Anda di halaman 1dari 15

TAFSIR AYAT AYAT AL-QUR’AN TENTANG IBADAH

DISUSUN OLEH :
Akmal rufajar
Firmansyah ariga
Cut sulfa rahmadina
Almunadya
Nurur rahmi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur selalu terucap kepada Allah SWT yang sampai saat ini telah memberikan nikmat
sehat, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah tanpa terkendala masalah berarti.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, dosen, teman kuliah yang turut
membantu. Keterbatasan waktu menjadi salah satu hal yang menjadi kesulitan dalam pembuatan
makalah ini. Namun berkat dukungan dari mereka, akhirnya yang diperjuangkan bisa selesai
tepat waktu. Sebagai mahasiswa, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu penulis secara pribadi memohon maaf atas kesalahan yang mungkin
ada pada isi makalah.
Penulis berharap isi makalah yang berjudul “Tafsir Ayat Ayat Alqur'an Tentang Ibadah”
bisa bermanfaat bagi pembaca. Mohon untuk memaklumi jika terdapat penjelasan yang sulit
untuk dimengerti. Untuk itu penulis mengharapkan kritik maupun saran, sehingga penulis bisa
memperbaikinya dikemudian hari. Terimakasih atas ketertarikan Anda untuk segan membaca
makalah yang penulis buat.

Banda Aceh, Juni 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Al-baqarah ayat 21-23...........................................................................................2
2.2 Ar-rum ayat 30.................................................................................................4
2.3 Al-Zariyaat ayat 56..........................................................................................7

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................8
3.2 Saran.................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah)
dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju
kepada tuhan (Allah) saja. Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada
penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia
yang memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada
manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang sama-
sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai
pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah. Diantaranya ada golongan
yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba kepada
sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan
hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi
dalam sitiap situasi. Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan
adalah bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu
tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah
mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara
golongan yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan
ibadah ghoiru mahdhoh.Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan
memunculkan kesimpulan yang aneh ke dalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita
sebagai seorang terpelajar menyikapinya? Oleh karena itu, Makalah ini akan membahas tafsir
ayat-ayat ibadah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat : 21
2. Tafsir Surat Ar-Rum Ayat : 30
3. Tafsir Surat Al- Zariyaat Ayat : 5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Surat al-baqarah : 21

‫َي ا َأ ُّي َه ا ال َّن اُس ا ْع ُبُدوا َر َّب ُك ُم ا َّل ِذ ي َخ َلَقُك ْم َو ا َّل ِذ يَن ِم ْن َق ْب ِل ُك ْم َل َع َّل ُك ْم َت َّتُقوَن‬
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa,

