Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TAFSIR TARBAWI

Q.S AL-FATIHA TENTANG MEMAHAMI SIFAT-SIFAT ALLAH


Dosen Pengampu: Dr. H. Bustami Saladin, M.A

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV

TARA SULISTIA ( 200601032 )


MUHAMMAD MUHSANA EFENDI ( 200601044 )

PRODI ILMU QUR’AN DDAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarokaatuh.

Alhamdulillah Puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang


telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Q.S. Al-FATIHAH TENTANG
MEMAHAMI SIFAT-SIFAT ALLAH”

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Ayat-
ayat tarbawi”. Dalam membuat makalah ini, dengan keterbatasan ilmu
pengetahuan yang kami miliki. Kami berusaha mencari sumber data dari berbagai
sumber informasi. Kegiatan penyusunan makalah ini memberikan kami tambahan
ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan kami.

Dan bagi para pembaca makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan makalah ini, semoga ALLAH SWT senantiasa meridhoi segala usaha
kita. Aamiin.

Mataram, 18 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
COVER .........................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB I PENDAHULIAN
A. Latar Belakang ........................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
C. Tujuan Masalah .......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Surah AL-fatiha..................................................................
B. Asbabun Nuzul Surah Al-Fatiha ........................................................
C. Tafsiran Surah Al-Fatiha 1-7 Tentang memahami sifat-sifat Allah
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Fatihah merupakan surah mulia yang terdiri dari tujuh ayat


berdasarkan konsensus kaum muslimin. Ia dinamakan Al-Fatihah (pembuka)
karena kedudukannya sebagai pembuka semua surah yang terdapat dalam Al-
Quran. Al-Fatihah diletakkan pada lembaran awal untuk menyesuaikan urutan
surah dan bukan berdasarkan urutan turunnya. Walaupun Al-Fatihah hanya
terdiri dari beberapa ayat dan sangat singkat namun Al-Fatihah telah
menginterpretasikan makna dan kandungan Al-Quran secara komprehensif.1

Al-Fatihah juga mengandung dasar-dasar Islam yang disebutkan secara


global, pokok dan cabang agama, akidah, ibadah, tasyri’, keyakinan akan hari
akhir, iman kepada sifat-sifat Allah, menunggalkan Allah dalam hal beribadah,
memohon pertolongan, berdoa, meminta hidayah untuk berpegang teguh
kepada agama yang benar dan jalan yang tidak menyimpang, diteguhkan dan
dikokohkan untuk senanatiasa berada di atas jalan iman dan manhaj orang-
orang yang shaleh, memohon perlindungan agar terhindar dari jalan orang-
orang yang sesat.

Di dalam ayat yang terakhir dari surah Al-Fatihah menunjukkan ada tiga
golongan manusia. pertama, manusia yang diberi nikmat mun’am’alaihim.
Kedua, manusia yang dimurkai (al-maghdlūb ’alaihim). Ketiga, manusia yang
sesat (al-dlāllīn). Orang-orang yang dimurkai sebenarnya termasuk sesat juga.
Sebab, saat mencampakkan kebenaran, mereka telah berpaling dari tujuan yang
benar dan menghadap ke arah yang keliru. Mereka tidak akan sampai pada
tujuan yang diinginkan dan tidak akan pernah mendapatkan untuk memperoleh
yang dikehendaki.

1
Muhammad Syatha’, Di Kedalaman Samudra Al-Fatihah, Mirqat, Jakarta, 2008, hlm. 1-
2.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Surah Al-Fatihah?
2. Bagaimana Asbabun Nuzul Surah Al-Fatihah?
3. Bagaimana penafsiran Surah Al-Fatiha 1-7 Tentang memahami sifat-sifat
Allah?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah, selain untuk memenuhi tugas dari
Bapak dosen, juga untuk menambah ilmu dan pengetahuan kita terkait Tafsir
Surah Al-Fatihah tentang memahami sifat-sifat Allah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Fatihah

Surah ini dinamai Al-Fatihah karena ia merupakan surah pertama ditulis


di dalam al-Qur’an. Selain itu, karena surah ini selalu mengawali setiap
shalat2. Surah al-Fatihah adalah suatu surah yang sangat mulia dan memiliki
banyak kemulian3. Nama al-Fatihah sebetulnya kependekan dari fatihah al-
kitab atau fatihat al-Qur’an. Nama ini disepakati semua mazhab. Dinamai al-
Fatihah karena menjadi pembuka untuk al-Qur’an4.

Kata Al-Fatihah berasal dari bahasa Arab dari kata ‫فتحا–یفتح–فتح‬


yang artinya membuka atau keterbukaaan5. Keterbukaan ialah menghilangkan
ketertutupan dan kesulitan. Ada dua macam keterbukaan: pertama,
keterbukaan yang dapat dilihat dengan mata lahir, seperti terbukanya pintu
dan sejenisnya, dan seperti terbukanya kunci, penutup, dan barang-barang.
Kedua, keterbukaan yang dapat dilihat dengan mata batin, seperti terbukanya
dari kesulitan6.

B. Asbabun Nuzul (Sebab-sebab turunnya) Surah Al-Fatihah

Sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin Abi Tholib mantu Rasulullah


Muhammad saw: “Surah al -Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan di bawah
‘arsy’ Riwayat lain menyatakan, Amr bin Shalih bertutur kepada kami: “Ayahku
bertutur kepadaku, dari al-Kalbi, dari Abu Salih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi
berdiri di Mekah, lalu beliau membaca, Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.

2
M. Abdul Ghoffar, Tafsir Ibnu Katsir,(Kairo: Mu-Assasah Daar Al-Hilaal, 1994), h. 7.
3
arwis Abu Ubaidah, Tafsir Al-Asas,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 14.
4
Jalaluddin Rakhmat, Tafsir Sufi Al-Fatihah,(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2000),
h. 43.
5
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,(Yogyakarta, 1964),
H. 1106.
6
Jalaluddin Rakhmat, Op. Cit., h. 44.
Kemudian orang-orang Quraisy mengatakan, “Semoga Allah
menghancurkan mulutmu (atau kalimat senada).” Dari Abu Hurairah, ia berkata,
“Rosulullah saw. bersabda saat Ubai bin Ka’ab membacakan Ummul Quran pada
beliau, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan -Nya, Allah tidak menurunkan semisal
surah ini di dalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran. Sesungguhnya surah ini adalah
as- sab’ul matsani (tujuh kalimat pujian) dan al-Quran al-’Azhim yang diberikan
kepadaku.7”

C. Tafsir Surah Al-Fatihah

‫ِين‬
ِ ‫) َمالِكِ َي ْو ِم الد‬3( ‫يم‬ ِ ِ‫الرح‬ ‫) ه‬2( َ‫ب ا ْل َعا َلمِ ين‬
‫الر ْح َم ِن ه‬ ِ ‫) ا ْل َح ْم ُد ِ ه‬1( ‫يم‬
ِ ‫ّلِل َر‬ ِ ِ‫الرح‬
‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫َّللا ه‬
ِ ‫س ِم ه‬
ْ ‫ِب‬
ِ ‫غي ِْر ا ْل َم ْغضُو‬
‫ب‬ َ َ‫ط اله ِذينَ أ َ ْن َع ْمت‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ‫) ِص َرا‬6( ‫ستَقِي َم‬ َ ‫الص َرا‬
ْ ‫ط ا ْل ُم‬ ِ ‫) ا ْه ِدنَا‬5( ُ‫ست َ ِعين‬ ْ َ‫) إِيهاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيهاكَ ن‬4(
)7( َ‫علَ ْي ِه ْم َو ََل الض ِهالين‬
َ

Terjemahan:

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (1).
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (2). Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang (3). Yang menguasai Hari Pembalasan (4). Hanya Engkaulah yang
Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan (5).
Tunjukkanlah kami jalan yang lurus (6). (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat (8).8

