Oleh:
KELOMPOK SUNAN GRESIK
X MIPA 7
BAB I : PEMBAHASAN
A. Kandungan Al-Qur’an…………………………………………………...3
B. Asas Al – Qur’an Dalam Menetapkan Hukum………………………...8
BAB II : PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………………….13
B. SARAN…………………………………………………………………..13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..14
2
BAB I
BAGIAN ISI
A. Kandungan Al – Qur’an
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih
23 tahun kepada Nabi Muhammad SAW. Terdiri dari 30 juz dan 114 surat.
Pokok kandungan Al – Qur’an meliputi hal, sebagai berikut :
1. Aqidah
Aqidah adalah hal dasar dalam keimanan seseorang. Dalam
Al-Quran juga dijelaskan dengan tersirat maupun tersurat untuk
menjadi petunjuk bagi yang mengimami-Nya. Jika dilihat dari segi
bahasa (etimologis) aqidah berasal dari bahasa Arab yang
1
bermakna ikatan, sangkutan atau menyimpulkan sesuatu. (Ohan
Sujana, Fenomena Aqidah Islamiyah berdasarkan Quran dan
Sunnah (Jakarta : Media Dakwah, 1994), 8)
Secara istilah (terminologis), beberapa
ulamamengemukakan sebagai berikut: menurut Hasan Al-Banna
‘aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang
wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman
jiwa menjadi keyakinan yang bercampur sedikitpun dengan keragu-
raguan.2 (Ohan Sujana, Fenomena Aqidah Islamiyah …, 10 – 13)
Inti pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid, yakni
keyakinan bahwa Allah Maha Esa. Setiap Muslim wajib meyakini
ke-Maha Esaan Allah. Orang yang tidak meyakini ke-Maha Esaan
Allah SWT berarti ia kafir, dan apabila meyakini adanya Tuhan
selain Allah SWT dinamakan musyrik.
2. Tauhid
Tauhid merupakan dasar agama Islam yang secara persis
diungkapkan dalam frasa “Lā ilāha illallāh” (tidak ada tuhan
kecuali Allah). Tauhid murni menurut petunjuk Al-Quran bahwa
3
Allah itu Maha Esa ditinjau dari segi zat dan sifat-Nya, penciptaan-
Nya dan objek peribadatan dan pengabdian terhadap-Nya.3 (Lihat,
Muhammad Abu Zahrah, Al – Aqidah Al – Islamiyyah Kama Ja’a
biha Al – Qur’an Al – Karim (Kairo : Majma Al – buhus Al –
Islamiyyah, 1969), 20 – 21)
Menurut bahasa, tauhid adalah bentuk masdar dari fi'il
wahhada-yuwahhidu yang artinya menjadikan sesuatu jadi satu
saja. Dalam konsep Islam tauhid adalah konsep dalam akidah Islam
yang menyatakan keesaan Allah.
Makna Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-
satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya.
Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal
yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa
Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk
Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan
Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Mengesankan Allah merupakan visi utama dari ajaran
Islam. Pada saat Al – Qur’an diturunkan kebanyakan masyarakat
Quraisy dalam kondisi menyembah berhala. Doktrin Tauhid yang
sudah dibawa Nabi Adam a.s. dan dilanjutkan oleh para nabi
sesudahnya telah banyak dilanggar manusia dan Al – Qur’an
membawa misi mengembalikan kepercayaan dan keimanan
manusia pada Tauhid.
3. Ibadah
Kata ibadah secara etimologi yakni merendahkan diri serta
tunduk. Adapun secara terminology ada beberapa definisi dengan
tujuan yang sama pula, seperti :
a. Ibadah adalah taat kepada Allah SWT dengan
melaksanakan perintah-Nya sebagaimana perintah yang
telah diturunkan kepada Rasul-Nya untuk disebarkan
kepada umat-Nya.
4
b. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah SWT, yaitu
dengan tingkatan tunduk yang sangat tinggi yang ditambah
dengan rasa kecintaan (mahabbah) yang tinggi pula.4
(Karman, Materi Al – Qur’an (Jakarta : Hiliana Press,
2014), 23)
Ibadah dalam hal ini dipahami sebagai aktivitas yang
menghidupkan tauhid dalam hati serta meresapkannya ke dalam
jiwa. Eksistensi manusia di muka bumi karena kuasa Allah SWT.
Kuasa Allah sebagai pencipta menjadikan-Nya satu-satunya zat
yang pantas untuk disembah.
Untuk itu setiap manusia diperintahkan untuk menyembah
Allah dengan melakukan ibadah. Artinya, manusia diperintahkan
untuk menyembah atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT
dengan tunduk, taat, dan patuh kepada-Nya.
Ibadah pada dasarnya merupakan manifestasi rasa syukur
pada Allah SWT dan sebagai konsekuensi menjadi khalifah di
muka bumi. Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a. Ibadah mahdah
Ibadah mahdah artinya ibadah khusus yang tata caranya
sudah ditentukan, seperti : shalat, puasa, zakat dan haji.
5
mereka memiliki arah tujuan hidup yang jelas, kemana ia harus
melangkah, kapan ia harus melangkah, kapan ia harus berhenti dan
kapan ia harus berjalan. Termasuk bentuk konsekwensi keimanan
kepada Allah dan rasul-Nya adalah membenarkan apa – apa yang
dikabarkan. Dan salah satu diantaranya adalah ayat – ayat janji dan
ancaman yang bermakna menerima, menghargai, dan
menghormati.5 (Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali Al –
Abdul Lathif, Pembatal Keislaman, Pustaka Sahfa, Jakarta cet III,
th 2011, hal 328)
Termasuk beriman kepada ayat – ayat janji dan ancaman
adalah mempercayai keberadaan surge dan neraka. Keduanya
merupakan makhluk. Allah ciptakan sebagai bentuk balasan
terhadap semua perbuatan hamba sewaktu hidup di dunia. Surga
merupakan sebuah tempat yang penuh dengan berbagai
kebahagiaan, yang Allah persiapkan untuk hambanya yang
beriman dan bertaqwa, di dalamnya telah dipersiapkan dengan
berbagai kenikmatan – kenikmatan yang belum pernah dipandang,
belum pernah didengar dan juga belum pernah terbayangkan oleh
lubuk hati manusia. Neraka merupakan tempat adzab dan siksaan,
yang Allah persiapkan bagi para hambanya yang kafir lagi dzalim,
di dalamnya penuh dengan berbagai siksaan yang tidak
terbayangkan oleh hati manusia.6 (Syeikh Muhammad Sholih Al
Ustaimin, Akidah Ahlusunnah wal jamaah, Departemen
Pendidikan kerajaan Saudi arabiyah, th 1404, hal 29) Dan para
penghuni surga dan neraka kekal di dalamnya untuk selama –
lamanya.7 (Syeikh Muhammad Sholih Al Ustaimin, Akidah
Ahlusunnah wal jamaah, Departemen Pendidikan kerajaan Saudi
arabiyah, th 1404, hal 30)
6
mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, ada pula yang
mengatur hubungan sesama manusia.
Dalam Al-Qur’an, kata bahagia merupakan terjemahan dari
kata sa’id, sementara kata sengsara yang merupakan lawan kata
dari bahagia adalah terjemahan dari Saqiy. Selain kata Sa’id, kata
Falah, najat, dan najah juga digunakan al-Qur’an dalam makna
bahagia. Al-qur’an menjelaskan bahwa bahagia akan diperoleh
oleh seseorang apabila ia beriman dan berbuat baik.
Kebahagiaan yang diterima oleh manusia tidak hanya di
dunia tapi juga diakhirat. Bentuk kebahagiaan di dunia bisa berupa
kelebihan dan keberkahan rizki, tercapainya cita-cita, sehat fisik,
dan lain-lain. Sedangkan kebahagiaan di akhirat berupa tidak
mendapat siksa kubur, terbebas dari api neraka dan masuk surga.
7
berikut:9(Ahmad Izzan, Ulumul Quran “telaah tekstualitas dan
kontekstualitas Al - Quran” (Bandung. Tafakur : 2013). 219)
Menetapkan keberadaan wahyu dan kerasulan
Menerangkan bahwa agama yang dibawa para nabi dan
rasul adalah dari Allah SWT, sejak nabi Nuh hingga Nabi
Muhammad SAW.
