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Muhammad bin Muhammad Baha’


al-Din al-Uwaisi al-Bukhori Naqsyabandi (717H/1318M-791H-1389M). ia dilahirkan
di sebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam
Bukhari. Ia berasal dari keluarga dan lingkungan yang baik. Ia mendapat gelar Syah
yang menunjukkan posisinya yang terpenting sebagai seorang pemimpin spiritual. Ia
belajar tasawuf kepada Baba al-Samasi ketika berusia 18 tahun. Kemudian ia belajar
ilmu tarekat pada seorang quthb di Nasaf, yaitu Amir Sayyid Kulal al-
Bukhari(w.772H/1371M). Kulal adalah seorang khlaifah Muhammad Baba al-
Samasi. Dari Kulal inilah ia pertama belajar tarekat yang didirikannya.10

Syekh Bahauddin Syah Naqsabandiyah pendiri tahriqat Naqsabandiyah,


seorang pemuka Tasawuf terkenal dilahirkan pada tahun 717 H di sebuah desa
bernama Qashrul ‘Arifan, kurang lebih 4 mil dari Bukhara, Sovyet, Rusia, tempat
lahir Imam Bukhari. Dia mengambil thariqat dari Syekh Muhammad Baba As –
Samasi kemudian dari Sayid Amir Kulal.11

H. A. R. Gibb dalam kitab “Shorter Encyl of Islam” (Leidin 1953)


menceritakan bahwa Muhammad Bahauddin dalam usia delapan belas tahun memang
pernah dikirm untuk balajar ke Sammas, suatu desa yang letaknya kira – kira tiga mil
dari Bukhara, untuk mempelajari ilmu tasawuf dari seorang guru yang sangat ternama
ketika itu, yaitu Muhammad Baba As – Samasi. Meskipun demikian tidaklah seluruh
thariqat Naqsabandiyah itu bersamaan dengan thariqat Baba As – Samasi, misalnya
menurut thariqat Baba As – Samasi dzikir itu harus diucapkan dengan suara yang
keras, tetapi Naqsabandiyah lebih menyukai dzikir secara thariqat Abdul Khalik Al –
Khujdawani (seorang wali besar, mgl. 575 H), yang diucapkan dengan suara yang
hampir tidak kedengaran dalam diri pribadi.

9
Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 264-265.
10
Dr. Hj. Sri Mulyati, Mengenal dan MemahamiTarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: kencana, 2005), cetakan 2, hlm. 89.
11
H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber Widya:
1996) hlm. 23

7
Dengan demikian, maka terjadilah perbedaan faham antara Naqsabandi dengan
teman – teman sethariqat yang lain dari As – Samasi, yang akhirnya membenarkan
pendirian Naqsabandi dan dalam sakitnya mengangkat dia menjadi khalifahnya.

Thariqat Naqsabandiyah ini kemudian pecah atas beberapa cabang, satu


diantaranya dinamakan thariqat Naqsabandiyah Al – Aliyah, yang didasarkan atas
amal perbuatan yang terdiri dari sebelas perkataan Persi, delapan berasal dari Syekh
Abdul Ghalib Al – Khujdawani dan tiga dari SyekhBahauddin Naqsabandi sendiri.12

“Naqsabandiyah” menurut Syekh Najmuddin Amin Al – Kurdi dalam kitabnya


“Tanwirul Qulub” berasal dari dua buah kata bahasa Arab, “naqsy” dan “band”.
Naqsy artinya “ukiran” atau “gambar yang di cap pada sebatang lilin atau benda
lainnya”. Dan band artinya “bendera atau layar besar”.

Jadi “Naqsabandi” artinya ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu benda,
melekat, tidak terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera atau spanduk besar”.

Dinamakan dengan “Naqsabandiyah”, karena Syekh Bahauddin pendiri thariqat


ini senantiasa berzikir mengingat Allah berkepanjangan, sehingga lafaz “Allah” itu
terukir melekat ketat dalam kalbunya.

Selanjutnya Najmuddin Amin Al – Kurdi menerangkan bahwa ia pernah


mendengar keterangan dari beberapa orang Khalifah Naqsabandiyah yang
menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah meletakkan tangannya ke jantung hati
Syekh Bahauddin, ketika beliau sedang muraqabah, sehingga berbekas terhunjam di
lubuk hatinya.

Peristiwa itu terjadi tentu saja secara rohaniah, sebab masa hidup keduanya
berbeda. Rasulullah saw hidup pada abad ke VI dan ke VII M (570 – 632 M),
sednagkan Syekh Bahauddin hidup pada abad ke XIV M (1314 – 1388 M), jadi tidak
mungkin keduanya bertemu, melainkan secara rohaniah.

