Anda di halaman 1dari 86

KELAS X AGAMA ISLAM KISI KISI US

A. AYAT-AYAT AL QUR’AN TENTANG MANUSIA DAN TUGASNYA


SEBAGAI KHALIFAH DI BUMI
1. Surat Al Baqarah Ayat 30
Surat ini memiliki kandungan yaitu:
a. Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sempurna yang memiliki dua
fungsi, yaitu: sebagai khalifah di bumi.

Fungsi khalifah di bumi, yaitu:

a. Menjadi pemimpin, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang orang lain dalam upaya
mencari ridha Allah SWT.
b. Memelihara, memakmurkan, melestarikan alam, mengambil manfaatnya, menggali,
mengelola alam demi terwujudnya dan kesejahteraan segenap umat manusia.

Perilaku yang mencerminkan surat Al Baqarah ayat 30

Khalifah artinya seseorang yang dijadikan pengganti atau sesesorang yang diberi wewenang
untuk bertindak sebagai pengatur atau wakil Allah SWT.

Namun demikian, tugas khalifah tidak hanya bertumpu pada yang bersifatbintelektual belaka,
tetapi juga moral. Kekuasaan manusia di muka bumi tidak mutlak, karena dibatasi oleh hukum-
hukum Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya.

Syarat-syrat menjadi pemimpin antara lain,

1. Berpengalaman
2. Tidak memiliki cacat jasmani
3. Bertanggung jawab, teguh, dan kuat menjalankan tugas.

Kewajiban seorang pemimpin antara lain,

1. Membela Negara dan agama serta menjalankan syariat agama dengan benar.
2. Menjaga keamanan dan ketentraman umum.
3. Bermusyawarah dengan wakil-wakil rakyat dalam urusannya.
4. Mengatur perekonomian Negara menurut syariat yang benar.
5. Mengangkat para pembantu (khalifah) sesuai dengan keahliannya.
1. Surat Al Mukminun Ayat 12-14

Surat ini memiliki kandungan yaitu:

Proses kejadian manusia, yaitu:

1. Allah SWT menjadikan saripati tanah dalam tubuh manusia sebagai nutfah (air yang
berisi spermatozoa atau disebut sperma) yang terdapat pada seorang laki-laki.
2. Melalui proses senggama, nutfah masuk ke dalam qarar (rahim atau kandungan ibu),
nutfah bertemu dengan sel telur atau ovum, sehingga terjadi pembuahan.
3. Setelah pembuahan, lalu berproses menjadi ‘alaqah (gumpalan darah).
4. Dari ‘alaqah kemudian Allah SWT menjadikannya sebagai mudgah (segumpal daging).
5. Kemudian dari mudgah (gumpalan daging) oleh Allah SWT dijadikan I’zaam (tulang
atau rangka).
6. I’zaam (tulang atau rangka) kemudian di balut atau dibungkus dengan daging, lalu Allah
menjadikan sebagai makhluk berbentuk lain, yaitu manusia yang masih kecil dalam
kandungan.

Ketika bayi dalam kandungan berusia empat bulan, Allah SWT mengutus seorang malaikat
untuk meniup roh kedalamnya. Setelah bayi dalam kandungan mencapai usia 9 bulan 10 hari,
Allah menakdirkan bayi tersebut lahir ke dunia. Setelah lahir, berkat lindungan dan rahmat Allah
SWT bayi tersebut berkembang menjadi balita, kanak-kanak, anak-anak, remaja, dewasa, dan
tua, yang pada akhirnya meninggal dunia.

Perilaku yang mencemirkan surat Al Mukminum ayat 12-14

Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling mulia diantara semua makhluk.kelebihan
manusia dengan makhluk yang lain nya terletak pada jasmani dan rohaninya. salah satu
perbedaan terbesar terletak pada akal pikiran manusia.Dengan akal pikiran itu,manusia dapat
membedakan antara perbuatan baik dan buruk,antara yang khalal dan haram.Dengan akal
pikirannya,manusia akan sadar sebagai hamba Allah SWT yang harus melaksanakan kewajiban
menyembah kepada-Nya. Manusia juga harus dapat menjalin hubungan kemasyarakatan. Yang
terpenting manusia harus dapat bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang di
berikannya.

1. Membaca surat Adz Dzariyat ayat 56

Surat ini memiliki kandungan yaitu:


Allah AWT telah menciptakan jin dan manusia dengan tujuan supaya mereka mengenal-Nya.
Dengan hubungan, memuja kebesaran dan berdoa kepada Allah SWT agar dapat dekat dengan-
Nya. Adapun hubungan tersebut dinyatakan dalam perbuatan ibadah yang langsung kepada Allah
SWT sebagaimana rukun islam, yaitu shalat, zaka, puasa, haji, dan berdzikir hanya untuk
mencari ridha-Nya.

Perilaku yang mencerminkan surat Adz Dzariyat ayat 56

Allah SWT menganjurkan setiap umat islam untuk berdzikir kepada-Nya, artinya manusia
dianjurkan untuk mengiat kebesaran, kemuliaan, dan keagungan Allah SWT dengan perasaan
harap dan takut dengan khusyuk dan rendah diri di hadapan-Nya. Zikir merupakan pintu
pembuka hubungan dengan hamba-Nya, menjadi obat penawar hati, penyehat badan, cahaya
mata, dan zikir merupakan jenis ibadah yang dapat dikerjakan kapan saja, tidak tergantung pada
tempat, waktu, keadaan, dan dapat dikerjakan sendiri ataupun secara bersama-sama. Oleh karena
itu,zikir sebaiknya dilakukan dengan cara:

1. Di awali dengan wudhu 3. Khusyuk


2. Duduk menghadap kiblat 4. Pada tempat yang tenang dan bersih.

1. Surah Al-Hajj ayat 5

Surat ini memiliki kandungan

1).peristiwa hari kiamat padti terjadi daan tidak diragukann lagi.orang mukmin wajib
mempercayainya.
2).orang beriman selalu berusaha untuk elalu meningkatkan iman dan ketakwaan kepada
allh.
3).kebangkitan manusia diakhirat dari kematian dan alam kubur d'gambarkan oleh allh
semisal allh menumbuh tanaman.
4).kekuasaan allh.jualah allah menghidupkan manusia dibumi ada yang sampai usia
tua/uzur.ada yang hanya sampai usiaa mudah atau bahkan sebelum itu.
B. Ayat-ayat Al-Qur'an Tentang Keikhlasan Beribadah

Ayat-ayat al-Qur’an tentang Keikhlasan dalam Beribadah

Bab 2
Ayat-ayat al-Qur’an tentang Keikhlasan dalam Beribadah

A. QS Al An’am [6]: 162-163 tentang Salat, Ibadah, Hidup, dan Mati Hanya untuk Allah
Artinya: “162. Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. 163. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).” (QS Al-An’am : 162-163)
Kandungan
Surat Al-An’am ayat 162-163 sering dibaca pada bacaan iftitah shalat karena ayat ini bermakna
sebuah pengakuan terhadap kekuasaan Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Kita mengakui bahwa
Allah SWT adalah satu-satunya zat yang patut dan wajib disembah, karena yang lain tidak ada
yang bisa menandingi kekuasaan Allah SWT.

Kandungan Surat Al An’am ayat 162 – 163, antara lain:


1. Semua aktivitas kehidupan, baik berupa ibadah khusus seperti shalat, zakat, puasa dan ibadah
umum seperti muamalah, bahkan kehidupan dan kematian hendaknya kita serahkan kepada Allah
semata
2. Tidak ada yang dapat menyamai Allah
3. Hendaknya kita hanya berserah diri kepada Allah

B. QS Al Bayyinah [98]: 5 tentang Perintah Menyembah Allah dengan Ikhlas

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al Bayyinah : 5)
Kandungan
Surat Al Bayyinah ayat 5 memiliki beberapa kandungan, antara lain:
1. Manusia diperintahkan untuk menyembah hanya kepada Allah SWT
2. Memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan
3. Manusia diperintahkan mendirikan shalat dan zakat
4. Menyembah kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan adalah agama yang benar dan lurus
Menjalankan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah dengan penuh keikhlasan, seperti dalam
menjalankan perintah shalat yang tepat pada waktunya dengan khusyuk serta lengkap dengan
rukun dan syaratnya.
Kata ikhlas secara harfiah berarti murni, suci, atau bersih. Menurut istilah, ikhlas adalah
melakukan ibadah dengan tulus hati dan semata-mata mengharap rida Allah swt.‫المسلمين‬

2. Kandungan makna.
• a.Ucapan KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH
1. Memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang keikhlasan dalam beribadah.
• Ikhlas dalam beribadah artinya kita beribadah kepada Allah hanya karena kecintaan kepada
Allah semata.
• Dalam beribadah kepada Allah, kita harus menurut aturan seperti dalam surat Al Ikhlas:
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia."
• Dari ayat di atas, jelaslah kita hanya menyembah Allah semata. Tidak mensekutukan Allah
dengan yang lain.
• Dalam surat Al Fatihah ayat 5 disebut:
• "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan." Hendaklah kita menyembah Allah bukan karena riya, karena ingin uang, dan
sebagainya. "... mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit...." (Ali
Imran [3]: 199)
• "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu
ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu
pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir." (al-Baqarah [2]: 264)
• Kita juga harus ikhlas menjalankan agama kita sepenuh hati meski orang-orang kafir
membencinya sebagaimana dalam takbir: "Mukhlishiina lahud diina wa law kaarihal kaafiruun"
Kami ikhlas dengan agama kami meski orang-orang kafir membencinya. Jangan sampai karena
ingin menyenangkan orang-orang kafir, kita sampai hati berkata bahwa Islam bukanlah agama
yang paling benar dan sebagainya.
• Seperti yang telah kita sadari semua , bahwa kita diciptakan adalah untuk mengabdi
• kepada Allah SWT dan dengan pengabdian yang harus dilaksanakan dengan Ikhlas Hati, tetapi
dalam pelaksanannya sangat sukar, namun untuk mencapai itu kita pun harus berusaha mengerti
akan dasar ajaran agama kita, maka mudah-mudahan apa yg tertulis dibawah ini dapat sedikit
membantu untuk menguatkan usaha kita agar bisa beramal/beribadah secara ikhlas.
I.SURAT AL-AN'AM AYAT 162-163:
162 Katakanlah:` Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam.(QS. 6:162)
163 Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
162 : َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬
ِ ِّ ‫اي َو َم َما ِتي ِ ََّلِلِ َر‬ َ ‫قُ ْل ِإ َّن‬
ُ ُ‫ص ََل ِتي َون‬
َ ‫س ِكي َو َمحْ َي‬

َ‫َل ش َِريكَ لَهُ َو ِبذَلِكَ أ ُ ِم ْرتُ َوأَنَا أَ َّو ُل ْال ُم ْس ِل ِمين‬:163


َ
Dalam ayat ini Nabi Muhammad saw. diperintahkan pula supaya mengatakan bahwa
sesungguhnya salatnya, ibadahnya serta semua pekerjaan yang dilakukannya, hidupnya dan
matinya adalah semata-mata untuk Tuhan semesta alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Demikian
itulah yang diperintahkan kepadanya dan ia adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
kepada Allah dalam mengikuti dan mematuhi semua perintah dan larangan-Nya. Dua ayat ini
mengandung ajaran yang diajarkan Tuhan kepada Muhammad saw. yang harus disampaikannya
kepada umatnya, bagaimana seharusnya hidup dan kehidupan seseorang muslim di dalam dunia
ini. Semua pekerjaan salat dan ibadah lainnya harus dilaksanakan dengan tekun sepenuh hati
karena Allah, ikhlas dalam semua pekerjaan tanpa pamrih. Seorang muslim harus yakin kepada
kodrat dan iradat Tuhan yang tidak ada sekutu-Nya. Tuhanlah yang menentukan hidup mati
sorang. Oleh karena itu seorang muslim tidak perlu takut mati dalam berjihad di jalan Allah dan
tidak perlu takut hilang kedudukan dalam menyampaikan dakwah Islam, amar makruf nahi
mungkar. Ayat ini selalu dibaca dalam salat sesudah takbiratul ihram sebagai doa iftitah kecuali
kata:
‫ أول المسلمين‬diganti dengan ‫من المسلمين‬
Kandungan makna.
• a.Ucapan doa dalam salat pada saat iftitah adalah "inna salati, wanusuki, wamahyaya,
wamamati lillahi rabbil 'alamin" merupakan ikrar (sumpah) untuk penyerahan diri dengan penuh
kesadaran, kerendahan serta kepasrahan (keikhlasan) hanya karena ingin mendapat ridha Allah
Swt tanpa dibarengi ria dan atau menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
• b.Sadar bahwa keikhlasan adalah ruh suatu amal untuk membersihkan motivasi dalam
memperoleh rida-Nya dari berbagai maksud atau niat yang lain. Ikhlas adalah kemampuan untuk
mengabaikan pandangan (perhatian) orang lain dari ria baik imbalan atau pujian.
• c.Sadar bahwa seluruh jiwa dan raganya diserahkan hanya kepada Allah, Tuhan semesta alam.
• d.Yakin sepenuh hati bahwa bila melanggar janjinya tersebut (Tidak ikhlas dalam berbuat
kebajikan), berarti amalnya itu sia-sia dihadapan Allah Swt. Amal perbuatan yang mendapat rida
Allah memiliki nilai yang tinggi dan menolong dirinya di kehidupan akhrat. Hadits Nabi
Muhammad saw. Yang artinya "Allah tidak menerima amalan, melainkan amal itu ikhlas karena
untuk mencari keridaan Allah." (HR. Ibnu Majjah)
• e.Beribadah kepada Allah Swt. Baik itu ibadah ritual/mahdah maupun ibadah sosial.
Peribadatan tesebut dilakukan berdasarkan petunjuk al-Quran dan hadits (lihat QS. 39: 2, 11 dan
14). Amal perbuatan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt. Akan ditolak oleh
Allah dan di akhirat akan ditempatkan di neraka selama-lamanya (lihat QS. 2: 39 dan QS. 16:
104). Allah Swt.
• doa dalam salat pada saat iftitah adalah "inna salati, wanusuki, wamahyaya, wamamati lillahi
rabbil 'alamin" merupakan ikrar (sumpah) untuk penyerahan diri dengan penuh kesadaran,
kerendahan serta kepasrahan (keikhlasan) hanya karena ingin mendapat ridha Allah Swt tanpa
dibarengi ria dan atau menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
• b.Sadar bahwa keikhlasan adalah ruh suatu amal untuk membersihkan motivasi dalam
memperoleh rida-Nya dari berbagai maksud atau niat yang lain. Ikhlas adalah kemampuan untuk
mengabaikan pandangan (perhatian) orang lain dari ria baik imbalan atau pujian.
• c.Sadar bahwa seluruh jiwa dan raganya diserahkan hanya kepada Allah, Tuhan semesta alam.
• d.Yakin sepenuh hati bahwa bila melanggar janjinya tersebut (Tidak ikhlas dalam berbuat
kebajikan), berarti amalnya itu sia-sia dihadapan Allah Swt. Amal perbuatan yang mendapat rida
Allah memiliki nilai yang tinggi dan menolong dirinya di kehidupan akhrat. Hadits Nabi
Muhammad saw. Yang artinya "Allah tidak menerima amalan, melainkan amal itu ikhlas karena
untuk mencari keridaan Allah." (HR. Ibnu Majjah)
BAB III IMAN KEPADA ALLAH (SIFAT-SIFAT ALLAH DAN ASMAUL
HUSNA)

RINGKASAN MATERI

Iman secara etimologi berarti percaya. Sedang secara istilah, iman adalah pembenaran
dalam hati yang diikrarkan secara lisan dan dibuktikan dalam amal perbuatan. Iman yang kuat
pada diri seseorang akan sangat mempengaruhi sikap dan perilakunya. Apalagi bila iman
terhadap adanya Tuhan diyakini sebagai satu-satunya Zat yang menentukan jalan hidupnya, tentu
iman itu akan sangat berpengaruh terhadap sikap hidup dan perilaku kesehariannya. Bila iman
semacam itu berasal dari sumber yang salah, maka kepercayaan itu akan menuntun ke arah
kesesatan hidup yang sesungguhnya. Sebab keberadaan Zat Tuhan itu sendirilah sesungguhnya
yang menjadi sumber kepercayaan seseorang.

Bila Zat Tuhan yang diyakini bukan Tuhan yang sesungguhnya, maka kebenaran dari
keyakinannya itu tentu merupakan kepalsuan belaka. Inilah pangkal kesesatan yang
menumbuhkan cabang-cabang kesesatan hidup selanjutnya. Sebaliknya bila Zat Tuhan yang
diyakini itu memang betul-betul Tuhan yang sesungguhnya, maka kebenaran dari keyakinannya
itu tentu merupakan pangkal keselamatan dan kesejahteraan abadi. Oleh sebab itu, upaya untuk
memperoleh petunjuk yang benar dalam membangun keyakinan akan wujud Tuhan dalam diri
seseorang, menjadi perkara yang sangat penting dalam kehidupan ini. Di sinilah letaknya alasan
orang Islam untuk membangun iman kepada Allah swt. Sebagai pokok keyakinan dalam
hidupnya. Karena iman merupakan dasar dari segala amal perbuatan manusia di dunia ini.

A. SIFAT-SIFAT ALLAH
Menurut para ulama tauhid bahwa iman kepada Allah dapat dibagi menjadi dua, yaitu iman
secara ijmali dan iman secara tafsili. Iman secara ijmali yaitu percaya bahwa Allah swt. Memiliki
sifat-sifat kesempurnaan dan Maha Suci dari sifat-sifat kekurangan. Adapun iman secara tafsili
berarti kita percaya bahwa Allah swt. Memiliki dua puluh sifat wajib, satu sifat jaiz dan dua
puluh sifat mustahil. Wajib bagi setiap mukallaf dan muslim untuk mengenal dam mempercayai
dua puluh sifat-sifat Allah itu. Sifat Wajib terbagi juga empat bagian yaitu sifat nafsiah, sifat
salbiah, dan sifat ma’ani atau ma’nawiah.
Sifat-sifat Allah

Sifat Wajib Tulisan Arab Maksud Sifat Sifat Mustahil Tulisan Arab

Wujud ‫وجود‬ Ada Nafsiyah Adam ‫عدم‬


Qidam ‫قِدَام‬ Sedia Ada Salbiyah Haduth ‫حدوث‬
Baqa ‫بقاء‬ Kekal Salbiyah Fana ‫فناء‬
Mukhalafatul ‫مخالفة‬ Berbeda dengan Mumatsalatul ‫مماثلة‬
‫ِلِّ ْلحوادث‬ ‫للِّحوادث‬
Salbiyah
lilhawadith makhluk-Nya lilhawadith s

Qiamuhu
binafsih ‫قيامه بنفسه‬ Berdiri-Nya
dengan sendiri
Salbiyah
Qiamuhu
bighairih ‫قيامه بغيره‬ d
Wahdaniat ‫وحدانية‬ Tunggal Salbiyah Ta'addud ‫تعدد‬ B

Qudrat ‫قدرة‬ Berkuasa Ma'ani Ajzun ‫عجز‬


Iradat ‫إرادة‬ Berkehendak
menentukan
Ma'ani Karahah ‫كراهه‬
Ilmun ‫علم‬ Mengetahui Ma'ani jahlun ‫جهل‬
Hayat ‫حياة‬ Hidup Ma'ani Al-Maut ‫الموت‬
Sama' ‫سمع‬ Mendengar Ma'ani As-Summu ‫الصم‬
Basar ‫بصر‬ Melihat Ma'ani Al-Umyu ‫العملى‬
Kalam ‫كَلم‬ Berkata-kata Ma'ani Al-Bukmu ‫البكم‬
‫كونه قادرا‬ ‫كونه عاجزا‬
Kaunuhu Keadaan-Nya Ma'nawiyah Kaunuhu
Qaadiran yang berkuasa ajizan

‫كونه‬
Kaunuhu
‫كونه مريدا‬ KeadaanNya yang
Ma'nawiyah
Kaunuhu
muriidan berkehendak makruuhan
‫َم ْك ُر ْو ًها‬
‫كونه عالما‬ ‫كونه جاهَل‬
Kaunuhu Keadaan-Nya Ma'nawiyah Kaunuhu
'aliman yang mengetahui jahilan

‫كونه َحيًّا‬ ‫كونه ميتا‬


Kaunuhu Keadaan-Nya Ma'nawiyah Kaunuhu
hayyan yang hidup mayitan

‫كونه سميعا‬ ‫كونه أص ًما‬


Kaunuhu Keadaan-Nya Ma'nawiyah Kaunuhu
sami'an yang mendengar asamma

‫كونه بصيرا‬ ‫كونه أعمى‬


Kaunuhu Keadaan-Nya Ma'nawiyah Kaunuhu
basiiran yang melihat a'maa

‫كونه متك ِلِّ ًما‬ ‫كونه أبك ًما‬


Kaunuhu Keadaan-Nya Ma'nawiyah Kaunuhu
mutakalliman yang berkata-kata abkama
Sedangkan satu sifat jaiz yaitu ُ‫ ُك ُّل فِ ْع ٍل ُم ْم ِك ٍن ا َ ْو ت َ ْر ُكه‬artinya Allah SWT. berbuat atau

tidak berbuat sesuatu itu merupakan kebebasan bagi Allah / wewenang sepenuhnya dan hak
Allah sendiri. Bagi Allah, menciptakan alam ini tidak wajib, tetapi semata-mata sekehendak
Allah. Sebab kalau Allah wajib menjadika alam, berarti semua makhluk menjadi wajib adanya.
Padahal yang wajib ada itu hanyalah Allah semata. Sebaliknya Allah boleh saja tidak
menciptakan alam dan segala isinya. Tidak mustahil bagi Allah jika tidak menjadikan alam ini,
itulah diantara pengertian sifat jaiz Allah.

