ِّ اِ ْه ِدنَا
الصَرا َط الْ ُم ْستَ ِقْي َم
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
Yang dimaksud dengan jalan yang lurus dalam ayat ini adalah jalan
yang kalau ditempuh, akan membahagiakan manusia dan kalau dijauhi, akan
mencelakakannya. Maksud ihdinassiratalmustaqim adalah hal-hal yang
mengantarkan kepada kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat yang
meliputi akidah, hukum, akhlak, dan syariat agama. Hidayah artinya adalah
suatu pertanda yang dapat mengantarkan orang kepada hal yang dituju.
Macam-mavam hidayah antara lain:
1.) Hidayah dalam bentuk ilham, yang dirasakan oleh anak kecil sejak ia
dilahirkan seperti membutuhkan makan dan minum.
2.) Hidayah kepada panca indera.
3.) Hidayah kepada akal.
4.) Hidayah berupa agama dan syari’at, dengan hidayah ini seseorang akan
mendapatkan petunjuk. Jika akalnya mampu mengalahkan kemauan
hawa nafsunya, maka akan tampak di mata manusia batasan-batasan dan
syari’at Allah. Kata aamiin berarti istijab (kabulkanlah).
d. Sejarah (meneladani sejarah)
Prinsip sejarah ini dalam surah Al-Fatihah dijelaskan dalam ayat
ketujuh :
ِ ضو ِ ِ
َ ب َعلَْي ِه ْم َوالَ الضَّىالِّنْي ُْ ت َعلَْي ِه ْم َغرْيِ الْ َم ْغ
َ صَرا َط الَّذيْ َن َأْن َع ْم
“(Yaitu) Jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan
mereka yang sesat.”
Ayat ini menjelaskan bahwa dahulu ada umat-umat yang diberi
syari’at oleh Allah sebagai petunjuk (hidayah) bagi mereka dan orang-orang
yang dimurkai. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak menerima
nikmat Allah terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok orang yang
menyeleweng dari kebenaran setelah mengetahui kebenaran itu, dan orang-
orang yang tidak mengetahui perkara sama sekali, atau mengetahui tapi
masih tetap goyah.
Adapun kata aamin secara global bermakna “Kami menghadap
kepada-Mu wahai tuhanku, hanya kepada-Mu lah tempat kembali.” Melalui
ayat ini, Allah menjelaskan bahwa kisah-kisah orang terdahulu adalah
untuk dijadikan nasehat dan pelajaran. Al-fatihah ini menurut jumhur
ulama wajib dibaca dalam shalat dengan landasan hadits riwayat Muslim:
َ صلَّى
ْصاَل ًة مَل َ َصلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق
َ َم ْن: ال ّ ِّ َع ْن َأيِب ْ ُهَر ْيَر َة َع ْن النَّيِب
اج ثَاَل ثًا َغْي ُر مَتَ ٍام ِ ِ ِ ِ
ٌ َي ْقَرْأ فْي َها ب ُِّأم الْ ُق ْرَأن فَ ِه َي خ َد
Artinya : “Diterima dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi Saw berkata :
Barang siapa yang shalat tidak membaca ummu Al-Qur’an - maka
shalatnya itu kurang. Hal ini diucapkan Nabi tiga kali – tidak
sempurna.”
Menurut Mazhab Hanafi tidak wajib dibaca atau boleh diganti
dengan ayat lain namun lebih afdhol membaca al-fatihah. Landasannya Q.S
Al-Muzammil (73) ayat 20:
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Kitab pada ayat ini ditujukan kepada Bani Israil seperti ayat-ayat
sebelumnya dan ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai kitab yaitu
para rahib dan pendeta. Ada sebuah riwayat yang diceritakan oleh Ibnu
Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan rahib-rahib Yahudi
Madinah. Mereka memerintahkan kepada orang-orang yang mereka beri
nasehat secara rahasia agar beriman kepada Nabi Muhammad tetapi mereka
sendiri tidak mengerjakannya.
Di sini Allah mengecam orang-orang yang bersikap bengkok dalam
berbuat, dan selalu mengarah pada kerusakan. Yang dimaksud lupa di sini
ialah meninggalkan. Hal ini karena tabi’at manusia adalah tidak akan
melupakan hal yang baik atau bermanfaat untuk dirinya. Dalam hal ini
mereka tidak akan mau didahului oleh orang lain untuk mendapatkannya.
Dalam ayat ini sengaja diungkapkan dengan perkataan lupa dengan tujuan
mubalagah. Sebab, mereka sudah terlalu tidak memperhatikan terhadap apa
yang seharusnya segera mereka kerjakan. Jadi, seakan-akan ayat ini
mengatakan “Jika kalian yakin terhadap janji dan ancaman kitab, mengapa
kalian melupakan diri kalian?”