‫الرحِ ِيم‬
‫الر ْح َم ِن ه‬ ِ ‫ِبس ِْم ه‬
‫َّللا ه‬

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Dalam ayat ini dimulai dengan huruf ba’ (dibaca bi) yang ketika
diartikan yakni menjadi dengan dalam kaidah bahasa. Beberapa ulama tafsir
ada yang berpendapat bahwa huruf ba’ tersebut memiliki makna bahwa kata

7
https://www.academia.edu/14793660/Asbabun_Nuzul_Surat_Al_Fatihah
8
Al-Qur’an Dan Tarjamah
tersebut mengandung kata atau kalimat yang tidak terucap tetapi harus
terlintas dalam benak ketika mengucapkannya yakni kata “memulai”
sehingga makna bismillah yakni “saya atau kami memulai apa yang kami
kerjakan ini (membaca surah dalam konteks ayat ini) dengan nama Allah”.
Ada juga yang berpendapat bahwa huruf ba’ tersebut memiliki makna
“perintah” sehingga maksud dari bismillah yakni mulailah pekerjaanmu
dengan nama Allah”. Ada juga yang mengaitkannya dengan “kekuasaan”
maknanya secara sadar kita mengucapkan bahwa jika tidak dengan
kekuasaan-Nya niscaya pekerjaan yang kita kerjakan tidak akan berhasil.9

Penulisan kata bismi )‫ (بسم‬dalam basmalah tidak menggunakan alif


)‫ (باسم‬yang sesuai dengan penulisan baku seperti dalam surah Iqra’. Terkait
hal ini, para ulama berbeda pendapat. Al-Qurthubi berpendapat bahwa hal
ini karena hanya pertimbangan praktis saja, yakni untuk mempersingkat
tulisan saja. Az-zarkasyi mengungkapkan dalam kitabnya al-Burhan bahwa
tata cara penulisan Al-Qur’an memiliki rahasia-rahasia tertentu yang mana
rahasia-rahasia tersebut tidak terjangkau oleh pancaindra.

Al-Qurthubi berkata : kata Allah adalah nama yang paling agung bagi-
Nya, nama yang mewakili seluruh asma-Nya, nama bagi Dzat yang haq
wujud-Nya, nama yang mencakup semua sifat uluhiyah-Nya, yang diikuti
dengan sifat-sifat rububiyyah.

Allah adalah Dzat yang harus disembah. Hanya Allah yang berhak atas
cinta, rasa takut, pengharapan, dan segala bentuk penyembahan. Hal itu karena
Allah memiliki semua sifat kesempurnaan, sehingga membuat seluruh makhluk
semestinya hanya beribadah dan menyembah kepada-Nya.

Kalimat basmalah tersebut bermakna: “Aku memulai bacaanku ini seraya


memohon berkah dengan menyebut seluruh nama Allah.” Idiom “nama Allah”
berarti mencakup semua nama di dalam Asmaul Husna. Seorang hamba harus

9
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir kamus Arab-Indonesia : surabaya, penerbit
Pustaka progressif 1997 hal 483
memohon pertolongan kepada Tuhannya. Dalam permohonannya itu, ia bisa
menggunakan salah satu nama Allah yang seusai dengan permohonannya.
Permohonan pertolongan yang paling agung adalah dalam rangka ibadah kepada
Allah. Dan yang paling utama lagi adalah dalam rangka membaca kalam-Nya,
memahami makna kalam-Nya, dan meminta petunjuk-Nya melalui kalam-Nya.