Asbabun Nuzul:
Asbab An-Nuzul ayat tersebut berkaitan dengan hadits : mengkabarkan kepadaku Sa'id ibn
Muhammad ibn Ahmad Az-Zahid, mengkhabarkan kepadaku Abu 'Ali ibn Ahmad Al-Faqih,
mengkhabarkan kepadaku Abu Turob Al-Quhustani, menceritkan kepadaku Abdurrahman ibn
Bisr, menceritakan kepadaku Rauh, menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Sufyan Al-Tsauri, dari
Al-A'mas, dari Ibrahim, dari Alqomah berkata : "Setiap ayat yang turun dan redaksinya memakai
kata ‫ ياأيهاالناس‬maka ayat tersebut turun di Makkah dan ‫ ياأيهاالذين أمنوا‬maka ayat tersebut turun di
madinah. Yakni bahwa ‫ ياأيهاالناس‬itu khitobnya kepada ahli Makkah dan
‫ ياأيهاالذين أمنوا‬khitobnya kepada ahli Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-
orang musyrik Makkah.
Dalam pemaknaan lafadz ‫ الناس‬terdapat perbedaan, ada dua qoul. Qoul pertama yaitu arti kata
‫ الناس‬ialah orang-orang kafir yang tidak menyembah Allah dan didukung firman Allah surat Al-
Baqoroh ayat 23. qoul kedua berpendapat bahwa lafadz ‫الناس‬lebih bersifat umum yaitu berlaku
untuk seluruh manusia, maka khitobnya diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman karena
ia senantiasa melaksanakan ibadah dan juga diperuntukkan bagi orang-orang kafir karena mereka
belum beribadah secara benar kepada Allah dan dengan ayat tersebut diharapkan mereka segera
mau beribadah kepada-Nya.
Perintah beribadah dan menyembah Allah saja yang difahamkan dari ayat ini, adalah perintah
yang telah dihadapkan pula oleh Allah SWT kepada seluruh manusia sejak zaman dahulu dengan
perantara rasul-rasul-Nya.
Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 36
Artinya : Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk
menyerukan), sembahlah Allah (saja), dan jahuilah thaghut itu.
Tiap-tiap rasul memulai dakwahnya dengan seruan kepada kaumnya agar menyembah Allah
saja.
Kemudian tentang (cara melakukan ibadah) agar selalu berorientasi pada Allah telah diterangkan
oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang berbunyai :
Artinya : Bahwa hendaknya engkau menyembah Allah SWT itu seakan- engkau melihat-Nya,
jika (seakan-akan) tidah dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Tafsirnya
Ayat ini adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah Allah ta'ala. Karena
Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik manusia terdahulu ataupun manusia yang akan
datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat ini memiliki makna yang luas, tidak
hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah saja, melainkan ibdah dalam arti luas. Ayat ini
memiliki korelasi yang kuat dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu untuk
beribdah kepadaNya saja.
Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja. Karena Alloh adalah
Pencipta yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan menciptakan manusia dari ketiadaan,
Dia juga telah menciptakan umat-umat sebelum kita. Nikmat yang diberikannya berupa nikmat
yang nyata dan nikmat yang tidak nampak. Dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan
tempat berketurunan, bercocok tanam, berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat ke
tempat yang lainnya serta manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah menciptakan langit sebagai
sebuah atap bangunan yang telah Dia letakan padanya matahari, bulan dan bintang.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di menyatakan bahwa perintah dalam ayat ini bersifat
umum untuk seluruh manusia. Sifat perintahnya sendiri umum yaitu untuk beribadah dengan
segala bentuk ibadah, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkanNya dan menjauhi yang
dilarangNya serta membenarkan kabar-kabarnya. Hal ini sebagaimana perintah Alloh ta'ala
dalam QS Adz-Dzariyat : 56. Allah ta'ala berfirman :
Artinya; Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. QS Adz-Dzaariyat : 56.
Ayat ini menegaskan tentang tujuan diciptakannya jin dan manusia di muka bumi ini, yaitu untuk
beribadah kepadaNya. Makna ibdah dalam pengertian yang komprehensif disebutkan oleh
Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, beliau menyebutkan :
‫العبادة هى اسم جامع لكل ما يحبه هللا ويرضاه من األقوال واالعمال الباطنة والظاهرة‬
Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Alloh dan yang
diridhaiNya berupa perkataan atau perbuatan baik yang berupa amalan batin ataupun yang dhahir
(nyata).

Surat al-baqarah : 22

‫اَّلِذ ْي َجَعَل َلـُك ُم اَاْل ْر َض ِفَر ا ًش ا َّوا لَّس َم ٓاَء ِبَنٓاًء ۖ  َّو َاْنَز َل ِم َن الَّسَم ٓاِء َم ٓاًء َفَا ْخ َر َج ِب ٖه ِم َن الَّثَم ٰر ِت ِر ْز ًق ا َّلـُك ْم ۚ  َفاَل َتْج َع ُل ْو ا ِهّٰلِل َاْن َدا ًدا‬
‫َّو َاْنـُتْم َتْع َلُم ْو َن‬
allazii ja'ala lakumul-ardho firoosyaw was-samaaa-a binaaa-aw wa angzala minas-samaaa-i
maaa-ang fa akhroja bihii minas-samarooti rizqol lakum, fa laa taj'aluu lillaahi angdaadaw wa
angtum ta'lamuun

"(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah
yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan
sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi
Allah, padahal kamu mengetahui."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 22)

Tafsirnya
Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 22 ini mempertegas kembali akan kekuasaan Allah swt
dengan mengatur alam dengan penuh keteraturan. Keteraturan ini adalah apa yang
dalam ilmu pengetahuan modern disebut dengan ekosistem.

