Anda di halaman 1dari 29

MATERI KOMPRE MATA KULIAH TAFSIR

A. Materi Ulum Al-Qur’an dan al-Fatihah


:Tafsir Alfatihah .1
1. dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
2. segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. yang menguasai[4] di hari Pembalasan.
5. hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan.
6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.
KANDUNGANNYA:
Surah ini mengandung pokok-pokok isi Al-Qur’an dan juga pokok-
pokok ajaran Islam secara global dan prinsipal yang meliputi : Prinsip tauhid,
ibadah, akhlak, dan mu’amalah. Yang mana ke empat prinsip ini baru kemudian
dijabarkan dalam surah-surah yang lainnya. Muhammad Abduh menyebutkan
bahwa surah Al-Fatihah ini mengandung pokok-pokok ajaran mengenai tauhid,
wa’ad (janji baik) dan wa’id (ancaman), ibadah, kebahagiaan hidup dan cara
menempuhnya, dan prinsip sejarah atau kisah-kisah yang menjelaskan orang-
orang yang mendapatkan petunjuk dan janji Allah serta juga orang-orang yang
tersesat atau melanggar batasan-batasan yang telah ditentukan Allah maka
mendapat ancaman Allah. Jika kelima prinsip ini kita ubah sebagai variabel
agama, maka kelimanya sudah mendekati keseluruhan ajaran Islam yang
terdapat dalam kandungan Al-Qur’an secara keseluruhan.
a. Tauhid
Pokok ajaran berupa tauhid ini terdapat pada ayat 1-4 surah Al-
Fatihah bagi yang meyakini bahwa basmallah merupakan salah satu ayat
dari surah Al-Fatihah, dan pada ayat 1-3 surah Al-fatihah bagi yang
menyatakan bahwa basmallah bukan salah satu ayat dari surah Al-Fatihah.
ِ ِ‫ مال‬. ‫الر ِحىي ِم‬ ِ ِّ ‫ اَحْل م ُدلِلَّ ِه ر‬. ‫الر ِحىي ِم‬ ِ
‫ك‬ َ ْ َّ ‫ الرَّمْح َى ِن‬. َ ‫ب الْ َعالَمنْي‬ َ َْ ْ َّ ‫بِ ْس ِم اللَّه الرَّمْح َى ِن‬
‫َي ْوِم الدِّيْ ِن‬
“Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Maha pemurah lagi maha
penyayang.”
Ayat 1-4 surah Al-Fatihah ini berisi tentang keesaan dan keagungan
Allah, yang mana hal itu merupakan esensi dari ajaran Islam yaitu ajaran
tauhid. Lafadz bismillahirrahmanirrahim menegaskan bahwa setiap
perbuatan yang baik harus didahului dengan menyebut nama Allah. Dengan
penyebutan nama-Nya berarti menunjukkan pemusatan keimanan seseorang
hanya kepada Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, yang
menandakan juga bahwa apapun yang dilakukan oleh seseorang itu adalah
atas dasar izin dan ridha dari Allah. Dengan demikian setiap amal shaleh
yang didahului dengan menyebut nama Allah maka akan memperoleh
pahala dan keridhaan dari Allah.
Kemudian kata alhamdulillahirabbil’alamin, berarti bahwa segala
puja dan puji yang hanya kepada Allah Tuhan semesta alam. Karena
hanya Allah yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur, mengawasi,
memelihara dan mengontrol seluruh alam ini. Dalam ayat selanjutnya Allah
menegaskan kembali sifat rahman dan rahim-Nya. Yaitu Allah dengan
segala kekuasaan-Nya tidak hanya menciptakan manusia maupun alam ini
dengan sia-sia saja. Ia tidak hanya sekedar menciptkan saja, tetapi ia juga
mendidik, mengatur, menjaga, memelihara dan menjamin dan menanggung
segala kemaslahatan yang ada di dunia ini.
Dalam ayat selanjutnya yaitu kata maalikiyaumiddin berarti bahwa
Allah adalah pemilik hari pembalasan. Hari pembalasan ini meliputi : hari
akhirat, hari kebangkitan, hari perkumpulan, hari perhitungan dan hari
pembalasan. Dalam hari pembalasan (yaumuddin) hanya Allah yang
mempunyai wewenang untuk menentukan nasib akhir manusia, apakah ia
bertempat di surge atau di neraka.
b. Wa’ad wa’id (janji dan ancaman)
Bagi orang yang bertauhid, prinsip janji adalah ia meyakini bahwa ia
akan diberikan ganjaran baik apabila melakukan perbuatan baik.
Sebaliknya, bagi orang yang tidak mau bertauhid, ia diancam akan disiksa.
Allah berjanji kepada orang beriman bahwa mereka akan menjadi pemimpin
di bumi, dianugrahi kemuliaan, kekuasaan, dan kepemimpinan dan
dijanjikan dengan syurga dan semua kenikmatannya di akhirat.. Sebaliknya,
Allah mengancam orang-orang yang ingkar bahwa mereka akan dihinakan
dan disesngsarakan di dunia dan mengancam dengan neraka yang pedih di
akhirat.
Prinsip janji dan ancaman (wa’ad dan wa’id) ini ditegaskan dalam
surah Al-Fatihah ayat 1, 3, dan 4 :

‫ك َي ْوِم الدِّيْ ِن‬


ِ ِ‫ مال‬. ‫الر ِحىي ِم‬ ِ َّ ‫بِس ِم اللَّ ِه الرَّمْح ى ِن‬
َ ْ َّ ‫ الرَّمْح َى ِن‬. ‫الرح ْىي ِم‬ َ ْ
“Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Maha pemurah lagi maha penyayang.”
Kata rahma yang meliputi segala sesuatu pada ayat pertama ini
merupakan janji baik Allah. Kata tersebut juga diulang lagi pada ayat ke
3. Hal ini menyadarkan kita bahwa perintah bertauhid dan beribadah kepada
Allah adalah sebagai tanda kasih sayang dari-Nya yang bertujuan untuk
keuntungan kita umat manusia. Bertauhid dan beribadah kepadanya
bertujuan untuk memenuhi kesejahteraan dan kebaikan kita sendiri.
Prinsip janji dan ancaman pada ayat berikutnya yaitu ayat keempat
yaitu berisi janji dan ancaman sekaligus. Kata Ad-Din itu brarti ketundukan.
Yang mana maksudnya ialah pada hari ketika pembalasan itu, hanya Allah
lah pemilik kekuasaan mutlak dan kepemimpinan tanpa ada yang bisa
membantah maupun melawan-Nya. Dari pengertian inilah dapat
disimpulkan bahwa ayat ini berisi janji dan ancaman sekaligus. Karena
pada hari itu Allah akan memberikan segala janji baikn-Nya kepada
hambanya yang beriman dan juga akan memberikan ancaman-
ancaman-Nya kepada manusia-manusia yang kufur.
c. Ibadah
Prinsip mengenai ibadah ini disebutkan dalam ayat yang di
dalamnya juga mengandung prinsip tauhid yaitu ayat ke 5 dalam surah Al-
Fatihah.