Sedangkan kata ar-Rahman merupakan rahmat Allah di dunia ini untuk


seluruh makhluk-Nya baik mukmin, pendosa dan kafir. Allah memberi
mereka semua unsur-unsur kehidupan dan tidak mencegah pemberian
tersebut kepada mereka karena dosa-dosa yang mereka telah diperbuatnya,
baik yang iman maupun yang kafir. Jadi cangkupan rahmat Allah dari kata
ar-Rahman di dunia ini meliputi semua ciptaan-Nya. Terlepas dari iman
atau tidaknya mereka. Berbeda dengan kata ar-Rahim, dalam kata ini bermaksud
rahmat Allah yang diberikan hanya khusus kepada hamba-Nya yang mukmin lagi
beramal sholeh. Orang-orang kafir dan orang-orang musyrik tidak termasuk dari
bagian yang mendapatkan rahmat dari Allah. Sedangkan rahmat Allah di
akhirat jauh lebih besar dari pada rahmat Allah di dunia.

َ‫ب ْال َعالَمِ ين‬ ِ ‫ْال َح ْمدُ ِ ه‬


ِ ‫ّلِل َر‬

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

kalimat )‫(الحمد هلل‬, kata hamd disandingkan dengan lafadz Allah yang
menunjukkan bahwa pujian tersebut hanya dikhususkan semata-mata hanya kepada
Allah SWT. dengan ini, maksud ayat ini yakni bahwa segala pujian hanya wajar
dipersembahkan kepada Allah SWT.

Ayat ini merupakan pujian kepada Allah karena Dia memiliki semua sifat
kesempurnaan dan karena telah memberikan berbagai kenikmatan, baik lahir
maupun batin; serta baik bersifat keagamaan maupun keduniawian. Di dalam ayat
itu pula, terkandung perintah Allah kepada para hamba untuk memuji-Nya. Karena
hanya Dialah satu-satunya yang berhak atas pujian. Dialah yang menciptakan
seluruh makhluk di alam semesta. Dialah yang mengurus segala persoalan
makhluk. Dialah yang memelihara semua makhluk dengan berbagai kenikmatan
yang Dia berikan. Kepada makhluk tertentu yang terpilih, Dia berikan kenikmatan
berupa iman dan amal saleh.

Kalimat )‫(رب العالمين‬, kata )‫ (رب‬satu akar dengan kata )‫ (تربية‬yakni


mendidik atau mengatur. Sedangkan kata )‫ (العالمين‬merupakan bentuk jamak
dari kata ‘alam )‫ (عالم‬yang mana masih satu akar kata dengan kata ilmu atau
alamat. Para pakar tafsir memahami kata ‘alam sebagai kumpulan makhluk
Allah yang hidup.14 Kalimat ini memeberikan penegasan bahwa Allah
merupakan rabbul ‘alamien, yang mana akan mengatur segala kebutuhan
makhluk-Nya untuk menggapai kelangsungan kehidupan.10

‫الرحِ ِيم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬
‫ه‬

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Kedua kata tersebut adalah kata sifat yang berakar pada satu kata, yaitu ar-
rahmah. Secara bahasa, kata rahmat berarti kasih di dalam hati yang mendorong
timbulnya perbuatan baik. Makna bahasa ini kurang tepat untuk menggambarkan
sifat Allah. Karena itulah, para ulama lantas lebih sepakat untuk menyatakan bahwa
kasih sayang adalah sifat yang ada dalam Dzat Allah. Kita tidak mengetahui
bagaimana hakikatnya. Kita hanya menyadari efek dari sifat kasih sayang-Nya,
yaitu berupa kebaikan.

Banyak para ulama yang membedakan antara makna ar-Rahmandan ar-


Rahim. Sifat ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah yang memberikan
kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya. Sedangkan sifat ar-Rahim adalah sifat
kasih sayang-Nya yang memberikan kenikmatan secara khusus untuk orang-orang
mukmin saja. Sebagian ulama lain menyatakan bahwa sifat ar-Rahman merupakan
sifat kasih sayang Allah yang memberikan kenikmatan yang bersifat umum.
Sedangkan sifat ar-Rahim merupakan sifat kasih Allah yang memberikan
kenikmatan yang bersifat khusus.

10
Misbah 37
‫ِین‬
ِ ‫َمالِكِ یَ ْو ِم الد‬

ulama menyatakan bahwa kata al-Maalik atau al-Malik bermakna Yang


Maha Kuasa untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Tidak ada
yang mampu melakukan hal itu kecuali Allah SWT.