B. ASMAUL HUSNA

‫ا َ ْس َمآء‬
Dalam agama Islam, Asmaul Husna adalah sembilan puluh sembilan (99) asma (nama) Allah
SWT. yang terbaik. Sejak dahulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan Asmaul
Husna ini. Meskipun timbul perbedaan pendapat tentang jumlah nama itu, ada yang menyebut
132, 200, bahkan 1000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat Zat Allah
SWT yang harus dipahami oleh orang-orang yang beriman.
‫ْال ُح ْسنَى‬
Asmaul Husna dimaksud dari segi bahasa ialah dari lafadh yang berarti nama-nama dan
yang berarti baik, mulia dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung
dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan Allah
sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta beserta segala isinya.
Para ulama berpendapat bahwa kebenaran sesuatu adalah suatu ketetapan dan keharusan bagi
kebenaran yang lain. Dengan cara ini, masyarakat Muslim tidak akan mudah menulis “Allah
adalah …” karena tiada satupun yang dapat disetarakan dengan Allah. Pembahasan berikut
hanyalah pendekatan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua
kata yang dilekatkan pada Allah harus difahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-
kata itu bagi makhluk, karena pada dasarnya Allah sang Pencipta pastilah berbeda dengan
makhluk yang deiciptakanNya.
Para ulama’ menekankan bahwa Allah adalah pencipta dan penguasa alam yang abadi dan
alam yang fana. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-Nya. Dengan
demikian, Allah Maha Tinggi. Tapi juga Allah Maha dekat. Allah Maha Kuasa. Tapi juga Allah
Maha Pengasih dan Penyayang. Sifat-sifat Allah dijelaskan pula dalam istilah Asmaul Husna,
yaitu nama-nama yang baik.
Berikut adalah beberapa dalil yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadits tentang
Asmaul Husna :

a. Surat Al A’raf : 180

ُ ‫َوهللِ آْأل َ ْس َمآ ُء ْآل ُح ْس ٰنى فَا ْد‬


ۖ ،‫أَسْمٰ ِئـ ِه‬‫ع ْوهُ ِب َها ۖ َوذَ ُرواْ الَّ ِذيْنَ يُ ْل ِحد ُْونَ ِفى‬
)١٨٠( َ‫جزَ ْونَ َما َكانُواْ يَ ْع َملُ ْون‬ ْ ُ ‫سي‬
َ
Artinya : “Hanya milik Allah Asmaul Husna [585], maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam menyebut nama-nama-Nya [586], nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa
yang telah mereka kerjakan.”

[585] Maksudnya : nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya : janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan nama-
nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai Asmaul
Husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan Asmaul Husna untuk
nama-nama selain Allah.

b. Surat Thaahaa : 8

)8( ‫آهلل َآل ا ِٰلهَ إَِلَّ ُه َو ۖ لَهُ آْأل َ ْس َمآ ُء ْآل ُح ْس ٰنى‬
Artinya : “Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia
mempunyai Al Asmaul Husna (nama-nama yang baik).”

c. Surat Al Isra’ : 110

ۖ ‫ع ْوا فَلَهُ آْأل َ ْس َمآ ُء ْآل ُح ْس ٰنى‬


ُ ‫آلر ْحمٰ ـنَ ۖ أَيًّا َّما تَ ْد‬ َّ ‫ع ْوا‬ ُ ‫ع ْوا آهللَ أَ ِو آ ْد‬
ُ ‫قُ ِل آ ْد‬
)110( ً‫س ِب ْيَل‬ َ ‫ت ِب َها َوآ ْبتَغِ َبيْنَ ٰذ ِل َك‬
ْ ‫صـَلَ ِت َك َوَلَ ت ُ ْخا ِف‬َ ‫َوَلَتَ ْج َه ْر ِب‬
Artinya :
Katakanlah : “Serulah Allah atau serulah Ar Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru,
Dia mempunyai Al Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan
suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya [870] dan carilah jalan tengah
di antara kedua itu”.

[870] Maksudnya janganlah membaca ayat Al-Qur’an dalam shalat terlalu keras atau terlalu
perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh makmum.

Rasulullah saw. bersabda :


Dari Abu Huraira ra. : Nabi saw. bersabda : “Allah itu memiliki sembilan puluh sembilan nama
yang bagus. Barang siapa yang mampu menghafalkannya, maka dia akan masuk syurga.
Sesungguhnya Allah itu ganjil dan Dia menyukai yang ganjil”. (Sahih Bukhari)

“Asmaul Husna”

No Asma Arab Indonesia Inggris


1 Ar Rahmaan ‫الرحمن‬ Maha Pengasih The All Beneficent

2 Ar Rahiim ‫الرحيم‬ Maha Penyayang The Most Merciful

3 Al Maalik ‫المالك‬ Maha Merajai/Memerintah The King, The Sovereign

4 Al Qudduus ‫القدوس‬ Maha Suci The Most Holy

5 As Salaam ‫السَلم‬ Maha Memberi Kesejahteraan Peace and Blessing

6 Al Mu'min ‫المؤمن‬ Maha Memberi keamanan The Guarantor

7 Al Muhaimin ‫ْال ُمهيمن‬ Maha Pemelihara


The Guardia, The
Preserver

‫العزيز‬
8 Maha Gagah The Almighty,
Al 'Aziiz
The Self Sufficient
9 Al Jabbaar ‫الجبِّار‬ Maha kehendakNya tidak dapat diingkari
The Powerful, The
Irresistible

‫المتكبِّر‬ Maha Megah, The Tremendous


10 Al Mutakabbir
Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaaliq ‫الخالق‬ Maha Pencipta The Creator
Yang Melepaskan
12 Al Baari'u ‫البارئ‬ (Membuat, Membentuk,
Menyeimbangkan)
The Maker

13 Al Mushawwir ‫المصور‬
ِّ Yang Membentuk Rupa (makhluknya) The Fashioner of Forms

14 Al Ghaffar ‫الغفِّار‬ Maha Pengampun The Ever Forgiving

15 Al Qahhaar ‫الق ِّهار‬ Yang Memaksa


The All Compelling
Subduer
16 Al Wahhaab ‫الو ِّهاب‬ Maha Pemberi Karunia The Bestower

17 Ar Razzaaq ِّ
‫الرزاق‬ Maha Pemberi Rejeki The Ever Providing

18 Al Fattaah ‫الفتِّاح‬ Maha Pembuka Rahmat


The Opener, The Victory
Giver
The All Knowing, The
19 Al 'Aliim ‫العليم‬ Maha Mengetahui
(Memiliki Ilmu)
Omniscient

The Restrainer, The


20 Al Qaabidl ‫القابض‬ Yang Menyempitkan (makhluknya) Straightener

21 Al Baasith ‫الباسط‬ Yang Melapangkan (makhluknya)


The Expander, The
Munificent
22 Al Khaafidl ‫الخافض‬ Yang Merendahkan (makhluknya) The Abaser

23 Ar Raafi'u ‫الرافع‬ ِّ Yang Meninggikan (makhluknya) The Exalter

24 Al Mu'izz ‫المعز‬ِّ Yang Memuliakan (makhluknya) The Giver of Honor

25 Al Mudzillu ‫المذ ِّل‬ Yang Menghinakan (makhluknya) The Giver of Dishonor

26 Al Samii' ‫سميع‬ ِّ ‫ال‬ Maha Mendengar The All Hearing

27 Al Bashiir ‫البصير‬ Maha Melihat The All Seeing

28 Al Hakam ‫الحكم‬ Maha Menetapkan hukum The Judge, The Arbitrator

29 Al 'Adlu ‫العدل‬ Maha Adil The Utterly Just

30 Al Lathiif ‫اللِّطيف‬ Maha Lembut The Subtly Kind

31 Al Khabiir ‫الخبير‬ Maha Mengetahui Rahasia The All Aware

32 Al Haliim ‫الحليم‬ Maha Penyantun


The Forbearing, The
Indulgent
33 Al 'Adhiim ‫العظيم‬ Maha Agung
The Magnificent, The
Infinite
34 Al Ghafuur ‫الغفور‬ Maha Pengampun The All Forgiving
Maha Pembalas Budi/Maha Berterima
35 As Syakuur ‫شكور‬ ِّ ‫ال‬ kasih
(Menghargai)
The Grateful

36 Al 'Aliyyu ‫ي‬ ُّ ‫العل‬ Maha Tinggi The Sublimely Exalted

37 Al Kabiir ‫الكبير‬ Maha Besar The Great

38 Al Hafiidh ‫الحفيظ‬ Maha Menjaga The Preserver

39 Al Muqiit ‫المقيت‬ Maha Pemberi Kecukupan The Nourisher

40 Al Hasiib ‫الحسيب‬ Maha Membuat Perhitungan The Reckoner

41 Al Jaliil ‫الجليل‬ Maha Mulia The Majestic

42 Al Kariim ‫الكريم‬ Maha Pemurah / Dermawan


The Bountiful, The
Generous
43 Ar Raqiib ‫الرقيب‬ ِّ Maha Mengawasi The Watchful

44 Al Mujiib ‫المجيب‬ Maha Mengabulkan


The Responsive, The
Answerer
45 Al Waasi' ‫الواسع‬ Maha Luas
The Vast, The All
Encompassing
46 Al Hakiim ‫الحكيم‬ Maha Bijaksana The Wise

47 Al Waduud ‫الودود‬ Maha Pencinta The Loving, The Kind One

48 Al Majiid ‫المجيد‬ Maha Mulia The All Glorious


49 Al Baa'itsu ‫الباعث‬ Maha Membangkitkan The Raiser of the Dead

50 As Syahiid ‫شهيد‬ ِّ ‫ال‬ Maha Menyaksikan The Witness

51 Al Haqqu ‫الحق‬ Maha Benar The Truth, The Real

52 Al Wakiil ‫الوكيل‬ Maha Memelihara


The Trustee, The
Dependable
53 Al Qawiyyu ‫ي‬
ِّ ‫القو‬ Maha Kuat The Strong

54 Al Matiin ‫المتين‬ Maha Kokoh The Firm, The Steadfast


The Protecting Friend,
55 Al Waliyyu ‫ي‬ ِّ ‫الول‬ Maha Menguasai Patron, and
Helper
56 Al Hamiid ‫الحميد‬ Maha Terpuji The All Praiseworthly
The Accounter, The
57 Al Mushii ‫المحصى‬ Maha Mengkalkulasi / Menghitung Numberer of
All
The Producer, Originator,
58 Al Mubdi-u ‫المبدئ‬ Maha Memulai and
Initiator of All
The Reinstater Who brings
59 Al Mu'iid ‫المـعيد‬ Maha Mengembalikan
Kehidupan
Back
All
60 Al Muhyii ‫المحيى‬ Maha Menghidupkan The Giver of Life

61 Al Mumiitu ‫المميت‬ Maha Mematikan


The Bringer of Death, The
Destroyer
62 Al Hayyu ‫ي‬
ِّ ‫الح‬ Maha Hidup The Ever Living
The Self Subsisting
63 Al Qayyum ‫القيوم‬ Maha Mandiri Sustainer of All

The Perceiver, The Finder,


64 Al Waajid ‫الواجد‬ Maha Penemu The
Unfailing
65 Al Maajid ‫الماجد‬ Maha Mulia
The Illustrious, The
Magnificent
The One, The All
66 Al Waahid ‫الواحد‬ Maha Esa / Tunggal Inclusive, The
Indivisible
67 Al Ahadu ‫اَلحد‬ Maha Esa / Tunggal
The One, The All
Inclusive, The Indivisible
The Self Sufficient, The
Impregnable, The
68 As Shamad ‫الصمد‬ Maha Dibutuhkan,
Tempat Meminta
Eternally
Besought of All, The
Everlasting
69 Al Qaadir ‫القادر‬ Maha Menentukan,
Maha Menyeimbangkan
The All Able

70 Al Muqtadir ‫المقتدر‬ Maha Berkuasa


The All Determiner, The
Diminant
The Expediter, He who
71 Al Muqaddim ‫المقدم‬ Maha Mendahulukan brings
forward
72 Al Mu'akkhir ‫المؤخر‬ Maha Mengakhirkan
The Delayer, he who puts
far away
73 Al Awwal ‫األول‬ Maha Awal The First

74 Al Aakhir ‫األخر‬ Maha Akhir The Last

75 Adh Dhaahir ‫الظاهر‬ Maha Nyata


The Manifest, The All
Victorious
76 Al Baathin ‫الباطن‬ Maha Ghaib The Hidden

77 Al Waaliyyu ‫الوالي‬ Maha Memerintah The Patron

78 Al Muta'aalii ‫المعالي‬ Maha Tinggi The Self Exalted

79 Al Barru ‫البر‬ Maha Penderma


The Most Kind and
Righteous
80 At Tawwaab ‫التواب‬ Maha Penerima Taubat
The Ever Returning, Ever
Relenting
81 Al Muntaqim ‫المنتقم‬ Maha Penyiksa The Avenger

82 Al Afuwwu ‫العفو‬ Maha Pemaaf


The Pardoner, The Effacer
of Sins
The Compassionate, The
83 Ar Ra'uuf ‫الرؤوف‬ Maha Pengasih All
Pitying
84 Malikul Mulk ‫مالك المللك‬ Penguasa Kerajaan (Semesta)
The Owner of All
Sovereignty

85
Dzul Jalaali Wal ‫ذواجَلل‬ Pemilik Kebesaran dan The Lord of Majesty and
Ikram
‫واإلكرام‬ Kemuliaan Generosity

86 Al Muqsith ‫المقسط‬ Maha Adil


The Equitable, The
Requiter
87 Al Jamii' ‫الجامع‬ Maha Mengumpulkan The Gatherer, The Unifier

88 Al Ghaniyyu ‫الغنى‬ Maha Berkecukupan


The All Rich, The
Independent
89 Al Mughniyyu ‫المغنى‬ Maha Memberi Kekayaan
The Enricher, The
Emancipator
The Withholder, The
90 Al Maani’ ‫المانع‬ Maha Mencegah Shielder, The
Defender
91 Adl Dlaarru ‫الضار‬ Maha Memberi Derita
The Distressor, The
Harmer
92 An Naafi' ‫النافع‬ Maha Memberi Manfaat
The Propitious, The
Benefactor
93 An Nuur ‫النور‬ Maha Bercahaya
(Menerangi, Memberi Cahaya)
The Light

94 Al Haadi ‫الهادئ‬ Maha Pemberi Petunjuk The Guide

95 Al Badii’ ‫البديع‬ Maha Pencipta


Incomparable, The
Originator
96 Al Baaqiyyu ‫الباقي‬ Maha Kekal
The Ever Enduring and
Immutable
97 Al Waarits ‫الوارث‬ Maha Pewaris
The Heir, The Inheritor of
All
The Guide, Infallible
98 Ar Rasyiid ‫الرشيد‬ Maha Pandai Teacher and
Knower
99 Ash Shabuur ‫الصبور‬ Maha Sabar The Patient, The Timeless

Menurut tradisi Islam, seseorang muslim tidak akan diberi nama menyerupai nama Allah
dalam bentuk yang sama, contohnya Al Maalik, tetapi diawali dengan kata ‘Abdu yang berarti
hamba atau Ibnu yang berarti anak laki-laki, misalnya Abdul Maalik atau Ibnu Maalik, dan
panggilannya boleh Malik. Contoh lain Abdur Rahmaan yang berarti hamba bagi (Allah) Dzat
Yang Maha Pengasih.

Bab 4 Sikap Terpuji-Husnuzan

Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk
lain, bahkan dengan malaikat sekalipun. Kemuliaan manusia nampak ketika Allah SWT
berkehendak menciptakan Adam sebagai Khalifah-Nya di muka bumi dengan misi
beribadah kepada-Nya. Kehendak Allah tersebut berdasarkan perencanaan yang
sangat matang, sehingga ketika para malaikat mempertanyakan rencana Allah
tersebut, Allah menjawabnya:

“Sungguh Aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 30)
Namun kemuliaan itu sangat erat kaitannya dengan komitmen manusia itu
sendiri dengan menjaga perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
hubungannya dengan Allah, dengan sesama manusia, maupun dengan makhluk Allah
yang lain. Karena itu agar kemuliaan tetap terjaga, manusia harus tetap berperilaku
yang baik (terpuji) atau ber akhlaqul karimah. Sebagaimana Nabi bersabda
﴾‫اكمل المؤمنين احسنهم خلقا ﴿رواه الترمذى‬
Artinya: “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (HR Tirmidzi)

Akhlakul karimah atau akhlaq terpuji adalah perilaku atau perbuatan baik
yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hubungannya dengan sang
khaliq (Allah SWT), dengan sesama manusia dan dengan makhluk Allah yang lainnya.
Dan diantara akhlak yang terpuji adalah :
1. Husnuzzan kepada Allah SWT
2. Husnuzzan terhadap diri sendiri
3. Husnuzzan kepada sesama manusia

1. HUSNUZZAN KEPADA ALLAH

a. Pengertian Husnuzzan kepada Allah

Husnuzzan artinya berprasangka baik atau biasa disebut positive thingking


Husnuzzan kepada Allah artinya berprasangka baik kepada Allah SWT. yaitu selalu
meyakini bahwa apa saja yang Allah berikan kepada manusia baik yang menyenangkan
maupun yang menyedihkan, pasti bermanfaat bagi menusia itu sendiri, Sebagaimana
Firman-Nya

َ َ‫س ْب َحانَكَ فَ ِقنَا َعذ‬


ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ ِ َ‫َربَّنَا َما َخ َل ْقتَ َهذَا ب‬
ُ ‫اطَل‬
Artinya : “ .... Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran ; 191)

Dan mengakui bahwa apa saja yang baik itu datangnya dari Allah, sedangkan
yang buruk adalah dari diri manusia itu sendiri.
Sebagaimana Firman-Nya :

Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri ... “ (QS.An-Nisa ; 79)

Lawan dari husnuzzan adalah su’uzzan biasa disebut dengan negative


thingking artinya berprasangka buruk. Su’uzzan kepada Allah berarti berprasangka
buruk kepada Allah SWT, yaitu menganggap bahwa sumber segala bencana atau
melapataka adalah Allah, dan manusia yang bersifat seperti ini tidak akan pernak
mensyukuri nikmat Allah apapun bentuknya, sehingga tidak akan bisa hidup qana’ah.

Husnuzzan kepada Allah SWT merupakan salah satu dari beberap macam
keyakinan. Hal tersebut menurut keadaan manusia yang mengamalkan terbagi
menjadi dua golongan, yaitu yang bersifat khusus dan yang bersifat umum. Yang
termasuk khusus adalah golongan para ulama, orang-orang yang taat dan dekat
kepada Allah SWT. Bagi orang yang khusus mengetahui betapa Allah SWT telah
melimpahkan kasih sayang-Nya kepada manusia dan dan makhluk lain dimuka bumi
ini. Mreka telah merasakan kenikmatan dari sifat rahman ddan rahimnya Allah
SWT, ia mlihat semuanya adalah anugerah dari Allah SWT juga., berprasangka baik
(berhusnuzhan) ekpada Allah. Ia tidak berkeluh kesah terhadap apa saja yang
menimpanya, seumpama musibah merenggut harta benda dan nyawa diri dan
keluarganya. Ia menerima dengan syukur dan penuh harapan kepada Allah, bahkan
mengharap ridha Allah atas kejadian dan peristiwa tersebut.
Husnuzhan orang wam kepada Allah SWT, karena mereka telah erasakan dan
menikmati pemberian Allah bagi dirinya dan alam semesta. Maka timbullah ras
syukur dan terima kasih yang tak terhingga kapada Allah dengan diikuti kedekatan
dan ketakwaan dalam ibadah dan amal.