Jelas uslub seperti ini mengandung nilai celaan sangat tajam karena
seseorang yang tidak konsekuen dengan apa yang dikatakan, maka hal
tersebut akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Kitab yang
terkandung dalam ayat ini sekalipun pada asalnya hanya ditujukan kepada
kaum yahudi, juga merupakan contoh bagi siapapun. Hendaknya setiap umat
memperhatikan ibarat yang terdapat di dalam ayat ini, kemudian berhati-hati
dalam bertindak jangan sampai memerintahkan orang taat terhadap hal yang
dirinya sendiri tidak kerjakan.
2. Q.S Al-Baqarah ayat 208:
yg□□r'¯»t□ □úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷□$# □Îû$
ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$□2 □wur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz
Ç`»sÜø□¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arß□tã ×ûüÎ7□B ÇËÉÑÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Dalam ayat ini Allah memberi nasehat kepada kita bahwa ciri khas
orang mukmin adalah bersatu dan bersepakat bukan pecah belah dan terbagi-
bagi. Kaaffatan artinya menuruti hukum Allahs secara keseluruhan
dilandasi dengan berserah diri kepada Allah ialah cinta damai dan
meninggalkan pertempuran di antara orang-orang yang sehidayah. Perintah
dalam ayat ini menunjukkan tetap dan abadi.
Janganlah mengikuti jalan syeitan yaitu menimbulkan perpecahan
dalam agama atau pertentangan dan persengketaan. Sebab hal tersebut
adalah langkah setan untuk menyesatkan manusia. Umat yahudi awalnya
adalah umat yang bersatu dan berpegangan dengan satu kitab, kemudian
datanglah hembusan setan sehingga menjadi pecahlah kesatuan mereka dan
bercerai-berai menjadi beberapa sekte dan aliran. Mereka menambahkan
pada kitab suci mereka hal-hal yang mereka buat-buat dan merubah hukum
yang ada padanya sesuai dengan kemauan mereka. Sesungguhnya setan itu
musuh kalian yang jelas dan semua ajakannya batil pula dan membahayakan
bagi orang yang mau berfikir dan merugi akibatnya.
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Dalam ayat terdahulu Allah menerangkan bahwa kebanyakan
manusia tidak memikirkan tanda di langit dan di bumi, yang menjelaskan
bahwa Allah adalah esa dan hanya kepada-Nyalah segala urusan
dikembalikan. Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul supaya
memberitahukan kepada manusia bahwa jalan yang ditempuhnya adalah
dakwah untuk mentauhidkan Allah dan ikhlas beribadah kepada-Nya semata
tanpa patung dan berhala. Dakwah itu dilakukan pula oleh orang-orang yang
mengikutinya berdasarkan hujjah dan keterangan yang nyata.Aku
(rasulullah) mensucikan dan mengagungkan Allah daripada sekutu ataupun
sesembahan yang lain, dan aku melepaskan diri dari orang-orang yang
menyekutukan Allah dan aku tidak termasuk golongan mereka dan mereka
tidak termasuk golonganku.
9. Q.S An-Nahl ayat 125:
äí÷□$# 4□n<Î) È@□Î6y□ y7În/u□ ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï□»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }□Ïd
ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u□ uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã
¾Ï&Î#□Î6y□ ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏ□tGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.”
TAFSIRANNYA (AL-MARAGI)
Al-hikmah: perkataan yang kuat disertai dengan dalil yang menjelaskan
kebenaran, dan menghilangkan kesalahpahaman.
Mau’izatul hasanah: dalil-dalil yang bersifat zanni yang dapat memberi
kepuasan kepada orang awam.
Al-jadal: percakapan atau perdebatan untuk memuaskan penentang.
Allah menggariskan landasan dakwah rasulullah yaitu hikmah, pemberian
pelajaran yang baik dan bantahan dengan cara yang baik.
10. Q.S At-Taubah ayat 71:
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!
$u□Ï9÷rr& <Ù÷èt/ 4 □crâ□ßDù't□ Å$rã□÷èyJø9$$Î/
tböqyg÷Zt□ur Ç`tã Ì□s3ZßJø9$# □cqßJ□É)ã□ur no4qn=¢Á9$#
□cqè?÷sã□ur no4qx.¨□9$# □cqãè□ÏÜã□ur ©!$# ÿ¼ã&s!qß□u□ur
4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷□z□y□ ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# î□□Í□tã
ÒO□Å3ym ÇÐÊÈ
Artinya: “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada
Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
TAFSIRANNYA (IBNU KATSIR)
Dalam ayat ini Allah menyebut bahwa sifat orang-orang mukmin
yang terpuji, di antaranya sifat tolong menolong dan bantu-membantu,
sebagaimana sabda Rasulullah: