Anda di halaman 1dari 27

DIROSAH QUR’AN MA’NANAN

RPP TAHUN AJARAN 2020 -2021

KELAS 7

َ ْ‫َخ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُر‬


ُ‫آن َو َعلَّ َمه‬
Sebaik-baik kalian adalah orang yang
mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya

[HR. Bukhari dan Muslim]

Nama Santri :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN DIROSAH QUR’AN


TAHUN AJARAN 2020 – 2021
A. Arah Materi Pembelajaran
a. Membangun motivasi hidup santri bersandar dengan Al Qur’an
b. Membangun keyakinan dan pemahaman bahwa bahasa arab dan bahasa Al Qur’an adalah bahasa
yang mudah di hafal dan di fahami
c. Membangun perhatian dan kepedulian yang tinggi untuk menjadikan Al qur’an sebagi sumber
informasi dan sumber hukum
d. Membangun motivasi santri agar senantiasa menjadikan Al Qur’an sebagai dalil pada setiap amal.

B. Target Materi Pembelajaran :


a. Support mapel bahasa arab khususnya menambah kosa kata bahasa arab
b. support mapel bahasa indonesia baik lisan maupun tulisan
c. Menghafal dan memahami arti per kata dan arti secara menyeluruh
d. Memahami tafsir singkat dari ayat-ayat Al Qur’an
e. Mengaplikasikan dalam materi pidato atau kultum
f. Mengaplikasikan dalam kehidupan pribadi dan membantu menyelesaikan persoalan ummat

C. Indikator Keberhasilan
a. Materi diawali menterjemah kata perkata surat-surat pendek juz 30 (juz amma) dengan
menambah penjelasan tafsir singkat yang banyak diambil dari tafsir Jalalain dan Al Qurthubi.

b. Keberhasilan santri diukur melalui proses PBM kelas, yaitu mampu mengulang hafalan arti perkata
dari surat atau ayat yang sudah dihafalkan dan santri mampu menjelaskan gambaran umum dari
surat yang sudah di pelajari dalam bentuk materi kultum, artikel sederhana dan sebagainya.

Pertemuan 1 - 2
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Al Fatihah ayat 1 - 7
Kelas :7
Waktu : 2 x 60 menit
ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬
‫َّح ِيم‬
ِ ‫ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬٢ ‫ين‬
ِ ِ‫ ٰ َمل‬٣ ‫َّح ِيم‬
ِ ‫ك يَ ۡو ِم ٱلد‬
٤ ‫ِّين‬ َ ‫ ٱل َۡحمۡ ُد لِلَّ ِه رَبِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِم‬١ ‫َّح ِيم‬
ِ ‫بِ ۡس ِم ٱللَّ ِه ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬

َ ۡ‫ين أَ ۡن َعم‬
‫ت َعلَ ۡي ِهمۡ َغ ۡي ِر‬ َ ‫ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذ‬
ِ ٦ ‫ ٱ ۡه ِدنَا ٱلصِّ ٰ َرطَ ٱلۡ ُم ۡستَقِي َم‬٥ ‫ين‬
ُ ‫ك نَ ۡستَ ِع‬
َ ‫َّاك نَ ۡعبُ ُد َوإِيَّا‬
َ ‫إِي‬

ِ ‫ۡٱل َم ۡغضُو‬
َ ِّ‫ب َعلَ ۡي ِهمۡ َولَا ٱلضَّٓال‬
٧ ‫ين‬

Penjelasan Ringkas :

A. Isti’adzah (Memohon Perlindungan)

ِ ‫ )أَ ُعوْ ُذ بِاهللِ ِمنَ ال َّش ْيطَا ِن الر‬Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk
(‫َّجي ِْم‬

Allah ta’ala mensyariatkan bagi yang hendak membaca Al-Quran agar ia meminta perlindungan


kepada Allah dari setan yang terkutuk. Allah ta’ala berfirman :
ِ ‫فَإ ِ َذا قَ َر ْأتَ ْالقُرْ آنَ فَا ْستَ ِع ْذ بِاهَّلل ِ ِمنَ ال َّش ْيطَا ِن الر‬
‫َّج ِيم‬
Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan
yang terkutuk.(QS. An-Nahl : 97)

Hal ini dikarenakan Al-Quran adalah petunjuk bagi manusia dan obat untuk hati. Sedangkan setan
adalah penyebab keburukan dan kesesatan. Oleh karena itu, Allah  memerintahkan setiap pembaca
Al-Quran untuk meminta perlindungan kepada-Nya dari setan yang terkutuk, was-wasnya dan juga
golongannya.

Para ulama sepakat bahwa lafal isti’adzah bukan bagian dari Al-Quran, oleh karena itu lafal ini tidak
termaktub di dalam mushaf.

Dengan nama
ُ َ‫“ )أ‬Aku berlindung kepada Allah ” adalah : Aku memohon perlindungan hanya
Makna (ِ‫عوْ ُذ بِاهلل‬
kepada Allah semata.

ِ َ‫“ ) ِمنَ ال َّش ْيط‬dari setan” adalah : (Aku berlindung) dari syaitan makhluk pembantah dan
Makna (‫ان‬
pendurhaka dari kalangan jin dan manusia yang dapat memalingkanku dari ketaatanku terhadap Allah
Tuhanku dan memalingkanku dari membaca kitab-Nya.
ِ ‫“ )ال َّر‬yang terkutuk” adalah : terusir/jauh dari rahmatnya Allah.
Makna (‫جي ِْم‬

B. Nama- nama Surat Al Fatihah

Ibn Katsir menyatakan surah ini dinamakan Al-Fatihah karena mejadi pembuka Al-Qur’an dalam
shalat. Al Fatihah disebut juga Ummul Qur’an karena ia mengandung makna-makna Al-Qur’an
keseluruhannya. Disebut juga as-Sab’u al-Matsani karena dibaca berualng ulang dalam shalat. Disebut
juga Al hamd karena berisi pujian.

Surat Al fatihah termasuk surat Makiyyah surah-surah yang diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah
ke Madinah. Menurut jumhur ulama, surat Al Fatihah memiliki 7 ayat dan menjadikan basmalah
sebagai ayat 1

C. Keutamaan surat Al Fatihah

Pertama, Surat Al-Fatihah adalah surat yang mulia. Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Bukhari
disebutkan bahwa, Rasulullah SAW bersabda: “Alhamdulillah rabbil ‘alamin, adalah tujuh surat
terbesar yang berisi pujian dan terus diulang, intisari dari Al-Qur’an yang mulia yang diturunkan
kepadaku”. Dan dijelaskan pula dalam Hadits Riwayat An-Nasaai bahwa, Rasulullah SAW bersabda:
“Maukah engkau aku beritahu tentang ayat Al-Qur’an yang paling mulia, maka beliau membaca surat
Al-Fatihah”.

Kedua, merupakan 1 dari 2 cahaya. “Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu,
yang tidak diberikan kepada Nabi sebelummu, yaitu surat Al-Fatihah dan dua ayat penutup surat Al-
Baqarah.” (HR. Muslim)

Ketiga, tidak sah shalat seorang hamba tanpa membaca surat Al-Fatihah. Hal tersebut dijelaskan
dalam Hadits Riwayat Muslim : “Tidak sah shalatnya seseorang yang tidak membaca Al-Fatihah.”

Keempat, surat yang dapat digunakan untuk mengruqyah. “Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak
meruqyahnya kecuali dengan surat Al-Fatihah, Rasulullah tersenyum dan berkata: “Bagaimana engkau
tahu, bahwa Al-Fatihah bisa untuk ruqyah?, kemudian Rasulullah berkata: “Ambillah upahmu, dan
berikan aku bagian dari upah itu”. (HR. Muslim)

Kelima, dikabulkannya hajat. Atha’ bin al yasar berkata : “Jika engkau mempunyai kebutuhaan, maka
bacalah surat Al-Fatihah sampai selesai, maka kebutuhanmu akan terpenuhi”. “Maka ini adalah untuk
hamba-Ku, bagi hamba-Ku apapun yang dia minta”.
D. Penjelasan ayat.

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


١ ‫َّح ِيم‬

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Maknanya; “Aku memulai bacaanku ini seraya meminta barokah dengan menyebut seluruh nama
Allah.” Meminta barokah kepada Allah artinya meminta tambahan dan peningkatan amal kebaikan
dan pahalanya. Barokah adalah milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya. Jadi barokah bukanlah milik manusia, yang bisa mereka berikan kepada siapa saja
yang mereka kehendaki.

Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak diibadahi dengan disertai rasa cinta, takut dan
harap. Segala bentuk ibadah hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah
dua nama Allah di antara sekian banyak Asma’ul Husna yang dimiliki-Nya. Ar Rahman maknanya
adalah Allah memiliki kasih sayang yang begitu luas dan agung yang disediakan untuk seluruh
makhluk ciptaan Nya. Adapun Ar Rahiim adalah rahmat Allah SWT yang hanya untuk hamba-hamba
yang beriman dan bertakwa. Mereka inilah orang-orang yang akan mendapatkan rahmat yang
mutlak yaitu rahmat yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan abadi. Adapun orang
yang tidak bertakwa dan tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan terhalangi mendapatkan
rahmat yang sempurna ini (Taisir Lathifil Mannaan, hal. 19).

”.Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam ٢ َ‫ۡٱل َحمۡ ُد هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬
Makna Alhamdu adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya dan segala
karunia kepada makhluk ciptaan Nya. Pujian haruslah diberikan oleh seorang hamba dengan diiringi
dengan rasa cinta dan ketundukkan dalam dirinya kepada Allah.

Makna dari kata Rabb adalah Murabbi (yang mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara). Allahlah


Zat yang memelihara seluruh alam dengan berbagai macam bentuk tarbiyah. Allahlah yang
menciptakan alam semesta beserta isinya, memberikan rezeki kepada mereka, memberikan nikmat
kepada mereka. Dari sini kita mengetahui betapa besar kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul
‘alamiin, dzat yang maha pencipta dan dzat yang maha pengatur. Oleh sebab itu, seharusnyalah
semua makhluk yang ada di langit dan di bumi ini hanya tunduk patuh taat dan meminta kepada-
Nya baik denganngan ucapan lisannya maupun perbuatannya. Kepada-Nya lah juga seharusya
manusia mengadu dan meminta tolong kepada Nya. (lihat Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20).

”.Artinya: “Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ِ ‫ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


٣ ‫َّح ِيم‬
Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah nama Allah sebagaimana yang sudah diterangkan pada ayat
pertama.

”.Yang Menguasai pada hari pembalasan “ ِ ِ‫ٰ َمل‬


٤ ‫ك يَ ۡو ِم ٱلدِّي ِن‬
Maalik adalah zat yang memiliki kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah
dan melarang apa dan siapa saja yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak untuk
mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa untuk
mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut kehendaknya sendiri.
Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik (dengan memanjangkan mim) atau Malik (dengan
memendekkan mim). Maalik maknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malik maknanya raja.

Yaumid diin adalah hari kiamat. Disebut sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat
manusia akan menerima balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia.
Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah terhadap seluruh
makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang
dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa yang dahulunya berkuasa di alam dunia
sudah turun dari jabatannya. Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya
setara, baik rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka semua tunduk di
bawah kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan pembalasan yang akan diberikan
oleh-Nya. Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan dari-Nya. Dan mereka sungguh sangat
khawatir terhadap siksa dan hukuman yang akan dijatuhkan oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat
ini hari pembalasan itu disebutkan secara khusus. Allah adalah penguasa hari pembalasan.
Meskipun sebenarnya Allah jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada. Allah tidak hanya berkuasa
atas hari kiamat atau hari pembalasan saja (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).

ُ ‫إِيَّاكَ ن َۡعبُ ُد َوإِيَّاكَ ن َۡستَ ِع‬


٥ ‫ين‬
 “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta pertolongan.”

Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.”  Di
dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya
adalah na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang
seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya
boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna
dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta
tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu. Ibadah maknanya  tho’atullah
wa khudu’un lahu waltizamu maa syaro’ahu minad din. Yaitu ketaatan kepada Allah, tunduk, taat,
dan patuh kepada-Nya serta terikat dengan aturan agama yang disyariatkan-Nya.

”.Tunjukilah Kami jalan yang lurus “ ٦ ‫ٱه ِدنَا ٱلص ٰ َِّرطَ ۡٱل ُم ۡستَقِي َم‬
ۡ
Maknanya: “Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal
mustaqiim yaitu jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas serta
mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil menggapai
surga-Nya. Adapun hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah memohon hidayah agar terus
bisa memahami syariat Allah dan mengamalkannya.

ِ ‫ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذينَ أَ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهمۡ غ َۡي ِر ۡٱل َم ۡغضُو‬


٧ َ‫ب َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ٱلضَّٓالِّين‬ ِ
“Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka, bukan jalannya orang-
orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.”
Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah? Di dalam ayat yang lain disebutkan bahwa
mereka ini adalah para Nabi, orang-orang yang shiddiq/jujur dan benar, para pejuang Islam yang
mati syahid dan orang-orang salih. Termasuk di dalam cakupan ungkapan ‘orang yang diberi
nikmat’ ialah setiap orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah ta’ala, mengenal-Nya
dengan baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya, mengerti apa saja yang dimurkai-Nya, selain
itu dia juga mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal yang dicintai tersebut dan meninggalkan
hal-hal yang membuat Allah murka. Jalan inilah yang akan mengantarkan hamba menggapai
keridhaan Allah ta’ala. Inilah jalan Islam. Islam yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu, amal
sholeh disertai dengan menjauhi dosa dan segala bentuk kemaksiatan lainnya. Sehingga dengan
ayat ini kita kembali tersadar bahwa Islam yang kita peluk selama ini merupakan anugerah nikmat
dari Allah ta’ala.

Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau
mengamalkannya, seperti Nasrani, Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang yang tersesat adalah
orang yang tidak mengamalkan kebenaran atau syariat Islam disebabkan karena kelalaian,
kemalasan belajar sehingga dalam kebodohan dan kesesatan.

Wallahu a’lam bishshowab.

Pertemuan 3 – 4
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : An Nas - Al Falaq
Kelas :7
Waktu : 2 x 60 menit

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّح ِيم‬
ۡ ٰ
‫ ٱلَّ ِذي‬٤ ‫اس‬
ِ َّ‫اس ٱل َخن‬
ِ ‫ مِن شَرِّ ٱلۡ َو ۡس َو‬٣ ‫اس‬ ِ َّ‫ إِلَ ِه ٱلن‬٢ ِ‫ك ٱلنَّاس‬ ِ َّ‫قُ ۡل أَ ُعو ُذ بِ َربّ ِ ٱلن‬
ِ ِ‫ َمل‬١ ‫اس‬

ۡ
ِ َّ‫ ِمنَ ٱل ِجنَّ ِة َوٱلن‬٥ ِ‫ي َُو ۡس ِوسُ فِي صُ ُدو ِر ٱلنَّاس‬
٦ ‫اس‬
ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬
‫َّح ِيم‬
ٰ
ِ َ‫ وَ ِمن َش ِّر ٱلنَّفَّ ٰث‬٣ ‫ب‬
‫ت فِي‬ َ َ‫ق إِ َذا َوق‬ ِ ‫ َومِن َش ّر ِغ‬٢ ‫ق‬
ٍ ‫َاس‬ َ َ‫خل‬َ ‫ مِن َش ّ ِر مَا‬١ ‫ق‬ ۡ
ِ َ‫قُ ۡل أَ ُعو ُذ بِ َربّ ِ ٱلفَل‬

٥ ‫ وَمِن َشرِّ َحا ِس ٍد إِذَا َح َس َد‬٤ ‫ۡٱل ُعقَ ِد‬

Penjelasan ringkas :

A. Gambaran Umum

Menurut jumhur ulama, surat An Nas dan Al Falaq merupakan surat yang diturunkan secara
bersamaan. Keduanya termasuk makkiyah yang berada di juz 30 sebagai urutan surah ke-114 dan
surah ke- 113 dalam Al-Qur’an. Nama An-Naas diambil dari kata An-Naas yang disebut berulang pada
surat ini yang bermakna “manusia”. Sedangkan nama Al Falaq memiliki makna “yang terbelah” dan
“waktu subuh” yang diambil dari ayat pertama.

Kedua surat ini disebut al mu’awwidzatain yang bermakna dua surat yang menuntun pembacanya
menuju tempat perlindungan. Surat Al Falaq disebut al mu’awwidzah al ‘ula. Sedangkan Surat An Nas

disebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah.Surat Al Falaq dan Surat An Nas juga disebut al
muqasyqisyatain, yaitu dua surat yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

B. Asbabun Nuzul

Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disihir oleh orang Yahudi yang bernama Labid bin Al A’shom
dengan ‘ain yaitu sihir dengan pandangan mata yang merusak atau membinasakan. Lubaid bin A’sham
menyihir Rasulullah dengan media pelepah kurma berisi rambut beliau yang rontoh ketika bersisir,
beberapa gigi sisir beliau serta benang yang terdapat 11 ikatan yang ditusuk jarum.

Kemudian Allah Ta’ala menurunkan Al Maw’izatain (surat Al Falaq dan An Naas) dan Jibril ’alaihis
salam meruqyah (membaca kedua ayat tersebut) kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Setiap
satu ayat dibacakan Jibri AS, terlepaslah satu ikatan hingga Rasulullah merasa lebih ringan. Ketika
seluruh ayat telah dibacakan, terlepaslah seluruh ikatan tersebut. Berkat izin Allah, Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam sembuh.

C. Penjelasan Ayat ayat dalam surat An Nas

.”Katakanlah aku berlindung kepada Rabb manusia “ ِ َّ‫قُ ۡل أَ ُعو ُذ بِ َربِّ ٱلن‬
١ ‫اس‬
Dalam surat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk kembali dan berlindung kepada-
Nya dalam mencegah kejahatan yang besar, yang tidak terlihat oleh kebanyakan manusia. Sebab,
kejahatan tersebut datang kepada mereka dari hawa nafsu diri mereka sendiri sehingga mereka
terjerumus dalam apa yang dilarang. Itulah kejahatan bisikan setan yang tersembunyi dari
penglihatan mata, atau yang terlihat dan tersembunyi dalam tipu muslihat.
”Raja manusia “ ِ َّ‫ك ٱلن‬
٢ ‫اس‬ ِ ِ‫َمل‬
Maksudnya pemilik penuh manusia, baik penguasa atau yang dikuasai.

ٰ
.”Tuhannya manusia “ ِ َّ‫إِلَ ِه ٱلن‬
٣ ‫اس‬

Perpegang teguh di jalan penyembahan kepada-Nya dan menghindari ibadah kepada selain-Nya.

ۡ ۡ
.”Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi “ ِ َّ‫اس ٱلخَ ن‬
٤ ‫اس‬ ِ ‫ِمن َشرِّ ٱل َو ۡس َو‬

Dinamakan bisikan karena kebanyakan godaan yang dilancarkannya itu melalui bisikan yang
bersembunyi karena setan itu suka bersembunyi dan meninggalkan hati manusia bila hati manusia
ingat kepada Allah.

.”Yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia “ ِ َّ‫ور ٱلن‬


٥ ‫اس‬ ُ ‫ٱلَّ ِذي ي َُو ۡس ِوسُ فِي‬
ِ ‫ص ُد‬
Yaitu membisikkan ke dalam kalbu manusia di kala mereka lalai mengingat Allah, membisikkan
dengan tersembunyi--dalam dada manusia--sesuatu yang memalingkannya dari jalan kebenaran.

ۡ
."Dari jin dan manusia “ ِ َّ‫ِمنَ ٱل ِجنَّ ِة َوٱلن‬
٦ ‫اس‬

Lafal ayat ini menjelaskan pengertian setan yang menggoda itu terdiri dari jenis jin dan manusia.

D. Penjelasan ayat-ayat dalam surat Al Falaq.

ۡ
ِ َ‫قُ ۡل أَ ُعو ُذ بِ َربِّ ٱلفَل‬
١ ‫ق‬

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Rabb Yang menguasai falaq) atau waktu subuh.

Surat ini memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk meminta perlindungan dari kejahatan setiap
makhluk kepada Allah SWT pemilik waktu subuh, yaitu waktu yang terjadi dengan hilangnya malam.

Dari kejahatan apa yang telah di ciptakan َ َ‫ِمن َشرِّ َما خَ ل‬


٢ ‫ق‬
Ayat ini mencakup seluruh yang Allah ciptakan baik manusia, jin, hewan, benda-benda mati yang
dapat menimbulkan bahaya seperti racun dan dari kejelekan seluruh makhluk ciptaannya.

Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita َ َ‫ق إِ َذا َوق‬
٣ ‫ب‬ ِ ‫َو ِمن َشرِّ غ‬
ٍ ‫َاس‬
Yaitu dari kejahatan malam hari apabila telah gelap, dan dari kejahatan waktu malam apabila telah
gelam atau terbenam.

ٰ
ِ َ‫َو ِمن َشرِّ ٱلنَّفَّ ٰث‬
٤ ‫ت فِي ۡٱل ُعقَ ِد‬
Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,

Yaitu tukang-tukang sihir baik laki-laki maupun wanita yang menghembuskan sihirnya pada buhul-
buhul yang dibuat pada pintalan, kemudian pintalan yang berbuhul itu ditiup dengan memakai
mantera-mantera tanpa ludah. ’An Nafatsaat’ yaitu tukang sihir wanita, karena umumnya yang
menjadi tukang sihir adalah wanita. Namun ayat ini juga dapat mencakup tukang sihir laki-laki dan
wanita.

.Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki ٥ ‫َو ِمن َشرِّ َحا ِس ٍد إِ َذا َح َس َد‬
Hasad adalah berangan-angan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain baik agar pindah kepada
diri kita ataupun tidak. Allah menutup surat ini dengan hasad, sebagai peringatan bahayanya perkara
ini. Hasad adalah memusuhi nikmat Allah. Sebagian ulama mengatakan bahwa hasad itu dapat dilihat
dari lima ciri :
1. Membenci atau dengki suatu nikmat yang nampak pada orang lain
2. Murka dengan pembagian nikmat Allah
3. Bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja yang
dikehendaki-Nya
4. Tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat dari mereka
5. Menolong musuhnya yaitu Iblis.

Lalu bagaimana jalan keluar agar terbebas dari tiga kejelekan (kejahatan) ini?
1. Bertawakkal pada Allah, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala.
2. Memperbanyak dzikir agar dapat membentengi dan menjaga diri dari segala macam kejelekan.

Wallahu a’am bish showab.


Pertemuan 5
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Al Ikhlash
Kelas :7
Waktu : 1 x 60 menit

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّح ِيم‬

٤ ‫ َولَمۡ يَ ُكن لَّ ۥهُ ُكفُ ًوا أَ َح ۢ ُد‬٣ ۡ‫ لَمۡ يَلِ ۡد َولَمۡ يُولَد‬٢ ‫ص َم ُد‬
َّ ‫ ٱهَّلل ُ ٱل‬١ ٌ‫ل هُ َو ٱللَّهُ أَ َحد‬
ۡ ُ‫ق‬

Penjelasan Ringkas

A. Gambaran Umum

Merupakan surat Makkiyah yang ada dalam juz 30 sebagai urutan surat ke 112. Surat ini dinamakan Al
Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga
Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan bahwa Surat Al Ikhlas ini berasal dari
’mengikhlaskan sesuatu’ yaitu membersihkannya/memurnikannya. Dinamakan demikian karena di
dalam surat ini berisi pembahasan mengenai ikhlas kepada Allah ’Azza wa Jalla. Oleh karena itu,
barangsiapa mengimaninya, dia termasuk orang yang ikhlas kepada Allah.
Ada pula yang mengatakan bahwa surat ini dinamakan Al Ikhlash (di mana ikhlash berarti murni)
karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. Allah hanya mengkhususkan membicarakan diri-
Nya, tidak membicarakan tentang hukum ataupun yang lainnya. Dua tafsiran ini sama-sama benar,
tidak bertolak belakang satu dan lainnya.

B. Asbabun Nuzul

Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam, saat mereka bertanya, “Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?”. Maka
Allah berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, “Katakanlah kepada yang
menanyakan tadi, … [lalu disebutkanlah surat ini]”.

C. Keutamaan Surat Al Ikhlash

Surah al-Ikhlas memiliki beberapa keutamaan, diantaranya Pertama, orang yang membaca Surah al-
Ikhlas lima puluh kali, ia akan mendapatkan panggilan masuk surga di hari kiamat. Jabir bin Abdullah
meriwayatkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad bersabda:

“Siapa yang membaca Surah al-ikhlas setiap hari 50 kali, maka pada hari kiamat, ia akan dipanggil
dari kuburnya ‘Bangkitlah, wahai orang yang memuji Allah, dan masuklah ke dalam surga!” (HR.
Thabrani).

Kedua, orang yang membaca surah al-Ikhlas sebanyak tujuh kali sesudah salat Jumat bersama-sama
surah al-Falaq dan an-Nas, maka dirinya akan dijaga oleh Allah Swt, dari berbagai kejahatan sampai
hari Jumat berikutnya.

Ketiga, surah al-Ikhlas, dikenal pula sebagai sepertiga Alquran, disebutkan dalam hadis riwayat Imam
al-Bukhari, Rasulullah SAW bertanya kepada para shahabat :

“Apakah tidak ada yang mampu di antara kalian untuk membaca sepertiga Alquran dalam satu
malam?”

Karena hal itu dirasa sulit bagi mereka, maka mereka menjawab, “Mana mungkin di antara kami ada
yang mampu melakukannya, ya Rasulullah?”

Rasulullah pun menjawab, “Qul huwa Allahu aḥad, Allahussamad adalah sepertiga Alquran.”

Keempat, keutamaan membaca surah al-Ikhlas adalah terhindar dari kefakiran. Cara pengamalannya
adalah dengan membacanya setiap kali masuk rumah. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa membaca ‘Qul Huwallahu Ahad’ ketika akan masuk rumah, maka akan dijauhkan dari
kefakiran dalam rumah dan tetangganya.” (HR. Ath-Thabrani dari Jarir ra).

D. Penjelasan ayat
.Dia-lah Allah, Yang Maha Esa ١ ‫قُ ۡل هُ َو ٱهَّلل ُ أَ َح ٌد‬
 Nabi Muhammad saw. pernah ditanya tentang Tuhannya. Maka, dalam surat ini Beliau diperintah
untuk menjawab pertanyaan itu. Yaitu, bahwa Allah adalah Tuhan Yang memiliki segala sifat
kesempurnaan, Tuhan Yang Mahaesa. Al Qurtubhi mengatakan bahwa ‫ح ٌد‬ َ َ‫ قُ ۡل هُ َو ٱهَّلل ُ أ‬maknanya
adalah : Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding
dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya. Artinya Allah itu Esa
dalam keagungan dan kebesarannya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Allah tempat bergantung ٢ ‫ص َم ُد‬ َّ ‫ٱهَّلل ُ ٱل‬


Ash Shomad bermakna tempat makhluk menyandarkan segala tujuan, hajat, kebutuhan dan
permintaan selama lamanya. Hanya Dia-lah tempat bersandar dan bergantung dalam segala
kebutuhan. Dia-lah yang paling tinggi kekuasaan-Nya. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya
binasa. Baihaqi juga menjelaskan yang demikian.
,Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan ٣ ‫لَمۡ يَلِ ۡد َولَمۡ يُولَ ۡد‬

Dia tidak menciptakan anak, dan juga tidak dilahirkan dari bapak atau ibu.

.Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia ٤ ‫َولَمۡ يَ ُكن لَّ ۥهُ ُكفُ ًوا أَ َح ۢ ُد‬
Tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Tidak ada satu makhluk pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya
memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang
semisal dengan-Nya.

Wallahu a’lam bishshowab


Pertemuan 6 - 7
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Al Lahab
Kelas :7
Waktu : 1 x 60 menit

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّح ِيم‬

ٖ َ‫ات لَه‬
٣ ‫ب‬ َ ‫صلَ ٰى نَ ٗارا َذ‬ َ ‫ َمٓا أَ ۡغنَ ٰى َع ۡنهُ َمالُهۥُ َو َما َك َس‬١ َّ‫ب َوتَب‬
ۡ َ‫ َسي‬٢ ‫ب‬ ٖ َ‫تَب َّۡت يَ َدٓا أَبِي لَه‬

ِ َ‫َوٱمۡ َرأَتُ ۥهُ َح َّمالَةَ ۡٱل َحط‬


٥ ‫ل ِّمن َّم َس ۢ ِد‬ٞ ‫ فِي ِجي ِدهَا َح ۡب‬٤ ‫ب‬

Penjelasan Singkat.

Surat al lahab disebut juga degan surat al masad, merupakan surat ke 111, terdiri dari 5 ayat termasuk
surat makiyyah. Asbabun Nuzul atau sebab turunnya surat Al Lahab diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dalam shahih-nya. Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam naik ke bukit Shafa,
mengumpulkan orang-orang Quraisy lalu menyeru mereka.

“Bagaimana pendapat kalian jika aku sampaikan kepada kalian bahwa musuh akan menyerang di
pagi hari atau petang hari, apakah kalian percaya?” Mereka menjawab, “Kami percaya.” Lalu
Rasulullah mengatakan, “Maka sesungguhnya aku memperingatkan kepada kalian akan datangnya
adzab yang keras.” Tiba-tiba Abu Lahab menyela, “tabbal laka alihaadzaa. Celakalah kamu ini, karena
inikah engkau mengumpulkan kami?”.

Maka Allah pun menurunkan Surat Al Lahab.

[1] “Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah ia.”

Abu Lahab adalah salah satu paman nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat memusuhi nabi
dan suka menyakiti beliau. Oleh sebab itulah Allah mencelanya dengan celaan yang sangat keras
yang akan berbuah kehinaan baginya hingga hari kiamat tiba. Abu Lahab yang nama aslinya Abdul Uzza
bin Abdul Muthallib, sering di panggil Abu Utaibah sebenarnya masih paman Rasulullah, namun paling sengit
dan selalu menyakiti Rasulullah. Orang yang memiliki julukan (laqab) Abu Lahab karena wajahnya
mengkilap ini sering mengikuti Rasulullah dari belakang lalu mendustakan Rasulullah SAW dan
mempengaruhi orang-orang untuk menolak dakwah Beliau.

