1
ت أ َ ْع َما ِلنَا َ َو,ور أ َ ْنفُ ِسنَا
ِ سيِئ َا ِ ش ُر َّ ِ َونَعُوذُ ب,ُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُره,ُ َونَ ْست َ ِعينُه,ُ نَحْ َمدُه,ِإِ َّن ْال َح ْمدَ ِ َّّلِل
ُ اّلِلِ ِم ْن
َوأ َ ْش َهدُ أ َ َّن,َُّللاُ َوحْ دَهُ الَ ش َِريْكَ لَه َّ َّ َوأ َ ْش َهدُ أ َ ْن الَ إِلَهَ إِال,ُِي لَه
َ ض ِل ْل فَالَ هَاد ْ ُ َو َم ْن ي,ُض َّل لَه ِ َّللاُ فَالَ ُم َّ َم ْن يَ ْه ِد ِه
سولُه ُ ع ْبدُهُ َو َرَ ُم َح َّمدًا
Di dalam surat al-Fatihah terkandung pelajaran tauhid. Sebagaimana telah dijelaskan para
ulama bahwa tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan-
Nya. Kekhususan Allah itu terbagi tiga; rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa sifat. Surat Al-
Fatihah telah menyimpan faidah dan pelajaran mengenai ketiga macam tauhid ini.
Di dalam ayat yang berbunyi ‘alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’ terkandung tauhid rububiyah.
Di dalam ayat yang berbunyi ‘ar-rahmanir rahiim’ dan ‘maaliki yaumid diin’ terkandung
tauhid asma’ wa shifat. Di dalam ayat yang berbunyi ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’
terkandung tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah (lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan
hafizhahullah dalam Syarh Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah di dalam Silsilah Syarh
Rasa’il, hal. 181).
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah mengatakan bahwa dalam ayat ini terkandung
makna mahabbah (cinta). Karena Allah itu pemberi berbagai macam nikmat sehingga Allah
itu dipuji dan disanjung. Setiap yang memberi nikmat atau kebaikan akan disanjung sesuai
kadar nikmat yang diberikan. Allah itu juga dipuji karena zat, nama, sifat dan perbuatan-Nya
yang mulia. Sehingga itulah yang membuat Allah itu dicinta.
Ayat selanjutnya dari surat Al Fatihah membicarakan mengenai rukun ibadah lainnya yaitu
roja’ (harap) dan khouf (takut). Setelah faedah sebelumnya kita membahas rukun ibadah,
mahabbah (cinta).
Ayat yang dimaksud dan merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya adalah,
2
)4( ين
ِ ) َما ِل ِك َي ْو ِم ال ِد3( الر ِح ِيم
َّ الرحْ َم ِن
َّ
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan” (QS. Al
Fatihah: 3-4)
Ayat ‘arrahmanirrahim’ berisi kandungan roja’, yaitu mengharap rahmat Allah. Karena
jika Allah itu Maha Pengasih, tentu akan diharap rahmat-Nya. Berarti ayat ini menetapkan
rukun ibadah, yaitu roja’.
Sedangkan ayat selanjutnya ‘maaliki yaumiddin’ berisi kandungan khouf, yaitu takut pada
Allah. Dan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah takut akan hari kiamat bagi hamba
yang penuh dosa.
Sehingga dari tiga ayat yang telah kita bahas, ayat ‘alhamdulillahirrabbil ‘alamiin’ terdapat
kandungan mahabbah (cinta), lalu ayat ‘arrahmanir rahiim’ terdapat kandungan roja’
(harap), sedangkan ayat ‘maaliki yaumiddin’ terdapat kandungan khouf (takut). Tiga hal ini
dinamakan dengan pokok ibadah atau rukun ibadah. Setiap orang yang ingin beribadah tidak
boleh mencukupkan pada salah satunya, tetapi harus ketiga-tiganya.
3)Perintah beribadah kepada ALLAH Ta’ala semata dan larangan berbuat syirik
kepadaNYA.
Berikut ayat yang kita kaji faedahnya kali ini,
Dalam ayat iyyaka na’bud, hanya kepadaMu-lah kami beribadah terdapat kandungan tauhid
uluhiyah atau tauhid ibadah. Sedangkan dalam ayat iyyaka nasta’in (hanya kepadaMu-lah
kami meminta pertolongan) terdapat kandungan tauhid rububiyah.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah adalah
mengesakan Allah dalam perbuatan hamba yaitu ibadah hanya ditujukan pada Allah saja.
Kandungan tauhid ini terdapat dalam iyyaka na’budu karena ayat ini berarti kita hanya
menyerahkan ibadah kepada Allah saja.
Adapun tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam perbuatan Allah, yaitu dalam hal
penciptaan, pemberian rizki, pengatur alam semesta, dan penguasa jagad raya. Dan memberi
pertolongan termasuk dalam perbuatan Allah. Pembahasan tauhid rububiyah ini terdapat
dalam iyyaka nasta’in karena ayat ini berarti kita hanya meminta pertolongan pada Allah
semata. Sehingga dalam ayat kelima dari surat Al Fatihah terdapat kandungan dua macam
3
tauhid yaitu tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah. Sehingga kita mesti mengesakan Allah
dalam ibadah dan juga dalam perbuatan Allah.
“Tunjukilah (berilah hidayah) kami jalan yang lurus” (QS. Al Fatihah: 6).
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.” (QS. Al Fatihah: 6-7).
Referensi:
Syarh Ba’du Fawaidh Surotil Fatihah, - Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al
Fauzan, terbitan Dar Al Imam Ahmad.