Selain itu dalam Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 22 dijelaskan mengenai siklus air dan
segala macam prosesnya. Selain itu juga dibahas mengenai atmosfer yang menjadi atap
bumi agar aman dari ancaman. Semuanya diciptakan Allah swt untuk kenyamanan
manusia di bumi.

Allah swt menerangkan bahwa Dia menciptakan bumi sebagai hamparan dan langit
sebagai atap, menurunkan air hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan
menjadikan tumbuh-tumbuhan itu berbuah. Semuanya diciptakan Allah untuk
manusia, agar manusia memperhatikan proses penciptaan itu, merenungkan,
mempelajari dan mengolahnya sehingga bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan
sesuai dengan yang telah diturunkan Allah.

Dengan jelas Allah menerangkan dalam ayat ini terutama pada bagian yang
mengungkapkan “Dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia hasilkan
dengan (hujan) itu buah-buahan.”

Dengan terang Allah menyebutkan bumi, langit dan benda-benda langit, seperti
matahari dan bintang-bintang adalah ciptaan Allah yang merupakan satu kesatuan dan
semuanya diatur dengan satu kesatuan sistem yang dalam ilmu pengetahuan modern
disebut ekosistem. Selama belum dirusak oleh tangan-tangan manusia yang
memperturutkan hawa nafsunya, semua berjalan dengan tertib dan teratur.

Laut yang luas yang disinari panas matahari kemudian menyebabkan uap air yang
banyak. Uap air ini naik ke atas menjadi awan dan mendung, kemudian disebarkan oleh
angin ke seluruh permukaan bumi, sehingga uap air yang banyak sekali ini di atas
gunung-gunung menjadi dingin dan kemudian menjadi titik-titik dan menjadi hujan
dapat mengairi permukaan bumi yang luas, bukan hanya timbul hujan di atas laut,
tetapi juga di darat, karena bantuan angin yang menyebarkannya.

Disebabkan hujan yang turun dari langit itu kemudian bumi menjadi subur, berbagai
tanaman buah, sayur, biji-bijian serta ubi dan sebagainya tumbuh dan memberikan
banyak manfaat bagi manusia dan semua makhluk di bumi.

Di samping itu, turunnya hujan juga menimbulkan sungai, danau dan sumur terisi air
serta memperluas kesuburan bumi. Hutan yang lebat juga membantu menyalurkan air
dalam bumi, membantu menyalurkan udara segar, menyejukkan udara yang panas dan
memelihara kesuburan bumi.

Surat al-baqarah : 23

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫َو ِا ْن ُکْنُتْم ِفْي َر ْيٍب ِّمَّم ا َنَّز ْلَنا َع ٰل ى َع ْبِد َنا َفْأُتْو ا ِبُسْو َرٍة ِّم ْن ِّم ْثِلٖه ۖ  َو ا ْدُع ْو ا ُش َهَدٓاَء ُك ْم ِّم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا ِاْن ُكْنُتْم ٰص ِدِقْيَن‬

wa ing kungtum fii roibim mimmaa nazzalnaa 'alaa 'abdinaa fa-tuu bisuurotim mim
mislihii wad'uu syuhadaaa-akum ming duunillaahi ing kungtum shoodiqiin

"Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 23)