Imam Ahmad meriwayatkan, suatu ketika Rasulullah sedang mendakwahi orang-orang untuk masuk
Islam. Dari belakang, ada laki-laki berwajah cerah, bermata juling dan rambutnya berkepang yang
tidak lain adalah Abu Lahab mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah pemeluk agama baru lagi
pendusta.” Surat Al Lahab ini merupakan ancaman balasan dari Allah untuk Abu Lahab dan istrinya
yang juga tak kalah sengit menyakiti Rasulullah. Bahwa kelak, Abu Lahab akan masuk neraka dengan
siksa yang sangat pedih.

[2] “Tidak bisa mencukupinya hartanya maupun apa yang diusahakan.”

Artinya tidak akan bisa menolak azab Allah harta atau apa yang diusahakan olehnya. . Abu Lahab
begitu membanggakan harta dan anak-anaknya. Ia pernah mengatakan, “Jika apa yang dikatakan
oleh keponakanku ini benar, maka sesungguhnya aku di hari kiamat kelak akan menebus diriku dari
azab dengan harta dan anak-anakku.”

Apa yang dikatakan Abu Lahab hanyalah angan-angannya. Harta dan anak-anak serta apa yang ia
usahakan setelah turunnya ayat ini sama sekali tidak bermanfaat baginya. Sama sekali tidak akan
bisa menyelamatkannya dari kebinasaan.

. [3] “Kelak dia akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Ayat ini menjelaskan kelak dia akan dikepung oleh jilatan api neraka dari segala sisi. Abu akan
dimasukkan ke dalam neraka yang apinya, menurut Ibnu Katsir menyala dengan hebatnya dan
sangat membakar.

[4] “Demikian juga istrinya sang membawa kayu bakar.”

Istri Abu Lahab juga sangat memusuhi dan suka menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bersama dengan suaminya, dia bahu-membahu melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran. Dia
berusaha sekuat tenaga untuk menyakiti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu dia
‘berhasil’ menumpuk-numpuk dosa di atas punggungnya laksana orang yang memanggul kayu
bakar.

Ahli tafsir yang lain yaitu Mujahid menafsirkan bahwa ungkapan ‘sang pembawa kayu bakar’
merupakan kiasan yang bermakna orang yang suka mengadu-domba. Dahulu, Ummu Jamil -istri Abu
Lahab- suka menebar fitnah demi mengadu-domba antara nabi dan para sahabatnya dengan kaum
musyrikin. Karena perbuatannya itulah yang menyebabkan dia dijuluki sebagai sang pembawa kayu
bakar.

[5] “Yang di lehenya ada tali (kalung) dari sabut.”


Seperti layaknya orang yang memanggul kayu bakar di atas punggungnya yang mengikatkan tali di
lehernya. Bisa juga dimaknakan, bahwa kelak di neraka dia lah yang akan membawa kayu bakar
untuk membakar suaminya seraya mengalungi tali dari bahan sabut di lehernya. Ayat ini
menggambarkan betapa hinanya dia. Bagian tubuh yang seharusnya indah justru terjerat dengan tali yang
terbuat dari sabut.

Ibnu Jarir menuturkan, istri Abu Lahab memiliki sebuah kalung mewah yang sangat mahal. Ia
mengatakan, “Sesungguhnya aku akan menjual kalung ini untuk (biaya) memusuhi Muhammad.”
Maka Allah menghukumnya dengan tali dari api neraka yang dikalungkan di lehernya. Adapun
mufassir Mujahid mengatakan bahwa maknanya adalah pasung leher yang terbuat dari besi.

Penutup

Surat ini menunjukkan betapa luar biasanya ilmu Allah. Bahwa Al Quran dan Rasulullah selalu benar
meskipun Abu Lahab mendustakannya. Seandainya Abu Lahab pura-pura masuk Islam, ia mungkin
punya bekal untuk menuduh bahwa Al Quran keliru. Tapi Abu Lahab benar-benar selalu menentang
Rasulullah dan pada akhirnya binasa seperti firman Allah di surat ini. Syaikh Wahbah Az Zuhaili
mengatakan, surat Al Lahab ini menjelaskan bentuk siksa Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil serta
balasan mereka berdua di dunia dan akhirat. Karena memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Demikian Surat Al Lahab mulai dari terjemahan, asbabun nuzul, hingga tafsir. Semoga kita
termasuk umat Rasulullah yang selalu siap membela beliau dari orang-orang yang memusuhinya.

Pelajaran yang bisa dipetik dari surat ini, antara lain:

1. Salah satu mukjizat dari Allah dengan diturunkannya surat ini -yang berisi kabar bahwa  Abu
Lahab dan istrinya akan masuk neraka- sedangkan mereka berdua masih dalam kondisi
hidup.

2. Konsekuensi dari surat ini adalah bahwa mereka berdua tidak akan masuk Islam, dan hal itu
benar-benar terjadi sebagaimana yang diberitakan oleh Allah.

3. Surat ini juga menunjukkan keabsahan pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik.

4. Sebuah sunnatullah di dalam dakwah, bahwa seorang da’i senantiasa dihadapkan dengan
musuh-musuh yang menentang dan merongrong dakwahnya. Bahkan, terkadang yang
memusuhi dakwah adalah orang yang dekat dengan dirinya secara nasab/garis keturunan.
Walaupun begitu, seorang da’i harus membekali dirinya dengan kesabaran dan keyakinan
agar dakwahnya tetap terus berjalan. Karena kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya itulah
yang paling utama harus dibela dan dikedepankan. Dia tidak ridha apabila Allah dan rasul-
Nya dilecehkan dan dihinakan.

Oleh sebab itu, siapa pun yang menentang Allah dan rasul-Nya -meskipun sanak saudaranya sendiri-
akan dia musuhi dan dia lebih memilih sikap untuk berlepas diri. Allah ta’ala telah memberikan
teladan dalam ayat-Nya (yang artinya),
“Sungguh telah ada pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya sebuah teladan yang
bagus. Yaitu ketika mereka berkata kepada kaumnya; Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian
dan dari segala yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari perbuatan kalian, dan telah
tampak jelas antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian, sampai kalian beriman kepada
Allah semata.” (QS. al-Mumtahanah: 4).

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya),

“Tidak akan kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, akan berkasih
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, walaupun mereka itu adalah
bapak-bapak mereka, atau anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, atau sanak kerabat
mereka…” (QS. al-Mujadalah: 22)

Pertemuan 8 - 9
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : An Nasr
Kelas :7
Waktu : 1 x 60 menit

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّح ِيم‬

ٗ ‫ين ٱهَّلل ِ أَ ۡف َو‬


‫ فَ َسب ِّۡح بِ َحمۡ ِد َرب َِّك‬٢ ‫اجا‬ َ ُ‫اس يَ ۡد ُخل‬
ِ ‫ون فِي ِد‬ َ ‫ َو َرأَ ۡي‬١ ‫ص ُر ٱهَّلل ِ َو ۡٱلفَ ۡت ُح‬
َ َّ‫ت ٱلن‬ ۡ َ‫إِ َذا َجٓا َء ن‬

َ ‫ٱستَ ۡغفِ ۡر ۚهُ إِنَّهۥُ َك‬


٣ ‫ان تَ َّوا ۢبَا‬ ۡ ‫َو‬

Penjelasan Singkat.

Surat An Nasr adalah surat ke-110 dalam Al Quran. Surat ini terdiri dari tiga ayat dan merupakan Surat
Madaniyah, meskipun turunnya tidak di Madinah. Hal ini disebakan penggolongan surat Makkiyah
dan Madaniyah bukanlah berdasarkan tempat turunnya tetapi berdasarkan waktu turunnya. Surat
yang turun sebelum hijrah ke Madinah digolongkan sebagai surat Makkiyah, sedangkan surat yang
turun sesudah hijrah disebut Surat Madaniyah.

Dinamakan surat An Nasr yang berarti pertolongan karena surat ini membicarakan pertolongan Allah.
Nama tersebut diambilkan dari ayat pertama surat ini. Ia dinamakan juga Surat Idza jaa’a
nashrullaahi wal fath, sebagaimana bunyi awal surat ini. Ia juga dinamakan surat At
Taudi’ (perpisahan) karena terdapat isyarat dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Surat
An Nasr ini surat yang terakhir diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni
setelah surat At Taubah. Menurut Ibnu Katsir, ia diturunkan di Mina sewaktu Haji Wada’. Namun ada
pula yang berpendapat diturunkan sebelum Fathu Makkah.

Asbabun Nuzul Surat An Nasr ini terkait dengan dua hal. Pertama, ia mengabarkan kemenangan dan
masuk Islamnya orang-orang Arab berbondong-bondong. Kedua, ia mengisyaratkan telah dekatnya
ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa surat ini
diturunkan pada pertengahan hari-hari tasyrik. “Maka aku mengetahui bahwa hal ini merupakan al
wada’ (perpisahan),” kata Ibnu Umar. Mengenai Asbabun Nuzul Surat An Nasr, Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa setelah Allah menurunkan surat ini, Rasulullah memanggil
Fatimah radhiyallahu ‘anha. Fatimah menangis saat Rasulullah mengabarkan bahwa ajalnya telah
dekat. Lalu Fatimah tersenyum karena Rasulullah bersabda:

“Jangan menangis, karena sesungguhnya engkau adalah keluargaku yang paling awal
menyusulku.” (HR. Ad Darimi dan Thabrani; hasan)

Terkait juga dengan asbabun nuzul surat An Nasr, Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
Umar bin Khattab menyertakan beliau dalam majelis para pahlawan perang Badar. Sebagian
pahlawan Badar keberatan Ibnu Abbas dimasukkan dalam majlis itu. Lalu Umar pun menguji mereka
semua.

“Apa pendapat kalian mengenai firman Allah idza ja’a nashrullahi wal fath dalam surat An
Nasr?”“Allah memerintahkan kita untuk bertahmid dan beristighfar kepada-Nya jika Dia menolong
dan memberi kemenangan,” jawab salah seorang dari mereka. Yang lain diam, tidak ada jawaban
berbeda.

“Apakah demikian pendapatmu wahai Ibnu Abbas?”“Tidak wahai Amirul Mukminin. Idza ja’a
nashrullahi wal fath merupakan isyarat ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang Allah
beritahukan kepada beliau. Datangnya kemenangan dan fathu Makkah merupakan tanda ajal
beliau.”

“Aku tidak mengetahui tafsir surat An Nasr ini melainkan apa yang kamu katakan,” pungkas Umar.

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan ١ ‫َص ُر ٱهَّلل ِ َو ۡٱلفَ ۡت ُح‬
ۡ ‫إِ َذا َجٓا َء ن‬

Kata ‫ر‬ ۡ ‫ن‬  artinya adalah kemenangan atau pertolongan dalam mengatasi lawan. Kata ِ ‫َص ُر ٱهَّلل‬
ُ ‫َص‬ ۡ ‫ن‬
menunjukkan bahwa kemenangan itu berasal dari Allah sumber segala kemenangan. Selain itu
dimaknai bahwa kemenangan ini bukan sembarang kemenangan.

Sedangkan kata ‫ح‬ ُ ‫ ۡٱلفَ ۡت‬  berasal dari kata fataha yang berarti membuka. Kata ini kemudian bermakna
kemenangan karena kemenangan adalah terbukanya sebuah jalan atau wilayah yang tadinya tertutup
dan dihalangi. Ibnu Katsir menjelaskan, seluruh ulama sepakat bahwa al fath yang dimaksud dalam
ayat ini adalah pembebasan kota Makkah (fathu Makkah). Saat itu, suku-suku bangsa Arab menunda
masuk Islam karena menunggu pembebasan kota Makkah. Mereka meyakini, jika Muhammad bisa
kembali ke Makkah dan mengalahkan kaumnya, ia benar-benar seorang Nabi.

Sayyid Qutb mendukung pendapat bahwa surat ini turun sebelum Fathu Makkah. Karena ayat ini
mengisyaratkan kemenangan yang akan terjadi. Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, ia mengkompromikan
dzahiriyah nash dengan hadits Ummu Salamah. Bahwa ayat ini turun mengabarkan berita gembira
pembebasan kota Makkah. Setelah pembebasan kota Makkah, Rasulullah tahu bahwa beliau akan
wafat sehingga memanggil Fatimah untuk memberitahukan dekatnya ajal tersebut. Sejalan dengan
pendapat Sayyid Qutb tersebut, ayat ini sekaligus merupakan bukti kebenaran Al Quran. Sebab apa
yang dikabarkan Al Quran kemudian benar-benar terjadi. Makkah benar-benar dibebaskan.

ٗ ‫ين ٱهَّلل ِ أَ ۡف َو‬


٢ ‫اجا‬ َ َّ‫َو َرأَ ۡيتَ ٱلن‬
ِ ‫اس يَ ۡد ُخلُونَ فِي ِد‬
dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong

Kata raaita َ َ‫أَ ۡيت‬ bisa berarti melihat dengan mata kepala dan bisa juga bermakna mengetahui. Dan
Rasulullah memang melihat secara langsung penduduk Makkah berduyun-duyun masuk Islam dan
beliau mendapatkan berita bahwa penduduk jazirah Arab juga berbondong-bondong masuk Islam.
Setelah Fathu Makkah, penduduk Makkah berbondong-bondong masuk Islam. Sebagiannya langsung
di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang Arab di luar Makkah dan Madinah
juga berbondong-bondong masuk Islam. Selama ini mereka menunggu apakah Rasulullah bisa
membebaskan Makkah setelah sekian lama ‘diusir’ dari tanah kelahiran yang di dalamnya ada
Baitullah.

٣ ‫ٱست َۡغفِ ۡر ۚهُ إِنَّ ۥهُ َكانَ تَ َّوا ۢبَا‬


ۡ ‫فَ َسب ِّۡح بِ َحمۡ ِد َربِّكَ َو‬

maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penerima taubat.

Kata ‫سبِّح‬
َ berasal dari kata sabaha  yang artinya berenang. Yakni seorang yang menjauh dari posisinya.
Sehingga maknanya, menjauhkan Allah dari segala kekurangan. Mensucikan Allah dari segala
kekurangan dengan bertasbih kepada Nya.

Kata ‫تَ َّوا ۢبَا‬ berasal dari kata yang terbentuk dari tiga huruf ta’ (‫)ت‬, wauw (‫ )و‬dan ba’ (‫ )ب‬yang
maknanya adalah kembali. Yakni kembalinya seseorang ke posisinya semula. Taubat adalah
kembalinya seorang hamba ke posisinya di hadapan Allah. Jika pelaku tawwab adalah Allah, maka
artinya Dia menerima taubat hamba-Nya.