Allah sering kali menyebutkan diri-Nya dalam Al-Qur’an sebagai malik


atau raja, hal ini mengisyaratkan bahwa memang tidak ada raja yang pantas
disembah kecuali diri-Nya.

ُ ‫إِیهاكَ نَ ْعبُد َوإِیهاكَ نَ ْستَعِي ُن‬

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan.

Dengan kalimat hanya kepada-Mu kami menyembah (ُ‫) ِإیهاكَ نَ ْعبُد‬, Allah
membatasi penyembahan atau ibadah hanya kepada Diri-Nya semata. Dengan ayat
tersebut, kita pun harus memutuskan bahwa ibadah hanyalah satu-satunya kepada
Allah. Tidak boleh ibadah tersebut dikait-kaitkan dengan selain Allah. Ibadah juga
merupakan bentuk ketundukan manusia kepada Allah untuk mengikuti berbagai
perintah dan larangan-Nya.

Shalat merupakan bentuk ibadah yang paling dasar (asasi). Dalam hal ini,
sujud merupakan bentuk ketundukan yang paling tinggi kepada Allah. Hal ini
karena dalam bersujud, orang menundukkan wajahnya yang notabene merupakan
bagian tubuh yang paling dimuliakan. Saat bersujud, orang menempelkan wajahnya
di atas lantai yang notabene merupakan tempat yang biasa diinjak-injak oleh kaki.
Apalagi di dalam shalat, terutama shalat berjamaah, ketundukan seseorang kepada
Allah juga dipertontonkan kepada semua orang.

Ditempatkannya kalimat “permintaan tolong” (‫ )نَ ْستَعِي ُن‬setelah kalimat


“penyembahan” (ُ‫ )نَ ْعبُد‬juga merupakan bentuk pengajaran Allah kepada manusia
tentang sopan santun. Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya
terlebih dahulu. Setelah kita beribadah kepada-Nya, barulah kita pantas untuk
meminta pertolongan kepada-Nya. Dengan kata lain, sudah selayaknya, orang
meminta sesuatu setelah ia terlebih dahulu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Sangat tidak pantas jika seseorang meminta segala sesuatu terlebih dahulu padahal
ia belum melaksanakan apa yang diperintahkan.

َ ‫ط ْال ُم ْستَق‬
‫ِيم‬ َ ‫الص َرا‬
ِ ‫ا ْه ِدنَا‬

Tunjukkanlah kami jalan yang lurus,

Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (‫ )ا ْه ِدنَا‬berarti “berilah kami


َ ‫ط ْال ُم ْستَق‬
ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” (‫ِيم‬ َ ‫)الص َرا‬
ِ berarti kitab Allah. Dalam
riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah agama Islam. Selain itu, ada juga riwayat
yang menyatakan bahwa ia berarti “al-haqq” (kebenaran). Dengan demikian,
menurut Ibnu Abbas lagi, kalimat “tunjukkan kami jalan yang benar” berarti
“berilah kami ilham tentang agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah
satu-satunya; serta tiada sekutu bagi-Nya.”

Kata ‫ ا ْه ِدنَا‬berasal dari akar kata hidayah (‫)هدایة‬. Menurut al-Qasimi, hidayah
berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun perbuatan– kepada
kebaikan.Hidayah tersebut diberikan Allah kepada hamba-Nya secara berurutan.
Hidayah pertama diberikan Allah kepada manusia melalui kekuatan dasar yang
dimiliki manusia, seperti pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan
inilah, manusia bisa memperoleh petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan
keburukan. Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam hidayah ini
terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran. Hidayah
tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya
yang karena perbuatan baik mereka. Hidayahkeempat adalah hidayah yang telah
ditetapkan oleh Allah di alam keabadian. Dalam pengertian hidayah keempat inilah,
maka Nabi Muhammad tidak berhasil mengajak sang paman, Abi Thalib, untuk
masuk Islam.