ِ َ َّ‫اك َنعب ُد وِإي‬ ‫ِإ‬


ُ ‫اك نَ ْستَعنْي‬ َ ُ ْ َ َّ‫ي‬
“Hanya Engkau lah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah
kami meminta pertolongan.”
Sebagaimana dari referensi yang saca kutip, menurut Syekh
Muhammad Abduh, surah Al-Fatihah secara keseluruhan akan meniupkan
ruh ibadah kepada orang yang merenungkannya. Yang dimaksud dengan ruh
ibadah adalah suasana hati yang selalu diliputi rasa takut kepada Allah dan
harapan pada karunia-Nya. Ruh ibadah bukanlah amal-amal lahiriah berupa
perbuatan seperti diam, gerakan lisan dan anggota badan. Karena dalam
surah Al-Fatihah ini, kata ibadah sudah terlebih dahulu disebutkan sebelum
adanya penyebutan shalat, puasa dan lain sebagainya. Ruh ibadah memang
telah ada dalam jiwa kaum muslimin sebelum mereka dituntut melakukan
ibadah fisik beserta hukum-hukumnya seperti yang dijabarkan dalam surah-
surah lain dalam Al-Qur’an. Semua gerakan fisik yang diperagakan dalam
ibadah merupakan sarana untuk meraih hakikat ibadah rohani yang berupa
perenungan seperti rasa berharap, takut, tawakkal dan cinta.
Al-Fatihah menjelaskan tentang jalan yang harus ditempuh yaitu
jalan menuju kebahagiaan hidup, dan juga menjelaskan tentang bagaimana
cara menempuhnya agar bisa sampai pada kenikmatan hidup baik di dunia
maupun di akhirat. Dan hal ini dijelaskan dalam ayat ke 6 surah Al-Fatihah :

ِّ ‫اِ ْه ِدنَا‬
‫الصَرا َط الْ ُم ْستَ ِقْي َم‬
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
Yang dimaksud dengan jalan yang lurus dalam ayat ini adalah jalan
yang kalau ditempuh, akan membahagiakan manusia dan kalau dijauhi, akan
mencelakakannya. Maksud ihdinassiratalmustaqim adalah hal-hal yang
mengantarkan kepada kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat yang
meliputi akidah, hukum, akhlak, dan syariat agama. Hidayah artinya adalah
suatu pertanda yang dapat mengantarkan orang kepada hal yang dituju.
Macam-mavam hidayah antara lain:
1.) Hidayah dalam bentuk ilham, yang dirasakan oleh anak kecil sejak ia
dilahirkan seperti membutuhkan makan dan minum.
2.) Hidayah kepada panca indera.
3.) Hidayah kepada akal.
4.) Hidayah berupa agama dan syari’at, dengan hidayah ini seseorang akan
mendapatkan petunjuk. Jika akalnya mampu mengalahkan kemauan
hawa nafsunya, maka akan tampak di mata manusia batasan-batasan dan
syari’at Allah. Kata aamiin berarti istijab (kabulkanlah).
d. Sejarah (meneladani sejarah)
Prinsip sejarah ini dalam surah Al-Fatihah dijelaskan dalam ayat
ketujuh :

ِ ‫ضو‬ ِ ِ
َ ‫ب َعلَْي ِه ْم َوالَ الضَّىالِّنْي‬ ُْ ‫ت َعلَْي ِه ْم َغرْيِ الْ َم ْغ‬
َ ‫صَرا َط الَّذيْ َن َأْن َع ْم‬
“(Yaitu) Jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan
mereka yang sesat.”
Ayat ini menjelaskan bahwa dahulu ada umat-umat yang diberi
syari’at oleh Allah sebagai petunjuk (hidayah) bagi mereka dan orang-orang
yang dimurkai. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak menerima
nikmat Allah terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok orang yang
menyeleweng dari kebenaran setelah mengetahui kebenaran itu, dan orang-
orang yang tidak mengetahui perkara sama sekali, atau mengetahui tapi
masih tetap goyah.
Adapun kata aamin secara global bermakna “Kami menghadap
kepada-Mu wahai tuhanku, hanya kepada-Mu lah tempat kembali.” Melalui
ayat ini, Allah menjelaskan bahwa kisah-kisah orang terdahulu adalah
untuk dijadikan nasehat dan pelajaran. Al-fatihah ini menurut jumhur
ulama wajib dibaca dalam shalat dengan landasan hadits riwayat Muslim:
َ ‫صلَّى‬
ْ‫صاَل ًة مَل‬ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ َم ْن‬: ‫ال‬ ّ ِّ ‫َع ْن َأيِب ْ ُهَر ْيَر َة َع ْن النَّيِب‬
‫اج ثَاَل ثًا َغْي ُر مَتَ ٍام‬ ِ ِ ِ ِ
ٌ ‫َي ْقَرْأ فْي َها ب ُِّأم الْ ُق ْرَأن فَ ِه َي خ َد‬
Artinya : “Diterima dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi Saw berkata :
Barang siapa yang shalat tidak membaca ummu Al-Qur’an - maka
shalatnya itu kurang. Hal ini diucapkan Nabi tiga kali – tidak
sempurna.”
Menurut Mazhab Hanafi tidak wajib dibaca atau boleh diganti
dengan ayat lain namun lebih afdhol membaca al-fatihah. Landasannya Q.S
Al-Muzammil (73) ayat 20:

..... ‫ فَا ْقَرءُْوا َم َايتَ َسَّر ِم َن الْ ُق ْرءَ ِان‬.....


Artinya : “Maka bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur’an.”
Perbedaan pendapat antara ulama tersebut, berangkat dari perbedaan
mereka dalam memahami nash-nash syar’i tersebut. Bagi jumhur ulama,
ayat dan hadits yang dijadikan hujjah oleh Mazhab Hanafi tidak
menunjukkan kebolehan menggantikan surah Al-Fatihah bagi semua orang.
Melainkan ayat dan hadits tersebut ditujukan kepada orang-orang yang
belum hafal surah Al-Fatihah, sehingga mereka boleh menggantinya dengan
ayat atau surah yang mereka hafal. Tetapi bagi orang yang telah hafal surah
Al-Fatihah tidak boleh menggantinya dengan surah lain.
Sedangkan kaum Hanafiyah berpandangan bahwa ayat dan hadits di
atas menunjukkan kebolehan mengganti surah Al-Fatihah dengan surah
lainnya. Mazhab ini berpandangan pula bahwa hadits yang dijadikan hujjah
oleh jumhur ulama tidaklah menunjukkan kepada suatu keharusan membaca
Al-Fatihah, tetapi hanya menunjukkan keafdhalan membaca Al-Fatihah
daripada surah lainnya.
Begitulah perbedaan pendapat yang terjadi diantara ulama-ulama.
Tetapi, menurut pendapat penulis pribadi, penulis lebih cenderung setuju
pada pendapat para jumhur ulama, penulis memilih pendapat ini bukan
karena lantaran penulis bermazhab Syafi’i, Maliki, maupun Hambali, tetapi
menurut penulis, hadits-hadits yang menjadi landasan atau hujjah dari
kalangan jumhur ulama ini lebih kuat dan jelas. Kalaupun kita melihat
pandangan dari Mazhab Hanafi yang mengatakan bahwa hadits yang
dijadikan hujjah para jumhur ulama ini hanya menunjukkan keafdhalan,
bukan menunjukkan keharusan, tetap saja penulis lebih setuju terhadap
wajibnya membaca surah Al-Fatihah. Karena tentunya kita sebagai umat
muslim, ataupun sebagai manusia pada umumnya, pasti selalu lebih
menginginkan sesuatu yang lebih afdhal, jadi alangkah lebih baiknya tetap
membaca surah Al-Fatihah ini dalam shalat. Selain dari hadits-hadits yang
dikemukakan dalam pendapat jumhur ulama di atas, penulis juga akan
menambahkan hadits lain sebagai landasan agar semakin kuatnya pendapat
ini. Hadits riwayat Imam Ahmad :