Sayyid Qutb menjelaskan, bertasbih dan bertahmid atas karunia Allah yang telah menjadikan manusia
sebagai khalifah fil ardh, diberi amanah untuk menjaga alam semesta dengan mengikuti aturan agama
Nya. Diperintahkan beristighfar dari rasa bangga dan sombong yang kadang-kadang menyelinap ke
dalam jiwa saat kemenangan tiba. Begitu juga beristighfar atas perasaan dan sikap yang boleh jadi
menyertai saat perjuangan panjang dan sekian lama menantikan datangnya kemenangan.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Rasulullah tak hanya bertasbih dan beristighfar. Bahkan pada hari
fathu Makkah, beliau mengerjakan sholat dhuha delapan rakaat. Sebagian ulama berpendapat,
disunnahkan mencontoh Rasulullah mengerjakan sholat delapan rakaat ketika mendapatkan
kemenangan atas suatu negeri. Sholat itu disebut juga sholat al fath. Sa’ad bin Abi Waqash ketika
menaklukkan kota-kota di Persia juga melakukan sholat itu.
Rasulullah mensyukuri nikmat pengampunan Allah ini dengan pengampunan kepada seluruh
penduduk Makkah. Beliau memaafkan mereka meskipun dulunya menyakiti Rasulullah. Saat sebagian
sahabat berseru “haadza yaumul malhamah” (ini adalah hari pertempuran pembalasan), Rasulullah
menegur dengan bersabda “haadza yaumul marhamah” (ini adalah hari kasih sayang). Saat penduduk
Makkah ketakutan akan dibalas Rasulullah, ternyata beliau memaafkan mereka semua. “Siapa yang
masuk Masjidil Haram, ia aman. Siapa yang masuk rumahnya masing-masing, ia aman. Siapa yang
masuk rumah Abu Sufyan, ia aman.”

Surat An Nasr mengandung kabar gembira, arahan dan isyarat masa depan. Kabar gembira bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong Rasulullah dan memberinya kemenangan. Orang-orang
pun akan berbondong-bondong masuk Islam setelah kemenangan itu. Surat ini sekaligus memberi
arahan, ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan tersebut, hendaklah Rasulullah
menghadapkan diri kepada Allah dengan bertasbih, bertahmid dan beristighfar. Adapun yang tidak
banyak diketahui adalah bahwa surat ini juga memberikan isyarat akan tibanya ajal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau akan wafat, sehingga sahabat yang tahu seperti Abu Bakar dan
Fatimah menangis karenanya. Demikian Surat An Nasr mulai dari terjemahan, asbabun nuzul, hingga
tafsir. Semoga semakin menguatkan harapan kita mendapatkan pertolongan Allah Subhanahu wa
Ta’ala.

Wallahu a’lam bish shawab


Pertemuan 10 - 11
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Al Kafirun
Kelas :7
Waktu : 2 x 60 menit

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّح ِيم‬
‫د َّما‬ٞ ِ‫ َوٓاَل أَنَ ۠ا َعاب‬٣ ‫ون َمٓا أَ ۡعبُ ُد‬
َ ‫ َوٓاَل أَنتُمۡ ٰ َعبِ ُد‬٢ ‫ون‬ َ ‫قُ ۡل ٰيَٓأَيُّهَا ۡٱل ٰ َكفِر‬
َ ‫ ٓاَل أَ ۡعبُ ُد َما تَ ۡعبُ ُد‬١ ‫ُون‬

َ ‫ َوٓاَل أَنتُمۡ ٰ َعبِ ُد‬٤ ۡ‫َعبَدتُّم‬


ِ ‫ لَ ُكمۡ ِدينُ ُكمۡ َولِ َي ِد‬٥ ‫ون َمٓا أَ ۡعبُ ُد‬
٦ ‫ين‬

Penjelasan Singkat.

Surat Al Kafirun adalah surat ke-109 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir
Surat Al Kafirun. Surat ini terdiri dari enam ayat dan merupakan Surat Makkiyah. Dinamakan surat Al
Kafirun yang berarti “orang-orang kafir” karena surat ini memerintahkan Rasulullah untuk berbicara
kepada orang-orang kafir bahwa beliau takkan menyembah berhala yang mereka sembah. Ia
dinamakan juga Surat Al ‘Ibadah. Karena surat ini memproklamirkan ibadah hanya kepada Allah dan
takkan beribadah kepada berhala yang disembah orang kafir. Dinamakan pula Surat Ad
Din sebagaimana ayat terakhir. Nama lainnya adalah surat Al Munabadzah dan Muqasyqasyah.
Dinamakan Muqasyqasyah atau Muqasyqisyah (penyembuh) karena kandungannya menyembuhkan
dan menghilangkan penyakit kemusyrikan.

Ibnu Katsir menjelaskan asbabun nuzul Surat Al Kafirun dalam tafsirnya. Bahwa orang-orang kafir
Quraisy pernah mengajak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyembah berhala-berhala
mereka selama satu tahun, lalu mereka akan menyembah Allah selama satu tahun. Maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala menurunkan surat ini.

Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait asbabun nuzul Surat Al Kafirun ini. Bahwa Walid bin
Mughirah, Ash bin Wail, Aswad bin Abdul Muthalib dan Umayyah bin Khalaf menemui Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka mengatakan, “Wahai Muhammad, marilah kami menyembah
Tuhan yang kamu sembah dan kamu menyembah Tuhan yang kami sembah. Kita bersama-sama ikut
serta dalam perkara ini. Jika ternyata agamamu lebih baik dari agama kami, kami telah ikut serta dan
mengambil keuntungan kami dalam agamamu. Jika ternyata agama kami lebih baik dari agamamu,
kamu telah ikut serta dan mengambil keuntunganmu dalam agama kami.”

Penawaran seperti itu adalah penawaran yang bodoh dan konyol. Maka Allah pun menurunkan Surat
Al Kafirun sebagai jawaban tegas bahwa Rasulullah berlepas diri dari agama mereka.  

Sayyis Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, bangsa Arab tidak mengingkari adanya Allah.
Akan tetapi, mereka tidak mengerti hakikat-Nya sehingga mempersekutukan-Nya. Mereka beribadah
kepada berhala yang mereka buat untuk menggambarkan orang shalih atau malaikat yang menjadi
perantara mendekatkan diri kepada Allah. Mereka sendiri menganggap malaikat adalah anak
perempuan Allah. Mereka merasa heran ketika Rasulullah mendakwahkan tauhid, untuk beribadah
hanya kepada Allah. Mereka pun menentang dakwah itu dengan berbagai cara. Setelah gagal
menghentikan Rasulullah dengan menyakiti beliau, mereka menawarkan harta dan jabatan. Ketika
upaya itu juga gagal, mereka mengambil jalan kompromi. Menawarkan kerjasama dengan bersama-
sama menyembah Tuhan mereka selama satu tahun, lalu tahun berikutnya menyembah Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah pun menurunkan Surat Al Kafirun sebagai jawabannya.

,Katakanlah: “Hai orang-orang kafir ١ َ‫قُ ۡل ٰيَٓأَيُّهَا ۡٱل ٰ َكفِرُون‬

ۡ •ُ‫ ق‬yang berarti “katakanlah” merupakan firman Allah dan perintah-Nya agar Rasulullah
Kata ‫•ل‬
menyampaikan ayat ini kepada orang-orang kafir, secara khusus kafir Quraisy, yakni sebagai jawaban
atas tawaran mereka. Kata ini membuktikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat Al Quran yang disampaikan oleh
malaikat Jibril.