Berprasangka baik kepada Allah merupakan salah satu dasar utama manusia
membangun hubungan dengan Allah SWT. Karena Allah SWT terhadap hambanya
seperti yang hambanya sangkakan kepada-Nya, kalau seorang hamba berprasangka
buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada orang tersebut,
jika baik prasangka hamba kepada-Nya maka baik pulalah prasangka Allah kepada
orang tersebut. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh bukhari mempertegas hal
ini,

Artinya : Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : “Allah Ta’ala berfirman :
“Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia ingat
kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam
diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik dari
kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat
kepadanya sehasta. jika ia mendekat kepadaKu sehasta maka Aku mendekat
kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang
kepadanya dengan berlari-lari kecil“. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Orang yang berbaik sangka kepada Allah tentu meiliki akhlak yang baik (sifat
terpuji) karena selalu merasa dimana saja berada diawasi oleh Allah SWT.. Akhlak
yang baik merupakan modal yang lebih berharga dibanding dengan modal harta
kekayaan. Selain itu akhlak yang baik dapat meninggikan derajat dan martabat di
hadapan manusia, sekaligus menyempurnakan iman kepada Allah SWT dan
mendekatkan hubungan kita kepada-
Nya.
Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya mengingatkan kepada kita:
﴾‫اكمل المؤمنين احسنهم خلقا ﴿رواه الترمذى‬

Artinya: “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (HR Tirmidzi)
Dengan demikian husnuzzan kepada Allah SWT dapat tumbuh dan
berkembang pada diri seseorang apabila dilandasi oleh aqidah atau keyakinan yang
kuiat. Diantara sikap yang harus diwujudkan sebagai dasar dalam berhusnuzzhan
kepada Allah adalah seperti berikut :
1). Meyakini bahwa allah itu Maha Esa ( Tauhid )
2). Bertakwa kepada Allah
SWT
3).Beribadah dan berdoa kepada Allah
4). Berserah diri kepada Allah
(tawakal)
5). Menerima dengan ihlas semua keputusan Allah
b. Contoh-contoh perilaku husnuzzan kepada Allah SWT.
Diantara sikap perilaku terpuji yang dilaksanakan oleh orang yang berbaik
sangka kepada Allah ialah syukur dan
sabar.

1). Syukur
Kata syukur berasal dari bahasa Arab, yang artinya terima kasih. Menurut
istilah, syukur ialah berterima kasih kepada Allah SWT dan pengakuan yang tulus
atas nikmat dan karunia-Nya, melalui ucapan, sikap, dan perbuatan.
Dengan kata lain syukur berarti mempergunakan nikmat Allah menurut yang
dikehendaki oleh Allah, dan dalam istilah populernya dinamakan syukur nikmat.
Sedangkan mempergunakan nikmat Allah tidak pada tempatnya ; unpama mata untuk
melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah atau yang haram, mulut untuk berbicara
yang kotor, memperoleh rizki untuk berbuat kemaksiatan, bukan dinamakan syukur,
tetapi kufur nukmat.
Syukur seorang hamba kepada Allah adalah dengan memuji dan menyebut
serta mempergunakan nikmat itu. Kebaikan sesuai dengan maksud Allah memberikan
nikmat itu. Kebaikan seorang hamba kepada Tuhannya ialah ketundukan dan
kepatuhan terhadap perintah Tuhannya. Sedangkan kebaikan Tuhan terhadap
hamba-Nya ialah memberi nikmat itu dan memberikan taufik-Nya. Karena itu dapat
dikatakan bahwa syukur hamba yang sebenarnya ialah menuturkan dengan lidahnya,
mengakui dengn hatinya akan nikmat Tuhannya, dan mempergunakan nikmat itu
sesuai yang dikehendaki Tuhannya.

Bab 5 Sumber Hukum Islam


Secara sederhana hukum artinya seperangkat peraturan tentang
tingkah laku manusia yang diakui oleh sekelompok masyarakat, yang
disusun oleh orang yang diberi wewenang dan berlaku mengikat bagi
anggotanya. Bila dikaitkan dengan Islam, maka hukum Islam berarti
seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah SWT; dan sunnah
Rasulullah saw; yang mengatur tentang tingkah laku manusia yang
dibebankan kepada setiap mukallaf dan mengikat semua orang yang
beragama Islam. Orang yang hidupnya dibimbing syari'ah (hukum Islam)
akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Allah SWT; dan rasulNya, sebab hukum Islam
pasti selaras dengan fitrah manusia sehingga siapapun yang bertahkim
kepada hukum Islam pasti manusia akan selamat di dunia dan akherat.

Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para


ulama dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber
hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits,
Ijma’ dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil
tersebut di atas (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas).

Keempat sumber hukum yang disepakati jumhur ulama yakni Al Qur’an,


Hadist, Ijma’ dan Qiyas

A. SUMBER HUKUM ISLAM


1. Al-Qur'an
Menurut bahasa Al-Qur'an berarti "bacaan" (dari asal kata " ‫) ” قرأ‬.
Menurut istilah Al-Qur'an ialah "kumpulan wahyu Allah SWT, yang
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantaraan
malaikat Jibril yang dihimpun dalam sebuah kitab suci untuk
menjadi pedoman hidup bagi manusia dan membacanya termasuk
ibadah". Al-Qur'an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan
utama. Sebagaimana firman Allah SWT, :
" Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasulNya
serta ulil amri diantaramu ". ( An-Nisa:59 )

Sebagai sumber hukum Islam Al-Qur'an mengandung 3 pokok


pengetahuan hukum yang mengatur tentang kehidupan umat manusia
yaitu :
a. Hukum yang berkaitan dengan aqidah, yakni ketetapan tentang wajib
beriman kepada Allah SWT, Malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari
akhir dan takdir.
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlaq (budi pekerti), yaitu ajaran
agar seorang muslim memiliki sifat mulia dan menjauhi sifat tercela.
c. Hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang terdiri
dari ucapan, perbuatan, perjanjian dan lain-lain. Hukum yang berkaitan
dengan amal perbuatan ini terbagi menjadi dua yaitu :
 Yang mengatur tindakan manusia dalam hubungannya dengan Allah
SWT, yang disebut ibadah. Seperti sholat, puasa, haji, nadzar, sumpah
dan lain-lain.

 Yang mengatur tindakan manusia baik individu atau kelompok yang


disebut dengan muamalah (amal kemasyarakatan). Seperti perjanjian,
hukuman (pidana), ekonomi, pendidikan, pernikahan dan semacamnya.

Fungsi dan Kedudukan Al-Qur'an.


a. Sebagai mu'jizat Nabi Muhammad saw.
b. Sebagai dasar dan sumber hukum Islam yang pertama.
c. Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
d. Sebagai pembawa berita gembira dan kebenaran yang mutlak.
e. Sebagai obat penawar hati bagi orang-orang yang beriman.
f. Membenarkan dan menyempurnakan kitab-kitab terdahulu.
2. Al-Hadits
Hadits menurut bahasa artinya "perkataan". Menurut istilah hadits ialah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik
berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan (taqrir) Nabi. Bersadarkan
definisi tersebut, maka hadits dibagi menjadi 3 bagian yaitu hadits
qouliyah (perkataan Nabi saw;), hadits fi'liyah (perbuatan Nabi saw;)
dan hadits taqriri (katetapan Nabi saw;). Sedangkan menurut
kwalitasnya hadits di bagi menjadi 2 bagian :
a. Hadits maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits
shoheh dan hadits hasan.
b. Hadits mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup
hadits dhaif (lemah) dan hadits maudlu' (palsu).
Usaha seleksi diarahkan kepada 3 unsur hadits yaitu :
a. Matan (isi hadits). Suatu isi hadits dapat dinilai baik apabila tidak
bertentangan dengan Al-Qur'an, hadits lain yang lebih kuat, fakta
sejarah dan prinsip-prinsip ajaran Islam.
b. Sanad (persambungan antara pembawa dan penerima hadits).Sanad
dapat dinilai baik apabila antara pembawa dan penerima benar-benar
bertemu bahkan berguru.
c. Rowi (orang yang meriwatkan hadits). Seorang dapat diterima
haditsnya apabila memenuhi syarat-syarat :
1) Adil yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan
membiasakan berbuat dosa.
2) Afidh yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang
dapat dipertanggung jawabkan.

Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an, sebagaimana


firman Allah SWT:
"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". (Al-Hasyr : 7)
Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam.

a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur'an.


Misalnya : Allah SWT, berfirman yang artinya : "Dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta ". (al-Hajj:30). Kemudian firman Allah SWT,
tadi dikuatkan oleh hadits yang artinya : "Awas! jauhilah perkataan
dusta". (HR. Bukhori Muslim).
b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang
masih bersifat umum.
Contoh: Allah SWT, berfirman yang artinya: "Diharamkan bagimu
memakan bangkai, darah dan daging babi". (Al-
Maidah:3). Kemudian Rasulullah saw, menjelaskan bahwa ada bangkai
yang boleh dimakan yaitu ikan dan belalang. Seperti sabda Nabi saw,
yang artinya : "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam
darah, adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, sedang dua
macam darah adalah hati dan limpha". (HR. Ibnu Majah).
c. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-
Qur'an.
Misalnya cara menyucikan bejana yang dijilat anjing. Rasulullah saw,
bersabda yang artinya : "Sucikanlah bejanamu yang dijilat anjing,
dengan menyucikan sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan
tanah". (HR. Muslim).
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha keras atau bersungguh-sungguh
untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya baik
dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits, serta berpedoman kepada cara-cara
menetapkan hukum yang telah ditentukan. Ijtihad dapat dijadikan
sebagai sumber hukum Islam yang ketiga. Landasannya berdasarkan
hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal
ketika diutus ke Yaman sebagai berikut :

“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke


Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan
hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata:
“Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum
dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat
dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak
berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan
berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya
(Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”. (HR.Tirmidzi)

Hal yang demikian dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi
kepada dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika
ia temui hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam
kitab Allah dan ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw,, ia pun
berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah
Rasul Saw, ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan musyawarah.
Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka lalu ia berhukum memutus
permasalahan.

Bentuk-bentuk Ijtihad.
a. Ijma’, yaitu kesepakatan pendapat para ahli mujtahid dalam segala
zaman mengenai hukum syari'ah. Misalnya: Kesepakatan para ulama
dalam membukukan Al-Qur'an pada waktu kholifah Usman bin Affan.
b. Qias, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah yang
tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang ada hukumnya karena
eduanya terdapat persamaan illat (sebab-sebabnya). Misalnya:
Menyamakan hukum minum bir dan wisky adalah haram diqiaskan
dengan munum khamr yang sudah jelas hukumnya dalam Al-Qur'an.
c. Istikhsan, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap masalah ijtihadiyah
berdasarkan prinsip-prinsip kebaikan. Misalnya: Dokter laki-laki melihat
aurot wanita yang bukan muhrimnya saat wanita tersebut akan
melahirkan anaknya.
d. Masholihul Mursalah, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu
masalah ijtihadiyah atas dasar kepentingan umum. Misalnya: pengenaan
pajak terhadap orang-orang kaya.

A. HUKUM TAKLIFI
Pengertian.
Hukum taqlifi ialah khitab (titah) Allah SWT atau sabda Nabi
Muhammad SAW yang mengandung tuntutan, baik perintah melakukan
atau larangan. Hukum taqlifi ada lima bagian yaitu :
1. Ijab, artinya mewajibkan atau khitab (firman Allah) yang meminta
mengerjakan dengan tuntutan yang pasti.
2. Nadab (anjuran), artinya menganjurkan atau khitab yang mengandung
perintah yang tidak wajib dituruti.
3. Karohah (memakruhkan) yaitu titah/ khitab yang mengandung
larangan, tetapi tidak harus dijauhi.
4. Ibahah (membolehkan), yaitu titah/khitab yang membolehkan sesuatu
untuk diperbuat atau ditinggalkan.
Adapun yang berhubungan dengan hukum taqlifi antara lain :

a. Mahkum ‘alaihi (yang dikenai hukum) ialah orang mukallaf yakni


orang-orang muslim yang sudah dewasa dan berakal, dengan syarat
ia mengerti apa yang dijadikan beban baginya. Orang gila, orang
yang sedang tidur nyenyak, anak yang belum dewasa dan orang-
orang yang terlupa tidak dikenai taklif (tuntutan). Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW :
““Pena itu telah diangkat (tidak dipergunakan untuk mencatat) amal
perbuatan 3 orang : (1) orang yang tidur hingga ia bangun, (2) anak-anak
hingga ia dewasa dan (3) orang gila hingga ia sembuh kembali”. (Hr.
Ashabus Sunan dan Hakim)

Demikian pula orang yang lupa disamakan dengan orang yang tidur yang
tidak mungkin mematuhinya apa yang ditaqlifkan.

b. Hakim (yang menetapkan hukum) ialah Allah SWT dan yang


memberitahukan hukum-hukum Allah SWT adalah para rasulNya.
Dan sesudah seruan sampai kepada yang di tuju maka syariatnya
menjadi hukum.
c. Mahkum bihi (yang dibuat hukum) yaitu perbuatan mukallaf yang
berhubungan (bersangkutan) dengan hukum yang lima yang masing-
masing adalah :
1. Yang berhubungan dengan ijab dinamai wajib.
2. Yang berhubungan dengan nadab dinamai mandub/sunah.
3. Yang berhubungan dengan tahrim dinamai haram.
4. Yang berhubungan dengan karohah dinamai haram.
5. Yang berhubungan dengan ibahah dinamai mubah.

Dari kelima hukum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


1) Wajib, ialah suatu yang harus dikerjakan dan pelakunya mendapat
pahala, bila ditinggalkan maka pelakunya mendapat dosa. Adapun
macam-macam wajib adalah sebagai berikut :

 Wajib Syar’i yaitu suatu ketentuan yang apabila dikerjakan


mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan berdosa.

 Wajib Aqli yaitu suatu ketetapan hukum yang harus diyakini


kebenarannya karena masuk akal dan rasional.

 Wajib ‘Aini yaitu suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh setiap
muslim seperti : sholat 5 waktu, puasa bulan ramadhan, sholat jum’at
dan lainnya.

 Wajib kifayah yaitu suatu ketetapan apabila telah dikerjakan oleh


sebagian muslim maka muslim yang lain terlepas dari kewajiban, seperti
mengurus jenazah.

 Wajib Mu’ayyanah yaitu suatu keharusan yang telah ditetapkan macam


tindakannya seperti wajibnya berdiri dalam sholat bagi yang mampu.
 Wajib mutlaq yaitu suatu kewajiban yang tidak ditentukan waktu
pelaksanaan-nya, seperti membayar denda sumpah.

 Wajib Aqli Nadzari yaitu kewajiban mempercayai suatu kebenaran


dengan memahami dalil-dalilnya atau penelitian yang mendalam, seperti
mempercayai eksistensi Allah SWT.

 Wajib Aqli Dharuri yaitu kewajiban mempercayai suatu kebenaran


dengan sendirinya tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu.

2) Haram, ialah sesuatu yang apabila dilakukan pelakunya mendapat dosa


dan bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala. Dengan demikian
secara sederhana dapat dikatakan bila ditinggalkan perbuatan itu
pelakunya akan mendapat pahala dan bila dilaksanakan berdosa. Haram
ada dua macam, yaitu:
a. Haram li-dzatihi, yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah, karena
bahaya tersebut terdapat pada perbuatan itu sendiri. Sebagai contoh
makan bangkai, minum khamr, berzina, dll.
b. Haram li-ghairi/aridhi, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syariat
dimana adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu
sendiri, tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram li-dzatihi.
Sebagai contoh jual beli memakai riba, melihat aurat wanita, dll
3) Mubah, ialah sesuatu yang apabila dilakukan dan ditinggalkan tidak
berdosa.
4) Sunat atau Mandub, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya
mendapat pahala dan bila ditinggalkan tak berdosa. Adapun macam-
macam suant adalah sebagai berikut :

 Sunat Muakkad yaitu sunat yang sangat dianjurkan, seperti sholat


Idhul Fitri dan Idhul Adha.

 Sunat Ghoiru Muakkad yaitu suant biasa seperti memberi salam.

 Sunat Hae’at yaitu sunat yang sebaiknya dikerjakan seperti mengangkat


tangan ketika takbir dalam sholat.

 Sunat Ab’at yaitu perkara-perkara yang kalau terlupakan harus


mengganti dengan sujud syahwi.
5) Makruh, ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya tidak berdosa
tetapi bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala.

Kedudukan dan Fungsi Hukum Taqlifi.


Kedudukan hukum taqlifi dalam Islam adalah untuk mengetahui hukum-
hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan mukallaf, baik
yang menyangkut wajib, sunat,haram, mubah, syah dan tidaknya suatu
perbuatan. Disamping itu juga untuk memahami kaidah-kaidah yang
dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil hukum yakni
kaidah-kaidah yang menetapkan dalil hukum. Hukum-hukum tersebut
bersumber dari Al-Qur’an, Hadits, Ijmak dan Qias.

B. PENGERTIAN DAN HIKMAH IBADAH


Ibadah berasal dari kata ‘Abdun yang berarti hamba. Sedangkan arti
secara harfiah adalah rasa tunduk, melakukan pengadian (penghambaan),
merendahkan diri dan istikhanah. Jadi tugas yang paling esensial dari
seorang hamba Tuhan adalah mengabdi dan beribadah kepadaNya. Secara
terminologi ibadah ialah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-
aturan Allah SWT serta menjalankannya dalam kehidupan sesuai dengan
perintahNya mulai dari aqil baligh sampai meninggal. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Adz-Dzariat : 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku”. (Adz-Dzariat : 56 )

Ibadah merupakan bagian integral dari syariah, apapun yang dilakukan


manusia harus bersumber dari syaria’ah Allah SWT dan rasulNya.Ibadah
tidak hanya sebatas menjalankan rukun Islam tetapi ibadah juga berlaku
pada semua aktifitas duniawi yang didasari rasa ikhlas. Oleh karena itu
ibadah terdapat 2 klasifikasi yaitu :
1. Ibadah Khusus (ibadah mahdhah) yaitu ibadah yang langsung
berhubungan kepada Allah SWT atau ibadah yang berkaitan dengan
arkanul Islam seperti syahadat, sholat, puasa dan haji.
2. Ibadah Amm/umum (ibadah ghoiru mahdhah) yaitu segala aktivitas
yang titik tolaknya ikhlas dan ditujukan untuk mencapai ridho Allah
SWT berupa amal shaleh.
Perbedaan antara ibadah khusus dan umum terletak pada perbedaan
sebagaimana dinyatakan dalam ilmu Ushul Fiqh yang berbunyi : Bahwa
ibadah dalam arti khusus semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan
dan di contohkan, sedang ibadah dalam arti umum semuanya dibolehkan
kecuali yang dilarang.

Ibadah-ibadah lain yang berhubungan dengan rukun Islam antara lain :


1. Ibadah badani (fisik) seperti : bersuci yang meliputi ; wudhu, mandi,
tayamum, cara menghilangkan najis, istinjak dan semacamnya, adzan,
iqomah, I’tikaf, do’a, membaca sholawat, tasbih, istighfar, khitan dan
lain-lain.
2. Ibadah Maliyah (harta) seperti : qurban, aqiqoh, wakaf, fidyah, hibah
dan lain-lain.
3. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
lainnya, seperti: jual beli, dagang, sewa-menyewa, pinjam-meminjam,
syirkah, simpanan, pengupahan, utang-piutang, wasiat, warisan dan
lain-lain.
4. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur seseorang dengan orang
laindalam hubunga berkeluarga. Seperti : pernikahan, perceraian,
pengaturan nafkah, penyusuan, pemeliharaan anak, pergaulan suami
istri, meminang, khulu’, lian, dzihar, walimah, wasiat dan lain-lainnya.
5. Jinayat, yaitu pengaturan yang menyangkut pidana, seperti : qishosh,
diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras, murtad, khianat dan
lainnya.
6. Siyasah, peraturan yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan
(politik), diantaranya: ukhuwah (persaudaraan), musyawarah, ‘adalah
(keadilan), ta’awun (tolong-menolong), hurriyah (kebebasan), tasamuh
(toleransi), takaful ijtimak (tanggung jawab social), zi’amah
(kepemimpinan), pemerintahan dan lainnya.
7. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi. Seperti : syukur,
sabar tawadhu’, pema’af, tawakal, istiqomah, saja’ah, birrul walidain
dan lainnya.
8. Peraturan-peraturan lainnya, seperti: makanan, minuman, sembelihan,
berburu, nadzar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim,
masjid, da’wah dan lainnya.
Adapun hikmah ibadah itu antara lain sebagai berikut :
1. Untuk memelihara agama (hifzh ad-din), dengan cara menunaikan
arkanul Islam, memelihara agama dari seranga musuh, memelihara jiwa
yang fitri sehingga tidak kehilangan esensinya.
2. Untuk memelihara jiwa (hifzh an-nafs) dengan cara memenuhi hak
hidup masing-masing anggota masyarakat sesuai dengan aturan yang
berlaku. Oleh karena itu perlu adanya hokum pidana (qishosh) terhadap
orang yang melanggar ketentuan ini.(Q.S. Al-Maidah : 32, An-Nisa’ : 93,
Al-Isra’ : 31, Al-An’am :151, Al-Baqoroh : 178-179).
3. Untuk memelihara akal fikiran (hifzh al-‘aql) dengan cara
menggunakan akal yang dimilikinya sebagaimana mestinya, seperti
memikirkan kekuasaan Allah SWT tentang penciptaan dirinya, alam
maupun yang lainnya serta menghindarkan dari perbuatan yang dapat
merusak daya fikirnya seperti minum minuman keras, narkoba dan
semacamnya. Uraian ini dapat dilihat pada surat Al-Maidah : 90, Yasin :
60-62, Al-Qoshosh : 60, Yusuf : 109 dan masih banyak lagi.
4. Untuk memelihara keturunan (hifzh an-nasl) dengan cara mengatur
pernikahan dan pelarangan pelecehan seksual seperti zina, kumpul kebo,
homo seks, lesbian yang semuanya dapat merusak keturunan. Uraian ini
dapat dilihat pada surat An-Nur : 2-9, Al-Isro’ : 32, Al-Ahzab : 49, At-
Thalaq : 1-7, An-Nisa : 3-4.
5. Untuk memelihara kehormatan harta benda (hifzh al-‘ird wal amwal)
dengan cara mencari rizki yang halaluntuk memenuhi kebutuhan hidup
dan mengharamkan segala macam bentuk riba, perampokan, penipuan,
pencurian, ghosob dan semacamnya. Rizki yang halal dapat berpengaruh
terhadap kebersihan hati dan ikhlas menjalankan ibadah sebaliknya harta
yang haram dapat mengakibatkan malas beribadah serta kekotoran hati.
Hal ini dapat dilihat dalam surat An-Nur : 19-21, 27-29, Al-Hujurot :
11-12. Al-Maidah : 38-39, Ali Imron : 130 dan Al-Baqoroh : 188, 275-
284.