ِ ‫الَي ْقبل صاَل ةٌ الَي ْقرُأ فِيها بِ ُِّأم الْ ُقر‬


‫َأن‬ ْ َْ َ ُ َ َُُ
Artinya : “Tidaklah diterima shalat kalau tidak dibaca padanya Ummul
Qur’an.”
Membaca Al-Fatihah dalam shalat yang bacaannya dikeraskan, maka
dianjurkan bagi makmum untuk tidak membacanya. Sedangkan jika dalam
shalat yang bacaannya disamarkan, maka dianjurkan bagi makmum untuk
membacanya. Karena pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama,
dan dalil-dalilnya lebih secara jelas menunjuk pada hal demikian. Nama lain
dari Al-Fatihah di antaranya:
1.) Alfatihah, dinamakan demikian karena surat ini adalah surat yang
pertama kali diturunkan secara lengkap atau utuh.
2.) Fatihatul kitab bermakna pembukaan dari kitab karena dari penyusunan
Al-Qur’an secara tertulis, letaknya di awal Al-Qur’an.
3.) Ummul qur’an atau ummul kitab bermakna induk atau inti dari Al-
Qur’an, dinamakan demikian karena isi dari al-fatihah meliputi tujuan-
tujuan pokok dari al-qur’an antara lain pujian kepada Allah, ibadah
kepada Allah, menjelaskan janji-janji dan ancaman Allah.
4.) As-Sab’ul matsani bermakna tujuh ayat yang diulang-ulang karena surat
Al-Fatihah dibaca berulang-ulang dalam setiap rakaat shalat.
5.) Al-Qur’an al-azim bermakna yang agung seperti dalam Q.S Al-Hijr ayat
87. Ar-Ruqyah karena ayat ini digunakan dan dibaca ketika meruqyah
orang.
2. Ulum adalah jama’ dari kata ilm (fahmu wa al idrak) yang berarti pemahaman
dan pengetahuan. Ulum al-qur’an adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai
kajian yang berkaitan dengan kajian-kajian al-qur’an seperti asbabunnuzul,
pengumpulan dan lain sebagainya.
3. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
yang apabila membacanya menjadi suatu ibadah. Kata “kalam” merupakan jenis
yang mencakup seluruh jenis kalam dan penyandarannya kepada Allah yang
menunjukkan secara khusus sebagai firman-Nya, bukan kata manusia, malaikat
maupun mahluk lainnya. Kalimat “al-munazzal (yang diturunkan)” berarti tidak
termasuk kalamnya yang sudah khusus menjadi miliknya. Batasan dengan kata
“kepada Muhammad” menunjukkan al-qur’an itu tidak pernah diturunkan
kepada nabi-nabi sebelumnya seperti taurat dan injil. Adapun kata “al-
mutu’abbad bitilawatih (membacanya adalah ibadah)” mengecualikan hadis-
hadis ahad dan qudsi.
4. Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 17 ramadhan di gua hira selama di makkah
12 tahun 5 bulan 12 hari dan di Madinah 9 bulan 9 hari dan penulis al-Qur’an
yaitu Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab. Rasam adalah
metode penulisan Al-Qur’an yang digunakan oleh Usman dan para sahabat
ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an yang mana metode itu dijadikan
standar dalam pengadaan mushaf Al-Qur’an.
5. Nama-nama al-qur’an yang populer diantaranya:
Al-qur’an karena ia dibaca dengan lisan dan al-kitab karena ia ditulis dengan .a
:pena. Seperti dalam Q.S Al-Isra’ ayat 9
Artinya: “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-
orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada
pahala yang besar,”
:Al-kitab dalam Q.S Al-Anbiya’ayat 10
Artinya: “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab
yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka
Apakah kamu tiada memahaminya?”
:Nama al-furqan dalam Q.S Al-Furqan ayat 1 .b
Artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al
Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam.”
Adz-Dzikir dalam Q.S Al-Hijr ayat 9ÒÈ .c
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Nama at-tanzil, al-mau’idah, asy-syifa, al-hukm, dalam Q.S Asy-Syuara .d
:ayat 192
Artinya: “dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh
Tuhan semesta alam.”
:Sifat dari Al-Qur’an diantaranya nur (cahaya) dalam Q.S An-Nisa ayat 174 .6
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti
kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah
Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).”
Sifat sebagai nasehat, obat, petunjuk dan rahmat dalam Q.S Yunus ayat 57
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.”
:Sifat majid (yang dihormati) dalam Q.S Al-Buruj ayat 21
Artinya: “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang
mulia.”
7. Mukjizat dalam KBBI adalah kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh
kemampuan akal manusia. Mukjizat berasal dari bahasa Arab yaitu a’jaza yang
artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Mukjizat menurut para
ulama adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang
nabi atau rasul. Segi kemukjizatan Al-Qur’an yaitu:
a. Gaya bahasanya membuat orang kagum dengan kehalusan bahasanya.
b. Susunan bahasa dan kalimat yang sangat berbeda dan khas.
c. Hukum ilahi yang sempurna di mana setiap menetapkan hukum pasti ada
yang secara global dan terperinci.
d. Ketelitian redaksi kata di dalamnya seperti keseimbangan sinonim dan
antonim kata.
e. Berisi tentang hal-hal gaib dan isyarat-isyarat ilmiah.
8. Hadits secara bahasa bermakna dhiddu al qadim (lawan dari kata lama yaitu
baru). Adapun hadits secara istilah adalah apa saja yang disandarkan kepada
nabi baik itu perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan/persetujuan) ataupun sifat.
Hadits nabawi itu ada dua yaitu:
a. Tauqifi artinya kandungannya diterima oleh Rasulullah dari wahyu lalu ia
jelaskan kepada manusia dengan kata-kata darinya. Sebenarnya hadits
tauqifi sama dengan hadits qudsi, namun karena dalam redaksinya Rasul
tidak menggunakan nash menyandarkan kepada Allah maka
digolongkan saja pada hadits nabawi.
b. Taufiqi artinya yang disimpulkan oleh Rasulullah menurut pemahamannya
terhadap Al-Qur’an .
9. Perbedaan antara Al-Qur’an dengan hadis qudsi antara lain:
a. Al-Qur’an adalah kalam Allah yaxng diwahyukan kepada Rasulullah dengan
lafaznya dan berfungsi sebagai mukjizat, sedangkan hadis qudsi tidak
berfungsi sebagai mukjizat.
b. Al-Qur’an hanya dinisbahkan/disandarkan kepada Allah semata, sedangkan
hadits qudsi diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah.
c. Seluruh isi Al-Qur’an dinukilkan (ditulis) secara mutawatir sehingga
kepastiannya sudah mutlak, sedangkan hadis qudsi sebagian besar memiliki
derajat khabar ahad sehingga kepastiannya merupakaan dugaan yang
adakalanya ia shahih, hasan bahkan ada yang dhaif.
d. Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah dan bernilai pahala sehingga dibaca
