NIM : 21223010
PROGRAM PASCASARJANA
1444 H / 2023 M
A. Pengertian Iman, Islam Dan Ihsan
1. Pengertian Iman
Pengertian kata Iman secara bahasa dan pengertian sebagaimana yang
terdapat dalam Alquran dapat dilihat pada penjelasan berikut, secara bahasa, Iman
biasanya diartikan diartikan dengan percaya atau mempercayai. Dilihat dari akar
katanya (a-m-n), Iman berarti ‚merasa aman dalam diri seseorang dan tidak ada
gangguan dalam diri seseorang‛. Kedua arti di atas sama dengan istilah
muthma’in, yaitu seseorang yang merasa lega dan puas terhadap dirinya. Iman
berarti ‚menyimpan sesuatu pada orang lain untuk diamankan ( Q.S Al-Baqarah:
283). Dalam Q.S An-Nisa: 58 dan Al-Ahzab: 72, Amanah berarti simpanan yang
aman. Iman berarti aman dari bahaya ( Q.S An-Nisa: 83 dan Q.S Al-Baqarah:
125).Dari penjelasan di atas, inti dari arti kata Iman adalah kedamaian dan
keamanan. Iman bisa diartikan menjadi sangat aman, dalam Q.S Al-A’raf: 97-
99.Dalam Q.S Yunus: 83 dan Q.S An-Nuur: 26, kata aman diikuti dengan li
(kepada, untuk) yang diartikan ‚mengikuti seseorang atau menyerahkan diri pada
orang lain. Namun dalam bahasa Alquran dan Bahasa Arab pada umumnya
menggunakan bi yang akan berarti telah beriman atau percaya kepada obyek
utama yaitu Tuhan. Jika obyeknya Alquran maka artinya menjadi percaya bahwa
Alquran adalah kalam Tuhan, jika objeknya nabi maka artinya menjadi percaya
baha nabi adalah utusan Tuhan.
Dalam hal ini, pengertian Iman beralih dari merasa aman menjadi percaya
kepada, maka Iman sendiri dapat diartikan Barangsiapa yang percaya kepada
Tuhan, maka tidak akan merasa aman. Artinya, jika seseorang tidak mengakui
Tuhan atau tidak memiliki keimanan terhadap-Nya dan terhadap hal-hal lain
turunan dari keimanan pada Tuhan ini (kebenaran tentang Kitab Suci, dll) maka di
dalam hatinya tidak mungkin merasa aman, damai, integral, dll.
2. Pengertian Islam
3. Pengertian Ihsan
Menurut pengertian ihsan seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW
menerusi hadis Abu Hurairah ini, iaitu seseorang menyembah Allah SWT seolah-
olah dia melihatNya. Jika dia tidak berupaya untuk melihat Allah SWT, maka
1
Konsep Iman, Islam Dan Taqwa (Analisis Hermeneutika Dilthey Terhadap Pemikiran
Fazlur Rahman), Vol.14 No.2 Desember 2018 :209-241
sesungguhnya Allah SWT melihat segala amal perbuatannya. Menyembah Allah
SWT berarti mengabdikan diri kepadanya dengan ibadah menurut kaedah dan
cara yang sebaik-baiknya sama ada pada zahir (perbuatan lahiriah) atau batin iaitu
ikhlas pada niat. Menurut (Ibn Manzur, t.th: 13/114), lawan perkataan ihsan
adalah keburukan. Dalam konteks ini, ihsan hendaklah dilakukan dengan berserta
rasa keihklasan yaitu syarat kepada sahnya iman dan Islam. Setiap amal yang
tidak ikhlas, tidak dinamakan ihsan dan keimanan yang tidak disertakan dengan
ikhlas, belum dinamakan beriman. Ibadah yang dilaksanakan menurut hakikat
ihsan hanya ditumpukan dan dikeranakan oleh Allah SWT semata-mata. Tidak
disertakan niat kerana tujuan-tujuan lain atau untuk sesyatu yang lain. Kesan dari
sikap ihsan ini menyebabkan seseorang merasa lebih bertanggungjawab di atas
ibadahnya sehingga dia melakukan sesuatu ibadah dengan penuh kejujuran sama
ada ketika berada di khalayak ramai atau ketika bersendirian. Ini karena dia
merasa yakin bahawa segala yang dikerjakannya itu dilihat oleh Allah SWT yang
menyebabkannya merasa malu jika ibadah yang dilakukannya itu sekadar
melepaskan tanggungjawab di dunia sahaja (Mustafa, 2009: 112-113). Menurut
Imam Al-Nawawi, Rasullulah SAW memberikan penjelasan mengenai ihsan
dalam beribadah dengan tujuan agar setiap muslim melakukan ibadah dengan
penuh ikhlas, patuh, penuh ketundukan dan khusyu’ apabila seolah-oleh melihat
Allah SWT di hadapan mereka. Perasan melihat Allah SWT dapat menghasilkan
rasa kehambaan dan bersungguh-sungguh dalam beribadah serta menunaikan hak-
hakNya dengan tujuan untuk menghampirkan diri kepadaNya. Manakala di dalam