Sebahagian ahli sejarah menyatakan bahwa “Naqsaband” itu nama sebuah


negeri di Turkistan, tempat lahir Syekh Bahauddin. Dengan demikian nyatalah bahwa
nama Naqsabandiyah itu baru terkenal di dunia Islam pada abad ke VII H, atau
kurang lebih 800 tahun sesudah Nabi Muhammad saw wafat.

Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif (1276 – 1334 H), dalam kitabnya “Al –
Ayaatul Baiyinaat”, halaman 23 menyatakan bahwa thariqat Naqsabandiyah ialah
thariqat Nabi saw yang diajarkan dan diasuh Bahaudin Syekh Naqsabandi, dan
diamalkan oleh murid – muridnya. Dalam praktenya ia mengamalkan ilmu yang tiga,
yakni Tauhid, Fikih, dan Tasawuf dan mengasuh murid – muridnya
mengamalkannya. Berbeda nama thariqat itu karena berbeda nama orang yang

12
Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat (Solo, Ramadhani : 1996) hlm. 320-322

8
mengajarkannya. Dan berbeda pula wirid yang datang dari Nabi kita yang dipakai
mereka. Asal pekerjaan mereka satu dan berbeda – beda pada wirid dan nama.

Thariqat Nabi saw yang diikuti oleh Sahabat – sahabatnya dan diikuti pula oleh
Ulama – ulama Syara’ dan Tasawuf, ialah mengamalkan hukum yang dibawa Rasul,
yaitu yang sekalian yang wajib, sunnat, haram, makruh, dan mubah.

Maka kewajiban yang mula – mula ialah mengetahui i’tikad terhadap Tuhan
dan Rasul yang diterangkan dalam ilmu Tauhid. Kemudian mengetahui peraturan
amalan yang berhubungan dengan ibadat yang diterangkan dalam ilmu Fikih. Dan
seterusnya mempelajari ilmu untuk menbersihkan hati yang diterangkan dalam ilmu
Tasawuf.

Orang yang mengamalkan ilmu yang tiga itu, menurut Ahmad Khatib, ialah
yang dinamakan “mengamalkan” thariqat Nabi saw, thariqat Sahabat, Ulama dan
Wali – wali. Tetapi jika lain daripada itu, seperti dzikir lathifah – lathifah, muraqabah
dan menghadirkan rupa guru, menurut Ahmad Khatib adalah bid’ah.13

Dasar- dasar pokok ajarannya:

a. Berpegang teguh dengan akidah ahli sunnah.


b. Meningglakna rukhshah
c. Memilih hukum-hukum yang azimah
d. Senantiasa dalam muraqabah
e. Tetap berhadapan dengan Tuhan
f. Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
g. Menghasilkan malakah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam hati)
h. Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal yang
memberi faedah.
i. Mengambil faedah dari semua ilmu-ilmu agama.
j. Berpakaian dengan pakaian orang-orang mukmin biasa.
k. Zikir tanpa suara.
l. Mengatur nafas tanpa lalai dari Allah.
m. Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW.

Syarat-syarat untuk dapat diterima sebagai pengikut Naqsyabandiyyah adalah:

a. Akidah yang benar.


b. Taubat yang benar.
c. Meminta kemaafan dari yang punya hak.
d. Menolak kezaliman

13
H.A. Fuad Said,Hakekat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta, Percetakan Mutiara Suber Widya:
1996) hlm. 7-8

9
e. Mencari kerelaan lawan.
f. Benar-benar melaksanakan adabus sunnah dalam semua keadaan.14

4. Tarikat Samaniyah

Tarikat ini dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Muhammad Saman.


Tarekat Sammaniyah merupakan salah satu cabang dari Tarekat Syadziliyah yang
didirikan oleh Syaikh Abu Hasan Ali Asy-Syazili (wafat 1258) di Mesir. Pendiri
Tarekat Sammaniyah adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Karim As-Samani Al-
Hasani Al-Madani (1718-1775 M).

Tarekat ini berhasil membentuk jaringan yang sangat luas dan mempunyai
pengaruh besar di kawasan utara Afrika, yaitu dari Maroko sampai ke Mesir. Bahkan,
memperoleh pengikut di Suriah dan Arabia. Aliran tarekat ini lebih banyak
menjauhkan diri dari pemerintahan dan penguasa serta lebih banyak memihak kepada
penduduk setempat, di mana tarekat ini berkembang luas. Salah satu negara Afrika
yang banyak memiliki pengikut Tarekat Sammaniyah adalah Sudan. Tarekat ini
masuk ke Sudan atas jasa Syaikh Ahmad At-Tayyib bin Basir yang sebelumnya
belajar di Makkah sekitar tahun 1800-an.