dalam shalat, sedangkan hadits qudsi tidak demikian.
e. Keistimewaan Al-Qur’an adalah sebuah mukjizat, kebenarannya mutlak,
membacanya adalah ibadah dan wajib disampaikan dengan lafaznya.
10. Al-wahy (wahyu) adalah kata mashdar yang merujuk pada dua pengertian dasar
yaitu tersembunyi dan cepat. Wahyu adalah informasi secara tersembunyi dan
cepat yang khusus ditujukan kepada orang tertentu tanpa diketahui oleh orang
lain. Cara wahyu turun kepada malaikat adalah dengan dua cara yaitu:
Allah berbicara dan didengar oleh para malaikat atau jibril mendengarnya .a
secara pendengaran dari Allah dengan lafaznya yang khusus, seperti dalam
Q.S Al-Baqarah ayat 30
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
b. Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuzh. (seperti hal-hal gaib yang sulit
dipercaya).
c. Maknanya disampaikan kepada jibril sedangkan lafaznya dari jibril ataupun
Muhammad Saw. (hampir sama dengan makna sunnah).
11. Cara turun wahyu kepada Rasul antara lain:
a. Tanpa melalui perantara jibril seperti mimpi yang benar dalam tidur dan
kalam ilahi dari balik tabir tanpa perantara.
Melalui perantara jibril yaitu dengan datang dengan suara getaran seperti .b
lonceng yaitu suara yang amat kuat yang dapat mempengaruhi kesadaran,
dan dengan jalan jibril menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki.
Dijelaskan dalam Q.S Asy-Syura ayat 51
Artinya: “dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah
berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabiratau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
12. Perbedaan surat makiyyah dan madaniyah antara lain:
a. Waktu turunnya: Makiyyah adalah yang diturunkan sebelum hijrah
meskipun bukan di makkah, sedangkan madaniyah adalah yang diturunkan
setelah hijrah sekalipun bukan di madinah.
b. Tempat turunnya: Makiyyah turun di makkah dan sekitarnya seperti mina,
arafah dan udaibiyah. Sedangkan madaniyah turun di madinah dan
sekitarnya seperti uhud, quba dan sil.
c. Sasarannya: Makiyyah sasarannya adalah penduduk makkah sedangkan
madaniyah sasarannya adalah penduduk madinah.
d. Karakteristik surat makiyyah yaitu: Ayatnya menjelaskan pokok-pokok
agama (masalah iman kepada Allah, hari pembalasan, para malaikat, kitab-
kitab Allah dan anjuran melakukan perbuatan baik dan melarang melakukan
perbuatan buruk), bahasanya ringkas dan padat (diketahui dari suratnya yang
pendek-pendek), setiap surat yang di dalamnya mengandung ayat sajdah,
mengandung lafaz ya ayyuhannas, mengandung kisah nabi dan umat
terdahulu, mengandung dakwah tauhid dan kalimatnya singkat.
e. Karakteristik surat madaniyah yaitu: Penjelasan hukum yang berkaitan
dengan masalah ibadat, muamalat dan perdata baik dalam keadaan damai
ataupun perang, membicarakan masalah pokok syariat bagi pemerintahan
Islam, gaya bahasanya panjang, mudah dan luas pembicaraannya terutama
sebagai hujjah untuk para ahli kitab, berisi ajakan kepada ahli kitab agar
mengikuti ajaran tauhid secara murni dan penjelasan Al-Qur’an bahwa
Islam merupakan agama seluruh Nabi.
13. Faedah mengetahui tentang makiyyah dan madaniyah antara lain:
a. Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab
pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat
tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar.
b. Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode
berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasanya
tersendiri.
c. Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunnya
wahyu kepada Rasul sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa
yang menyertainya.
:Ayat yang pertama turun adalah Q.S Al-Alaq ayat 1-5 .14
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Adapun yang terakhir turun adalah Q.S Al-Maidah ayat 3:
Artinya: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih
untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,
(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
15. Asababun nuzul dalam bahasa Indonesia artinya adalah sebab-sebab turunnya
ayat Al-Qur’anAsbabun nuzul adalah sesuatu yang karenanya Al-Qur’an
diturunkan sebagai penjelas terhadap apa yang terjadi baik berupa
peristiwa maupun pertanyaan. Tidak semua ayat ada asbabun nuzulnya
karena ada yang diturunkan sebagai ibtida’ (pendahuluan), tentang akidah,
iman, kewajiban Islam dan syariat Allah. Manfaat mengetahui asababun nuzul
antara lain:
a. Mengetahui hikmah pemberlakuan suatu hukum dan perhatian syariat
terhadap kemaslahatan umum dalam menghadapi segala peristiwa.
b. Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, jika
hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.
c. Apabila lafaz yang diturunkan itu bersifat umum dan ada dalil yang
menunjukkan pengkhususannya, maka adanya asbabun nuzul akan
membatasi takhsish itu hanya terhadap selain bentuk sebab.
d. Untuk menyingkap kesamaran yang tersembunyi dan dapat menerangkan
kepada siapa ayat itu ditujukan.
16. Fenomena asbabun nuzul banyak antara lain:
a. Apabila semuanya tidak tegas dalam menunjukkan sebab maka tidak ada
yang dipilih.
b. Apabila salah satunya tidak jelas dan yang lain tegas dan jelas maka yang
tegas yang dipilih.
c. Apabila semuanya tegas maka yang paling shahih yang dipilih.
d. Apabila semuanya shahih maka dilakukan pentarjihan bila mungkin, jika
tidak mungkin maka dipadukan bila mungkin, jika tidak mungkin juga maka
ayat itu dipandang diturunkan beberapa kali atau berulang.
17. Munasabah secara bahasa artinya kedekatan atau kesesuaian. Munasabah adalah
sisi-sisi korelasi antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara
satu ayat dengan ayat yang lain, atau antara satu surat dengan surat yang lain.
18. Al-Qur’an itu diturunkan dalam dua waktu yaitu:
a. Diturunkan sekaligus seluruhnya pada lailatul qadr ke baitul izzah di langit
dunia. Q.S Al-Qadr ayat 1:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada
malam kemuliaan.
Diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama 22 .b
:tahun, 2 bulan, 22 hari (23 tahun). Q.S Al-Isra’ ayat 106
Artinya: “dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-
angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan
Kami menurunkannya bagian demi bagian.”
19. Hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap antara lain:
a. Meneguhkan hati Rasulullah terhadap kebenaran dan memperkokoh
azamnya untuk dapat melangkahkan kaki di jalan dakwahnya. Q.S Al-
