Anda di halaman 1dari 10

1

Ikhlas, Syarat di Terimanya Amal


Ujang Jaenal Mutakin, S.Ag.,MM*

A. Landasan Ayat Qur’an

1. QS. Al – An’am : 162 – 163

( ١٦٢( ‫ُقۡل ِإَّن َص اَل ِتى َو ُنُس ِكى َو َم ۡح َياَى َو َمَم اِتى ِهَّلِل َر ِّب ٱۡل َعٰـ َلِم يَن‬
)١٦٣( ‫اَل َش ِريَك َلُهۥۖ‌ َو ِبَذ ٲِلَك ُأِم ۡر ُت َو َأَن۟ا َأَّو ُل ٱۡل ُم ۡس ِلِم يَن‬
Artinya : Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku

hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian

itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama

menyerahkan diri kepada Allah.[1] (QS.Al-An’am: 162-163).

2. QS. Al – Bayyinah : 5

‫ِلَيْعُبُد وا َهَّللا ُم ْخ ِلِص يَن َلُه الِّديَن ُح َنَفاء َو ُيِقيُم وا الَّص اَل َة َو ُيْؤ ُتوا‬ ‫َو َم ا ُأِم ُروا ِإاَّل‬
٥﴿ ‫ِد يُن اْلَقِّيَم ِة‬ ‫﴾الَّز َك اَة َو َذ ِلَك‬

Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurusdan supaya

mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang

lurus.[2] (QS. Al – Bayyinah : 5).

 Materi Pengajian/Bimbingan Penyuluhan ini pernah di sampaikan di MT Masjid Agung


Nurul Ikhlas Cilegon, MT Al-Iman BBS III, MT Baiturrohman BBS III, MT Al-Hikmah Cigading,
MT Baitul Muhlisin Cigading, MT Al-Mubarok Komplek Sinyar Cilegon, MT Abtadiul
Mubtadi’in Jombang Cilegon, MT Al-Inaroh Jombang Cilegon
* Penyuluh Agama Madya Kota Cilegon
2

B. Asbabun Nuzul

1. QS. Al – An’am : 162 -163

Tidak ada Asbabun nuzul yang pasti tentang ayat ini akan tetapi dalam

suatu riwayat dijelaskan bahwa ayat ini turun karena adanya tuduhan dari kaum

kafir quraisy tentang dakwah Nabi yang mereka menganggap Nabi mempunyai

maksud dibalik menyuruh mereka meninggalkan kesesatan, mereka menganggap

Muhammad ingin mencari Jabatan, dan Kekayaan oleh karena itu turunlah ayat ini

yang menyatakan bahwa dakwah Nabi murni dan hanya untuk Allah semata.

2. OS. Al – Bayyinah : 5

Karena adanya perpecahan dikalangan mereka maka pada ayat ini dengan

nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali

untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada meraka adalah untuk

kebaikan dunia dan agama mereka, untuk memcapai kebahagian dunia dan

akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada Allah dan

membersikan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi Ibrahim

yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid dengan

mengikhlasan ibadat kepada Allah SWT.


C. Pembahasan
1. Pengertian Ikhlas
Ikhlas adalah suci dalam niat; bersih batin dalam beramal; tidak berpura-
pura; lurus hati dalam bertindak; jauh dari riya’ dan kemegahan dalam berlaku-
berbuat, mengharapkan ridha Allah semata-mata.[1] Ikhlas merupakan amalan
hati yang paling utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan
hakikat dan kunci dakwah para rasul sejak dahulu kala.
3

Menurut Erbe Sentanu ikhlas merupakan Defaul Factory Setting manusia,


yakni manusia sudah dilahirkan dengan fitrah yang murni dari ilahi. Hanya saja
manusia itu sendirilah yang senang mendiskonnya sehingga kesempurnaannya
menjadi berkurang. Ini akibat berbagai pengalaman hidup dan ketidak tepatan
dalam berfikir atau berprasangka (judgment), sehingga hidupnya pun menjadi
penuh kesulitan.[2]
Lafaz ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih dan suci dari
campuran dan pencemaran. Sesuatu yang murni artinya bersih tanpa ada
campuran, baik yang bersifat materi maupun nonmateri. Adapun pengertian
ikhlas menurut syara’ adalah seperti yang diungkapkan oleh ibnu qayyim berikut:
Mengesankan Allah dalam berniat ketika melakukan ketaatan, bertujuan hanya
kepada Nya tanpa mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. Dan menurut Al-
Fairuzabi :” Ikhlas karena Allah , artinya meninggalkan riya’ dan tidak pamer.
Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua
penghargaan atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya
dengan Allah, dan orang tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan
walaupun sebesar bizi zahrapun.
Dikisahkan oleh Umamah ra, ada seorang laki-laki yang datang menemui
Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pendapat Engkau
tentang seseorang yang berperang dengan tujuan mencari pahala dan
popularitas diri. Kelak, apa yang akan ia dapat di akherat?” Rasulullah SAW
menjawab, “Dia tidak mendapatkan apa-apa. Orang itu mengulangi lagi
pertanyaannya sampai tiga kali. Tetapi Rasulullah SAW tetap menjawabnya, “Ia
tidak menerima apa-apa!”Kemudian Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak menerima suatu amal perbuatan, kecuali yang murni dan yang
mengharapkan ridha-Nya”[3]
4