Adapun yang termasuk ibadah mahdah (ibadah khusus) itu antara lain
:
a. Sholat
Menurut bahasa sholat berarti do'a. Sedang menurut istilah sholat ialah
sistem peribadatan yang tersusun dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan
salam berdasarkan atas syarat dan rukun tertentu. Sholat diwajibkan
sebanyak 5 kali dalam sehari semalam. Perintah sholat diturunkan pada
waktu isro' dan mi'raj Nabi Muhammad saw., setahun sebelum hijrah ke
Madinah.
Sholat mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam.
Adapun kedudukan sholat dalam agama Islam adalah sebagai berikut :
- Sholat Sebagai Tiang Agama.
Sholat mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi manusia yang
bertaqwa kepada Allah swt. Rasulullah saw., bersabda
"Sholat adalah tiang agama, barang siapa yang
mendirikan sholat berarti mendirikan agama, barang siapa yang men
inggalkannya berarti ia telah menghancurkan agama". (HR. Baihaqi)

- Sholat Sebagai Amalan Ibadah Yang Pertama dan Utama.


Sholat adalah merupakan amalan ibadah yang pertama yang akan
dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt., di hari kiamat .
Rasulullah saw, bersabda :
"Yang pertama kali dihisab dari amalan-amalan seorang hamba pada hari
kiamat adalah sholat. Jika sholatnya baik maka baiklah seluruh amalnya.
Dan jika sholatnya rusak maka rusak seluruh amalnya". (HR. Thabrani)

Pada hari hisab amal yang pertama dihisab adalah sholat. Bagi orang
yang tak pernah sholat ia akan ditempatkan di neraka saqor dan bagi
orang yang melalaikan sholat akan ditempatkan di neraka weil. Jika
sholatnya seseorang baik maka seluruh amal baiknya akan mengikutinya,
tetapi bila jelek sholatnya maka akan jelek amalnya.

- Sholat Sebagai Pembeda Mukmin dan Kafir. Rasulullah


saw., bersabda :
"Perbedaan antara seorang mukmin dengan seorang kafir adalah
meninggalkan sholat". (HR. Muslim)

- Sholat Sebagai Rukun Islam Yang Ke Dua.


Sholat merupakan 5 sendi diantara kuatnya bangunan Islam. Kelimanya
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak bisa dipisahkan. Jika salah
satu sendi itu rapuh maka akan mempengaruhi yang lain. Rasulullah
saw., bersabda :
"Islam dibangun di atas lima sendi yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikaan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji dan
berpuasa di bulan Ramadhan ". (HR. Bukhori Muslim dari ibnu Umar)

Sholat dalam Islam juga mempunyai beberapa hikmah. Adapun beberapa


hikmah Sholat adalah sebagai berikut :
- Membiasakan nidup bersih.
Orang yang akan melaksanakan sholat terlebih dahulu harus suci dari
hadas dan najis, pakaian dan tempatnya dan lain sebagainya. Dengan
demikian sholat melatih seseorang agar cinta kebersihan.
Rasulullah saw., bersabda :

"Kebersihan itu adalah sebagian dari iman". (HR. Bukhori Muslim)

- Terbiasa Hidup sehat.


Seseorang diwajibkan berwudhu sebelum sholat. Kalau sholat 5 kali
sehari ia berwudhu sebanyak 5 kali, berarti kesehatan seorang muslim
akan terpelihara.
- Pembinaan Disiplin Waktu.
Melalui sholat tepat pada waktunya merupakan pembinaan disiplin
waktu. Allah swt., menjelaskan kepada kita bahwa orang yang benar-
benar berada dalam kerugian adalah orang yang yang tidak menghargai
waktu sebagaimana dalam Al-Qur'an surat Al-Ashr .
- Melatih Kesabaran.
Orang yang bisa mendirikan sholat dengan benar akan menjadi kuat
tekadnya dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan
hidup, ia akan menjadi orang yang sabar. Allah swt., berfirman :

" Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah


lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat yang mereka tetap
mengerjakan sholatnya". (Al-Ma'arij : 19 - 23 )

- Mengikat Tali Persaudaraan Sesama Muslim.


Sholat berjamaah dapat memupuk persaudaraan sesama muslim.
Rasulullah saw., bersabda :
"Orang mukmin dengan mukmin lainnya itu laksana bangunan, yang
sebagian memper-kokoh bagian yang lainnya". ( HR. Bukhori Muslim )
- Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar.
Hikmah sholat yang paling utama adalah dapat mencegah perbuatan keji
dan mungkar. Orang yang bisa mendirikan sholat dengan baik, akan
takut melakukan perbuatan keji dan jahat, dia akan merasa selalu
diawasi oleh Allah swt. Firman Allah swt;
“Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar". (Al-Ankabaut : 45)
b. Puasa
Puasa menurut pengertian bahasa berarti menahan diri dari segala
sesuatu, seperti : menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan,
menahan minum dan sebagainya. Menurut istilah puasa ialah menahan
diri dari makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari dengan niat melaksanakan perintah Allah swt; serta
mengharap keridhoan-Nya.
Allah swt; berfirman:
“Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa". (Al-
Baqarah :183)

Jenis puasa ada bermacam-macam. Adapun macam-macam puasa


adalah sebagai berikut :

 Puasa wajib yaitu puasa Ramadhan, puasa nadzar, puasa kafarat, puasa
qodlo' dan puasa fidyah. (lihat Al-Baqoroh : 183 - 185, Al-Maidah: 89,
Al-Baqoroh: 186).

 Puasa sunat/tathowwu' seperti puasa senin kamis, puasa 6 hari bulan


syawal, tanggal 9 dzulhijjah, tanggal 10 muharram (Asy-Syura'), tiap
tanggal 13, 14, 15 qomariah.

 Puasa haram seperti : puasa terus menerus, puasa hari tasyri' ( 11, 12, 13
Dzulhijjah), puasa dua hari raya, puasa wanita yang sedang haid/nifas,
puasa sunat seorang istri tanpa izin suaminya ketika suami bersamanya.

 Puasa makruh seperti puasa sunat dengan susah payah (sakit, perjalanan
dll), menghususkan pada hari jum'at dan sabtu kecuali pada hari
disunahkannya puasa.
Adapun syarat wajib puasa : Berakal, baligh dan kuat
mengerjakannya
Sedang syarat syahnya : Islam, mumayyiz (dapat membedakan baik dan
tidak baik), suci dari haid dan nifas bagi wanita, dalam waktu yang
dibolehhkan puasa.
Puasa juga juga harus memenuhi rukun dan rukun puasa: niat sebelum
melakukan puasa, menahan diri dari makan, minum, bersetubuh dan hal-
hal lain yang bisa membatalkan puasa (lihat Al-Baqarah : 187).
Hikmah Puasa
a. Membentuk manusia sabar dan toleran.
Puasa bukanlah amal lahir yang dapat dilihat semata tetapi puasa
adalah amal rohani yang hanya dilihat oleh Allah swt, oleh karena itu
puasa adalah amal batin yang berbentuk kesabaran semata sebagaimana
Rasulullah bersabda :
“Puasa adalalah separuh kesabaran dan sabar itu adalah separuh iman".
(HR. Baihaqi)

b. Membentuk jiwa amanah dan hanya bertanggung jawab hanya kepada


Allah swt.
c. Membentuk akhlakul karimah.
Dengan puasa dia akan dapat berbuat baik dan mulia karena perbuatan-
perbuatan jahat dapat menghalangi pahalanya puasa. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw:
“Lima perkara yang dapat menghalangi pahalanya pahalanya puasa
yaitu, dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, melihat lawan jenis dengan
syahwat". (HR. At-Tirmidzi)

d. Mendidik manusia untuk berlaku jujur.Tidak ada seorangpun yang


dapat mengetahui kita puasa atau tidak kecuali kita sendiri kepada Allah
swt; ini berarti puasa melatih jujur dalam beribadah dan beriman karena
Allah swt.
e. Mengembangkan kepekaan sosial.
Orang yang berpuasa akan bisa mengukur dan merasakan betapa
pedihnya orang miskin dan kesusahan karena ketidak tersediaanya
makanan dan uang belanja.
f. Melatih ketahanan mental.
Berpuasa berarti mengistirahatkan anggota badan yang mengolah
penceraan makanan, hal ini akan membentuk anggota badan menjadi
terbiasa dan kuat .
g. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt.

BAB 6 Dakwah Nabi Periode Mekkah

A. SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH


1. Masyarakat Arab Jahiliah Periode Mekah
Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat
Arab jahiliah, atau masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Kebodohan
masyarakat Arab waktu itu, terdapat dalam bidang agama, moral, dan hukum,
Dalam bidang agama, umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah
menyimpang jauh dan ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul
terdahulu, seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau
agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka
letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT) yang jumlahnya mencapai 300
lebih. Di antara berhala-berhala yang termashyur bernama: Ma’abi, Hubal,
Khuza’ah, Lata, Uzza, dan Manat.

Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliah yang menyembah
malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari,
bulan, dan jin yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah.
Dalam bidang moral, masyarakat Arab jahiliah telah menempuh cara-cara yang
sesat, seperti:
a. Bila terjadi peperangan antarkabilah, maka kabilah yang kalah perang akan
dijadikan budak oleh kabilah yang menang perang.
b. Menempatkan perempuan pada kedudukan rendah. Dalam masyarakat Arab
jahiliah perempuan tidak berhak mewarisi harta peninggalan suaminya, ayahnya,
atau anggota keluarga yang lain. Bahkan seorang wanita (istri) boleh diwarisi
oleh anak tirinya atau anggota keluarga lain dan suaminya yang telah mati.
c. Memiliki kebiasaan buruk, yakni berjudi dan meminum minuman keras.
Kejahiliahan mereka dalam bidang hukum antara lain anggapan mereka bahwa
judi, bermabuk-mabukan, berzina, mencuri, merampok, dan membunuh, bukan
merupakan perbuatan yang salah.
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua perilaku masyarakat Arab jahiliah itu
buruk, tetapi ada pula yang baiknya. Seperti: memiliki keberanian dan
kepahlawanan, suka menghormati tamu, murah hati, dan mempunyai harga diri.
Juga dalam bidang perdagangan, ada sebagian masyarakat Arab jahiliah yang
sudah memiliki kemajuan. Misalnya, para pedagang dari kabilah Quraisy,
berdagang pada musim panas ke negeri Syam (sekarang Suriah, Libanon,
Palestina, dan Yordania) dan pada musim dingin ke Yaman (lihat Q.S. Quraisy,
106: 1—4). Mereka memperdagangkan bulu domba, unta, kulit binatang, dan tali.

B. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang tidak membiarkan umat manusia, khususnya masyarakat Arab berada
dalam kebodohan sepanjang zaman. Lalu Dia mengutus seorang nabi dan rasul
yang terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Pengangkatan Muhammad sebagai
nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13 tahun sebelum
hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliau
genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter
sebelah utara kota Mekah dan berada di lerengnya (kira-kira berjarak 20 m dari
puncaknya).
Muhammad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai
dengan turunnya Malaikat Jibril pada tanggal 17 Ramadan 610 M, untuk
menyampaikan wahyu yang pertama yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5 (coba
kamu cari dan pelajari). Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam
sejarah Islam dinamakan Nuzul A1-Qur’an.
Setibanya di rumah, Nabi Muhammad SAW menceritakan kepada istrinya,
Khadijah, peristiwa yang dialaminya. Sebenarnya Khadijah mempercayai segala
apa yang diceritakan suaminya, tetapi ia ingin mengetahui bagaimana pendapat
Waraqah bin Naufal, saudara. Sepupunya terhadap peristiwa yang dialami
suaminya. Waraqah adalah seorang pemikir yang telah berusia lanjut, beragama
Nasrani, yang telah menyalin kitab Injil dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Arab.
Setelah Waraqah bin Naufal mengetahui semua peristiwa yang dialami oleh
Nabi Muhammad SAW, ia berkata, “Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah
datang kepada Nabi Isa. Alangkah baiknya kalau aku masih muda dan masih
hidup sewaktu kamu diusir oleh kaummu.” Nabi Muhammad SAW berkata,
“Apakah kaumku akan mengusirku?” Jawab Waraqah, “Ya, tidak seorangpun
datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa (ajaran Islam), yang tidak
dimusuhi. Jika sekiranya aku masih hidup pada masa itu, tentu aku akan
menolongmu dengan sekuat tenagaku.” (H.R. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).

Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)
turun pula Surah Al-Muddassir: 1—7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi
Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode
Mekah) selama 13 tahun (610—622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan
kepada beliau, wahyu berupa A1-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89
surah. Surah-surah yang diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah
Makkiyyah.
Materi dakwah Rasulullah SAW di awal kenabiannya berupa ajaran Islam,
yang terkandung dalam 89 Surah Makkiyyah dan hadis yakni wahyu Allah SAW
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak tertulis dalam
lembaran Al-Qur’an.

C. Ajaran Islam Periode Mekah


Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di
awal kenabiannya adalah sebagai berikut :
1. Keesaan Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan
makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada selain
Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca dan pelajari QS. A1-Ikhlãs, 112: 1-4).
Umat manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada Allah
SWT. Beribadah atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke dalam
perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling besar
(lihat Q.S An-Nisã’, 4: 48).
2. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir
kehidupan, tetapi merupakan awal dan kehidupan yang panjang, yakni kehidupan
di alam kuhur dan di alam akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan
senantiasa berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang
menyenangkan. Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di
alam akhirat akan ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang
memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT
dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur
dan dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan.
(Baca dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11!)
3. Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya
dan melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya apabila
selama hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau
meninggalkan segala perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila
durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan
alangkah ruginva orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10).
4. Persaudaraan dan Persatuan
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan
persaudaraan landasan bagi terwujudnya persatuan.
Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka
dituntut untuk saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida
Ilahi. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di
antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R.
Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan, jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan.
Jangan saling menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang
teraniaya tanpa diberikan pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu
disuruh untuk memberikan pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni
para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Mã’un,
107: 1-7).

D. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH


Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar
masyarakat Arab meninggalkan kejahiliahannya di bidang agama, moral, dan
hukum. Sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi
Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika masyarakat Arab telah
mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan
sesuai dengan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW, tentu mereka akan
memperoleh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan di
akhirat.

Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang


luhur tersebut sebagai berikut:
1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Cara ini ditempuh oleh Rasulullah SAW karena beliau begitu yakin, bahwa
masyarakat Arab jahiliah, masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan dan
tradisi warisan leluhur mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela
mati dalam mempertahankannya. Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi
ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di
lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya.
Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW
tersebut adalah : Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun
ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang
tinggal serumah dengannya, waktu masuk Islam ia baru berusia 10 tahun), Zaid
bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW, wafat tahun 8 H = 625 M), Abu
Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW, yang hidup dan tahun 573-
634 M), dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Sesuai dengan ajaran Islam, bahwa berdakwah bukan hanya kewajiban
Rasulullah SAW, tetapi juga kewajiban para pengikutnya (umat Islam), maka Abu
Bakar Ash-Shiddiq, seorang saudagar kaya, yang dihormati dan disegani banyak
orang. Karena budi bahasanya yang halus, ilmu pengetahuannya yang luas, dan
pandai bergaul telah meneladani Rasuliillah SAW, yakni berdakwah secara
sembunyi-sembunyi.

Usaha dak’wah Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil karena ternyata beberapa


orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah :
- Abdul Amar dan Bani Zuhrah, Abdul Amar berarti hamba milik si Amar.
Karena Islam melarang perbudakan, kemudian nama itu diganti oleh Rasulullah
SAW menjadi Abdurrahman bin Auf, yang artinya hamba Allah SWT, Yang
Maha Pengasih.

- Abu Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.


- Utsman bin Affan.
- Zubair bin Awam.
- Sa’ad bin Ahu Waqqas.
- Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-
sembunyi, yang namanya sudah disebutkan di atas disebut Assabiqunal
Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).

2. Dakwah Secara terang-terangan


Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian,
yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu
dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an
Surah 26: 214-216 (coba kamu cari dan pelajari).
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain
sebagai berikut :
a. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri
jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk Islam. Tetapi karena cahaya
hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hati mereka, mereka belum
menerima Islam sebagai agama mereka. Namun ada 3 orang kerabat dari
kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi merahasiakan
keislamannya, pada waktu itu dengan tegas menyatakan keislamannya. Mereka
adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
b. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang
berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa,
yang letaknya tidak jauh dan Ka’bah.
Rasulullah SAW memberi peringatan kepada semua yang hadir agar segera
meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah
atau menghambakan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta
dan Pemelihara alam semesta. Rasulullah SAW juga menegaskan, jika peringatan
yang disampaikannya itu dilaksanakan tentu akan meraih rida Ilahi bahagia di
dunia dan di akhirat. Tetapi apabila peringatan itu diabaikan tentu akan
mendapat murka Allah SWT, sengsara di dunia dan di akhirat.

Menanggapi dakwah Rasulullah SAW tersebut di antara yang hadir ada


kelompok yang menolak disertai teriakan dan ejekan, ada kelompok yang diam
saja lalu pulang. Bahkan Abu Lahab, bukan hanya mengejek tetapi berteriak-
teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya ia berkata “Celakalah engkau
Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?” Sebagai balasan
terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah ayat Al- Qur’an yang berisi kutukan
Allah SWT terhadap Abu Lahab, yakni Surat Al-Lahab, 111: 1-5 (coba kamu cari
dan pelajari ayat Al-Qur’an tersebut).
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri
masuk Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu Hamzah bin
Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul
Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian sedangkan Umar bin
Khattab (581-644 M), tidak lama setelah sebagian kaum Muslimin berhijrah ke
Habasyah atau Ethiopia pada tahun 615 M.
c. Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di
luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang
masuk Islam antara lain :
- Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dan kaum Giffar, yang bertempat tinggal di
sebelah barat laut Mekah atau tidak jauh dari laut Merah, menyatakan diri di
hadapan Rasulullah SAW masuk Islam. Keislamannya itu kemudian diikuti oleh
kaumnya.
- Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus yang
bertempat tinggal di wilayah barat kota Mekah, menyatakan diri masuk Islam di
hadapan Rasulullah SAW. Keislamannya itu diikuti oleh bapak, istri,
keluarganya, serta kaumnya.
- Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib (Madinah), yang datang
ke Mekah untuk berziarah nampak berhasil. Berkat cahaya hidayah Allah SWT,
para penduduk Yatsrib, secara bergelombang telah masuk Islam di hadapan
Rasulullah SAW. Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku
Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13
orang dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi.

Pada gelombang ketiga ini telah datang ke Mekah untuk berziarah dan menemui
Rasulullah SAW, umat Islam penduduk Yatsrib yang jumlahnya mencapai 73
orang di antaranya 2 orang wanita. Waktu itu ikut pula berziarah ke Mekah,
orang-orang Yatsrib yang belum masuk Islam. Di antaranya Abu Jabir Abdullah
bin Amr, pimpinan kaum Salamah, yang kemudian menyatakan diri masuk Islam di
hadapan Rasulullah SAW.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga
ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi
Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa
mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Walaupun untuk itu
mereka harus mengorbankan tenaga, harta, bahkan jiwa. Selain itu, mereka
memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke
Yatsrib.
Setelah terjadinya peristiwa Bai’atul Aqabah itu, kemudian Rasulullah SAW
menyuruh para sahabatnya yakni orang-orang Islam yang bertempat tinggal di
Mekah, untuk segera berhijrah ke Yatsrib. Para sahabat Nabi SAW
melaksanakan suruhan Rasulullah SAW tersebut. Mereka berhijrah ke Yatsrib
secara diam-diam dan sedikit demi sedikit, sehingga dalam waktu dua bulan
sebanyak 150 orang umat Islam penduduk Mekah telah berhijrah ke Yatsrib.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan Ali bin.
Abu Thalib masih tetap tinggal di Mekah, menunggu perintah dari Allah SWT
untuk berhijrah. Setelah datang perintah dari Allah SWT, kemudian Rasulullah
SAW berhijrah bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., meninggalkan kota Mekah
tempat kelahirannya menuju Yatsrib. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ini terjadi
pada awal bulan Rabiul Awal tahun pertama hijrh (622 M). Sedangkan Ali bin
Abu Thalib, tidak ikut berhijrah bersama Rasulullah SAW, karena beliau
disuruh Rasulullah SAW untuk mengembalikan barang-barang orang lain yang
dititipkan kepadanya. Setelah perintah Rasulullah SAW itu dilaksanakan,
kemudian Ali bin Abu Thalib menvusul Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib.

3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah


Kaum kafir Quraisy menolak dakwah Rasulullah SAW, setelah berdakwah
itu dilakukan secara terang-terangan, yakni semenjak tahun ke-4 kenabian. Prof.
Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan
sebab-sebab kaum kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni :
a. Rasulullah SAW mengajarkan tentang adanya persamaan hak dan kedudukan
antara semua orang. Mulia tidaknya seseorang tergantung ketakwaannya kepada
Allah SWT. Orang miskin yang bertakwa, di hadapan Allah SWT Iebih mulia
daripada orang kaya yang durhaka (lihat Q.S. Al Hujurãt, 49: 13).
Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan
ajaran persamaan hak ini. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta
dalam masyarakat. Mereka ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan
ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
b. Islam mengajarkan adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan
alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa maka di alam kuburnya
akan memperoleh kenikmatan dan di alam akhiratnya akan masuk surga.
Sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka dan banyak berbuat jahat,
maka di alam kuburnya akan disiksa. Dan di alam akhiratnya akan masuk neraka.
Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam tersebut, karena mereka
merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
c. Kaum kafir Quraisy menolak ajaran Islam karena mereka merasa berat
meninggalkan agama dan tradisi hidup bermasyarakat warisan leluhur mereka.
Mereka berkata, “Cukuplah bagi kami apa yang telah kami terima dari nenek
moyang kami.” (Q.S. AI-Mã’idah, 5: 104)
d. Islam melarang menyembah berhala, memperjualbelikan berhala-berhala, dan
melarang penduduk Mekah dan luar Mekah berziarah memuja berhala, padahal
itu semua mendatangkan keuntungan di bidang ekonomi terhadap kaum kafir
Quraisy. Oleh karena itulah, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha
menghentikan dakwah Rasulullah SAW.
Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah
Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain :
- Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu
Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleb para
pemiliknya atau tuannya di luar batas perikemanusiaan. Bahkan, Az-Zanirah
disiksa hingga mengalami kebutaan dan Ummu Amr binti Yasir, budak milik Bani
Makhzum disiksa oleh tuannya sampai mati.
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., tidak tega melihat saudara-saudaranya seiman
disiksa seperti itu, lalu beliau memerdekakan beberapa orang dari mereka
termasuk Bilal, dengan cara memberikan sejumlah uang tebusan kepada
tuannya.
- Setiap keluarga dari kalangan kaum kafir Quraisy diharuskan menyiksa anggota
keluarganya yang telah masuk Islam, sehingga ia kembali menganut agama
keluarganya (agama Watsani).
- Nabi Muhammad SAW sendiri dilempari kotoran oleh Ummu Jamil (istri Abu
Lahab) dan dilempari isi perut kambing oleh Abu Jahal. Nama asli Abu Jahal
adalah Amr Abu al-Hakam yang artinya Amr, bapak juru damai. Umat Islam
mengganti nama itu menjadi Abu Jahal yang artinya bapak kebodohan.
- Kaum kafir Quraisy meminta Abu Thalib, paman dan pelindung Rasulullah
SAW, agar Rasulullah SAW menghentikan dakwahnya. Namun tatkala Abu
Thalib menyampaikan keinginan kaum kafir Quraisy tersebut Rasulullah SAW
bersabda : “Wahai pamanku demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di
tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan
dakwah agama Allah ini hingga aku menang, atau aku binasa karenanya.”
- Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar
permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir
Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam
menganut agama kaum kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap
berhala.
Usul tersebut ditolak oleh Nabi SAW, karena menurut ajaran Islam
mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan akidah dan ibadah bukan
Islam, termasuk perbuatan haram dan merupakan dosa besar (silakan baca dan
pahami Q.S. Al-Kafirun 109 : 1-6).
Menghadapi tantangan dan kekerasan kaum kafir Quraisy terhadap orang-
orang Islam, selain Nabi SAW bersabar, bertawakal dan berdoa, beliau
menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4
orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di
negeri itu suka memberikan jaminan keamanan kepada orang-orang yang meminta
perlindungan kepadanya. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi
pada tahun 615 M.
Suatu saat keenam belas orang yang hijrah ke Habasyah ini kembali ke
Mekah, karena mereka menduga Mekah keadaannya sudah normal, dengan
masuk Islamnya seorang bangsawan Quraisy yang gagah berani yakni Umar bin
Khattab.
Namun dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal, pimpinan kaum
kafir Quraisy memerintahkan agar setiap keluarga dan kabilah Quraisy
meningkatkan tekanan dan siksaannya terhadap anggota keluarganya yang masuk
Islam.
Menghadapi situasi yang demikian, akhirnya Rasulullah SAW menyuruh
para sahabatnya, untuk yang kedua kalinya agar kembali hijrah ke Habasyah.
Jumlah para sahabat yang berhijrah pada saat itu sebanyak 83 orang laki-laki dan
18 orang wanita, di bawah pimpinan Ja’far bin Abu Thalib. Di negeri Habasyah
ini selain memperoleh jaminan keamanan dan Raja Negus, para sahabat Nabi
SAW juga memiliki kebebasan untuk melaksanakan peribadahan sesuai dengan
ajaran Islam.
Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW
dan pelindungnya wafat dalam usia 87 tahun. Empat hari setelah itu istri
tercintanya Khadijah juga wafat dalam usia 65 tahun. Dalam sejarah Islam tahun
wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita).
Wafatnya Abu Thalib sebagai pemimpin Bani Hasyim, menyebabkan Abu
Lahab seorang kafir yang sangat keras dalam memusuhi Nabi SAW,
menggantikan kedudukan Abu Thalib sebagai pemimpin. Semenjak itu Rasulullah
SAW tidak lagi memperoleh perlindungan dari kaum kerabatnya yakni Bani
Hasyim.
Allah SWT senantiasa melindungi Nabi Muhammad SAW dari berbagai
malapetaka. Tidak lama setelah Bani Hasyim dipimpin Abu Lahab, Mut’im bin
Adi pemimpin kaum Naufal menyatakan perlindungannya terhadap Nabi SAW.
Bahkan menjelang peristiwa hijrah tahun 622 M, umat Islam Yatsrib telah
bersumpah setia akan melindungi Rasulullah SAW beserta para pengikutnya.

Bab 7 Pengertian Demokrasi


Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang
berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita
kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Contoh Perlaku Budaya Demokrasi
1. Menerima Perlakuan yang Demokratis dari Orang Lain. Contoh sikap menerima perlakuan
yang demokratis dari orang lain di antaranya:
a. menerima kritikan dengan lapang dada,
b. menghargai pendapat dari orang lain,
c. menyampaikan pendapat secara arif dan bijaksana,
d. menghargai makna dialog dengan tidak mendominasi suatu pembicaraan,
e. menerima dan melaksanakan hasil keputusan dengan penuh tanggung jawab.
2. Berperilaku Demokratis kepada Orang Lain
Contoh sikap berperilaku demokratis kepada orang lain di antaranya:
a. tidak suka memaksakan kehendak,
b. tidak suka memotong pembicaraan orang lain,
c. tidak bersikap egois,
d. akomodatif terhadap kepentingan umum,
e. lebih mengutamakan kemampuan nalar dan akal sehat dalam berpendapat,
f. santun dan tertib dalam memberikan pendapat dan gagasan,
g. peduli terhadap kemajuan bangsa dan negara.
Ayat-Ayat Yang Tentang Demokrasi
1. QS.Ali Imron Ayat 159
‫ْف َع ْن ُه ْم َوا ْستَ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم فِي اْأل َ ْم ِر‬ ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬
ُ ‫ب َلَ ْنفَضُّوا ِم ْن َح ْولِكَ صلى فَاع‬ ًّ َ‫َّللاِ ِل ْنتَ لَ ُه ْم صلى َولَ ْو ُك ْنتَ ف‬
َ ‫ظا َغ ِلي‬ َّ َ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِمن‬
)١۵٩ : ‫ (ال عمران‬. َ‫َّللاَ ي ُِحبُّ ْال ُمت ََو ِ ِّكلِين‬ َّ ‫صلى فَإِذَا َعزَ ْمتَ فَت ََو َّك ْل َعلَى‬
َّ ‫َّللاِ ج ِإ َّن‬
Artinya :
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kami berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu,
karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya. (Q.S. Ali Imron ayat 159).
Arti perkata
Lafadz Arti Lafadz Arti
‫فَبِ َما‬ Maka ْ‫ع ْن ُه ْم‬
َ Pada mereka
disebabkan
ْ‫ْ َرحْ َمة‬ Rahmat (kasih ْ‫ست َ ْغ ِف ْرْلَ ُه ْم‬
ْ ‫َوا‬ Dan mohonkan
sayang) ampun bagi
mereka
َْ َ‫ِمن‬
ِ‫ّْللا‬ Dari Allah ْ‫َوشَا ِو ْر ُه ْم‬ Dan
musyawarahlah
dengan mereka
ْ‫ِل ْنتَ ْلَ ُه ْم‬ Kamu berlaku ْ‫فِيْاأل ْم ِر‬ Dalam suatu
lemah lembut urusan
terhadap mereka
َْ‫َولَ ْوْ ُك ْنت‬ Sekiranya kamu َْ‫فَ ِإذَاْع ََز ْمت‬ Maka apabila
bersikap kamu telah
bersepakat
‫فَ ًّظا‬ Berperilaku ْ‫فَت َ َو َك ْل‬ Maka
kasar berserahdirilah
ِ ‫غ ِلي َظْا ْلقَ ْل‬
ْ‫ب‬ َ Berhati kasar َ َ‫عل‬
ِْ‫ىّْللا‬ َ Kepada Allah
‫ال ْنفَضُّوا‬ َْ َ‫ِإن‬
Tentulah mereka َ‫ّْللا‬ Sesungguhnya
menjauhkan diri Allah
َْ‫ِم ْنْح َْو ِلك‬ Dari ْ‫ب‬
ُّ ‫يُ ِح‬ Menyukai
sekelilingmu
ُ ‫ْفَاع‬
ْ‫ْف‬ Maka َْ‫ْا ْل ُمتَ َْو ِك ِلين‬ Orang-orang
maafkanlah yang bertawakal
Kandungan Q.S. Ali Imron ayat 159

Q.S. Ali Imron ayat 159 berisi tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam muasyawarah,
yaitu :
 Bersikap lemah lembut
 Saling memaafkan, sekiranya ada kesalah pahaman dan istighfar memohon ampunan kepada
Allah.
 Bertawakal kepada Allah, setelah membulatkan tekad dari hasill musyawarah untuk dilaksanakan
 Bermusyawarah dalam segala urusan
Perilaku yang mencerminkan qs.Ali Imron ayat 159:
Sikap dan Perilaku yang mencerminkan penghayatan Q.S. Ali ‘Imran : 159 adalah sebagai
berikut :

1. Menunjukkan sikap lemah lembut terhadap sesama manusia.


2. Menunjukkan sifat kejujuran dalam mengemukakan pendapat, dan menyampaikan
informasi.
3. Ikhlas saat memberikan ma’af kepada orang lain.
4. Menghormati pendapat atau saran orang lain, walaupundirinya yang benar.
5. Senantiasa bertawakkal dengan sabar serta berusaha dan ikhtiar.

2. Q.S. Asy Syura ayat 38.


َ‫ورى بَ ْينَ ُه ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَا ُه ْم يُ ْن ِفقُون‬
َ ‫ش‬ُ ‫صَلَة َ صلى َوأ َ ْم ُر ُه ْم‬
َّ ‫َوالَّذِينَ ا ْست َ َجابُوا ِل َر ِبِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا ال‬
) ۳٨ :‫(الشورى‬
Artinya :
“Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya, dan mendirikan sholat,
sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara meraka dan mereka
menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. “(Q.S. Asy Syura 38).
1. Kosa Kata
Kata Arti Kata Arti
‫ا ْست َ َجابُوا‬ menerima (mematuhi) ‫ورى‬
َ ‫ش‬ُ (diputuskan) dengan
seruan musyawarah
‫ِل َربِِّ ِه ْم‬ Tuhannya ‫بَ ْي َن ُه ْم‬ antara meraka
‫َوأَقَا ُموا‬ mendirikan ‫َو ِم َّما‬ dan sebagian dari
َ‫صَلَة‬
َّ ‫ال‬ ‫َرزَ ْقنَا ُه ْم‬ rizki yang kami berikan
sholat,
kepada mereka
‫َوأَ ْم ُر ُه ْم‬ sedangkan urusan mereka َ‫يُ ْن ِفقُون‬ mereka menafkahkan
Kandungan Q,S. Asy Syura ayat 38.
 Senantiasa melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan segala larangannya
 Mendirikan shalat fardhu lima waktu tepat pada waktunya
 Bermusyawarah dalam menyelesaikan segala urusan
 Menafkahkan sebagian rizki karunia Allah dijalan yang benar.
Penerapan Sikap dan Perilaku
a. Menyeru atau mengajak manusia untuk senantiasa berada di jalan Allah SWT,
yang dilakukan dengan cara berdialog atau berdiskusi dengan baik dan penuh
argumentasi yang tepat.
b. Terbiasa mendirikan shalat tepat waktu yang dilaksanakan secara berjama’ah,
sebagai simbol kekuatan ummat dan kebersamaan.
c. Ikut serta berperan aktif dalam kegiatan organisasi dan peduli terhadap
permasalahan di lingkungannya.
d. Selalu bermusyawarah untu mencari jalan keluar dalam menghadapi hal-hal
yang penting
e. Peduli kepada kaum dlu’afa dengan kelebihan rezeki yang Allah berikan
kepadanya,
Bab 8 A. Pengertian Iman Kepada Malaikat

Iman kepada malaikat artinya percaya bahwa malaikat adalah makhluk ghaib, yang asal
kejadiannya dari nur (cahaya). Mereka memiliki akal dan tidak memiliki nafsu. Karena itu, mereka
senantiasa patuh kepada Allah SWT serta tidak pernah mendurhakai-Nya.
Hukum beriman kepada adanya malaikat adalah fardlu ‘ain. Seorang yang mengaku beragama
Islam, jika tidak percaya kepada malaikat dapat dianggap murtad (keluar dari agama Islam). Perintah
untuk beriman kepada malaikat terdapat dalam Al-Qur’an maupun dalam hadits Rasulullah SAW. Allah
SWT berfirman

)۲٨۵ :‫َو ْال ُمؤْ ِمنُ ْونَ ُك ٌّل آ َمنَ ِباهللِ َو َمآلئِ َكتِ ِه (البقرة‬
Artinya: “Segala mereka yang beriman, semuanya beriman kepada Allah dan malaikat-Nya” (Al-Baqarah (2):
285) Rasulullah SAW bersabda:

)‫ان أ َ ْن تُؤْ ِمنَ ِباهللِ َو َمآلئِ َكتِ ِه (رواه البخاري‬


ُ ‫اإل ْي َم‬
ِ
Artinya “Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah dan malaikat-Nya” (HR. al-Bukhari)
Jumlah para malaikat itu tidak terhingga banyaknya dan hanya Allah yang mengetahuinya. Dalam
Al-Qur’an dinyatakan: “Dan tidak ada yang mengetahui tentara (malaikat) Tuhanmu, melainkan Dia
sendiri” (QS. Al-Muddatstsir (74): 31).
Di antara malaikat yang banyak itu ada sepuluh malaikat yang wajib diketahui nama-namanya
berikut tugasnya masing-masing:
1. ”Malaikat Jibril”, tugasnya menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul
َ‫علَى قَ ْلبِ َك ِلتَ ُك ْونَ ِمن‬ ُّ ‫ نَزَ َل بِ ِه‬, َ‫ب ْالعَالَ ِميْن‬
َ , ‫الر ْو ُح األ َ ِمي ُْن‬ ِ ِّ ‫َو ِإنَّهُ لَت َ ْن ِز ْي ُل َر‬
) ١٩٤ -١٩۲:‫ْال ُم ْنذَ ِريْنَ (الشعراء‬
Artinya: “Dan Sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun
oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan” (QS. Asy-Syu’araa (26): 192-194)
2. ”Malaikat Mikail”: tugasnya menyelenggarakan pembagian dan penyaluran rizki kepada makhluk
3. ”Malaikat Israfil”: tugasnya meniup sangkakala (terompet) untuk memberi tanda terjadinya kiamat, dan
juga bangkit dari kubur
َّ ‫ض ِإَل َّ َم ْن شَا َء‬
ُ‫َّللا‬ ْ ‫ت َو َم ْن فِي‬
ِ ‫األر‬ َّ ‫ص ِعقَ َم ْن فِي ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َ َ‫ص ْو ِر ف‬ُّ ‫َونُ ِف َخ فِي ال‬
) ٦٨ :‫ظ ُر ْونَ ( الزمر‬ ُ ‫ث ُ َّم نُ ِف َخ فِي ِه أ ُ ْخ َرى فَإِذَا ُه ْم قِيَام يَ ْن‬
Artinya : “Dan ditiuplah sangkakala, Maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang
dikehendaki Allah. kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi Maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu
(putusannya masing-masing)” (QS. Az-Zumar 68)

)۵١:‫ث إِلَى َر ِبِّ ِه ْم َي ْن ِسلُ ْونَ ( يس‬


ِ ‫األجدَا‬
ْ َ‫ص ْو ِر فَإِذَا ُه ْم ِمن‬
ُّ ‫َونُ ِف َخ فِي ال‬
Artinya: “Dan ditiuplah sangkalala, Maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada
Tuhan mereka” (QS. Yasin (36): 51)
4. “Malaikat Izrail”: tugasnya mencabut nyawa makhluk apabila ajalnya sudah tiba
)١٩: ‫ت ِم ْنهُ تَ ِح ْيدُ (ق‬ ِ ِّ ‫ت ِب ْال َح‬
َ ‫ق ذَ ِل َك َما ُك ْن‬ ِ ‫س ْك َرة ُ ْال َم ْو‬ ْ ‫َو َجا َء‬
َ ‫ت‬
Artinya :“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya” (QS.
Qaaf (50): 19)

ِ ‫قُ ْل يَتَ َوفَّا ُك ْم َملَكُ ْال َم ْو‬


)١١:‫ت اَلَّذِي ُو ِ ِّك َل ِب ُك ْم ث ُ َّم ِإلَى َربِِّ ُك ْم ت ُ ْر َجعُونَ (السجدة‬
Artinya: “Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian
hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan” (QS. As-Sajdah (32): 11)
5. “Malaikat Ridwan”: tugasnya menjaga surga
ْ ‫َو ِسيقَ الَّذِينَ اتَّقَ ْوا َربَّ ُه ْم إِلَى ْال َجنَّ ِة ُز َم ًرا َحتَّى ِإذَا َجا ُء ْوهَا َوفُتِ َح‬
‫ت أَب َْوابُ َها َوقَا َل‬
) ٧۳:‫علَ ْي ُك ْم ِط ْبت ُ ْم فَا ْد ُخلُ ْوهَا خَا ِل ِديْنَ ( الزمر‬ َ ‫سَلَم‬ َ ‫لَ ُه ْم خَزَ نَت ُ َها‬
Artinya : “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula).
sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah
kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka
masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya” (QS. Az-Zumar (39): 73)
6. “Malaikat Malik”: tugasnya menjaga neraka
‫ت أَب َْوابُ َها َوقَا َل لَ ُه ْم‬ ْ ‫َو ِسيقَ الَّ ِذيْنَ َكفَ ُروا إِلَى َج َهنَّ َم ُز َم ًرا َحتَّى ِإذَا َجا ُء ْوهَا فُ ِت َح‬
ِ َ ‫علَ ْي ُك ْم آَ َيا‬
‫ت َر ِبِّ ُك ْم َويُ ْنذ ُِرونَ ُك ْم ِلقَا َء َي ْو ِم ُك ْم‬ ُ ‫خَزَ نَت ُ َها أَلَ ْم َيأْتِ ُك ْم ُر‬
َ َ‫سل ِ ِّم ْن ُك ْم يَتْلُ ْون‬
) ٧١:‫علَى ْال َكافِ ِرينَ ( الزمر‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ت َك ِل َمةُ ْال َعذَا‬ ْ َّ‫َهذَا قَالُوا بَلَى َولَ ِك ْن َحق‬
Artinya: “Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. sehingga apabila mereka
sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya:
"Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-
ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" mereka menjawab:
"Benar (telah datang)". tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir” (QS.
Az-Zumar (39): 71)
7. ”Malaikat Raqib”: tugasnya mencatat perbuatan baik yang dilakukan oleh hamba Allah, termasuk
ucapan dan niat.
8. ”Malaikat Atid”: mencatat perbuatan buruk yang dilakukan oleh hamba Allah, termasuk ucapan dan niat.