Menerangkan bahwa cara yang ditempuh dalam berdakwah
satu jalan dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya
pun juga serupa
Menerangkan dasar yang sama antara agama yang dibawahi
oleh Nabi Muhammad SAW dan agama yang digagas oleh
nabi Ibrahim A.S secara khusus. Juga agama – agama bani
israil dan menerangkan bahwa hubungan tersebut lebih erat
daripada hubungan yang umum antara semua agama.
Keterangan ini dikatakan secara berulang – ulang dalam
cerita nabi Ibrahim, Musa, dan Isa a.s.
8
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang
dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan
kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.
Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami.
Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi
orang-orang kafir.”
Di dalam Q.S. Al-Baqarah/2:185, Allah SWT, berfirman :
Artinya :
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu.”
9
e. Ketika dalam keadaan terpaksa yang mengancam nyawa,
dibolehkan memakan makanan yang haram
2. Sedikit Pembebanan
Firman Allah SWT. Dalam Q.S Al-Maidah/5: 101 menyatakan :
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya
ketika Al-Qur'an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan
kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu.
10
sedikit agar hukum Allah jelas, mudah diterima, dan agama Allah
menjadi sempurna.
Sebagai contoh hukum dalam masalah haramnya minuman
keras, proses pengharamannya tidak sekaligus tetapi berangsur –
angsur. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al – Baqarah/2:219 :
Artinya :
Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang
khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar
dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar
daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu
(tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah,
“Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan,
Berikutnya Allah SWT menurunkan Q.S. An – Nisa/4:43 sebagai
fase keduayang berbunyi :
11
Artinya :
Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati
salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa
yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika
kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja,
sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau
sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha
Pemaaf, Maha Pengampun.
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman
keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib
dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan
setan.Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu
beruntung.
12
BAB II
BAGIAN KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih
23 tahun kepada Nabi Muhammad SAW. Yang terdiri dari 30 juz dan 114
surah. Dimulai dengan surah Al – Fatihah dan diakhiri surah An – Nas.
Al-Qur’an menjelaskan tentang aqidah, tauhid, ibadah , janji dan
ancaman, kisah – kisah tentang orang beriman serta menetapkan hukum
yang harus dipatuhi oleh manusia. Oleh karena itu Al-Quran bisa di sebut
pedoman hidup manusia.
Ada pula beberapa asas yang diterapkan Al- Qur’an dalam
menetapkan hukum, yaitu :
a. Meniadakan Kesulitan
b. Sedikit Pembebanan
c. Bertahap dalam Penetapan hukum
B. Saran
Makalah yang kami kerjakan tentulah masih sangat banyak
kekurangan, yang mencakup ide, sistematika penulisan serta pemilihan
kata-kata. Berdasarkan hal ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Tentunya, kami akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggungjawabkan
nantinya.
13
Daftar Pustaka
9
Ahmad Izzan, Ulumul Quran “telaah tekstualitas dan kontekstualitas Al -
Quran” (Bandung. Tafakur : 2013). 219
4
Karman, Materi Al – Qur’an (Jakarta : Hiliana Press, 2014), 23
3
Lihat, Muhammad Abu Zahrah, Al – Aqidah Al – Islamiyyah Kama Ja’a
biha Al – Qur’an Al – Karim (Kairo : Majma Al – buhus Al – Islamiyyah,
1969), 20 – 21
8
Manna’ Khalil Al – Qattan, Studi Ilmu – Ilmu Al – Qur’an (Bogor, Pustaka
Litera AntarNusa : 2009), 436
1
Ohan Sujana, Fenomena Aqidah Islamiyah berdasarkan Quran dan Sunnah
(Jakarta : Media Dakwah, 1994), 8
2
Ohan Sujana, Fenomena Aqidah Islamiyah …, 10 – 13
5
Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali Al – Abdul Lathif, Pembatal
Keislaman, Pustaka Sahfa, Jakarta cet III, th 2011, hal 328
6
Syeikh Muhammad Sholih Al Ustaimin, Akidah Ahlusunnah wal jamaah,
Departemen Pendidikan kerajaan Saudi arabiyah, th 1404, hal 29
7
Syeikh Muhammad Sholih Al Ustaimin, Akidah Ahlusunnah wal jamaah,
Departemen Pendidikan kerajaan Saudi arabiyah, th 1404, hal 30
14