Furqan ayat 32:
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rã□xÿx. □wöqs9 tAÌh□çR Ïmø□n=tã
ãb#uäö□à)ø9$# \'s#÷Häd Zoy□Ïnºur 4 y7Ï9ºx□□2 |MÎm7s[ãZÏ9
¾ÏmÎ/ x8y□#xsèù ( çm»oYù=¨?u□ur Wx□Ï?ö□s? ÇÌËÈ
Artinya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu
tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya
Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil
(teratur dan benar).”
b. Sebagai tantangan dan mukjizat.
c. Memudahkan hafalan dan pemahamannya.
d. Relevan dengan peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum.
e. Tanpa diragukan bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi yang maha bijaksana
dan maha terpuji.
20. Al-Qur’an pada masa nabi telah ada dalam bentuk hafalan dan juga tulisan
dalam lembaran-lembaran yang masih berpisah-pisah. Pada masa Abu Bakar
pertama kali diadakan pengumpulan Al-Qur’an, lalu dilanjutkan pada masa
Usman. Bedanya antara lain:
a. Motivasi Abu Bakar mengumpulkan Al-Qur’an adalah karena
kekhawatiran beliau akan hilangnya Al-Qur’an sebab pada masa itu sangat
banyak para hafiz yang gugur dalam peperangan. Adapun motivasi Usman
adalah karena banyaknya perbedaan (yang berujung pada konflik) dalam
cara membaca AL-Qur’an yang terjadi di berbagai wilayah kekuasaan Islam
yang disaksikannya sendiri yang puncaknya mereka saling menyalahkan
satu sama lain.
b. Pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar adalah dengan
memindahkan semua tulisan atau catatan Al-Qur’an yang semula bertebaran
di kulit-kulit binatang, tulang belulang, pelepah kurma dan sebagainya,
kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf. Tulisan-tulisan tersebut
dikumpulkan dengan ayat dan surat yang tersusun secara terbatas pada
bacaan yang tidak dimansukh dan mencakup ke tujuh huruf sebagaimana
ketika Al-Qur’an diturunkan. Sedangkan pengumpulan pada masa Usman
(Sudah Rapi) adalah dengan menyalin satu huruf di antara ke tujuh huruf
itu untuk mempersatukan kaum muslim dalam satu mushaf dan satu huruf
yang mereka baca tanpa enam huruf lainnya.
21. Tertib ayat dan surat dalam Al-Qur’an adalah secara tauqifi atas perintah
langsung dari nabi yang didukung oleh hadits. Di mana Abu Bakar bin Al-
Anbari menyebutkan: Allah telah menurunkan Al-Qur’an seluruhnya ke langit
dunia. Kemudian Ia menurunkannya secara berangsur-angsur selama dua puluh
sekian tahun. Sebuah surat turun karena ada suatu masalah yang terjadi, ayat
pun turun sebagai jawaban bagi orang yang bertanya. Jibril senantiasa
memberitahukan kepada nabi di mana surat dan ayat tersebut harus
ditempatkan. Dengan demikian susunan surat itu berasal dari nabi.
22. Maksud dari Al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari
bahasa-bahasa Arab dalam mengungkapkan satu makna yang sama. Hikmah
turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah:
a. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi yang mana
setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing dan belum terbiasa
menghafal syariat apalagi mentradisikannya.
b. Bukti kemukjizatan Al-Qur’an dengan naluri kebahasaan orang Arab di Al-
Qur’an banyak mempunyai pola susunan bunyi yang sebanding dengan
segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-
orang Arab.
c. Kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya sebab
perubahan bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata-kata memberika
peluang luas untuk dapat disimpulkan berbagai hukum daripadanya.
23. Adab membaca Al-Qur’an antara lain:
a. Membacanya setelah berwudhu dan membacanya ditempat yang bersih dan
suci.
b. Membaca dengan khusyu’ dan bersiwak sebelum membaca.
c. Membaca taawudz pada permulaannya. Q.S An-Nahl ayat 98:
s□Î*sù |Nù&t□s% tb#uäö□à)ø9$# õ□ÏètGó□$$sù «!$$Î/ z`ÏB Ç`»sÜø□¤#
±9$# ÉO□Å_§□9$# ÇÒÑÈ
Artinya: “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”
d. Membaca basmallah pada permulaan setiap surat kecuali surat At-Taubah,
sebab basmallah adalah termasuk salah satu ayat Al-Qur’an menurut
pendapat yang kuat.
e. Membacanya dengan tartil dan merenungkan ayat-ayat yang dibacanya serta
meresapi makna dan maksud ayat.
f. Membaguskan suara dan mengeraskan bacaan
24. Muhkam secara umum adalah seluruh kata dalam Al-Qur’an itu adalah kokoh,
fasih dan membedakan antara yang haq dengan yang bathil serta antara yang
benar dengan yang dusta. Mutasyabih secara umum adalah keadaan di mana
salah satu dari dua hal tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya
kemiripan di antara keduanya secara kongkrit maupun abstrak. Adapun muhkam
dan mustasyabih secara umum adalah:
a. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maknanya, sedang mutasyabih
hanya diketahui maksudnya oleh Allah.
b. Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu segi, sedang mutasyabih
mengandung banyak segi.
c. Muhkam adalah ayat yang maksudnya diketahui secara langsung tanpa
memerlukan keterangan lain, sendang mutasyabih memerlukan penjelasan
dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.
25. Naskh secara bahasa artinya menghilangkan. Sedangkan secara istilah adalah
mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang
lain. Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Nasakh ada empat
bagian yaitu:
a. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
b. Nasakh Al-Qur’an dengan sunnah yaitu dengan hadits ahad (tidak boleh)
dan hadits mutawatir (boleh).
c. Nasakh sunnah dengan Al-Qur’an.
d. Nasakh sunnah dengan sunnah yaitu tiga dibolehkan (mutawatir-mutawatir,
ahad-ahad, ahad-mutawatir) dan satu tidak boleh (mutawatir-ahad).
26. Muhtlak adalah tanpa batas dan muqayyad adalah terbatas. Tafsir secara bahasa
artinya adalah menjelaskan, menyingkap dan menerangkan makna-makna
rasional. Secara istilah adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan
kepada Rasulullah, menerangkan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum-
hukum dan hikmahnya. Adapun ta’wil secara bahasa adalah kembali ke asal.
Syarat-syarat muffasir antara lain:
a. Akidah yang benar dan bersih dari hawa nafsu.
b. Menafsirkan lebih dahulu Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
c. Mencari penafsiran dari sunnah, jika tidak dapat maka lihatlah pendapat
sahabat, setelah itu pendapat tabi’in.
d. Pengetahuan bahasa Arab yang baik dan pengetahuan akan prinsip-prinsip
ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
e. Pemahaman yang cermat.