)١٨ : ‫عتِيْد ( ق‬
َ ُ ‫َما يَ ْل ِف‬
‫ظ ِم ْن قَ ْو ٍل ِإَلَّ لَدَ ْي ِه َرقِيْب‬
Artinya :“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu
hadir (Raqib dan Atid)” (QS. Qaaf (50): 18)

َ ‫ إِ َّن اْألب َْر‬, َ‫ يَ ْعلَ ُم ْونَ َما تَ ْف َعلُ ْون‬, َ‫ ِك َرا ًما َكاتِبِيْن‬, َ‫علَ ْي ُك ْم لَ َحافِ ِظيْن‬
‫ار لَ ِفي نَ ِعي ْم‬ َ ‫َو ِإ َّن‬
)١٤-١٠:‫ار لَ ِفي َج ِحي ٍْم (اَلنفطار‬ َ ‫ َو ِإ َّن ْالفُ َّج‬,
Artinya: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), Yang mulia
(di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), Mereka mengetahui apa yang kamu
kerjakan, Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang
penuh kenikmatan, Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka
(QS.Al-Infithaar (82):10-14).
9. “Malaikat Munkar”: memeriksa dan menanyai manusia ketika berada di alam kubur
10. ”Malaikat Nakir”: sama dengan malaikat Munkar, yaitu menanyai manusia di alam kubur. Nabi SAW
bersabda :
ِ ِِّ‫علَى ْال َمي‬
)‫ت فِ ْي قَب ِْر ِه فَيَ ْقعُدَا لَهُ (رواه الديلمي عن أنس‬ َ ‫دَ َخ َل ُم ْن َكر َونَ ِكر‬
Artinya “Munkar dan Nakir masuk menemui orang mati di dalam kuburnya, keduanya mendudukkannya” (HR. Ad-
Dailami dari Anas)
B. Kedudukan Manusia dalam Beriman kepada Malaikat
Kedudukan manusia dalam mengimani malaikat berbeda dengan kedudukan manusia mengimani
Allah SWT. Dalam beriman kepada Allah, manusia tidak cukup hanya dengan meyakini dalam hati, tetapi
harus mengakui secara lisan dan membuktikan dengan amal perbuatan. Ini disebabkan karena manusia
sebagai makhluk, sedangkan Allah SWT sebagai khaliq-nya. Menurut logika, sudah semestinya makhluk
tunduk patuh kepada penciptanya. Adapun dalam rangka beriman kepada malaikat, manusia hanya
disuruh oleh Allah SWT untuk mengimani atau mempercayainya saja dengan cara-cara yang sesuai
dengan petunjuk-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW.
Menurut akidah Islamiyah, malaikat hanyalah makhluk Allah yang ghaib, yang selalu taat patuh
dan tidak pernah durhaka kepada Allah SWT, tetapi juga tidak bisa memberikan pertolongan kepada
manusia. Firman Allah SWT:
‫ َل يَ ْسبِقُونَهُ بِ ْالقَ ْو ِل َو ُه ْم‬, َ‫س ْب َحانَهُ بَ ْل ِعبَاد ُم ْك َر ُم ْون‬ ُ ‫الر ْح َم ُن َولَدًا‬ َّ َ‫َوقَالُوا ات َّ َخذ‬
‫ضى‬ َ َ‫ارت‬ْ ‫ َي ْعلَ ُم َما َبيْنَ أَ ْي ِد ْي ِه ْم َو َما خ َْلفَ ُه ْم َوَلَ َي ْشفَعُ ْونَ ِإَلَّ ِل َم ِن‬, َ‫ِبأ َ ْم ِر ِه َي ْع َملُون‬
َ‫َو ُه ْم ِم ْن َخ ْشيَتِ ِه ُم ْش ِفقُ ْون‬
) ۲٨-۲٦ ‫( اَل نبياء‬
Artinya: " Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha
suci Allah. sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, Mereka itu tidak
mendahului-Nya dengan Perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya, Allah mengetahui
segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada
memberi syafaat, melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena
takut kepada-Nya” (QS. Al-Anbiya (21): 26-28)
C. Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Malaikat di Sisi Allah SWT
Persamaan antara manusia dan malaikat adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT, yang
mendapat perintah Allah SWT untuk menghambakan diri kepada-Nya. Adapun perbedaannya adalah:
Manusia Malaikat
1. Makhluk syahadah 1. Makhluk ghaib
2. Dijadikan dari tanah liat 2. Dijadikan dari nur (cahaya)
3. Makan, minum, tidur 3. Tidak makan, tidak minum, tidak tidur
4. Ada yang taat dan ada yang durhaka 4. Semua taat kepada Allah setiap waktu
5. Mempunyai nafsu 5. Tidak mempunyai nafsu
6. Selain Nabi (rasul), manusia mempunyai dosa 6. Seluruh malaikat suci dari dosa
7. Memiliki akal pikiran dinamis 7. Memiliki akal pikiran yang bersifat statis

Malaikat lebih dulu diciptakan daripada manusia. Perhatikan dialog Allah SWT dengan malaikat
dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:
ُ‫ض َخ ِليفَةً قَالُوا أَت َ ْج َع ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِسد‬ ِ ‫األر‬ْ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َرب َُّك ِل ْل َمَلَئِ َك ِة إِنِِّي َجا ِعل فِي‬
َ‫ِّس لَ َك قَا َل إِ ِنِّي أَ ْعلَ ُم َما َل‬
ُ ‫ِك َونُقَ ِد‬ َ ُ‫ِفي َها َويَ ْس ِفكُ ال ِدِّ َما َء َون َْح ُن ن‬
َ ‫س ِبِّ ُح ِب َح ْمد‬
) ۳٠ : ‫تَ ْعلَ ُمونَ ( البقرة‬
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah (2): 30)
D. Fungsi Iman kepada Malaikat
Fungsi iman kepada malaikat antara lain sebagai berikut:
1. Memberi dorongan kepada orang beriman untuk meningkatkan iman dan keyakinannya kepada
kemahakuasaan Allah SWT. Hal ini disebabkan adanya kesadaran bahwa Allah SWT tidak hanya
berkuasa menciptakan makhluk-Nya yang syahadah (nyata), tetapi juga berkuasa menciptakan makhluk-
Nya yang ghaib (tidak nampak) seperti malaikat.
2. Memberi dorongan kepada orang yang beriman untuk berusaha menjadi Muslim yang betul-betul
bertaqwa kepada Allah SWT. Hal ini karena adanya kesadaran bahwa Allah SWT akan mencintai setiap
Muslim yang betul-betul bertaqwa dan bahkan diperintahkan-Nya malaikat Jibril untuk mencintai Muslim
itu pula.
3. Setiap orang yang beriman berkeyakinan bahwa rizki yang diperoleh masing-masing manusia pada
hakekatnya sudah diatur dan ditentukan oleh Allah SWT melalui malaikat Mikail. Keyakinan tersebut
memberi dorongan kepada setiap orang beriman untuk menerima dengan ikhlas rizki yang diperoleh,
kemudian mensyukurinya dengan cara menggunakan rizki itu untuk hal-hal yang diridlai Allah SWT.
Orang yang mensyukuri nikmat Allah SWT dengan cara tersebut sudah tentu akan memperoleh tambahan
nikmat. Sebagaimana firman Allah SWT:

َ ‫َو ِإ ْذ تَأَذَّنَ َربُّ ُك ْم لَ ِئ ْن‬


َ َ‫ش َك ْرت ُ ْم َأل َ ِز ْيدَنَّ ُك ْم َولَ ِئ ْن َكفَ ْرت ُ ْم ِإ َّن َعذَا ِبي ل‬
‫شدِيد‬
)٧:‫(ابرهم‬
Artinya :”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim (14): 7)
4. Setiap orang beriman berkeyakinan bahwa sikap dan perbuatannya sellau dilihat dan dicatat oleh
malaikat Raqib dan Atid. Firman Allah SWT:
ُ ‫َما يَ ْل ِف‬
)١٨ :‫ظ ِم ْن قَ ْو ٍل ِإَلَّ لَدَ ْي ِه َر ِقيْب َع ِتيْد ( ق‬
Artinya:“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang
selalu hadir (yaitu Raqib pencatat kebaikan dan Atid pencatat keburukan)” (QS. Qaaf (50): 18)
5. Setiap orang beriman berkeyakinan bahwa Allah SWT telah memerintahkan malaikat Izrail untuk
mencabut nyawa masing-masing manusia, serta malaikat Munkar dan Nakir untuk menanyai manusia di
alam kubur tentang amal perbuatannya di dunia. Allah SWT berfirman:

‫س ُن َع َمَل َو ُه َو ْالعَ ِزي ُْز ْالغَفُ ْو ُر‬


َ ‫ت َو ْال َحيَاة َ ِليَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أ َ ْح‬
َ ‫الَّذِي َخلَقَ ْال َم ْو‬
)۲:‫(الملك‬
Artinya; “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al-Mulk (67): 2)

E. Perilaku sebagai cerminan Iman kepada Malaikat:


1. Setelah mengetahui kedudukan dan tugas Malaikat, menjadikan kita lebih bertaqwa dan beriman kepada
Allah.
2. Adannya Malaikat yang selalu mencatat amal perbuatan kita, mendorong kita untuk selalu bermal sholeh
dan gigih dalam menjauhi larangan-larangan Allah
3. Selalu berhati-hati dalam bertindak, sehingga tidak terjebak kedalam perbuatan kemaksiyatan yang
menyebabkan siksaan api neraka
4. Tidak akan berperilaku sombong, karena malaikat akan selalu mencatat perilaku manusia.
5. Hati kita akan merasa tenang dan jiwa kitamerasa tentram, sebab kita tidak sendirian, malaikat selalu
menyertai kita kapanpun dan dimanapun kita berada

A. Arti Definisi dan Pengertian Malaikat Allah SWT

Malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh, tunduk dan taat pada perintah serta ketentuan
Allah SWT. Malaikat berasal dari kata malak bahasa arab yang artinya kekuatan. Dalam ajaran
agama islam terdapat 10 malaikat yang wajib kita ketahui dari banyak malaikat yang ada di
dunia dan akherat yang tidak kita ketahui yaitu antara lain :

1. Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu Allah kepada nabi dan rasul.
2. Malaikat Mikail yang bertugas memberi rizki / rejeki pada manusia.
3. Malaikat Israfil yang memiliki tanggung jawab meniup terompet sangkakala di waktu hari
kiamat.
4. Malaikat Izrail yang bertanggungjawab mencabut nyawa.
5. Malikat Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan
manusia di alam kubur.
6. Malaikat Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan
manusia di alam kubur bersama Malaikat Munkar.
7. Malaikat Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk mencatat segala amal baik
manusia ketika hidup.
8. Malaikat Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk mencatat segala perbuatan buruk /
jahat manusia ketika hidup.
9. Malaikat Malik yang memiliki tugas untuk menjaga pintu neraka.
10. Malaikat Ridwan yang berwenang untuk menjaga pintu sorga / surga.

E. Perbedaan Malaikat dengan Jin, Setan / Syetan dan Iblis


Malaikat terbuat dari cahaya atau nur sedangkan jin berasal dari api atau nar. Malaikat selalu
tunduk dan taat kepada Allah sedangkan jin ada yang muslim dan ada yang kafir. Yang kafir
adalah syetan dan iblis yang akan terus menggona manusia hingga hari kiamat agar bisa
menemani mereka di neraka.

Malaikat tidak memiliki hawa nafsu sebagaimana yang dipunyai jin. Jin yang jahat akan selalu
senantiasa menentang dan menjalankan apa yang dilarang oleh Tuhan Allah SWT. Malaikat
adalah makhluk yang baik dan tidak akan mencelakakan manusia selama berbuat kebajikan,
sedangkan syetan dan iblik akan selalu mencelakakan manusia hingga hari akhir.

Landasan Hukum Beriman Kepada Malaikat

Ada landasan hukum mengapa manusia diwajibkan untuk beriman kepada malaikat. Tuntunan
atau dalil naqli iman kepada malaikat sumbernya langsung dari Al-Quran dan hadits. Di
antaranya:

 S. Al Baqarah (2) ayat 285

Terjemahannya ialah Rasul (Muhammad SAW) telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya. Demikian juga dengan orang-orang yang beriman. Semua beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.

(Mereka berkata): “Kami tak membeda-bedakan antara seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan
mereka mengatakan, “kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan dan kepada-Mu
tempat kami kembali.”

 S. An-Nisa’ (4) ayat 136

Terjemahannya ialah, wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan
rasul-Nya dan kitab (Al-Quran) yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang
diturunkan sebelumnya.

Barangsiapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya


dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang tersebut telah sesat sejauh-jauhnya.

 S. Fathir (35) ayat 1

Terjemahannya ialah, segala puji bagi Allah yang menciptakan langit dan bumi, yang
menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (mengurus berbagai macam urusan) yang memiliki
sayap dan masing-masing ada yang dua, tiga, dan empat.

Allah menambahkan untuk ciptaan-Nya apa yang dikehendaki. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
 S. At-Tahrim (66) ayat 6

Terjemahannya ialah, hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.

Penjaganya malaikat yang kasar, keras, dan tak mendurhakai perintah Allah, serta mengerjakan
apa yang diperintahkan.

 Hadits

Salah satu hadits riwayat Muslim dan Aisyah menjelaskan, “malaikat itu diciptakan dari cahaya,
sedangkan jin dari nyala api, dan penciptaan Adam dari apa yang telah diterangkan kepadamu
semua (tanah).”

Hikmah (Manfaat) Beriman Kepada Malaikat

Adapun hikmah atau manfaat beriman kepada malaikat bagi seorang muslim, antara lain:

1. Membentuk jiwa seorang muslim sejati yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT. Ini
karena iman kepada Allah dan iman kepada malaikat merupakan kesatuan yang tak terpisahkan.
2. Mengontrol tindakan manusia untuk selalu bertindak hati-hati dan berusaha mengamalkan
kebaikan. Ini karena manusia menyadari ada malaikat yang akan mengawasi dan akan mencatat
sekecil apapun tindakan yang dikerjakan. Dengan demikian, manusia yang beriman akan
terhindar dari perbuatan tercela.
3. Menumbuhkan rasa cinta pada malaikat. Makhluk yang paling dekat dengan Allah, selalu
membantu, dan mendoakan manusia. Rasa cinta yang akan memberikan ketenangan batin dan
kebahagiaan di dunia. Rasa cinta yang akan memicu untuk mencontoh sifat baik malaikat,
seperti bertasbih, mendoakan kebaikan, dan ampunan bagi sesama manusia.
4. Semakin yakin dan percaya tentang kebesaran Allah SWT. Keyakinan yang membuat manusia
berupaya masuk ke surga lewat kehidupan di dunia. Keyakinan yang pada akhirnya akan
meninggikan dan mengangkat derajat manusia itu sendiri.

Abu A’la Al Maududi, tokoh pembaru dari Pakistan sempat menjelaskan bahwa beriman kepada
malaikat akan membebaskan konsep tauhid dari perbuatan syirik. Pandangan ini sejalan dengan
beberapa hadis Rasulullah yang melarang umatnya menyembah malaikat.

Manfaat beriman kepada malaikat sangat dekat dan erat dengan pedoman menjalankan
kehidupan di dunia.

Contohnya mengerjakan amalan yang tahu akan dilihat, dicatat, dan dibantu doa oleh malaikat.
Beberapa di antaranya:

– Mengerjakan ibadah di malam Lailatul Qadar

– Tidur dalam keadaan wudhu


– Mengucapkan shalawat pada Nabi Muhammad SAW

– Memberikan sedekah

– Mengunjungi orang sakit dan masih banyak lagi.

Meluruskan Kesalahpahaman Yang Umum Terjadi

Berkaitan dengan iman kepada malaikat, ada sejumlah anggapan yang berkembang di
masyarakat yang perlu diluruskan kembali. Anggapan salah yang bisa merusak keimanan, bila
salah dipahami. Di antaranya:

 Malaikat bukanlah anak perempuan Allah. Hal ini yang dikatakan kaum musyrik dan telah
dijelaskan dalam Al-Quran surat An-Nahl (16) ayat 57.
 Menamakan para malaikat dengan nama yang tidak ditetapkan di Al-Quran dan tidak
disampaikan Rasulullah SWT.
 Mengatakan malaikat adalah pembantu Allah. Pandangan ini seperti menyamakan Allah dengan
makhluk lain yang membutuhkan pembantu untuk mengerjakan tugasnya.

Bab 9 ADAB BERPAKAIAN, BERTAMU DAN BERHIAS

Posted by Bustamam Ismail on December 11, 2008

Tata Krama Berpakaian/ a. Fungsi Pakaian

Ada tiga macam fungsi pakaian, yakni sebagai penutup aurat,


untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang
tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar
samapi kedua lutut. Sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak
tangan.

Mengenai bentuk atau model pakaian, Islam tidak memberi batasan, karena hal ini berkaitan
dengan budaya setempat. Oleh karena itu, kita diperkenankan memakai pakaian dengan model
apapun, selama pakaian tersebut memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.

Pakaian merupakan penutup tubuh untuk memberikan proteksi dari bahaya asusila,
memberikan perlindungan dari sengatan matahari dan terpaan hujan, sebagai identitas seseorang,
sebagai harga diri seseorang, dan sebuah kebutuhan untuk mengungkapkan rasa malu seseorang.
Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak
memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum wanita. Sekarang
orang-orang sudah menyebut pakaian seperti itu sudah dibilang kuno dan tidak mengikuti mode
zaman sekarang atau tidak modis. Timbul pakaian you can see atau sejenis tanktop, dll. Yang
uniknya, semakin sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka semakin
mahal pakaian tersebut. Ada seseorang yang berkata sedikit mengena, “Anak jaman sekarang
bajunya kayak baju anak kecil, pantesan saya nyari baju anak rada susah, berebut ama orang
dewasa.” Memang tidak salah dia mengatakan hal seperti itu, toh, itu memang kenyataan. Padahal
jika kita tidak bisa menjaga aurat kita, kita akan kerepotan. Sangat tidak mungkin kita akan
mengumbar aurat di depan umum, jika hal tersebut dilakukan, maka kita bisa disebut gila. Mau
tidak anda disebut gila?

Anehnya, sekarang banyak kaum wanita terutama muslimah yang belomba-lomba untuk
memakai pakaian yang katanya modis tersebut. Pakaian tersebut sebenarnya digunakan oleh para
(maaf) PSK dan WTS untuk memikat pelanggan, akan tetapi seiring perkembangan waktu, fungsi
pakaian tersebut sudah berubah untuk memikat lawan jenis, sehingga semakin terpikat lawan jenis,
semakin banyak pula kasus tindakan asusila yang sering kita baca di media cetak, elektronik, atau
mungkin kita pernah melihat atau mengalaminya sendiri. Pelecehan seksual ada di mana-mana.
Tidakkah para mukminin dan mukminat telah diperintahkan oleh Allah di dalam kitab nan suci, al-
Qur’an, surat Al-A’raf ayat 26: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.
Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat. (QS Al A’raf : 26)

Atau Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya : (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai para Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri
orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang
demikian itu supaya mereka mudah dikenali karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Ahzab : 29)

Tapi mengapa kaum hanya kaum wanita saja yang dibahas? Ya, karena wanita adalah
manusia yang paling dijaga harga dirinya oleh Allah SWT. Sudah dijaga koq masih tidak bersyukur?

Coba pikirkan, sangat sayangnya Allah kepada wanita, Allah Yang Maha Penyayang sampai-
sampai membahas hal-hal sekecil itu. Maka dari itu marilah kita menjaga harga diri wanita
muslimah kita demi tercapainya masa depan yang cerah.

b. Adab Berpakaian
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk
tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, namun
apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam. Demikian
juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh
pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit pemakainya.
Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah
nafsu syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

َ‫ب ْالبَقَ ِر يَض ِْربُ ْون‬ ِ ‫ط َكا االَ ْذنَا‬ ٌ ‫ار لَ ْم اَ َر ُه َما قَ ْو ٌم ِسيَا‬
ِ َّ‫ان ِم ْن اَ ْه ِل الن‬ِ َ‫ص ْنق‬ِ
‫س ُه َّن َكأ َ ْشنِ َم ِة‬
َ ‫ت َر َؤ ْو‬ ٌ َ‫ات ُم ِم ْيال‬ٌ ‫ار َي‬
ِ ‫ع‬َ ‫ات‬ ٌ ‫سا ٌء َكا ِس َي‬ َ ‫ َو ِن‬. ‫اس‬ َ َّ‫ِب َها الن‬
ِ‫ت ْال َمائِالَةِ الَ يَ ْد ُخ ْلنَ ْال َجنَّةَ َو الَ يَ ِخ ْذ نَ ِر ْي َح َها لَيُ ْو َخذُ ِم ْن َم ِسي َْرة‬ ِ ‫ْالبُ ْخ‬
)‫كذا ً (رواه مسلم‬
َ ‫َكذا ً َو‬
Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum
yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa
yang kejam, 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada
perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak
akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan
demikian.” (HR Muslim)

Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada hadits ini, yaitu sebagai berikut:

A.
1. Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-perempuan
yang suka menggunakan rambut sambungan (cemara dalam bahasa jawa), dengan
maksud agar rambutnya tampak banyak dan panjang sebagaimana wanita lainnya.
Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan
bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai
cemara dan menyanggul) termasuk perkara yang tecela dalam Islam
2. Mereka dikatakan berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian pada
tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena
itu, mereka dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak
manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya
tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai pakaian
relatif tebal, namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas.
Kedua cara berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang
dilarang dalam Islam.

Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah ialah:

 Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.


 Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
 Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup bagian-
bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
 Warna pakaian tsb suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
 Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
 Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai)dengan pakaian laki-laki yaitu
tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
 Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
 Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau
berhias-hias.

Aurat perempuan yang merdeka (demikian juga khunsa) dalam sholat adalah seluruh badan
kecuali muka dan telapak tangan yang lahir dan batin hingga pergelangan tangannya. Oleh karena
itu jika nampak rambut yang keluar ketika sholat atau nampak batin telapak kaki ketika rukuk dan
sujud, maka batallah sholatnya.

Aurat perempuan merdeka di luar sholat Di hadapan laki-laki ajnabi atau bukan muhram

Yaitu seluruh badan. Artinya, termasuklah muka, rambut, kedua telapak tangan (lahir dan batin)
dan kedua telapak kaki (lahir dan batin). Maka wajiblah ditutup atau dilindungi seluruh badan dari
pandangan laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian menurut mahzab Syafei.

Di hadapan perempuan yang kafir Auratnya adalah seperti aurat bekerja yaitu seluruh
badan kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku dan kedua telapak
kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau
wataknya atau perempuan yang rosak akhlaknya.

Ketika sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi muhramnya Auratnya
adalah di antara pusat dan lutut Walau bagaimanapun, untuk menjaga adab dan untuk memelihara
dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka perlulah ditutup lebih dari itu agar tidak menggiurkan
nafsu. Ini adalah penting untuk menghindarkan fitnah.

Salah satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh kebanyakan manusia dalam
kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik untuk tujuan pencucian pakaian, tidur,
atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian adalah
sebagai berikut : Mengucapkan Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika melepas maupun memakai
pakaian. Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat dianjurkan dalam
seluruh perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan Ketika Akan Memakai Pakaian.
Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila kalian memakai pakaian maka mulailah
dengan yang sebelah kanan”.

c. Kaum Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra


Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh kaum lelaki, Khalifah Ali r.a
pernah berkata:

َ ‫اس ْالقَ ِسى َو‬


‫ع ْن‬ ِ ‫ع ْن ِل َب‬ ِ ‫ع ِن الت َّ َخت ُ ِم ِبالذَّ َه‬
َ ‫ب َو‬ َ ‫س ْو ُل هللاِ ص م‬ ُ ‫نَ َها ِتى َر‬
)‫ر (رواه الطبرانى‬ ْ ‫اس ْال ُم َع‬
ِ َ‫صف‬ ِ َ‫ِلب‬
Artinya: “ Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta
pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)

Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna kuning yang kebanyakan
dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar meriwayatkan sebagai berikut:

ِ ‫ ا َِّن َه ِذ ِه ِم ْن ثِيَا‬: ‫صفَ َري ِْن فَقَا َل‬


‫ب‬ َّ َ‫عل‬
ْ َ‫ي ثَ ْوبَي ِْن ُمع‬ َ ‫س ْو ُل هللاِ ص م‬ ُ ‫َرأَى َر‬
‫ار فَالَ تَ ْل َب ْس َها‬
ِ َّ‫ْال ُكف‬
Artinya: “Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengn ashfar
maka sabda beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah
engkau pakai.”

Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari sutra adalah suatu didikan
moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum lelaki yang memiliki naluri berbeda dengan
perempuan, memiliki susunan tubuh yang berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki memiliki
naluri untuk melindungi kaum perempuan yang relatif lemah kondosi fisiknya. Oleh sebab itu,
sangat tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang suka berhias dan
berpakaian indaah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini sekaligus sebagai upaya
pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan, sementara masih banyak rakyat yang
hidup dibawah garis kemiskinan.

3. Tata Krama Berhias

Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan tersebut masih berada dalam
batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama.

Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias ini antara lain sebagai berikut:

a. Laki-laki dilarang memakai cincin emas

Sebagaimana larangan yang ditujukan oleh Rasulullah SAW terhadap Ali r.a

a. Jangan bertato dan mengikir gigi


Pada zaman jahiliyah banyak wanita Arab yang menato sebagian besar tubuhnya, muka dan
tangannya dengan warna biru dalam bentuk ukiran. Pada zaman sekarang ini (khususnya di
lingkungan masyrakat kita) bertato banyak dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan bertato ini,
mereka merasa mempunyai kelebihan dari orang lain.

Adapun yang dimaksud dengan mengikir gigi ialah memendekkan dan merapikan gigi.
Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum perempuan dengan maksud agar tampak rapi
dan cantik. Rasulullah SAW bersabda;

َ ‫س ْو ُل هللاِ ص م اَ ْل َوا ِش َمةَ َو ْال ُم ْشت َ ْو ِش َمةَ َو اْ َلوا ِش َرةَ َو اْل ُم ْشتَ ْو ِش َرة‬
ُ ‫لَ َعنَ َر‬
)‫(رواه الطبرانى‬

Artinya: “Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang
mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya.” (HR At Thabrani)

a. Jangan menyambung rambut

Selain hadits yang tersebut didepan (dalam hal menyambung rambut) terdapat pula
riwayat sebagai berikut:

‫صا َبتْ َها‬


َ َ‫س ِو ُل هللاِ ا َِّن ا ْبنَتِي ا‬ُ ‫ت َيا َر‬ ْ ‫ي ص م فَقَا َل‬ َّ ‫ت اِ ْم َراَةَ النَّ ِب‬ ْ َ‫ساَل‬
َ
ِ‫ لَ َعنَ هللا‬: ‫ص ُل فِ ْي ِه؟ فَقَا َل‬ ِ َ ‫ش ْع ُرهَا َواِنِي زَ َّو ْجت ُ َها اَفَأ‬ َ َ‫صيَةُ فَا َ ْم َرق‬ ْ ‫ْال ِح‬
ِ ‫اصلَةَ َو ْال ُم ْستَ ْو‬
)‫صلَةَ (زواه البجارى‬ ِ ‫ْال َو‬
Artinya: “Seorang perempuan bertanya kepada nabi SAW: Ya Rasulullah, sesunguhnya anak
saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya, dan saya ingin
menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?. Rasulullah
menjawab: Allah melaknat perempuan yang melaknat perempuan yang melaknat
rambutnya.” (HR Bukhari)

a. Jangan berlebih-lebihan dalam berhias

Berlebih lebihan ialah melewati datas yang wajar dalam menikmati yang halal. Berhias
secara berlebih-lebiha cenderung kepada sombong dan bermegah-megahan yang sangat
tercela dalam Islam. Setipa muslim dan muslimat harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal
yang dapat menyebabkan kesombongan, baik dalam berpakaian maupun dalam berhias
bentuk yang lain. Memoles wajah dengan bahan make-up terlampau banyak serta
menggunakan perhiasan emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki secara mencolok
termasuk berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak lain adalah bermaksud untuk
menarik perhatian pihak lain, terutama lawan jenisnya. Apabila yang dimaksudkan adalah
untuk menarik perhatian suaminya maka hal itu baik untuk dilakukan. Akan tetapi, apabila
yang dimaksud itu semua orang (selain suami) maka hal itu termasuk perbuatan yang
dialranga dalam Islam. Selain menjurus kepada sikap sombong, berlebih-lebihan termasuk
perbuatan tabzir, sedangkan tabzir dilarang oleh Allah SWT. (lihat al-qur’an onlines di
google)

Artinya: “26) Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros. 27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al Isra
: 26-27)

Bertatakrama Dalam Bertamu dan Menerima Tamu

4. Tata Krama Bertamu

Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh
Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus
tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan
bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah
memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.

Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh.
Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali
(dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu
di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa
atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu,
sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)

Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya
digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena
panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja
diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang
bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan
rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima
kedatangan tamunya.

5. Cara Bertamu yang Baik

Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:
a. Berpakaian yang rapi dan pantas

Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan
dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan
rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Jika kamu berbua baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika
kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)

a. Memberi isyarat dan salam ketika datang

Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian
itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)

Diriwayatkan bahwa:

‫ “ا َ ِل ُج” فَقَا َل‬: ‫ت فَقَا َل‬ ٍ ‫على النَّ ِبي ِ ص م َو ُه َو فِى بَ ْي‬ َ َ‫ا َِّن َر ُجالً اِ ْستَأ ْ َذن‬
‫ قُ ْل‬: ُ‫ ا ُ ْخ ُرجْ اِلَى َه َذا فَعَ ِل ْمهُ ا ِال ْستِأ ْ َذانَ فَقَ َل لَه‬: ‫ي ص م ِل َجاد ِِم ِه‬ ُّ ِ‫النَّب‬
”‫علَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخ ْل‬ َّ ‫الر َج ْل فَقُ ْل “ال‬
َ ‫سالَ ُم‬ ِ ُ‫س ِمعَه‬ َ َ‫علَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخ ْل” ف‬
َ ‫سالَ ُم‬ َّ ‫“ال‬
َ ‫ي ص م قَ ْد َد َخ‬
)‫ل (رواه ابو داود‬ ُّ ِ‫فَاَذِنَ النَّب‬
Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW
sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda
kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan
kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu
mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku
masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)

a. Jangan mengintip ke dalam rumah

Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki
mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau
sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau
mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta
izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)

a. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali


Jika telah tiga namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan
datang pada lain kesempatan.

a. Memperkenalkan diri sebelum masuk

Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri
secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits
yang artinya: “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku
mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya”
Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)

Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan
nama dirinya secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi untuk menerima
kedatangannya

a. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita

Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi
izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya
seorang diri sama halnya mengundang bahay bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu
cukup ditemui diluar saja.

a. Masuk dan duduk dengan sopan

Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk
dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri,
tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama
bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai
sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang
mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya),
lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.

a. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati

Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut
dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika
sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya
tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah
mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah
menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.

a. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu
hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya,
hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)

a. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili

Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan
tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara
seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana,
baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain

a. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran

Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan
tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu
lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan
manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan
tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan
makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi
yang melihatnya.

a. Segeralah pulang setelah selesai urusan

Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup.


Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja,
sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung
pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka
memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan
rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali
tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh
menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai
membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis
suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu
memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.

6. Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam

Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama
tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu
maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan
waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamuhnya.

7. Tata Krama Menerima Tamu


a. Kewajiban Menerima Tamu

Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya dalam
menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW
menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan
iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:

)‫(رواه البخارى‬ َ ‫َم ْن َكاَنَ يُؤْ ِم ُن ِبا هللاِ َو ْال َي ْو ِم االَ ِخ ِر فَ ْاليُ ْك ِر ْم‬
ُ‫ض ْيفَه‬
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”
(HR Bukhari)

b. Cara Menerima Tamu yang Baik

1) Berpakaian yang pantas

Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang
pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima
kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada
seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya:
“Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak
dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas
nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)

2) Menerima tamu dengan sikap yang baik

Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya
dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi
memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka
atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-
jauhnya.

3) Menjamu tamu sesuai kemampuan

Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.

4) Tidak perlu mengada-adakan

Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan
rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi
tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi
yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu
memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada,
cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
5) Lama waktu

Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari
istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:

)‫(متفق عليه‬ َ ُ‫ص َدقَة‬


‫علَ ْي ِه‬ َ ‫لضيَافَةُ ثَالَثَةُ اَي ٍَّام فَ َما َكانَ َو َرا َء َذا ِل َك فَ ُه َو‬
ِ َ‫ا‬
Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan
sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)

6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang

Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah
mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat
karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.

c. Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya
tanpa izin suaminya

Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri
wanita tersebut. Allah berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena SAW telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa : 34

Rasulullah SAW bersabda;

‫(رواه احمد و‬ َ ٌ‫ي َم ْسئ ُ ْولَة‬


‫ع ْن َرا ِعيَتِ َها‬ ِ ‫اَ ْل َم ْرأَة ُ َرا ِعيَةٌ فِى بَ ْي‬
َ ‫ت زَ ْو ِج َها َو ِه‬
)‫البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر‬

Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang
pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud,
Turmudzi dan Ibnu Umar)

Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika
perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal
dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya
bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali
akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.

Bab 10
Perilaku Tercela (Hasud, Perilaku Riya, dan Perilaku Aniaya)

HASUD

Hasud adalah perasaan tidak senang melihat orang lain


mendapatkan nikmat dari Allah swt. Sifat hasud merupakan
penyakit hati yang cukup berbahaya. Akibat dari perbuatan
hasud, yaitu sebagai berikut:

 Kerisauan dan kegelisahan akibat kebencian tak putus-putus


 Jauh dari rahmat Allah swt
 Hancurnya kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan
 Bahaya yang ditimbulkan dari sifat hasud, yaitu:
 Mendorong berbuat dosa
1. Dapat mencelakakan orang lain
2. Memutuskan tali silaturahmi
3. Dapat merusak iman

Cara menghindari sifat hasud,yaitu:

1. Meningkatkan iman kepada Allah swt


2. Berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt
3. Mensyukuri nikmat Allah swt yang telah diberikan kepada kita
PERILAKU RIA

Ria atau pamer adalah melakukan suatu kebaikan dengan


mengharap mendapat pujian dari orang lain. Ria terbagi menjadi
dua, yaitu ria dalanm niat dan ria dalam perbuatan.

Akibat negative dari sifat ria, yaitu:

1. Terhapusnya pahala yang sudah diperbuat


2. Sombong dan membanggakan diri
3. Tidak menghargai kelebihan orang lain
4. Selalu ingin dipuji dan dihormati

Cara menghindari perbuatan ria, yaitu:

1. Memohon kepada Allah swt agar dijauhi dari sifat ria


2. Tidak mengingat-ingat amal kebajikan yang telah dilakukan
3. Semua pekerjaan dilakukan hanya mengharap keridhaan Allah
swt

PERILAKU ANIAYA
Aniaya adalah melakukan suatu tindakan yang dapat
menyakiti orang lain. Sifat ini merupakan salah satu sifat yang
dikutuk oleh Allah swt dan rasulnya.

Bahaya sifat aniaya, yaitu:

1. Akan merugikan kehidupan diri sendiri


2. Akan mendapatkan azab Allah swt
3. Akan memperoleh siksaan Allah swt diakhirat
4. Amal perbuatannya menjadi sia-sia

Cara menghindari dari perbuatan aniaya, yaitu sebagai berikut:

1. Memohon kepada Allah swt agar dijauhi dari sifat aniaya


2. Menyadari bahwa sifat aniaya merupakan sifat yang tercela dan
doa orang yang teraniaya sangat makbul
3. Memperbanyak berbuat kebaikan

dibawah ini adalah contoh perilaku tercela hasud "dengki"


Bab 11 Infaq, Zakat, Haji, dan Wakaf - Desentralisasi Pendidikan Agama Islam
Kelas X

Diposkan oleh Naruto Shippuden Fans Club di 21.12 on Selasa, 03 Mei 2011

1. Infaq
Infaq adalah pengeluaran sukalrela yang di lakukan seseorang, setiap kali ia memperoleh rizki, sebanyak
yang ia kehendakinya. Menurut bahasa infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan harta
untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut islilah syari'at, infaq adalah mengeluarkan sebagian
harta yang diperintahkan dalam islam. Infaq berbeda dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab atau
jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan kepada mustahik tertentu,
melainkan kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orong-orang
yang sedang dalam perjalanan.

Adapun urgensi infaq bagi seorang muslim antara lain:


• Infaq merupakan bagian dari keimanan dari seorang muslim
• Orang yang enggan berinfaq adalah orang yang menjatuhkan diri dalam kebinasaan.
• Di dalam ibadah terkantung hikmah dan mamfaat besar. Hikmah dan mamfaat infaq adalah sebagai
realisasi iman kepada allah, merupakan sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana
yang dibutuhkan ummat islam, menolong dan membantu kaum duafa.
2. Zakat
Zakat adalah salah satu rukun islam dan merupakan kewajiban umat islam dalam rangka pelaksanaan
dua kalimat syahadat.
1. PENGERTIAN ZAKAT
Arti zakat dalam syaria'at islam adalah sebagai harta yang wajib diberikan kepada orang-orang yang
tertentu,dengan syarat-syarat yang tertentu pula. Secara teknis, zakat berarti menyucikan harta milik
seseorang dengan cara pendistribusian oleh kaum kaya sebagiannya kepada kaum miskin sebagai hak
mereka, denagan membayaran zakat, maka seseorang memperoleh penyucian hati dan dirinya serta
melakukan tindakan yang benar dan memproleh rahmat selain hartanya selain hartanya akan
bertambah.
Dalam Al-Qur'an diperintahkan sebagai berikut: " Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukunlah
beserta orang-orang yang ruku” ( al-baqorah 43).
Dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan
kepada orang-orang yang berhak.
BEBERAPA HUKUM ZAKAT
a. zakat itu diwajibkan atas muslim yang merdeka, tidak disyaratkan sampai umur dan
berakal.
b. Zakat itu wajib pada permintaan sebagaiman wajib pada unta, sapi, kambing,dan
pada tiap-tiap tumbuh-tumbuhan dan zakat itu ditunaikan pada tiap-tiap pada tahun
sekali.
c. Islam telah memperhatikan soal zakat ini, waktunya kadarnya, nisabnya, orang yang
wajib atasnya dan orang-orang yang berhak menerimanya.

3. Haji
Ibadah haji adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh umat islam yang mampu atau kuasa untuk
melaksanakannya baik secara ekonomi, fisik, psikologis, keamanan, perizinan dan lain-lain sebagainya.
Pergi haji adalah ibadah yang masuk dalam rukun islam yakni rukun islam ke lima yang dilakukan
minimal sekali seumur hidup.

B. Syarat Sah Haji


1. Agama Islam
2. Dewasa / baligh (bukan mumayyis)
3. Tidak gila / waras
4. Bukan budak (merdeka)

C. Persyaratan Muslim yang Wajib Haji


1. Beragama Islam (Bukan orang kafir/murtad)
2. Baligh / dewasa
3. Waras / berakal
4. Merdeka (bukan budak)
5. Mampu melaksanakan ibadah haji

Syarat "Mampu" dalam Ibadah Haji


1. Sehat jasmani dan rohani tidak dalam keadaan tua renta, sakit berat, lumpuh, mengalami sakit parah
menular, gila, stress berat, dan lain sebagainya.
2. Memiliki uang yang cukup untuk ongkos naik haji (onh) pulang pergi serta punya bekal selama
menjalankan ibadah haji.
3. Keamanan yang cukup selama perjalanan dan melakukan ibadah haji serta keluarga dan harta yang
ditinggalkan selama berhaji. Bagi wanita harus didampingi oleh suami atau muhrim laki-laki dewasa yang
dapat dipercaya.

D. Rukun Haji
Rukun haji adalah hal-hal yang wajib dilakukan dalam berhaji yang apabila ada yang tidak dilaksanakan,
maka dinyatakan gagal haji alias tidak sah, harus mengulang di kesempatan berikutnya.

1. Ihram
2. Wukuf
3. Thawaf
4. Sa'i
5. Tahallul

4. Wakaf
wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang
berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam.
Rukun Wakaf
Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf.
1. orang yang berwakaf (al-waqif).
2. benda yang diwakafkan (al-mauquf).
3. orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi).
4. lafadz atau ikrar wakaf (sighah).