Tafsirnya

(Sekiranya kamu merasa ragu) atau bimbang (tentang apa yang Kami turunkan kepada
hamba Kami) maksudnya tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada
Muhammad, bahwa itu benar-benar dari Allah, (maka buatlah sebuah surah yang
sebanding dengannya) dengan surah yang diwahyukan itu. 'Min mitslihi', min yang
berarti dari, maksudnya di sini ialah untuk menjadi keterangan atau penjelasan, hingga
artinya ialah yang sebanding dengannya, baik dalam kedalaman makna maupun dalam
keindahan susunan kata serta pemberitaan tentang hal-hal gaib dan sebagainya. Yang
dimaksud dengan 'surah' ialah suatu penggal perkataan yang mempunyai permulaan
kesudahan dan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga ayat. (Dan ajaklah saksi-saksimu)
maksudnya tuhan-tuhanmu yang kamu sembah itu (selain dari Allah) untuk menjadi
penolong-penolongmu, (jika kamu orang-orang yang benar) bahwa Al-Qur'an itu
hanyalah buatan dan ucapan Muhammad belaka, maka cobalah lakukan demikian,
bukankah kamu orang-orang yang berlidah fasih seperti Muhammad pula?.

2.2 Surat ar-rum : 30

‫َف َأِق ْم َو ْج َه َك ِلل ِّد ي ِن َح ِني ًف اۚ ِف ْط َر َت ال َّل ِه ا َّل ِتي َف َط َر ال َّن ا َس َع َل ْي َه اۚ اَل َت ْب ِد ي َل ِل َخ ْل ِق ال َّل ِهۚ َٰذ ِلَك ال ِّد يُن‬
‫ا ْل َق ِّي ُم َو َٰل ِك َّن َأ ْك َث َر ال َّن ا ِس اَل َي ْع َل ُمو َن‬
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Asbabun Nuzu
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib
berkata, Ibnu Syihab: "Setiap anak yang wafat wajib dishalatkan sekalipun anak hasil zina
karena dia dilahirkan dalam keadaan fithrah Islam, jika kedua orangnya mengaku beragama
Islam atau hanya bapaknya yang mengaku beragama Islam meskipun ibunya tidak beragama
Islam selama anak itu ketika dilahirkan mengeluarkan suara (menangis) dan tidak dishalatkan
bila ketika dilahirkan anak itu tidak sempat mengeluarkan suara (menangis) karena dianggap
keguguran sebelum sempurna, berdasarkan perkataan Abu Hurairah radliallahu 'anhu yang
menceritakan bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak ada seorang anakpun
yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana
binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada
cacat padanya?". Kemudian Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, (mengutip firman Allah QS
Ar-Ruum: 30 yang artinya: ('Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu").