Al-Quran, terdapat banyak ayat yang di sebut oleh Allah SWT mengenai ihsan (
)إحسانiaitu pada surah Al-Baqarah ayat 178 dan 229, ayat 100 surah Taubah, ayat
9 surah Al-Nahl dan surah Al-Rahman pada ayat 55 (dua kali). Bagi perkataan
ihsanan ()إحسانا, juga terdapat sebanyak enam tempat iaitu pada ayat 83 surah Al-
Baqarah, ayat 36 dan 62 surah Al-Nisa, ayat 151 surah Al-An’am, ayat 23 surah
Al-Isra’ dan ayat 15 surah Al-Ahqaf. Merujuk kepada orang yang melakukan
kebaikan terdapat sekurang-kurangnya 28 tempat telah digunakan untuk
menyebutkan sifat atau ciri-ciri orang yang melakukan ihsan.
Maka dapat difahami di sini dua perkara. Pertama, ihsan dalam ibadah adalah
melakukan sesuatu ibadah dengan penuh ikhlas, bersungguh dan memenuhi
rukun, cara, kaedah yang telah ditetapkan oleh syarak. Kedua, ihsan dalam makna
yang lebih luas adalah melakukan kebaikan kepada diri dan orang lain yang
merentasi kesempurnaan dan kemuliaan akhlak seperti yang ditunjukkan oleh
Rasulullah SAW.
Dari penjelasan diatas maka bisa kita ketahui bahwa perbedaan antara iman,
islam dan ikhsan adalah iman merupakan keyakinan dan kepercayaan, sedangkan
islam merupakan bentuk dari pengamalaan serta pembuktian dari iman, dan
ikhsan merupakan etika dalam menjalani keyakinan ini. Kemudian iman lebih
kepada hati, islam lebih kepada perbuatan dan ikhsan adalah akhlak yang
terbentuk dari iman dan islam.
1. Definisi Al-Quran
Secara bahasa diambil dari kata: ر اPP ق- يقرا- قراة- وقراناyang berarti sesuatu
yang dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada umat Islam untuk
membaca Alquran. Alquran juga bentuk mashdar dari راةPPP القyang berarti
menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan demikian sebab seolah-olah Alquran
menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib sehingga tersusun
rapi dan benar.2 Oleh karena itu Alquran harus dibaca dengan benar sesuai sesuai
dengan makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga dipahami, diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari dengan tujuan apa yang dialami masyarakat untuk
menghidupkan Alquran baik secara teks, lisan ataupun budaya.
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta
Media), h. 262. 2000.
Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT. Yang disampaikan oleh
Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi
Muhammad SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi
tanpa ada perubahan
2. Fungsi Al-Quran
Alquran merupakan kitab suci umat Islam yang memiliki banyak manfaat bagi
umat manusia. Alquran diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh manusia melalui
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul yang dipercaya
menerima mukjizat Alquran, Nabi Muhammad SAW menjadi penyampai,
pengamal, serta penafsir pertama dalam Alquran. Fungsi Alquran antara lain: Al-
Huda (petunjuk), Asy-Syifa, Al-Furqon (pemisah), Al-Mu’izah (nasihat).3
C. Definisi Hadits Menurut Ulama Hadits, Menurut Ulama Fiqih Dan Fungsi
Hadits Terhadap Al-Quran Dan Macam-Macam Hadits
3
Dini lidya, Fungsi Al-Qur’an, http://dalamislam.com/landasan-agama/al-quran/fungsi-al-
quran-bagi umat manusia, diakses pada tanggal 02 mei 2017
4
Sori Monang Rangkuti dan Ernawati Br. Ginting, Hadis Civilitation, (Medan: Manhaji,
2018), h. 1
Ulama hadis menerangkan bahwa yang termasuk “hal ihwal” ialah segala
pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah,
karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya. Ahli hadis yang lain
menyatakan bahwa hadis merupakan segara sesuatu yang bersumber dari Nabi
SAW. Selain Al-Qur’an yang berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir-nya, yang
berkaitan dengan hokum syara’. Yang dimaksud dengan hukum syara’ adalah
mengenai tingkah laku manusia yang berkaitan dengan perintah, larangan, dan
pilihan-pilihan yang termuat dalam hukum taklifi.
Menurut Ibn As-Subki sebagaimana dikemukakan oleh Suyuki Ismail,
hadis adalah sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Adapun menurut Ibn
As-Subki, taqrir tercakup dalam af’al atau perkataan Nabi. Oleh karena itu,
tidakperlu dinyatakan pada definisinya. Pada umumnya, ulama hadis memberi
pengertian bahwa yang dimaksud dengan hadis adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhamamd SAW, baik berupa perkataan (qauly),
perbuatan (fi’ly), ketetapan (qaula), dan ketetapan (taqiri).
2. Definisi Hadits Menurut Ulama Fiqih
Menurut ulama fikih memandang pengertian hadits hanya yang terkait dengan
hukum syara`, yakni segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi yang terkait
dengan hukum.
4. Macam-Macam hadits
a. Berdasarkan tingkat keaslian hadist
Hadits sahih, hadits sahih adalah tingkatan tertinggi penerimaan pada
suatu hadits.
Hadist hasan, macam-macam hadist yang lainnya adalah hadist hasan. jika
hadist yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan
pada rawi-rawinya. misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun
tidak sempurna ingatannya. namun matanya tidak syadz atau cacat.
hadist dhaif, hadist dhaif adalah hadist yang sanadnya tidak bersambung
(dapat berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas,
munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau
tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
hadist maudlu’, hadist dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai
sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
5
Hamdani Khairul Fikri, Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur`An, Tasâmuh, Volume 12, No. 2,
Juni 2015, h. 180
Hadist mauquf, hadist mauquf adalah hadist yang sanadnya terhenti pada
para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun
perbuatan yang menunjukkan derajat marfu.
Hadist maqthu’, hadist maqthu’ diartikan sebagai hadist yang sanadnya
berujung pada para tabi'in (penerus) atau sebawahnya.
Hadist Musnad, hadist yang tergolong musnad jika urutan sanad yang
dimiliki tidak terpotong pada bagian tertentu. urutan penutur
memungkinkan terjadinya penyampaian hadits berdasarkan waktu dan
kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan
menyampaikan hadist. hadits ini juga disebut muttashilus sanad atau
maushul.
Hadist Munqathi, hadist ini berarti jika sanad putus pada salah satu
penutur, atau pada dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
Hadist mu’dlal, hadist mu'dlal berarti jika sanad terputus pada dua
generasi penutur berturut-turut. dan hadist mu’allaq, jika sanad terputus
pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya.
Hadist Mudallas, untuk hadist ini dapat dicontohkan, bila salah satu rawi
mengatakan "..si a berkata .." atau "hadist ini dari si a.." tanpa ada
kejelasan "..kepada saya.."; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa hadist
itu disampaikan kepadanya secara langsung. bisa jadi antara rawi tersebut
dengan si a ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam
sanad. hadist ini disebut juga dengan hadist yang disembunyikan cacatnya
karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah
tidak ada cacatnya. padahal sebenarnya ada, atau dengan kata lain
merupakan hadist yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
d. Berdasarkan jumlah penutur
DAFTAR PUSTAKA
6
Muhamad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), H. 125
Al-Maliki, Muhamad Alawi. Ilmu Ushul Hadits. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009.
Fikri, Hamdani Khairul. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur`An, Tasâmuh, Volume 12,
No. 2, Juni 2015.
Konsep Iman, Islam Dan Taqwa (Analisis Hermeneutika Dilthey Terhadap Pemikiran
Fazlur Rahman), Vol.14 No.2 Desember 2018.
Rangkuti, Sori Monang dan Ernawati Br. Ginting. Hadis Civilitation. Medan:
Manhaji, 2018.