2. Makna Ikhlas dalam al-Qur’an

Secara etimologis, kata ikhlas merupakan bentuk mashdar dari kata


akhlasha yang berasal dari akar kata khalasha. Menurut Luis Ma’luuf, kata
khalasha ini mengandung beberapa macam arti sesuai dengan konteks
kaliamatnya. Ia bisa berarti shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat), washala
(sampai), dan I’tazala (memisahkan diri).
Bila diteliti lebih lanjut, kata ikhlas sendiri sebenarnya tidak dijumpai
secara langsung penggunaannya dalam al-Qur’an. Yang ada hanyalah kata-kata
yang berderivat sama dengan kata ikhlas tersebut. Secara keseluruhan terdapat
dalam tiga puluh ayat dengan penggunaan kata yang beragam. Kata-kata tersebut
antara lain : kata khalashuu, akhlashnaahum, akhlashuu, astakhlish, al-khaalish,
dan khaalish masing-masing sebanyak satu kali. Selanjutnya kata khaalishah lima
kali, mukhlish (tunggal) tiga kali, mukhlishuun (jamak) satu kali, mukhlishiin
(jamak) tujuh kali, mukhlash (tunggal) satu kali, dan mukhlashiin (jamak)
sebanyak delapan kali.

Selanjutnya, ditinjau dari segi makna, termenologi ikhlas dalam al-Qur’an


juga mengandung arti yang beragam. Dalam hal ini al-Alma’i merinci pemakaian
termenologi tersebut kepada empat macam :
Pertama, ikhlas berarti al-ishthifaa’ (pilihan) seperti pada surat Shaad : 46-
47. Di sini al-Alma’i mengutip penafsiran dari Ibn al-Jauzi terhadap ayat tersebut
yang intinya bahwa Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka orang-
orang yang suci.
Kedua, ikhlas berarti al-khuluus min al-syawaa’ib (suci dari segala macam
kotorn), sebagaimana tertera dalam surat an-Nahl : 66 yang membicarakan tentang
susu yang bersih yang berada di perut binatang ternak, meskipun pada mulanya
bercampur dengan darah dan kotoran ; kiranya dapat dijadikan pelajaran bagi
manusia.
5

Ketiga, ikhlas berarti al-ikhtishaash (kekhususan), seperti yang terdapat


pada surat al-Baqarah : 94, al-An’am : 139, al-A’raf : 32, Yusuf : 54, dan al-
Ahzab : 32.
Keempat, ikhlas berarti al-tauhid (mengesakan) dan berarti al-tathhir
(pensucian) menurut sebagian qira’at. Ikhlas dalam artian pertama inilah yang
paling banyak terdapat dalam al-Qur’an, antara lain terdapat dalam surat al-Zumar
: 2,11,14, al-Baqarah : 139, al-A’raf : 29, Yunus : 22, al-Ankabut : 65, Luqmaan :
32, Ghaafir : 14,65, an-Nisaa : 146, dan al-Bayyinah : 5.
Adapun ikhlas dalam arti yang kedua (al-tathhiir) ditujukan kepada orang-
orang yang telah disucikan Allah hatinya dari segala noda dan dosa sehingga
mereka menjadi hamba Allah yang bersih dan kekasih pilihan-Nya. Hal ini seperti
yang tercantum dalam surat Yusuf : 24, al-Hijr : 40, al-shaffat :
40,74,128,166,169, Shaad : 83, dan surat Maryam : 51. Pada ayat-ayat tersebut
semuanya memakai kata mukhlashiin (jamak) kecuali surat Maryam : 51 yang
memakai bentuk tunggal (mukhlash). Selain itu semua kata mukhlashiin dalam
ayat-ayat tersebut selalu dikaitkan dengan kata ibaad (hamba).
3. Ikhlas dalam Beragama
Menurut al-Jarjaani, pengertian ikhlas secara etimologis adalah
menjauhkan perbuatan pura-pura (riya’) dalam melakukan ketaatan. Sedangkan
secara terminologis, ikhlas adalah membersihkan hati dari segala noda yang dapat
memperkeruh kejernihan. Sementara itu menurut al-Alma’i, definisi ikhlas secara
syar’i adalah seseorang yang dalam perkataan, perbuatan dan jihadnya semata-
mata ditujukan untuk Allah seraya mengharapkan keridhaan-Nya.
Dari kedua definisi di atas dapat dipahami bahwa ikhlas adalah
menyengajakan suatu perbuatan karena Allah dan mengharapkan ridha-Nya serta
memurnikan dari segala macam kotoran dan godaan seperti keinginan terhadap
populeritas, simpati orang lain, kemewahan, kedudukan, harta, pemuasan hawa
6