Amalan Tarekat Sammaniyah

Ciri-ciri Tarekat Sammaniyah adalah berdzikir La Ilaha Illa Allah dengan suara
yang keras oleh para pengikutnya.

Dalam mewiridkan bacaan dzikir, para murid Tarekat Sammaniyah biasa


melakukannya secara bersama-sama pada malam Jumat di masjid-masjid atau
mushala sampai tengah malam.Selain itu, ibadah yang diamalkan oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani adalah shalat sunah Asyraq (setelah
Subuh) dua rakaat, shalat sunah Dhuha sebanyak 12 rakaat, memperbanyak riyadhah
(melatih diri lahir batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT), dan menjauhkan
diri dari kesenangan duniawi.Berikut adalah beberapa ajarannya yang terkenal;

Pertama, memperbanyak shalat dan dzikir.


Kedua, bersikap lemah lembut kepada fakir miskin.
Ketiga, tidak mencintai dunia.
Keempat, menukarkan akal basyariyah (kemanusiaan) dengan akal
rabbaniyah (ketuhanan).
Kelima, menauhidkan Allah SWT, baik dalam Dzat, Sifat, maupun Af'al-
Nya.15

14
Drs. H. Hasbi AR, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983), hlm. 263-264.

10
5. Tarikat Khalwatiyah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Syekh Yusuf Al-Khalwati. Nama


khalwatiyah diambil dari nama seorang sufi ulama dan pejuang makassar abad ke-17,
syaikh yusuf al-makasari al-khalwati (tabarruk) terhadap Muhamad (Nur) al-khalwati
al-khawa rizmi (w.751-1350). Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini
yang hadir bersama. Keduanya dikenal dengan nama tarekat khalwatiyah yusuf dan
khalwatiyah samman. Tarekat khalwatiyah yusuf disandarkan kepada nama syaikh
yusuf al-makasari dan tarekat khalwatiyah samman diambil dari nama seorang sufi
madinah abad ke-18 Muhamad al-samman.

Tarekat khalwatiyah yusuf dalam berdzikir mewiridkan nama-nama tuhan dan


kalimat-kalimat singkat lainnya secara sirr dalam hati, sedangkan tarekat khalwatiyah
samman melakukan zikir dan wiridnya dengan suara keras dan ekstatik. Tarekat
khalwatiyah samman sangat terpusat, semua gurunya tunduk kepada pimpinan pusat
di maros, sedangkan tarekat khalwatiayh yusuf tidak mempunyai pimpinan pusat.
Cabang-cabang lokal tarekat khalwatiyah samman sering kali memiliki tempat
ibadah sendiri (mushalla, langgar) dan cenderung mengisolasi diri dari pengikut
tarekat lain, sementara pengikut khalwatiyah yusuf tidak mempuyai tempat ibadah
khusus dan bebas bercampur dengan masyarakat yang tidak menjadi anggota tarekat,
anggota tarekat khalwatiyah yusuf banyak berasal dari kalangan bangsawan makassar
termasuk penguasa kerajaan gowa terakhir andi ijo sultan Muhamad abdul kadir aidid
(berkuasa 1940-1960). Tarekat khalwatiyah samman lebih merakyat baik dalam hal
gaya maupun komposisi sosial, sebagian besar pengikutnya orang desa.

Untuk mengetahui segala sesuatu tentang tarekat khalwatiyah, perlu diketahui


sejarah singkat syaikh yusuf al-makasari, karena beliaulah yang pertamakali
menyebarkan tarekat ini ke indonesia pata tahun 1670 M. al-makasari berguru dan
mendapatkan ijazah dari syaikh abu al-albarakah ayyub bin ahmad bin ayyub al-
khalwati al-quraisyi serta mendapat gelar taj al-khalwati sehingga namanya menjadi
syaikh yusuf taj al-khalwati. Di sulawesi selatan beliau digelari tuanta salamakari
gowa (guru kami yang agung dari gowa). Nama lengkapnya Muhamad yusuf bin
abdullah abu mahasin al-taj al-khalwati al-makasari.
Dalam mengembangkan ajarannya al-makassari sering mengutip sufi al-ghazali,
junaidi al-baghdadi, ibnu al-arabi, al-jilli, ibnu atha’Allah, dan lain-lain.

Konsep utama tasawuf al-makassari adalah pemurnian kepercayaan (aqidah)


pada keesaan Tuhan. Ini merupakan usahannya dalam menjelasan transendensi tuhan

15
http://www.pejalanruhani.com/2012/11/sejarah-tarekat-sammaniyah.html ,
diakses pada tanggal 08 Oktober 2019, pukul 09.39 WITA

11
atas ciptaan-Nya, al-makassari menekankan keesaan tuhan, keesannya-Nya tidak
terbatas dan mutlak. Tauhid adalah komponen penting dalam ajaran islam, yang tidak
percaya pada tauhid menjadi kafir.
Meskipun berpegang teguh pada transendensi tuhan, al-makassari percaya
tuhan itu mencakup segalanya (al-ahattah) dan ada di mana-mana (al-ma’iyyah) atas
ciptann-nya tetapi al-makassari berpendapat meski tuhan mengungkapkan dirinya
dalam ciptaan-nya, hal itu tidak berarti bahwa ciptaan-Nya itu adalah tuhan itu
sendiri, ssemua ciptaan adalah semata-mata wujud alegoris (al-mawjud al-majazi).
Dengan demikian seperti al-alsingkili, ia percaya ciptaan hanyalah bayangan tuhan
bukan tuhan itu sendiri. Menurut al-makassari “ungkapan” tuhan dalam ciptaan-Nya
bukanlah berarti kehadiran “fisik” tuhan dalam diri mereka.
Dengan konsep al-ahathah dan al-ma’iyah tuhan turun (tanazzul), sementara
manusia naik (taraqqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin
dekat. Namun proses itu tidak akan mengambil bentuk dalam kesatuan akhir antara
manusia dan tuhan; sementara keduanya menjadi semakin dekat berhubungan dan
pada akhirnya manusia tetap manusia dan tuhan tetap tuhan. Dengan demikian al-
makassari kelihatan-nya menolak konsep wahdat al-wujud (kesatuan wujud) dan al-
hulul (inkarnasi ilahi).
Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan apa pun (laisa ka mitslihi syai’).
Beliau mengambil konsep konsep wahdat al-syuhud (kesatuan kesadaran
atau monisme fenomenologis). Dengan hati-hati beliah merenggangkan diri dengan
dokrin wahdat al-wujud ibnu-arabi dan doktrin al-hulul abu manshur al-hallaj serta
mengambil doktrin wahdat al-syuhud yang dikembangkan ahmad al-sirhindi dan syah
wali Allah.

Ajaran-ajaran dasar tarekat khalwatiyah

1. Yaqza : Kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di


hadapan Allah SWT. Yang maha agung.
2. Taubah : memohon ampunan atas segala dosa.
3. Muhasabah : introspeksi diri.
4. Inabah : berhasarat kebali kepada allah.
5. Tafakkur : merenung tentang kebesaran allah.
6. I’tisam : selalu bertindak sebagai khalifah allah di bumi.
7. Firar : lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna
8. Riyadah : melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya.
9. Tasyakur : selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memuji-
Nya.

12
10. Sima’ : mengonsentrasikan seluruh anggota tubuh dalam mengikuti
perintah-perintah Allah terutama pendengaran.
Murid harus tawajjuh, yaitu murid bertemu dan menerima pelajaran-
pelajaran dasar khusus dari guru secara berhadap-hadapan. Di sini mursyid
mengajarkan juga zikir-zikir tertentu, silsilah diberikan, sesudah itu diadakan
baiat, talkin. Tahap awal yang harus dilakukan seorang calon murid menjelah
pembaiatan adalah harus mengadakan penyucian batin, sikap dan perilaku yang
tidak baik seperti:
1. Hasad: sikap dengki terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada orang
lain.
2. Riya: mempertontonkan kekayaan atau amal supaya mendapat pujian dari
orang lain.
3. Ghibah: membicarakan orang lain yang bersifat celaan dan hinaan.
Sesudah suci batinnya diisi dengan sikap dan perilaku terpuji seperti:

1. Husn al-zhan: berbaik sangka kepada Allah dan manusia sebagai makhluk
ciptaan-Nya
2. Husn al-khuluq: berakhlak baik terhadap Allah dan segala ciptaan-Nya
3. Husn al-adab: bersopan santun terhadap Allah sebagai bukti taslim
Para anggota tarekat (murid) dibedakan menurut tingkatan-tingkatan (maqam-
maqam) sebagai berikut:
1. Maqam bidayah atau permulaan. Pada maqam ini ditempuh
jalan akhyar (orang terbaik), yaitu cara untuk lebih melatih, untuk
memperbaiki dan memperbanyak ibadah seperti shalat, shalat sunnat, puasa,
membaca al-quran, zakat, naik haji, dan jihad. Pada maqam ini mulai
diajarkan zikir nafi itsbat, yaitu kalimat la ilaha illa Allah dengan jumlah
yang ditetapkan dalam latihannya (biasanya antara 10-100-300 kali setiap
hari)
2. Maqam tawassut/khawashsh atau tingkat khusus. pada maqam ini ditempuh
mujahadah, yaitu cara latihan batin yang keras untuk mengubah khlak
menjadi islami dengan melipatgandakan amal lahir dan batin. Latihan
dzikirnya ditambah lagi dengan zikir Allah-Allah dengan jumlah tertentu
(biasanya antara 40-101-300 kali setiap hari)
3. Maqam nihayah atau al-khash al-khawashsh. Maqam ini merupakan maqam
ahli zikir, yaitu jalan bagi golongan yang sangat cinta kepada Allah dan
merupakan golongan yang tertinggi, baik dari kesungguhan pelaksanaan
syari’at maupun latihan-latihan jiwanya sehingga terbuka hijab antara hamba
dan tuhannya. Ini berarti dia sudah tenggelam dan dekat sekali dengan tuhan.
Latihan zikir yang diamalkan adalah zikir ism al-isyarah yaitu huwa-huwa

13
dan ah-ah. Zikir ah-ah adalah zikir yang khusus diberikan dan diamalkan
oleh syaikh mursyid atau murid tertentu yang terpilih.

6. Tarikat Syattariyah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Abdullah asy-Syattar.Tarekat


Syattariyah kali pertama muncul di India pada abad ke 15. Awalnya tarekat ini lebih
dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di
wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan
dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi
dalam perkembangan selanjutnya Tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya
sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun.

Tarekat ini dianggap sebagai suatu tarekat tersendiri yang memiliki


karakteristik-karakteristik tersendiri dalam keyakinan dan praktik. Hanya sedikit yang
dapat diketahui mengenai Abdullah asy-Syattar.Abdullah asy-Syattar adalah
keturunan Syihabuddin Suhrawardi. Kemungkinan besar ia dilahirkan di salah satu
tempaat di sekitar Bukhara. Di sini pula ia ditahbiskan secara resmi menjadi anggota
Tarekat Isyqiyah oleh gurunya, Muhammad Arif.

Nisbah asy-Syattar yang berasal dari kata syatara, artinya membelah dua, dan
nampaknya yang dibelah dalam hal ini adalah kalimah tauhid yang dihayati di dalam
dzikir nafi itsbat, la ilaha (nafi) dan illallah (itsbah), juga merupakan pengukuhan
dari gurunya atas derajat spiritual yang dicapainya yang kemudian membuatnya
berhak mendapat pelimpahan hak dan wewenang sebagai Washitah (Mursyid).

Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian


spiritual tertinggi setelahAkhyar dan Abrar. Ketiga istilah ini, dalam hierarki yang
sama, kemudian juga dipakai di dalam Tarekat Syattariyah ini. Syattar dalam tarekat
ini adalah para sufi yang telah mampu meniadakan zat, sifat, dan af'al diri (wujud
jiwa raga). Namun karena popularitas Tarekat Isyqiyah ini tidak berkembang di tanah
kelahirannya, dan bahkan malah semakin memudar akibat perkembangan Tarekat
Naksyabandiyah, Abdullah asy-Syattar dikirim ke India oleh gurunya tersebut. Di
India ia memperoleh popularitas dan berhasil mengembangkan tarekatnya .Tidak
diketahui apakah perubahan nama dari Tarekat Isyqiyah yang dianutnya semula ke
Tarekat Syattariyah atas inisiatifnya sendiri yang ingin mendirikan tarekat baru sejak
awal kedatangannya di India ataukah atas inisiatif murid-muridnya. Ia tinggal di India
sampai akhir hayatnya (1428).

Ajaran Tariqat Assatariyah

Hubungan antara Tuhan dengan alam menurut pandangan


Syattariyah dijelaskan sebagai berikut: pada mulanya alam ini diciptakan olch Allah

14
dari Nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah, ia berada di
dalam ilmu Allah yang diberi nama A'yan Tsabitah (hal. 4). la merupakan bayang-
bayang bagi Dzat Allah (hal. 5). Sesudah A’yan Tsabitah ini menjelma pada A’yan
Khrijiyah (kenyataan Tuhan yang berada di luar), makaA’yan Kharijiyyah itu
merupakan bayang-bayang bagi Yang Memiliki bayang-bayang; dan ia tiada lain
daripada-Nya.

Perkembangan tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan


yang membangkitkan kesadaran akan Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak harus
melalui tahap fana'. Penganut Tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah
itu sebanyak gerak napas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling utama menurut
tarekat ini adalah jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan Syattar.
Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu harus mencapai
kesempurnaan pada tingkat Akhyar (orang-orang terpilih) dan Abrar (orang-orang
terbaik) serta menguasai rahasia-rahasia dzikir. Untuk itu ada sepuluh aturan yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, tawakkal,
qana'ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan musyahadah.