Syarat-Syarat Wakaf
Syarat-syarat al-waqif ada empat,
1. orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk
mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki.
2. dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang
mabuk.
3. dia mestilah baligh.
4. dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang
yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat.
1. ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf
kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
2. ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada
syarat tertentu.
3. ucapan itu bersifat pasti.
4. ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima
wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada
Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap
pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

Bab 12 Hijrah = meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai oleh Allah SWT
untuk melakukan perbuatan – perbuatan yang baik dan diridai-Nya. Rasulullah SAW bersabda:
“orang yang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT”.
Hijrah = berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam) dikarenakan umat Islam selalu mendapat
tekanan dan ancaman sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Allah
berfirman dalam surah An-Nahl: 41-42 “Dan orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka
dizalimi, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka didunia. Dan pahala di
akhirat pasti lebih besar, sekiranya mereka mengetahui (yaitu) orang yang sabar dan hanya
kepada Tuhan mereka bertawakal.” Rasulullah SAW Hijrah dari Mekkah ke Madinah pada
tanggal 12 Robiul Awal tahun pertama hijriyah. Tujuan hijrahnya Nabi Muhammad adalah untuk
menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan kekerasan kaum Quraisy dan
juga agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah. Sebelum
Islam datang, kota Madinah bernama kota Yatsrib. Penduduknya terdiri dari dua golongan besar
yang sering bertikai dan berperang, yaitu: 1. Golongan bangsa Yahudi yang terdiri dari : · Bani
Qainuqa · .Bani Quraizah · .Bani Nazir 2. Golongan bangsa Arab yang terdiri dari suku Aus dan
Khazraj.Ketika agama Islam diterima Kota Yatsrib termasuk daerah subur dan pusat pertanian
serta merupakan jalur perdagangan ramai yang menghubungkan antara Yaman di selatan dan
Syiria di Utara. Ketika agama Islam dapat diterima dengan baik oleh penduduk Yastrib, Nabi
Muhammad kemudian mengizinkan umat Islam yang ada di Mekkah untuk berhijrah ke Yastrib
yang saat ini dikenal dengan Madinah. Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya itu
“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla telah menjadikan orang – orang Yastrib sebagai saudara –
saudara bagimu dan negeri itu sebagai tempat yang aman bagimu.” Orang – orang Quraisy yang
mengetahui akan perkembangan Islam di Yastrib semakin khawatir apabila Nabi Muhammad
berkuasa di Yastrib. Maka para pemuka – pemuka Quraisy melakukan persidangan untuk
merencanakan tindakan apa yang akan diambil terhadap Nabi, akhirnya mereka memutuskan
untuk membunuh Nabi Muhammad demi keselamatan masa depan mereka. Di malam yang
sudah direncakana oleh kaum Quraisy, mereka mengirim kan seorang pemuda pilihan dari setiap
sukku Quraisy untuk membunuh Nabi. Namun diwaktu yang bersamaan, Rasulullah menyuruh
Ali Bin Abi Thalib untuk menggunakan jubahnya yang berwarna hijau dan tidur di kasur beliau.
Rasulullah meminta Ali supaya tinggal dulu di Mekkah untuk beberapa keperluan dan
melaksanakan amanat umat sebelum berangkat Hijrah. Para pemuda yang dikirim oleh bangsa
Quraisy, mengintip dari celah jendela kea rah kamar Rasulullah dan melihat sosok yang sedang
tertidur di kasur. Merekapun puas karena orang yang diincar belum lari. Menjelang larut malam,
Rasulullah keluar rumah menuju kediaman Abu Bakar Ashshiddiq. Beliau keluar melalui jendela
pintu belakang kearah selatan ke kota Yaman, tujuannya adalah Gua Tsur. Para pemuda Quraisy
yang berencana menyergap rumah Rasulullah, akhirnya memasuki rumah beliau dan alangkah
terkejutnya yang mereka dapatkan bukanlah Muhammad melainkan Ali. Maka pencarian dan
pengejaran secara besar – besaranpun dilakukan oleh bangsa Quraisy. Mereka menawarkan 100
ekor unta bagi yang dapat menemukan Muhammad. Setelah keluar rumah, Nabi Muhammad
menempuh perjalanan ke Gua Tsur yang berjarak ±7 km di selatan kota Mekkah, sedangkan
Yastrib sendiri berada di sebelah Utara Kota Mekkah dan berjarak 320 km (200 mil) dapat
ditempuh dalam 14 hari. Hal ini dilakukan beliau untuk mengelabui kaum Quraisy yang telah
mengepung kota Mekkah dengan melewati jalur yang tidak biasa menuju ke Yastrib. Dalam
perjalanannya, Rasulullah ditemani oleh Abu Bakar Ahshiddiq. Dalam perjalanannya, Abu
Bakar terkadang berjalan di depan Rasulullah dan terkadang di belakang Rasulullah. Melihat ini,
kmeudian Rasulullah bertanya dan Abu Bakar pun menjawab ”Wahai Rasulullah, kalau saya
ingat pengintai didepan, maka saya sengaja berjalan di depan, kalau saya ingat pengejar, maka
saya berjalan dielakang.” Kata Rasulullah “Apakah kamu ingin jika terjadi sesuatu, engkau yang
mengalaminya, bukan aku?” . lalu Abu Bakar menjawa lagi “iya.” Demikianlah hingga keduanya
sampai di dalam Gua Tsur. Para pengejar tidak dapat melacak keberadaan Rasulullah karena di
muka gua terdapat jaring laba – laba yang mengidentifikasikan bahwa tidak ada yang melewati
gua untuk rentan waktu yang lama. Didalam gua, Abu Bakar sangat khawatir mendengar langkah
kaki para pengejar. Ia berkata kepada Rasulullah ”Wahai Rasul, andai salah seorang dari mereka
menemukan kita, habislah kita. Jika aku mati, apalah diriku. Tapi jika dirimu yang mati, tamatlah
riwaat dan dakwahmu. Bagaimana jadinya?”. Beliau menjawab dengan balik bertanya,
“Bagaimana menurutmu dengan (keadaan) dua orang dimana Allah adalah yang ketiganya?
janganlah bersedih sesungguhnya Allah bersama kita. Rasulullah dan Abu Bakar tinggal di
dalam Gua selama 3 hari yaitu Jumat, Sabtu, dan Ahad. Selama itu berlangsung pertolongan bagi
mereka berdua: 1. Abdullah Bin Abu Bakar (putra Abu Bakar), mendatangi gua pada malam hari
dan menyampaikan berbagai rencana dan kegiatan orang – orang kafir terhadap mereka. 2. Asma
(putrid Abu Bakar), setiap hari membawa makanan untuk Rasulullah dan ayahnya 3. Amir Bin
Fuhairah (pembantu Abu Bakar), menggiring domba – domba peliharaannya pada malam hari
sehingga Nabi dan Abu Bakar dapat meminum perasan susunya 4. Abdullah Bin Ariqat Laitsi
(seorang Kafir yang dapat dipercaya), datang ke gua pada hari ketiga dengan membawa unta.
Pada waktu itu, Abu Bakar menawarkan satu dari unta tersebut sebagai hadiah untuk Rasulullah,
namun Rasulullah menolaknya dan memaksa membeli unta itu. Abu Bakarpun terpaksa
menerima pembayaran unta tersebut seharga 400 dirham. Unta inilah yang dikenal sebagai unta
Rasulullah yang dinamau Quswa. Pada malam senin tanggal 1 Raobiul awal tahun pertama
hijriyah atau 16 September 622 M, Rasulullah SAW, Abu Bakar Ashshiddiq, Amir Bin Fuahirah,
beserta Abdullah Bin Uraiqith sebagai penunjuk jalan keluar dari Gua Tsur dan berangkat
menuju Madinah pada siang hari. Manakala Rasulullah menyusuri pantai dalam perjalanannya
menuju Madinah, di daerah Bani Mudlij, seseorang melihat mereka dan melaporkan kepada
Suraqah bin Malik bin Ju’syum (pemimpin daerah tersebut). Namun ia menyangkalnya karena
ingin menangkap Rasulullah dan sahabatnya sendirian dengan iming – iming harta yang
ditawarkan bangsa quraisy. Setelah itu, dia memacu kudanya mengejar Rasulullah dan Abu
Bakar. Abu Bakar yang mengetahuinya berkata, Ya Rasulullah, lihat Suraqah bin Malik
mengikuti kita.” Rasulullah pun berdoa. Akhirnya kuda Suraqah beberapa kali tersungkur.
Kemudian dia berputus asa, lalu Suraqah memanggil nama Nabi dan meminta perlindungan dari
bahaya dan juga mengucapkan beribu maaf. Suraqah kemudian menyerahkan tambahan bekalan
makanan kepada Rasulullah, namun Rasulullah menolak secara halus sambil mengatakan,
“Tidak. Tapi alihkan perhatian para pengejar dari kami.” Maka setelah itu setiap kali bertemu
dengan para pencari jejakrombongan Rasulullah, Suraqah selalu mengatakan: “Saya sudah
mencari maklumat dan tidak terlihat yang kalian cari.’ Demikianlah, awalnya dia berusaha
menangkap Rasulullah dan Abu Bakar, namun akhirnya dia menjadi pelindung. Dari Suraqahlah
Nabi mulai mengetahui tentang imbalan 100 ekor unta jika berhasil menangkapnya. Nabi
tersenyum dan memerintahkan untuk merahasiakan tentang kepergian dirinya. Selanjutnya Nabi
dan sahabat Abu Bakar singgah di sebuah perkemahan milik seorang perempuan bernama Ummu
Ma’bad. Mereka hendak membeli kurma, daging, dan air susu. Pada saat itu nabi melihat seekor
kambing yang kurus menderita payah dan sakit. Beliau hendak memerah susunya dengan ijin
Allah memancarlah begitu banyak air susu, padahal kambing itu sudah tidak bisa lagi
mengeluarkan air susu. Susu kambing itu kemudian ditampung dalam sebuah bejana. Rasulullah
menyuruh Ummu Ma’bad minum, setelah itu para sahabatnya, baru kemudian Rasululah sendiri.
Setelah semua puas, Raasulullah memenuhi bejana itu kembali dan meninggalkannya di sana,
kemudian meneruskan perjalanan. Tidak lama kemudian, Abu Ma’bad suami Ummu Ma’bad
pulang dan terheran - heran melihat bejana yang penuh dengan air susu. Dia bertanya dari mana
ini susu itu datangnya? Ummu Ma’bad mengatakan bahawa baru saja singgah seorang lelaki
penuh berkat dengan sifat demikian dan demikian. Mendengar keterangan isterinya, Abu Ma’bad
segera meyakini bahawa orang itulah yang dicari-cari kaum Quraisy. Ia pun bercita - cita untuk
bertemu dengan Rasulullah dan menjadi pengikutnya. Tiba di Madinah Orang-orang Ansar yang
mendengar berita keluarnya Rasulullah dari bandar Dan Makkah berusaha untuk menanti. Setiap
hari dari pagi hingga matahari meninggi, mereka menunggu kedatangan rombongan Rasulullah
di pinggiran bandar. Namun setelah beberapa hari, yang ditunggu belum juga tampak. Akhirnya,
Rasulullah tiba dengan selamat di kota Madinah pada hari Jum’at, 12 Rabi’ul Awwal, tahun 13
Kenabian/12 atau 13 September 622 M. Saat itu seorang Yahudi yang ketika memanjat
rumahnya untuk suatu keperluan, melihat bayangan dari jauh dan tidak dapat menahan dirinya.
Dengan lantang dia berteriak bahawa yang ditunggu-tunggu telah datang. Mendengar hal itu,
orang-orang Ansar bergegas menyandang senjata dan menuju ke pinggiran bandar menyambut
rombongan Rasulullah. Kaum muslimin bertakbir gembira dengan kedatangan rombongan
Rasulullah ini. Mereka menyambut dengan penuh kehormatan menurut syariat Islam. Setelah
melalui berbagai rintangan, Rasulullah bersama rombongan akhirnya berjaya memasuki bandar
Madinah.

DAKWAH RASULULLAH PERIODE MADINAH


Tahun 12 kenabian, datanglah 12 orang laki-laki dan seorang wanita suku Khazraj dari Madinah kepada
Rasulullah di Makkah (❛Aqabah), mereka berbai'at (berjanji setia) kepada Rasulullah, tidak akan
musyrik, tidak akan mencuri, tidak akan zina, tidak akan membunuh ana, tidak akan memfitnah, dan
tidak akan mendurhakai Muhammad saw. Janji setia (bai'at) ini disebut Bai'at 'Aqabah 1 (Pertama) atau
perjanjian wanita, karena pesertanya ada seorang perempuan bernama 'Afra binti Abid ibnu Sa'labah.

Tahun 13 kenabian (berlangsung satu tahun), di tempat yang sama, datang lagi 73 orang suku Khazraj,
mereka mengajukan saran kepada Rasul, agar beliau berkenan hijrah ke Yasrib (nama asli Madinah).
Mereka membai'at beliau sebagai nabi dan sekaligus pemimpin. Mereka berikrar untuk membela Nabi
saw sampai titik darah penghabisan. Tidak lama kemudian berhijrahlah kaum muslimin Makkah menuju
Yasrib atau Madinah.

Dakwah Rasul SAW periode Madinah berlangsung selama 10 tahun yaitu sejak Rabiul awal
tahun ke 1 hijrah sampai dengan wafatnya Rasul SAW, tanggal 13 Rabiulawal tahun ke 11
hijrah. Materi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah pada umumnya tentang masalah sosial
kemasyarakatan yang terkandung dalam 25 rurah Madaniyah dan hadits, untuk melengkapi
ajaran tauhid yang terkandung dalam 89 surah Makkiyah dan haditsnya.

Objek dakwah Rasul SAW adalah kaum Muslimin Muhajirin dan Anshor dan juga orang Yahudi
Madinah, bangsa Arab luar kota dan bangsa non Arab. Sebagai Rasul utusan Allah, Rasulullah
memiliki sebutan sebagai Rasul yang di utus untuk menjadi rahmat untuk semua bangsa.

Dan memang Rasul SAW diutus untuk menjadi rahmat untuk semua bangsa, seperti yang tertulis
dalam surat dibawah ini yang artinya:

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."
[QS. Al-'Anbyā' ayat 107).

Kepada orang yang sudah Islam Rasul tetap melakukan dakwah untuk kaderisasi mubaligh
dengan tausiah "Ballighuu 'annii walau'aayah" artinya : "Sampaikanlah (ajaran) dariku
walaupun baru satu ayat", ternyata respon mereka sangat tinggi.

Tujuan dakwah yang luhur, disampaikan dengan cara terpuji, menyebabkan banyak orang masuk
Islam dengan kemauan sendiri. Sambutan penduduk Madinah terhadap dakwah Rasul amat
mengharukan, hangat dan penuh antusias.
Mereka berebut mohon agar Rasulullah sudi tinggal bersama-sama dirumahnya. Dengan
demikian, mudahlah bagi Rasul membentuk masyarakat Islam di Madinah sebagai bukti
kegemilangan dakwah Islam yang baru tumbuh.

Mengapa demikian? hal itu disebabkan karena para penduduk Madinah setia terhadap apa yang
pernah mereka ikrarkan di 'Aqabah, sehingga mereka selalu siap membela sepenuhnya bila
sewaktu-waktu ada yang memusuhi atau mengganggu beliau. Lebih-lebih penganut Islam baru,
yaitu dari suku Khazraj dan suku Aus yang sangat antusias, mereka memiliki sifat itsar
(mengutamakan kepentingan orang lain) yang tinggi. [Lihat QS. Al-Ĥashr ayat 9]
Sebelum terjadi bai'at 'Aqabah suku Aus dan Kazraj selalu bertikai karena hasutan (adu domba)
bangsa Yahudi. Yahudi menghasut mereka (Aus dan Khazraj) agar bertikai, karena adu domba
itulah cara yang paling tepat untuk mengalahkan mereka.

Mengapa Yahudi perlu mengalahkan mereka? Karena Aus dan Khazraj iri dan cemburu atas
keberhasilan Yahudi menguasai ekonomi di Yatsrib, dan juga Aus&Khazraj dulu pernah
membantu penganut agama Masehi, menyerang Yahudi, karena Yahudi telah menyalib Isa al
Masih.

Dalam penyerangan itu Yahudi kalah besar, banyak yang terbunuh. Sedangkan nasib Aus dan
Khazraj menjadi meningkat derajatnya, tidak menjadi kuli terus, sulit dikalahkan oleh Yahudi.
Maka Yahudi menggunakan taktik "belah bambu" agar mereka bertikai, dan taktik ini berhasil.

Karena pertemuan dua bangsa yang berbeda itu, yaitu Yahudi dari utara, bangsa Arab dari
selatan, menyebabkan penduduk Yatsrib terutama bangsa Arabnya lebih mengenal agama
ketuhanan, mengenal Allah, wahyu, hari kiamat, hisab, surga, neraka dll.

Sedangkan pertikaian antara Aus dan Khazraj, mendorong kepada kedua suku itu untuk mencari
bala (teman) untuk mengalahkan musuhnya. Teman yang diharapkan adalah Nabi Muhammad
saw dan para pengikutnya.

Nah, karena kedua-duanya (Aus dan Kazraj) menggabung kepada Nabi, maka mudahlah bagi
Nabi untuk menyatukan mereka. Namun tidak sedikit pula orang kafir yang menolak dakwah dan
tidak mau masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi dan melenyapkan Islam
dan umatnya dari muka bumi. Para penolak Islam itu antara lain kaum kafir Quraisy di Mekkah,
Yahudi di Madinah, dan sekutu-sekutunya.

Setelah Allah memberi izin untuk berperang [QS. Al Hajj ayat 39 dan Al Baqarah ayat 190)
maka Rasulullah dan para sahabat bersiap-siap untuk menghadapi mereka, dengan tujuan untuk:

1. Membela diri, kehormatan dan harta


2. Memelihara umat Islam dari kehancuran
3. Menjamin kelancaran dakwah
4. Memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya

Yang perlu di ingat adalah, perang dalam Islam bukan untuk menjajah maupun merebut harta
rampasan perang. Melainkan dengan tujuan seperti yang sudah di sebutkan di atas. Jadi, salah
besar jika ada orang yang menganggap bahwa Rasulullah itu menyebarkan Islam dengan
kekerasan. Karena sesungguhnya Islam itu agama yang cinta damai.

SUBSTANSI DAN STRATEGI

Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah Periode Makkah


1. Dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekkah

. Masyarakat Arab Jahiliyah Periode Mekah


Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau
masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya
masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang telah
diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka umumnya
beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu
mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT). Di antara berhala-berhala yang
termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai, Khuza’ah, Lata, Uzza dan Manar. Selain itu ada pula
sebagian masyarakat Arab Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan
kaum Sabi’in.
2. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17
Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira,
waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo
meter sebelah utara kota Mekah.
Muhamad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya
Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an Surah Al-
‘Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan
Nuzul Al-Qur’an.
Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula
Surah Al-Mudassir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah
menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13
tahun (610-622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa
Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang diturunkan pada
periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.
3. Ajaran Islam Periode Mekah
Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya
adalah sebagai berikut:
a. Keesaan Allah SWT
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan

STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH


Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab
meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hokum, sehingga menjadi umat
yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang
disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut
sebagai berikut:
1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk
Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta
sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah
SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari
kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah
dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq
(sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu
kecil).
Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang
kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
۞ Abdul Amar dari Bani Zuhrah
۞ Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
۞ Utsman bin Affan
۞ Zubair bin Awam
۞ Sa’ad bin Abu Waqqas
۞ Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang
namanya sudah disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi
awal).
2. Dakwah secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah
turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara
terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216.
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:

1. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan
makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima
agama Islam, ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk
Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu
Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
2. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada
dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.

Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam
dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan
Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian,
sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).
Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota
Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara
lain:
۞ Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
۞ Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
۞ Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah). Gelombang pertama
tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang
kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih
banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi
pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul
Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi
dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan
para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-
sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:

1. Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran
persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan
tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan
perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
2. Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan
sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa
ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
3. Kaum kafir Quraisy menilak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan
agama dan tradisi hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
4. Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah
Rasulullah SAW karena Islam melarang menyembah berhala.

Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW
bermacam-macam antara lain:
۞ Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-
Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum
kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.
۞ Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di
antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan
melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir Quraisy dan
melakukan penyembahan terhadap berhala.
Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW
menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang
wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu
memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada
tahun 615 M.
Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di
Mekah sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin
Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam lagi.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya.
Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan
pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat.
Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun
duka cita). - See more at: http://brendaandreansyah16.blogspot.com/2013/11/sejarah-
dakwah-rasulullah-saw-pada.html#sthash.vxoXI8BI.dpuf

Anda mungkin juga menyukai