Tafsir Ayat
Allah Swt. berfirman: Fa aqim wajhaka li ad-dîn hanîfâ (Hadapkanlah wajahmu dengan lurus
pada agama Allah). Menurut Mujahid, Ikrimah, al-Jazairi, Ibnu al-‘Athiyah, Abu al-Qasim al-
Kalbi, dan az-Zuhayli, kata ad-dîn bermakna dîn al-Islâm. Penafsiran ini sangat tepat, karena
khithâb ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw., tentu agama yang dimaksudkan adalah Islam.
Adapun hanîf, artinya cenderung pada jalan lurus dan meninggalkan kesesatan. Kata hanîf
tersebut, merupakan hâl (keterangan) bagi adh-dhamîr (kata ganti) dari kata aqim atau kata al-
wajh; bisa pula merupakan hâl bagi kata ad-dîn. Dengan demikian, perintah itu mengharuskan
untuk menghadapkan wajah pada dîn al-Islâm dengan pandangan lurus; tidak menoleh ke kiri
atau ke kanan, dan tidak condong pada agama-agama lain yang batil dan menyimpang. Perintah
ini merupakan tamsil untuk menggambarkan sikap penerimaan total terhadap agama ini,
istiqamah di dalamnya, teguh terhadapnya, dan memandangnya amat penting.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman: fithrah Allâh al-latî fathara an-nâs ‘alayhâ (tetaplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu). Secara bahasa, fithrah berarti al-
khilqah (naluri, pembawaan) dan ath-thabî‘ah (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah Swt. pada
manusia.
Menurut sebagian mufasir, kata fithrah Allâh berarti kecenderungan dan kesediaan manusia
terhadap agama yang haq. Sebab, fitrah manusia diciptakan Allah Swt. untuk cenderung pada
tauhid dan dîn al-Islâm sehingga manusia tidak bisa menolak dan mengingkarinya.
Sebagian mufassir lainnya seperti Mujahid, Qatadah, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ibnu
Syihab memaknainya dengan Islam dan Tauhid. Ditafsirkannya fitrah dengan Islam karena untuk
fitrah itulah manusia diciptakan. Telah ditegaskan bahwa jin dan manusia diciptakan Allah Swt.
untuk beribadah kepada-Nya (QS adz-Dzariyat [51]: 56). Jika dicermati, kedua makna tersebut
tampak saling melengkapi.
Harus diingat, kata fithrah Allâh berkedudukan sebagai maf‘ûl bih (obyek) dari fi‘il (kata kerja)
yang tersembunyi, yakni ilzamû (tetaplah) atau ittabi‘û (ikutilah). Itu berarti, manusia
diperintahkan untuk mengikuti fitrah Allah itu. Jika demikian, maka fitrah yang dimaksudkan
tentu tidak cukup hanya sebatas keyakinan fitri tentang Tuhan atau kecenderungan pada tauhid.
Fitrah di sini harus diartikan sebagai akidah tauhid atau dîn al-Islâm itu sendiri. Frasa ini
memperkuat perintah untuk mempertahankan penerimaan total terhadap Islam, tidak condong
pada agama batil lainnya, dan terus memelihara sikap istiqamah terhadap dîn al-Islâm, dîn al-
haq, yang diciptakan Allah Swt. untuk manusia. Ini sama seperti firman-Nya (yang artinya):
Tetaplah kamu pada jalan yang benar sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang-
orang yang telah taubat beserta kamu. (QS Hud : 112).
Allah Swt. berfirman: Lâ tabdîla li khalqillâh (tidak ada perubahan atas fitrah Allah).
Menurut Ibnu Abbas, Ibrahim an-Nakha'i, Said bin Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, adh-
Dhahak, dan Ibnu Zaid, li khalqillâh maksudnya adalah li dînillâh. Kata fithrah sepadan dengan
kata al-khilqah. Jika fitrah dalam ayat ini ditafsirkan sebagai Islam atau dîn Allâh, maka kata
khalq Allâh pun demikian, bisa dimaknai dîn Allâh.
Allah Swt. memberitakan, tidak ada perubahan bagi agama yang diciptakan-Nya untuk manusia.
Jika Allah Swt. tidak mengubah agamanya, selayaknya manusia pun tidak mengubah agama-Nya
atau menggantikannya dengan agama lain. Oleh karena itu, menurut sebagian mufassir,
sekalipun berbentuk khabar nafî (berita yang menafikan), kalimat ini memberikan makna thalab
nahî (tuntutan untuk meninggalkan). Dengan demikian, frasa tersebut dapat diartikan: Janganlah
kamu mengubah ciptaan Allah dan agamanya dengan kemusyrikan dan janganlah mengubah
fitrahmu yang asli dengan mengikuti setan dan penyesatannya; dan kembalilah pada agama
fitrah, yakni agama Islam.
Allah Swt. Menutup ayat ini dengan firman-Nya: Dzâlika ad-dîn al-qayyim walâkinna
aktsara an-nâs lâ ya‘lamûn (Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui). Kata al-qayyûm merupakan bentuk mubâlaghah dari kata al-qiyâm (lurus). Allah
Swt. menegaskan, perintah untuk mengikuti agama tauhid dan berpegang teguh pada syariah dan
fitrah yang sehat itu adalah agama yang lurus; tidak ada kebengkokan dan penyimpangan di
dalamnya.
Makna Fitrah Para ulama salaf berbeda pendapat dalam memaknai kata fitrah dengan pendapat
yang cukup banyak. Pendapat yang paling masyhur dalam hal ini ialah bahwa maknanya Islam.
Ibnu Abdil Bar berkata: “Pendapat inilah yang dikenal di kalangan ulama salaf.” Para ulama
sepakat pula dalam menafsirkan makna fitrah pada ayat:
Artinya: ..... “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.”
(Ar-Rum: 30)