B. Materi Ayat-Ayat yang Berkaitan dengan Dakwah


1. Q.S Al-Baqarah ayat 44:
tbrâ□ßDù's?r& }¨$¨Y9$# Îh□É9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3| *
¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 □xsùr&
tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu
membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”

TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Kitab pada ayat ini ditujukan kepada Bani Israil seperti ayat-ayat
sebelumnya dan ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai kitab yaitu
para rahib dan pendeta. Ada sebuah riwayat yang diceritakan oleh Ibnu
Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan rahib-rahib Yahudi
Madinah. Mereka memerintahkan kepada orang-orang yang mereka beri
nasehat secara rahasia agar beriman kepada Nabi Muhammad tetapi mereka
sendiri tidak mengerjakannya.
Di sini Allah mengecam orang-orang yang bersikap bengkok dalam
berbuat, dan selalu mengarah pada kerusakan. Yang dimaksud lupa di sini
ialah meninggalkan. Hal ini karena tabi’at manusia adalah tidak akan
melupakan hal yang baik atau bermanfaat untuk dirinya. Dalam hal ini
mereka tidak akan mau didahului oleh orang lain untuk mendapatkannya.
Dalam ayat ini sengaja diungkapkan dengan perkataan lupa dengan tujuan
mubalagah. Sebab, mereka sudah terlalu tidak memperhatikan terhadap apa
yang seharusnya segera mereka kerjakan. Jadi, seakan-akan ayat ini
mengatakan “Jika kalian yakin terhadap janji dan ancaman kitab, mengapa
kalian melupakan diri kalian?”
Jelas uslub seperti ini mengandung nilai celaan sangat tajam karena
seseorang yang tidak konsekuen dengan apa yang dikatakan, maka hal
tersebut akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Kitab yang
terkandung dalam ayat ini sekalipun pada asalnya hanya ditujukan kepada
kaum yahudi, juga merupakan contoh bagi siapapun. Hendaknya setiap umat
memperhatikan ibarat yang terdapat di dalam ayat ini, kemudian berhati-hati
dalam bertindak jangan sampai memerintahkan orang taat terhadap hal yang
dirinya sendiri tidak kerjakan.
2. Q.S Al-Baqarah ayat 208:
yg□□r'¯»t□ □úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷□$# □Îû$
ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$□2 □wur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz
Ç`»sÜø□¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arß□tã ×ûüÎ7□B ÇËÉÑÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Dalam ayat ini Allah memberi nasehat kepada kita bahwa ciri khas
orang mukmin adalah bersatu dan bersepakat bukan pecah belah dan terbagi-
bagi. Kaaffatan artinya menuruti hukum Allahs secara keseluruhan
dilandasi dengan berserah diri kepada Allah ialah cinta damai dan
meninggalkan pertempuran di antara orang-orang yang sehidayah. Perintah
dalam ayat ini menunjukkan tetap dan abadi.
Janganlah mengikuti jalan syeitan yaitu menimbulkan perpecahan
dalam agama atau pertentangan dan persengketaan. Sebab hal tersebut
adalah langkah setan untuk menyesatkan manusia. Umat yahudi awalnya
adalah umat yang bersatu dan berpegangan dengan satu kitab, kemudian
datanglah hembusan setan sehingga menjadi pecahlah kesatuan mereka dan
bercerai-berai menjadi beberapa sekte dan aliran. Mereka menambahkan
pada kitab suci mereka hal-hal yang mereka buat-buat dan merubah hukum
yang ada padanya sesuai dengan kemauan mereka. Sesungguhnya setan itu
musuh kalian yang jelas dan semua ajakannya batil pula dan membahayakan
bagi orang yang mau berfikir dan merugi akibatnya.