Sebagaimana halnya tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan


aspek dzikir di dalam ajarannya. Tiga kelompok yang disebut di atas, masing-masing
memiliki metode berdzikir dan bermeditasi untuk mencapai intuisi ketuhanan,
penghayatan, dan kedekatan kepada Allah SWT.

Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalani shalat dan puasa, membaca al-
Qur'an, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri dengan
latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan
menderita, menghindari kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedang
kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali.

Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk
sampai kepada Allah SWT. Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir
muqaddimah, sebagai pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam Tarekat
Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh
macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah
dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai
berikut:

1. Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri
menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas.
Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang
dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah
susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.

15
2. Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih
mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang
diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.

3. Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang
dihujamkan ke dalam hati sanubari.

4. Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke
tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup
dan kehidupan manusia.

5. Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari
dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas
pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.

6. Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait
al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar
seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya
Ilahi.

7. Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan
mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ketengah-tengah dada menuju ke
arah kedalaman rasa.

Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam
Surat al-Mukminun ayat 17: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas
kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap
ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)". Adapun ketujuh macam
nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut: Nafsu Ammarah, Nafsu
Lawwamah, Nafsu Mulhimah, Nafsu Muthmainnah, Nafsu Radhiyah, Nafsu
Mardliyah,dan Nafsu Kamilah.

7. Tarikat Tijaniyah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Sayyid Syaikh Ahmad bin


Muhammad Al-Tijani. Beliau adalah salah seorang dzurriyah (keturunan) Rasulullah
SAW dari garis sayyid Hasan,Putra pertama Sayiidah Fattimah Al Zahra,putri Nabi
Muhammad SAW, beliau dilahirkan di Ain Madli,Maghribi,Maroko,pada tahun 1150
H dan wafat pada tahun 1230 H.Makam beliau sampai sekarang masih banyak
dikunjungi peziarah dari berbagai negara,yaitu di zawiyahnya di kota Faz,Maroko.
Beliau mengambil sanad tarekat ini langsung dari Rasulullah SAW dalam keadaan
jaga (yaqdzah).

16
Beliau berkata: Semula saya mengambil tarekat dari beberapa orang guru, tetapi
Allah SWT tidak memberi hasil (futhuh).Adapun sanad dan sandaran tarekah ini
adalah Sayyid Al Wujud Nabi Muhammad SAW dan Allah memberikan Futhuh
(keterbukaan) dan Wushul (puncak tujuan) atas bimbingan langsung Rasulullah
SAW, jadi tidak melalui guru-guru lain.Tarekat ini bersandar penuh kepada syariat,
dalam arti berpegang teguh pada Alqur'an dan Sunnah.
Dalam salah satu makalahnya yang ma'tsur, Syaikh Ahmad r.a berkata :Jika kalian
mendengar sesuatu dariku, maka pertimbangkanlah dengan ukuran syara'.Apabila
sesuai maka ambillah dan apa bila bertolak belakang, tinggalkanlah.

Dalam tarekah tijaniyah ada 3 jenis zikir,yaitu :


1. Lazimah ,mempunyai 3 rukun yaitu:
 Istighfar 100 x
 Shalawat 100 x
 Kalimatul ikhlas (haylalah) 100 x

2. Wadzhifah, mempunyai 4 rukun yaitu :

 Istighfar 30 x
 Shalawat 50 x
 Kalimatul ikhlas (haylalah) 100 x
 Shalawat Jauharatul Kamal 12x

3. Haylalah Jum'at

Wirid haylalah Jumat membaca kalimatul ikhlas setelah shalat ashar sampai
terbenam matahari.

8. Tarikat Sanusiah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya oleh Sayid Muhammad bin Ali As –


Sanusi, lahir pada 179.Thariqat Sanusiah muncul di Afrika Utara. Ia seorang alim dan
mujtahid. Thariqat yang dipimpinnya berkembang luas dari Maroko sampai Somali,
terutama di daerah pedalaman Libia.

Dasar thariqat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik umat
supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamtannya dari dunia sampai
akhirat. Dan melatih pengikutnya supaya giat bekerja dan berusaga serta beribadah
dengan memiliki akidah yang kokoh.

Thariqat Sanusiah menurut Syekh Dr. Ahmad Syarbasi guru besar Universitas
Al – Azhar Kairo berdasarkan Al – Qur’an dan Sunnah. Penjajah di benua Eropa

17
menganggapnya sebagai sesuatu yang membahayakan. Perjuangan mereka tidak saja
dalam dzikir dan wirid – wirid, tetapi juga berjihad menegakkan kebenaran.