2.3 Surah Ad-Dzariyat ayat 56

‫َو َم ا َخ َلْق ُت ا ْل ِج َّن َو ا ِإْل ْن َس ِإ اَّل ِلَي ْع ُب ُد و ِن‬

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56)

Tafsir surah Ad-Dzariyat ayat 56


Maksud ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka
beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada mereka. Ayat tersebut dengan
gamblang telah menjelaskan bahwa Allah Swt dengan menghidupkan manusia di dunia ini agar
mengabdi / beribadah kepada-Nya. Bukan sekedar untuk hidup kemudian menghabiskan jatah
umur lalu mati.

Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah
mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya, seperti
shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin
manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah
Berdasarkan ayat tersebut, dengan mudah manusia bisa mendapat pencerahan bahwa eksistensi
manusia di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah Swt dan tentu
saja semua yang berlaku bagi manusia selama ini bukan sesuatu yang tidak ada artinya. Sekecil
apapun perbuatan itu. Kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran, sedangkan kematian
sebagai pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya kembali menghadap Allah
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.

Ayat ini pula dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan
manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan
hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan
yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan
tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga
dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus
didasarisebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.

Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar
ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai
puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya
ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada
yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas.

Hikmah yang terkandung dalam surah Ad-Dzariyat ayat 56


a. Jin dan manusia dijadikan Allah swt untuk tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya.
b. Menguatkan perintah kepada manusia untuk selalu berzikir dan beribadah kepada Allah swt.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ayat-ayat di atas adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah Allah
ta'ala. Karena Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik manusia terdahulu ataupun manusia
yang akan datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat ini memiliki makna yang
luas, tidak hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah saja, melainkan ibdah dalam arti luas.
Ayat ini memiliki korelasi yang kuat dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu
untuk beribdah kepadaNya saja.
Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja. Karena Alloh
adalah Pencipta yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan menciptakan manusia dari
ketiadaan, Dia juga telah menciptakan umat-umat sebelum kita. Nikmat yang diberikannya
berupa nikmat yang nyata dan nikmat yang tidak nampak. Dan menjadikan bumi sebagai tempat
tinggal dan tempat berketurunan, bercocok tanam, berkebun, melakukan perjalanan dari satu
tempat ke tempat yang lainnya serta manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah menciptakan
langit sebagai sebuah atap bangunan yang telah Dia letakan padanya matahari, bulan dan
bintang.

3.2 Saran
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi
pembaca. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan
makalah selanjutnya. Jika ada kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami
mohon ma’af sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, xi/208, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut.
1992.
Taisir Karim Ar-Rohman Fi Tafsir Kalam Al-Manan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di.
Abu al-Hasan al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, III/442, Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah, Beirut. 1994; Abu ‘Ali al-Fadhl, Majma’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân, III/491, Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994.
Al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl fi Ma’âni at-Tanzîl, III/398, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1995
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm, III/ 1445; AbuThayyib al-Qinuji, Fath al-Bayân fî
Maqâshid al-Qur’ân, X/281, Idarat Ihya’ al-Turats al-Islami, Qathar. 1989
Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, XI/143, Dar al-Fikr, Beirut. 1991. ar-Raghib al-
AshfahaniMu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 564, Dar al-Fikr, Beirut., tt.

Anda mungkin juga menyukai