nafsu dan penyakit hati lainnya. Hal ini sesuai dengan perintah Allah yang
tercantum dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 162-163, artinya : Katakanlah:
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah).”
Demikian juga dalam firman-Nya yang terdapat dalam surat al-Bayyinah
ayat 5.
artinya : Mereka tidak disuruh kecuali untuk mengabdikan dirinya kepada Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjalankan agama secara
benar, yaitu dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat; itulah yang disebut
sebagai agama yang lurus.
Selain pada ayat di atas, perintah untuk ikhlas dalam beragama, yakni
menunaikan ibadah dan ketaatan kepada Allah, juga terdapat dalam surat az-
Zumar: 2,11,14, al-A’raf: 29, dan surat Ghafiir: 14 dan 65.
Dari beberapa ayat di atas dapat dipahami bahwa kedudukan ikhlas sangat
besar peranannya dalam suatu ibadah, baik ibadah dalam arti khusus maupun
umum. Faktor keikhlasan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan suatu
perbuatan itu dapat diterima atau ditolak oleh Allah SWT. Sebagaimana
dikemukakan oleh Ibn Katsir ketika menafsirkan surat al-A’raf: 29 di atas, bahwa
Allah memerintahkan agar istiqamah dalam beribadah, yaitu dengan cara
mengikuti ajaran para rasul dan ikhlas dalam beribadah; karena Allah SWT tidak
akan menerima suatu amal sehingga terpenuhi dua rukun, yaitu: pertama, amal
perbuatan itu harus dilakukan dengan benar sesuai dengan hukum syari’at, dan
kedua, amal perbuatan tersebut harus bersih dari tindakan syirik.
7

Syaikh Shalih Al Fauzan juga mengatakan bahwa Ikhlas merupakan salah


satu pilar yang terpenting dalam Islam sebab ikhlas merupakan salah satu syarat
untuk diterimanya ibadah.[4]
4. Keistimewaan Orang-orang yang Ikhlas
Orang-orang yang ikhlas merupakan orang-orang yang bersih dari dosa
karena mereka telah berusaha membersihkan dirinya dengan benar-benar
melaksanakan segala perintah Allah denga tulus. Dalam beraqidah mereka benar-
benar mengesakan Allah SWT. dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain
seperti halnya orang-orang musyrik, yahudi dan nasrani. Selanjutnya dalam
melakukan ibadah dan amal kebajikan lainnya mereka kerjakan semata-mata
karena Allah dan untuk Allah; bukan karena manusia dengan cara riya’ dan
sum’ah, untuk mendapatkan popularitas dan kesenangan hawa nafsu lainnya. Oleh
karena itu wajar kiranya terhadap orang-orang yang ikhlas ini Allah SWT.
menganugrahkan keistimewaan dan kelebihan kepada mereka, baik dalam
kehidupan duniawi dan ukhrawinya.
Apabila kita kembali merujuk kitab suci al-Qur’an, maka akan kita
temukan di dalamnya beberapa ayat yang menerangkan keistimewaan dan
keutamaan orang-orang yang ikhlas, antara lain sebagai berikut.
Pertama, selamat dari kesesatan. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah
dalam surat al-Hijr: 39-40 yang artinya sebagai berikut: Iblis berkata: “Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan
menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti
aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang
mukhlis di antara mereka”. Dan begitu juga firman Allah dalam surat Shad ayat
82-83 yang artinya sebagai berikut: Iblis menjawab: “Demi kekuasan Engkau aku
akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di
antara mereka”.
8

Ayat di atas merupakan penggalan kisah Nabi Adam dan pembangkangan


pertama yang dilakukan oleh iblis terhadap Allah SWT. Mereka adalah hamba
Allah yang membangkang, durhaka, ingkar, sombong dan terkutuk yang diberi
umur panjang—karena perminyaan mereka—hingga mendekati hari kiamat.
Mereka ingin menyesatkan semua manusia untuk diajak ke neraka dengan bujuk
rayunya yang manis. Maka berdasarkan ayat di atas, orang-orang yang ikhlas
tidak akan dapat digoda oleh iblis dan sekutunya karena mereka telah
mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.
Kedua, dapat mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan salah
satu potensi yang ada dalam diri manusia yang selalu cendrung untuk mengajak
manusia kepada kesenangan-kesenangan badaniah, pemuasan syahwat dan
keinginan-keinginan rendah lainnya. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah
dalam al-Qur’an surat Yusuf: 53 yang artinya sebagai berikut: Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Di antara orang yang tidak mudah diperbudak oleh hawa nafsunya adalah
orang-orang yang ikhlas. Seperti dikisahkan dalam surat Yusuf: 24 tentang Yusuf
yang diajak berselingkuh oleh seorang wanita (Zulaikha), istri seorang raja Mesir.
Namun berkat perlindungan Allah, ia selamat dari godaan hawa nafsu yang akan
menjerumuskannya ke dalam kema’siatan.
Dengan demikian, sikap ikhlas akan membentengi manusia dari segala
dorongan dan bujukan hawa nafsu, seperti keinginan terhadap kemewahan,
kedudukan, harta, popularitas, simpati orang lain dan sebagainya. Di mana untuk
mewujudkan keinginan-keinginannya tersebut kadang-kadang seseorang
cenderung melakukan segala cara seperti dengan melakukan korupsi, kolusi dan
9

nepotisme. Di samping itu juga tidak segan-segan untuk menjilat atasan dan
menginjak bawahannya, asalkan tujuannya tercapai.
Ketiga, do’anya akan dikabulkan Allah SWT.. Dalam menjalani
kehidupannya di dunia, manusia seringkali dihadapkan kepada berbagai problema
kehidupan yang tidak dapat ditanggulangi oleh dirinya sendiri. Dalam kondisi
yang demikian, manusia biasanya baru menyadari akan kelemahannya dan tidak
henti-hentinya berdo’a kepada Allah supaya cepat terbebas dari problema yang
dihadapinya. Meskipun demikian, Allah SWT. akan tetap mengabulkan
permohonan mereka jika memang dilakukannya dengan penuh keikhlasan.
Sebagaimana dalam firman Allah dalam surat Lukman ayat 32 yang artinya
sebagai berikut: Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung,
mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala
Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap
menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami
selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.
Keempat, terhindar dari siksaan neraka dan masuk kedalam syurga di
akhirat. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah SWT. Dalam al-Qur’an surat al-
Shaffat : 40, 74, 128,160, dan 169. Ayat – ayat tersebut menjelaskan orang –
orang yang telah disucikan Allah dari segala dosa dan noda sehingga menjadi
orang – orang pilihan dan kesayangan-Nya.di dunia mereka telah diselamatkan
dari segala kehinaan dan bencana, seperti yang dialami kaum Nabi Nuh, kaum
‘Ad, Tsamud dan kaum yang ingkar lainnya. Sementara di akhirat nanti mereka
akan terbebas dari siksaan api neraka, serta akan mendapatkan balasan yang
sempurna atas amal saleh yang telah mereka lakukan berupa kenikmatan di dalam
surga yang tiada tandingannya, kenikmatan yang belum pernah terlintas pada
pendengaran, penglihatan, dan hati manusia. Itulah balasan dari Allah SWT
kepada orang – orang yang ikhlas dalam beraqidah, beribadah, dan bermuamalah.
10

Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri - ciri, diantaranya , Selalu memandang


diri sendiri, Khawatir terhadap popularitas, Cinta dan benci karena Allah, Tidak
terpengaruh oleh kedudukan dan pangkat. Tetap beramal meski belum terlihat
hasilnya.
D. Khulasoh
Sikap ikhlas dapat membuahkan hasil yang baik dan positif pada diri
seseorang. Memang kata ikhlas sangat mudah diucapkan tetapi sukar untuk
dilaksanakan. Begitu banyak keistimewaan dan keutamaan yang dijanjikan Allah
bagi hamba-Nya yang ikhlas, namun terasa sulit mengamalkannya. Mudah –
mudahan makalah yang sederhana dalam tulisan ini akan dapat menambah
motivasi bagi setiap umat Islam untuk selalu ikhlas dalam melakukan segala
aktivitas yang diridai Allah.
DAFTAR PUSTAKA
_____________Erbe Sentanu,2008, Quantum Ikhlas Tekhnologi Aktivasi
Kekuatan Hati, Jakarta: PT Elex Media Komputindo
_____________ Drs. Sidi Gazalba, 1975, ASAS AGAMA ISLAM,.Jakarta:Bulan
Bintang

[1] Drs. Sidi Gazalba, 1975, ASAS AGAMA ISLAM,Jakarta:Bulan Bintang. hlm:
188
[2] Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas hlm: 37
[3] HR. Abu Daud dan Nasa’i.
[4] Syaikh Shalih Al Fauzan Kitab Tauhid I hlm. 85,
Diposkan oleh mursalin al-panji di 02.46

Anda mungkin juga menyukai