Pengaruh thariqat ini di wilayah Jaghbub sangat besar. Hal itu dapat ditandai
dengan kemajuan dan keamanan negeri itu jauh lebih meningkat dibanding dengan
sebelum thariqat itu muncul. Tadinya Jughbub merupakan pusat kejahatan dan
kekacauan, tetapi setelah pengaruh thariqat itu semakin kuat, maka Jaghbub berubah
menjadi pusat pendidikan dan pengajaran, pusat peribadahan dan kemakmuran.

Dikawasan itu, Sanusi mendirikan sekolah dan madrasah unutk mendidik kader
– kader thariqat dan pejuang – pejuang Islam yang militan. Stelah Sanusi wafat, ia
digantikan oleh puteranya Al – Mahdi. Al – Mahdi melanjutkan jihad dan perjuangan
ayahnya dengan mendirikan pusat latihan rohani diberbagai daerah, sehingga dalam
waktu relatif singkat, namanya menjadi populer.

Thariqat Sanusiah menganggap Nabi –nabi adalah wasilah antara makhluk


dengan Allah. Ahmad Sanusi telah menyusun kitab tentang sejarah Thariqat
Sanusiah. Melalui ajaran Thariqat, berjuta – juta penduduk Afrika Tengahmemeluk
agama Islam. Thariqat Sanusiah mengajarakan kepada pengikut – pengikutnya
ketangkasan berkuda, panah – memanah dan berbagai seni bela diri. Setiap hari
Jum’at diadakan latihan perang. Pada hari Kamis latihan kerajinan tangan seperti
pandai besi, tukang sepatu, menjahit dan menenun, bertani dan bercocok tanam.

9. Tarikat Al-Idrisiyah

Dinisbatkan dengan nama pendirinya olehSyekh Ahmad bin Idris Ali Al-
Masyisyi Al-Yamlakhi Al-Hasani. (1760 - 1837), salah seorang Mujaddid (Neo
Sufisme) yang berasal dari Maroko (Maghribi). Idris, yang kepadanya dinisbatkan
nama tarekat ini adalah nama ayah dari pendirinya. Syekh Ahmad bin Idris dikenal
sebagai sosok Ulama yang berhasil memadukan dua aspek lahir (syari’at) dan batin
(hakikat). Ia juga dikenal sebagai pembaharu dalam dunia tasawuf dari
penyelewengan kaum kebatinan seperti tahayul, khurafat, dll.

Thariqat Al – Idrisiyah berbeda dengan kelompok Islam lainnya. Mereka


menjalin hubungan baik dengan berbagai instansi pemerintah maupun swasta.
Pimpinan thariqat berkenan datang ke berbagai instansi dengan tujuan
memperkenalkan perkembangan Idrisiyah ditengah – tengah masyarakat. Ajaran
Idrisiyah benyak merujuk kepada kitab – kitab Imam Ghozali, terutama Kitah Ihya
Ulumuddin. Dalam penerapan amalan syri’at, merujuk pada Imam Maliki, Hambali,
Syafi’i dan Hanafi.16

16
Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009) hlm. 303

18
Beberapa Pokok Ajaran Thariqat Al – Idrisiyah

Bagi orang awam ajaran thariqah Idrisiyah nampak sedikit berbeda dalam
menafsirkan kaidah hukum Islam. Kaidah hukum yang biasa dikelompokkan menjadi
wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram disederhanakan menjadi mengerjakan
wajib dan sunnah, serta meninggalkan haram dan makruh.

Hukum wajib adalah perintah Tuhan yang jika dikerjakan berpahala dan jika
ditinggalkan berdosa. Sedangkan sunnah yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala,
dan bila ditinggalkan tidak akan mendapat apa – apa. Begitu pula dengan makruh
yaitu bila ditingalkan mendapat pahala, bila dikerjakan mendapat kerugian.

Dengan demikian, formula kaidah hukum menurut ajaran Idrisiyah adalah baik
sunnah apalagi wajib keduanya harus dikerjakan, begitu juga sebaliknya, hal – hal
yang haram dan makruh keduanya harus ditinggalkan. Kaidah ini menjadi utama
dalam ajaran Thariqat Idrisiyah.