َ‫علَ ْي ِه ْم َو ََل الضهالِين‬ ِ ‫غي ِْر ْال َم ْغضُو‬


َ ‫ب‬ َ َ‫ط الهذِینَ أ َ ْنعَمْت‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ‫ص َرا‬
ِ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Ayat ini merupakan penjelasan dan tafsir dari ayat sebelumnya tentang apa
َ ‫ط ْال ُم ْستَق‬
yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” ( ‫ِيم‬ َ ‫الص َرا‬
ِ ). Jadi, yang dimaksud
dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka”. Sedangkan yang dimaksud dengan “jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”adalah jalan orang-orang yang telah
Allah beri anugerah kepada mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam
Islam, sehingga mereka mati tetap dalam keadaan Islam. Mereka itu adalah para
nabi, orang-orang suci, dan para wali. Sedangkan, menurut Rafi’ bin Mahran,
seorang tabi’in yang juga dikenal dengan nama Abu al-Aliyah, yang dimaksud
dengan “orang-orang yang Engkau beri nikmat itu” adalah Nabi Muhammad dan
kedua sahabat beliau, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan “bukan jalan mereka yang


dimurkai” (‫ )غير المغضوب عليهم‬adalah jalan yang ditempuh oleh orang-orang
Yahudi.Mereka dimurkai oleh Allah dan mendapatkan kehinaan karena melakukan
berbagai kemaksiatan. Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat
(‫ )الضالين‬pada lanjutan ayat tersebut adalah orang-orang Nasrani. Tafsir bahwa
orang-orang dimurkai adalah Yahudi dan orang-orang sesat adalah Nasrani sudah
disepakati oleh banyak para ulama dan diuraikan di dalam beberapa hadis dan ayat-
ayat Alquran sendiri.11

11
https://muslim.or.id/67-tafsir-surat-al-fatihah.html diunduh pada tanggal 19 Maret 2023
Pukul 19.35
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Surah ini dinamai Al-Fatihah karena ia merupakan surah pertama ditulis


di dalam al-Qur’an. Selain itu, karena surah ini selalu mengawali setiap
shalat Surah al-Fatihah adalah suatu surah yang sangat mulia dan memiliki
banyak kemulian. Nama al-Fatihah sebetulnya kependekan dari fatihah al-
kitab atau fatihat al-Qur’an. Nama ini disepakati semua mazhab. Dinamai al-
Fatihah karena menjadi pembuka untuk al-Qur’an

Kata Al-Fatihah berasal dari bahasa Arab dari kata ‫فتحا–یفتح–فتح‬


yang artinya membuka atau keterbukaaan. Keterbukaan ialah menghilangkan
ketertutupan dan kesulitan. Ada dua macam keterbukaan: pertama,
keterbukaan yang dapat dilihat dengan mata lahir, seperti terbukanya pintu
dan sejenisnya, dan seperti terbukanya kunci, penutup, dan barang-barang.
Kedua, keterbukaan yang dapat dilihat dengan mata batin, seperti terbukanya
dari kesulitan.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syatha’, Di Kedalaman Samudra Al-Fatihah, Mirqat, Jakarta,


2008,

M. Abdul Ghoffar, Tafsir Ibnu Katsir,(Kairo: Mu-Assasah Daar Al-Hilaal,


1994), h.
arwis Abu Ubaidah, Tafsir Al-Asas,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
14.
Jalaluddin Rakhmat, Tafsir Sufi Al-Fatihah,(Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2000),
h. 43.
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-
Indonesia,(Yogyakarta, 1964),
H. 1106.
Jalaluddin Rakhmat, Op. Cit.

https://www.academia.edu/14793660/Asbabun_Nuzul_Surat_Al_Fatihah
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir kamus Arab-Indonesia : surabaya,
penerbit Pustaka progressif 1997

Misbah. 31

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir kamus Arab-Indonesia : surabaya, penerbit


Pustaka progressif 1997

Anda mungkin juga menyukai