3. Q.S Al-Baqarah ayat 256:


Iw on#t□ø.Î) □Îû ÈûïÏe$!$# ( □s% tû¨üt6¨? ß□ô©□□9$# z`ÏB
ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù ö□àÿõ3t□ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sã□ur «!$
$Î/ Ï□s)sù y7|¡ôJtGó□$# Íouró□ãèø9$$Î/ 4□s+øOâqø9$# □w tP$|
ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ìì□Ïÿx□ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Dalam ayat ini mengemukakan bahwa keyakinan mengenai
kebenaran agama Allah secara fitrah petunjuknya sudah terdapat dalam diri
manusia, yang ditunjang oleh bukti yang bisa disaksikan di alam manusia.
Sebab turunnya ayat ini adalah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari
Ikrimah dari Ibnu Abbad bahwa ada seorang laki-laki dari kalangan Anshar
yang dikenal dengan panggilan Hushain, ia mempunyai dua anak lelaki,
keduanya beragama nasrani, sedang ia sendiri beragama Islam. Hushain
menanyakan kepada nabi apakah ia harus memaksakan mereka untuk masuk
Islam? Kemudian Allah menurunkan ayat ini.
Tidak ada paksaan dalam memasuki agama, karena iman harus
dibarengi dengan perasaan taat dan tunduk. Hal ini tentunya tidak dapat
terwujud dengan cara memaksa, melainkan hanya dengan jalan hujjah atau
argumentasi.
4. Q.S Ali-Imran ayat 64:
ö@è% □@÷dr'¯»t□ É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4□n<Î) 7pyJÎ=□2
¥ä!#uqy□ $uZoY÷□t/ ö/ä3uZ÷□t/ur □wr& y□ç7÷ètR □wÎ) ©!$#
□wur x8Î□ô³èS ¾ÏmÎ/ $\«ø□x© □wur x□Ï□Gt□ $uZàÒ÷èt/
$³Ò÷èt/ $\/$t/ö□r& `ÏiB Èbrß□ «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs?
(#qä9qà)sù (#rß□ygô©$# $¯Rr'Î/ □cqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ
Artinya: “Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada
suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan
Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling
Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasulullah untuk mengatakan
kepada para ahli kitab untuk mari bersepakat pada suatu perkara yang adil,
yang telah disepakati oleh rasul dan kitab-kitab yang diturunkan kepada
mereka. Hal ini telah diperintahkan oleh Taurat, Injil, serta Al-Qur’an. Di
mana tidak akan tunduk kecuali hanya kepada Allah yang mempunyai
kekuasaan dan mutlak dalam menentukan syari’at dan yang mempunyai
wewenang menghalalkan dan mengharamkan. Ayat ini mengandung tauhid
dalam ketuhanan.
Bila mereka berpaling dan menolak ajaran ini, hanya menyembah
kepada selain Allah dan mengambil para sekutu, para perantara, tuhan-tuhan
yang menghalalkan dan mengharamkan, maka katakanlah kepada mereka
“Sesungguhnya kami adalah orang yang taat kepada Allah lagi ikhlas, kami
tidak menyembah apapun kecuali Allah dan kami tidak memohon kepada
siapapun selain-Nya dan kami tidak menghalalkan sesuatu kecuali apa yang
telah dihalalkan Allah dan begitupun sebaliknya.”
5. Q.S Ali-Imran ayat 104:
ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããô□t□ □n<Î) Î□ö□s□ø:$#`
tbrã□ãBù't□ur Å$rã□÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Zt□ur Ç`tã
Ì□s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd □cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya: “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI):
Dalam ayat ini Allah memerintahkan mereka agar melakukan
penyempurnaan terhadap selain mereka, yaitu anggota-anggota umat dan
menghimbau agar mengikuti perintah-perintah syari’at serta meninggalkan
larangan-larangan-Nya, sebagai pengukuhan terhadap mereka demi
terpeliharanya hukum-hukum syari’at dalam rangka memelihara syari’at dan
undang-undang.
Orang yang diajak bicara pada ayat ini adalah kaum mukminin
seluruhnya. Mereka terkena taklif agar memilih suatu golongan yang
melaksanakan kewajiban ini. Realisasinya adalah hendaknya masing-masing
anggota kelompok tersebut mempunyai dorongan dan mau bekerja untuk
mewujudkan hal ini, dan mengawasi perkembangannya dengan kemampuan
optimal sehingga bila mereka melihat kekeliruan atau penyimpangan dalam
hal ini (amar ma’ruf nahi mungkar), segera mereka mengembalikannya ke
jalan yang benar.
Syarat amar ma’ruf nahi mungkar antara lain:
a. Hendaknya pandai dalam bidang Al-Qur’an, sunnah dan sirrah nabi dan
Khulafaurrasyidin.
b. Pandai membaca situasi orang-orang yang sedang menerima dakwahnya,
baik dalam urusan, bakat, watak, dan akhlak mereka.
c. Mengetahui bahasa umat yang dituju oleh dakwahnya.
d. Mengetahui agama, aliran, sekte-sekte masyarakat agar juru dakwah bisa
mengetahui kebatilan-kebatilan yang terkandung padanya.
e. Yang dapat melaksanakan dakwah hanyalah kalangan khusus umat
Islam, yaitu yang mengetahui rahasia-rahasia hukum, hikmah tasyri’ dan
fiqihnya.
6. Q.S Ali-Imran ayat 110:
öNçGZä. u□ö□yz >p¨Bé& ôMy_Ì□÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâ□ßDù's?
Å$rã□÷èyJø9$$Î/ □cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ì□x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?
ur «!$$Î/ 3 öqs9ur □ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9
#Z□ö□yz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB □cqãYÏB÷sßJø9$#
ãNèdç□sYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI):
Kuntum: Kalian dijadikan dan diciptakan
Ukhrijat: Umat yang ditampakkan sehingga membeda dan diketahui.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan hamba-Nya yang beriman agar
berpegang teguh pada tali Allah dan mengingatkan mereka akan nikmat-
nikmat yang telah dilimpahkan kepada mereka untuk merukunkan hati
mereka pada ukhuwah Islamiyah. Lalu Allah memperingatkan mereka
jangan sampai seperti orang-orang ahlul kitab yang selalu menentang dan
berbuat maksiat. Sekaligus Allah mengancam mereka bila berbuat begitu
dengan siksaan yang pedih.
Gambaran umat terbaik dalam ayat itu ditujukan pada Rasulullah dan
para sahabat yang bersama beliau sewaktu Al-Qur’an diturunkan. Pada masa
sebelumnya mereka adalah orang-orang yang saling bermusuhan. Kemudian
hati mereka dirukunkan dan mereka berpegang pada tali Allah, melakukan
amar ma’ruf nahi mungkar.
Perkara ma’ruf yang paling agung adalah agama yang haq, iman,
tauhid dan kenabian. Kemungkaran yang paling diingkari adalah kafir
terhadap Allah. Kesimpulannya, kebaikan umat ini tidak akan bisa terbukti
tanpa mau memelihara yang tiga pokok tersebut yaitu syahadat, membaca
Al-Qur’an dan memperjuangkannya, dan menjaga lailahaillah. Di sini amar
ma’ruf nahi mungkar didahulukan penyebutannya dibandingkan iman
kepada Allah, padahal iman itu selalu berada di depan dari berbagai jenis
ketaatan. Hal ini lantaran amar ma’ruf nahi mungkar adalah pintu keimanan
dan yang memeliharanya.
7. Q.S Ali-Imran ayat 159:
yJÎ6sù 7pyJômu□ z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä.$
$□àsù xá□Î=xî É=ù=s)ø9$# (#q□ÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$
$sù öNåk÷]tã ö□ÏÿøótGó□$#ur öNçlm; öNèdö□Ír$x©ur □Îû
Í□öDF{$# ( #s□Î*sù |MøBz□tã ö@©.uqtGsù □n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!
$# □=Ïtä□ tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI):
Dalam ayat ini, Allah menambahkan kemurahan dan kebaikan-Nya
terhadap kaum mukminin dengan pujian terhadap rasul-Nya atas ampunan
yang diberikan kepada mereka, dan tidak berlaku keras terhadap mereka.
Ayat ini diturunkan seusai perang uhud di mana ketika itu ada sebagian yang
melanggar perintah Nabi. Akibatnya, pelanggaran itu menyeret kaum
muslimin ke dalam kegagalan sehingga kaum musyrikin dapat mengalahkan
mereka. Namun Rasulullah tetap sabar, tahan uji, dan bersikap lemah lembut
kepada mereka. Karena Allah membekali Rasulullah dengan akhlak Al-
Qur’an yang luhur, di samping hikmah-hikmah-Nya yang agung.
Andaikata engkau (Muhammad) bersikap kasar dan galak dalam
muamalah dengan mereka, niscaya mereka akan bercerai berai
meninggalkan engkau dan tidak menyenangimu sehingga engkau tidak bisa
menyampaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang lurus.
Hal itu karena maksud dan tujuan utama diutusnya para rasul ialah untuk
menyampaikan syrai’at Allah kepada umat manusia. Hal itu jelas tidak akan
tercapai tanpa simpati dari mereka kepada para rasul.
Dalam ayat ini juga terkandung imbauan dan anjuran untuk
bertawakkal kepada Allah sesudah terlebih dahulu melakukan musyawarah
dan membulatkan tekad yang benar dengan cara mempersiapkan segala
sarana kekuatan dan kemampuan yang telah dimiliki.
8. Q.S Yusuf ayat 108:
ö@è% ¾ÍnÉ□»yd þ□Í?□Î6y□ (#þqãã÷□r& □n<Î) «!$# 4 4□n?tã
>ou□□ÅÁt/ O$tRr& Ç`tBur ÓÍ_yèt6¨?$# ( z`»ysö6ß□ur «!$# !
$tBur O$tRr& z`ÏB □úüÏ.Î□ô³ßJø9$# ÇÊÉÑÈ
Artinya: “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang
musyrik".

TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Dalam ayat terdahulu Allah menerangkan bahwa kebanyakan
manusia tidak memikirkan tanda di langit dan di bumi, yang menjelaskan
bahwa Allah adalah esa dan hanya kepada-Nyalah segala urusan
dikembalikan. Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul supaya
memberitahukan kepada manusia bahwa jalan yang ditempuhnya adalah
dakwah untuk mentauhidkan Allah dan ikhlas beribadah kepada-Nya semata
tanpa patung dan berhala. Dakwah itu dilakukan pula oleh orang-orang yang
mengikutinya berdasarkan hujjah dan keterangan yang nyata.Aku
(rasulullah) mensucikan dan mengagungkan Allah daripada sekutu ataupun
sesembahan yang lain, dan aku melepaskan diri dari orang-orang yang
menyekutukan Allah dan aku tidak termasuk golongan mereka dan mereka
tidak termasuk golonganku.
9. Q.S An-Nahl ayat 125:
äí÷□$# 4□n<Î) È@□Î6y□ y7În/u□ ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï□»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }□Ïd
ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u□ uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã
¾Ï&Î#□Î6y□ ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏ□tGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Al-hikmah: perkataan yang kuat disertai dengan dalil yang menjelaskan
kebenaran, dan menghilangkan kesalahpahaman.
Mau’izatul hasanah: dalil-dalil yang bersifat zanni yang dapat memberi
kepuasan kepada orang awam.
Al-jadal: percakapan atau perdebatan untuk memuaskan penentang.
Allah menggariskan landasan dakwah rasulullah yaitu hikmah, pemberian
pelajaran yang baik dan bantahan dengan cara yang baik.
10. Q.S At-Taubah ayat 71:
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!
$u□Ï9÷rr& <Ù÷èt/ 4 □crâ□ßDù't□ Å$rã□÷èyJø9$$Î/
tböqyg÷Zt□ur Ç`tã Ì□s3ZßJø9$# □cqßJ□É)ã□ur no4qn=¢Á9$#
□cqè?÷sã□ur no4qx.¨□9$# □cqãè□ÏÜã□ur ©!$# ÿ¼ã&s!qß□u□ur
4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷□z□y□ ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# î□□Í□tã
ÒO□Å3ym ÇÐÊÈ
Artinya: “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada
Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
TAFSIRANNYA (IBNU KATSIR)
Dalam ayat ini Allah menyebut bahwa sifat orang-orang mukmin
yang terpuji, di antaranya sifat tolong menolong dan bantu-membantu,
sebagaimana sabda Rasulullah:

‫ اَلْ ُمْؤ ِم ُن‬:‫م‬.‫ال َر ُس ْو ُل اللََّ ِه ص‬ َ َ‫س َر ِض َي اللَّهُ َعْنهُ ق‬


َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ ‫َو َع ْن َأيِب ْ ُم ْو‬
}‫َأصابِعِ ِه {متفق عليه‬ ُّ َ‫ان ي‬ِ ‫لِْلمْؤ ِم ِن َكالْبْني‬
َ َ ‫ك َبنْي‬ َ َّ‫و َشب‬,‫ا‬
َ ‫ض‬ ً ‫ضهُ َب ْع‬ُ ‫شد َب ْع‬ َُ ُ
Artinya: “Dari Abu Musa r.a berkata, Rasulullah Saw bersabda: Seorang
mukmin bagi sesama mukmin adalah seumpama sebuah bangunan, bagian
yang satu menguatkan bagian yang lainnya, dan beliau menjalinkan antara
jari-jarinya.”
Di antara sifat mukmin yang terpuji itu adalah ia mendirikan shalat,
menunaikan zakat, taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan melakukan
perintahnya dan menjauhi larangannya.

11. Q.S At-Taubah ayat 122:


tBur □c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rã□ÏÿYu□Ï9 Zp©ù!$□2 4$ *
□wöqn=sù t□xÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%ö□Ïù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ
(#qßg¤)xÿtGu□Ïj9 □Îû Ç`□Ïe$!$# (#râ□É□Yã□Ï9ur óOßgtBöqs%
#s□Î) (#þqãèy_u□ öNÍkö□s9Î) óOßg¯=yès9 □crâ□x□øts□ ÇÊËËÈ
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
TAFSIRANNYA (JALALAIN QURAISH SHIHAB)
Tidak seharusnya semua orang-orang mukmin itu mendatangi
Rasulullah apabila keadaan tidak menuntut untuk itu. Tetapi hendaknya ada
satu golongan yang memenuhi seruan rasul untuk memperdalam ilmu agama
dan berdakwah dengan memberi peringatan dan kabar gembira kepad kaum
mereka saat mereka kembali agar kaum tersebut masih tetap dalam
kebenaran dan menjaga diri dari kebatilan dan kesesatan.
12. Q.S At-Tahrim ayat 6:
pk□□r'¯»t□ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr&$
ö/ä3□Î=÷dr&ur #Y□$tR $ydß□qè%ur â¨$¨Z9$# äou□$yfÏtø:$#ur
$pkö□n=tæ îps3Í´¯»n=tB Ôâ□xÏî ×□#y□Ï© □w tbqÝÁ÷èt□ ©!$#
!$tB öNèdt□tBr& tbqè=yèøÿt□ur $tB tbrâ□sD÷sã□ ÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Qu anfusakum: jadilah dirimu itu pelindung dari api neraka dengan
meninggalkan maksiat.
Waahlikum: membawa keluargamu kepada hal itu dengan nasehat dan
pelajaran.
Al-wakud: kayu bakar.
Al-hijaroh: berhala-berhala yang disembah.
Ghilaz: kesat hati dan tidak mau mengasihi apabila dimintai belas kasihan.
Allah memerintahkan kaum mukmin pada umumnya untuk menjaga
diri dan keluarganya dari api neraka yang kayu bakarnya adalah manusia
dan berhala-berhala. Yang dimaksud dengan keluarga di sini mencakup istri,
anak, budak laki-laki dan perempuan. Dalam ayat ini terdapat isyarat
mengenai kewajiban seorang suami mempelajari fardhu agama yang
diwajibkan baginya dan mengajarkannya kepada mereka.

C. Materi Ayat-Ayat yang Berkenaan dengan Jurusan MD


1. Q.S An-Nisa ayat 58: (menyerahkan amanah atau suatu pekerjaan kepada
orang yang ahli dalam hal itu)
bÎ) ©!$# öNä.ã□ãBù't□ br& (#r□□xsè? ÏM»uZ»tBF{$# #□n<Î)¨ *
$ygÎ=÷dr& #s□Î)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br&
(#qßJä3øtrB ÉAô□yèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt□
ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $Jè□Ïÿx□ #Z□□ÅÁt/ ÇÎÑÈ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.”
TAFSIRANNYA (JALALAIN QURAISH SHIHAB)
Ayat ini turun ketika Ali r.a hendak mengambil kunci ka’bah dari
Utsman bin Talhah penjaganya secara paksa yaitu ketika Rasul datang ke
Mekkah pada tahun pembebasan. Utsman menolak dan berkata bahwa ia
akan memberikan kunci itu jika memang ia tahu kalau Rasul itu memang
Rasulullah, lalu rasul memberikan kunci itu kepada Utsman dan berkata
“Terimalah ini untuk selamanya tiada putus-putusnya”. Utsman merasa
heran dan rasul membacakan ayat ini maka utsman pun masuk Islam.
Meskipun ayat ini diturunkan secara khusus, namun umumnya berlaku
disebabkan persamaan antara keduanya yaitu hukum diantara manusia,
hendaklah diputuskan dengan cara yang adil.

2. Q.S Al-Hasyar ayat 18-19: (Evaluasi)


pk□□r'¯»t□ □úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$#$
ö□ÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£□s% 7□tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$#
4 ¨bÎ) ©!$# 7□□Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ □wur (#qçRqä3s?
tûïÏ%©!$%x. (#qÝ¡nS ©!$# öNßg9|¡Sr'sù öNåk|¦àÿRr& 4 □□Í
´¯»s9'ré& ãNèd □cqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÒÈ
18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
19. dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,
lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah
orang-orang yang fasik.
Maksud ayat 18 adalah perintah untuk melakukan pengawasan dan evaluasi
terhadap apa yang telah kita persiapkan atau yang telah kita kerjakan untuk
bekal di akhirat nanti. Kita juga diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah
dalam melakukan apapun itu karena Allah maha melihat apa yang kita
kerjakan.
Maksud dari Allah melupakan mereka ialah Allah tidak menyukai mereka
dan tidak memberi hidayah kepada mereka sehingga mereka bergelimang
dalam kesesatan, makin lama mereka makin sesat sehingga makin jauh dari
jalan lurus yaitu jalan yang diridhai Allah dan di akhirat Allah pun
melupakan mereka dan tidak menolong mereka dan tidak meringankan
beban mereka sehingga mereka masuk neraka sebagai balasan atas
perbuatan mereka.

Anda mungkin juga menyukai