Beberapa ajaran / ahwal yang khususiyyah, yaitu :

1. Masalah rokok
2. Pakaian taqwa
3. Shalat sunnah berjama’ah
4. Shalat sunnah ba’da Ashar

Bentuk Keshalehan

Ada bentuk ibadah lahiriyah yang dikembangkan oleh thariqat Idrisiyah


seperti pengguna busana berupa gamis berwarna putih, berselendang warna hijau bagi
kaum pria dan bergho / cadar bagi kaum wanita bisa juga dipandang sebagai sikap
profesional dalam beragama. Karena tata cara berpakaian juga telah diatur dalam
syari’at dan thariqat Idrisiyah berupaya untuk melaksanakan dalam rangka memenuhi
tuntutan syari’at tersebut. Jika ada yang menilai eksklusif, penilaian tersebut tidak
akan dihiraukan.

Awrad / dzikir dan wirid Idrisiyah dilakukan sepanjang siang dan malam.
Untuk membaca dzikir tersebut caranya bisa dilakukan secara jahr (keras), khafi
(pelan), maupun sirr (lembut). Dari ketiga dzikir tadi, dzikir jahr dan dengan
berjamaah lebih diutamakanagar menimbulkan semangat.

Menurut seorang anggota jamaah Idrisiyah bernama Maya, bila ada jamaah
yang belum sepenuhnya mengamalkan 6 amalan wirid doktrin al – Idrisiyah, hal
tersebut kembali pada masing – masing individu dalam menjalankannya. Demikian
pula halnya dalam mengeluarkan infaq sebesar 10% dari harta jamaah Al – Idrisiyah
baik yang sudah ditalqin maupun yang belum ditalqin, hal tersebut diserhakan kepada

19
masing – masing individu, agar tidak membebani para jamaah. Karena itu bisa saja
jamaah mengeluarkan 2 1/2 persen sesuai kemampuannya.17

Untuk menjadi murid thariqat Idrisiyah, sebagaimana dikatakan Syekh Akbar


K. H. Muhammad Dahlan (alm) dan guru – guru terdahulu bahwa syaratnya hanya
dua, yakni percaya dan mau. Percaya menandakan isyarat hati yang iman dan
kemauan adalah sebagai bukti ketaatan dan kepatuhan lahiriyah. Apabila keduanya
dilaksanakan, maka akan timbuk keyakinan dalam hati setiap murid. Bila sudah
terpenuhi kedua syarta itu, barulah di talqin langsung oleh Syekh Akbar dan
disaksikan oleh seluruh jamaah.

Syekh Akbar dalam nuansa ketawadhuan, bukanlah artinya seorang Syekh


yang paling agung (terbesar), tetapi maknanya adalah seorang Syekh yang senantiasa
merasakan seluruh gerakan nafasnya berada dalam genggaman Allah Yang Besar
(Akbar). Syekh Al – Akbar mengandung pengertian seorang guru yang mengajak
atau membawa murid – muridnya atau orang – orang agar kembali kepada Yang
Akbar, yakni Allah swt.18

17
Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009)
hlm. 293-301
18
Nuhrison M. Nuh, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta, CV. Prasasti : 2009)
hlm. 303

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ajaran tarekat dengan tasawuf memang sangat erat hubungannya.


Keeratannya itu bisa dilihat dari ketersambungan pengertian keduanya dan tujuan
akhirnya.

Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara tarekat dengan tasawuf, yaitu


diantaranya dari segi sifatnya, yang mana tasawuf bersifat personal, sedangkan
tarekat bersifat lembaga. Selanjutnya, dilihat dari segi penyajiannya, tasawuf
disajikan secara teori, sedangkan tarekat disajikan berdasarkan praktek atau
pengalaman.

Ada beberapa macam tarekat di dalam Islam, yaitu:


1. Tarekat Qadariyah
2. Tarekat Syadziliyah
3. Tarekat Naqsabandiyah
4. Tarekat Khalwatiyah
5. Tarekat Syatariyah
6. Tarekat Rifa’iyah
7. Tarekat Idrisiyyah
8. Tarekat Sammaniyah
9. Tarekat Tijaniyah

21
DAFTAR PUSTAKA

Mulyati,Sri, Mengenal dan MemahamiTarekat Tarekat Muktabarah Di


Indonesia, Jakarta: kencana, 2005

AR Hasbi, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan


Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara, 1983

Said A. Fuad , Hakikat Tarekat Naqsyabandiyyah, Cetakan ke 2, Jakarta:Al-


Husna Zikra, 1996

Wahid Marzuki, Jejak-jejak Islam politik sinopsis sejumlah studi Islam


Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam
Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2004

Aceh, Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis Tentang Mistik,
cetakan ke 13, Solo:Ramadhani, 1996

http://www.pejalanruhani.com/2012/11/sejarah-tarekat-sammaniyah.html

M. Nuh,Nuhrison, Aliran / Faham Keagamaan dan Sufisme


Perkotaan,Jakarta, CV. Prasasti : 2009

22

Anda mungkin juga menyukai