Kata  َ‫ ۡٱل ٰ َكفِرُون‬berasal dari kata kafara yang berarti menutup. Disebut kafir karena hatinya tertutup,
belum menerima hidayah Islam. Siapapun yang tidak menerima Islam, maka ia adalah kafir. Baik itu
orang-orang musyrik maupun ahli kitab. Sebagaimana firman-Nya:

ٓ
َ ِ‫َار َجهَنَّ َم ٰخَ لِ ِدينَ فِيهَ ۚٓا أُوْ ٰلَئ‬
٦ ‫ك هُمۡ َشرُّ ۡٱلبَ ِريَّ ِة‬ ۡ ِ َ‫ُوا ِم ۡن أَ ۡه ِل ۡٱل ِك ٰت‬
ِ ‫ب َوٱل ُم ۡش ِر ِكينَ فِي ن‬ ْ ‫إِ َّن ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk)
ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al
Bayyinah: 6)

Namun secara spesifik/khusus, al kaarifuun yang diajak bicara di Surat Al Kafirun ini adalah orang-
orang kafir Quraisy yang mengajak kerjasama menyembah Tuhan secara bergantian. Sebagai
penegasan bahwa tidak mungkin Rasulullah menyembah tuhan mereka dan tidak ada titik temu
antara kemusyrikan dengan tauhid.

.aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah ٢ َ‫ٓاَل أَ ۡعبُ ُد َما ت َۡعبُ ُدون‬

Kata ‫أَ ۡعبُ ُد‬merupakan bentuk kata kerja masa kini dan akan datang (fi’il mudhari’). Ini merupakan
penegasan bahwa Rasulullah tidak akan menyembah tuhan mereka baik di masa kini maupun masa
depan. Menurut Ibnu Katsir, makna maa ta’buduun adalah berhala-berhala dan sekutu-sekutu yang
mereka ada-adakan. Rasulullah tidak akan menyembah mereka dan tidak akan memenuhi ajakan
orang kafir dalam sisa usianya.

.Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah ٣ ‫َوٓاَل أَنتُمۡ ٰ َعبِ ُدونَ َمٓا أَ ۡعبُ ُد‬

Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu juga tidak akan menyembah Tuhan yang disembah
Rasulullah di masa kini dan masa datang. Meskipun nantinya penduduk Makkah berbondong-
bondong masuk Islam, namun orang-orang yang mendatangi Rasulullah untuk mengajak menyembah
tuhan mereka, semuanya tidak masuk Islam bahkan mati terbunuh dalam kondisi kafir. Ibnu Katsir
menjelaskan ‫ َمٓا أَ ۡعبُ ُد‬adalah Allah semata.

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah ٤ ۡ‫د َّما َعبَدتُّم‬ٞ ِ‫َوٓاَل أَن َ۠ا عَاب‬

Ada sebagian mufassir yang menyamakan makna ayat 4 ini dengan ayat 2. Dan menyamakan makna
ayat 5 dengan ayat 3. Padahal jika diperhatikan kata yang digunakan, akan didapati makna yang
terkandung di dalamnya. Kata ۡ‫عبَ••دتُّم‬
َ  merupakan bentuk kata kerja masa lampau (fi’il madhi).
Berbeda dengan kata  َ‫ ت َۡعبُ ُدون‬pada ayat 2 yang merupakan fi’il mudhari’.

Perbedaan maa ta’buduun dan maa ‘abadtum ini menunjukkan bahwa apa yang mereka sembah di


masa kini dan esok bisa berbeda dengan apa yang mereka sembah di masa kemarin. Sedangkan untuk
Allah yang diibadahi Rasulullah, digunakan kata yang sama yakni maa a’bud. Menunjukkan ketegasan
ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah, tidak akan berubah.

.dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah ٥ ‫َوٓاَل أَنتُمۡ ٰ َعبِ ُدونَ َمٓا أَ ۡعبُ ُد‬

Perhatikan redaksi ayat 3 dan ayat 5 ini. Sama-sama digunakan kata ‫ َمٓا أَ ۡعبُ ُد‬  yang merupakan
bentuk kata kerja masa kini dan masa datang (fi’il mudhari’). Menegaskan bahwa apa yang beliau
sembah tidak berubah. Sayyid Qutb mengatakan bahwa ayat ini merupakan penegasan terhadap ayat
sebelumnya agar tidak ada lagi salah sangka dan kesamaran. Supaya tidak ada lagi prasangka dan
syubhat.

.”Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku ٦ ‫لَ ُكمۡ ِدينُ ُكمۡ َولِ َي ِدي ِن‬

Kata ‫ن‬ِ ‫ ِدي‬ artinya adalah agama, balasan, kepatuhan dan ketaatan. Sebagian ulama memilih makna
balasan karena menurut mereka orang kafir Quraisy tidak memiliki agama. Sedangkan yang
mengartikan din sebagai agama, bukan berarti Rasulullah mengakui kebenaran agama mereka namun
mempersilakan menganut apa yang mereka yakini.

Didahulukannya kata ۡ‫لَ ُكم‬dan ‫ي‬


َ ِ‫ ل‬menggambarkan kekhususan karena masing-masing agama berdiri
sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan. Ibnu Katsir mengutip Imam Bukhari bahwa lakum
diinukum yakni kekafiran, sedangkan waliya diin yakni Islam. Sayyid Qutb menegaskan, “Aku di sini
dan kamu di sana! Tidak ada penyeberangan, tidak ada jembatan dan tidak ada jalan kompromi
antara aku dan kamu!” “Sesungguhnya jahiliyah adalah jahiliyah dan Islam adalah Islam. Perbedaan
antara keduanya sangat jauh.”

Sedangkan Buya Hamka menegaskan dalam Tafsir Al Azhar, “Soal aqidah, di antara tauhid
mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampuradukkan dengan syirik.
Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya adalah kemenangan syirik.”

Wallahu a’lam bishshowab


Pertemuan 13 - 14
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Al Kautsar
Kelas :7
Waktu : 2 x 60 menit

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّح ِيم‬
٣ ‫ك هُ َو ٱأۡل َ ۡبتَ ُر‬
َ َ‫ إِ َّن َشانِئ‬٢ ‫صلِّ لِ َرب َِّك َو ۡٱن َح ۡر‬ َ َ‫إِنَّٓا أَ ۡعطَ ۡي ٰن‬
َ َ‫ ف‬١ ‫ك ۡٱل َك ۡوثَ َر‬
Penjelasan singkat.

Surat Al Kautsar adalah surat ke-108 dan merupakan surat terpendek dalam Al Quran. Surat ini terdiri
dari tiga ayat dan merupakan Surat Makkiyah, menurut mayoritas ulama. Ia adalah surat ke-14 atau
ke-15 yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni setelah Surat Al Adiyat dan
sebelum surat At Takatsur. Ada sebagian ulama yang berpendapat surat ini Madaniyah karena di
dalamnya memerintahkan inhar (berkorbanlah). Sedangkan ibadah qurban disyariatkan setelah hijrah
ke Madinah. Namun pendapat ini ditolak ulama lainnya karena sejak di Makkah sudah dikenal
penyembelihan binatang sebagai pengorbanan. Dinamakan surat Al Kautsar yang merupakan nama
sungai di surga dan dapat pula diartikan nikmat yang banyak, diambil dari ayat pertama dari surat ini.
Surat ini juga dinamakan Surat An Nahr, diambil dari ayat kedua.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu terkait asbabun nuzul Surat Al
Kautsar. Bahwa Rasulullah menundukkan kepalanya sejenak lalu beliau mengangkat kepalanya seraya
tersenyum. Para sahabat bertanya, “Mengapa engkau tersenyum ya Rasulullah?”

Maka Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya telah diturunkan kepadaku suatu surat.” Lalu beliau
membaca Surat Al Kautsar.  “Tahukah kalian apakah Al Kautsar itu?”

Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

Al Kautsar adalah sebuah sungai (telaga) yang diberikan kepadaku oleh Tuhanku di dalam surga.
Padanya terdapat kebaikan yang baik. Umatku kelak akan mendatanginya di hari kiamat. Jumlah
wadah-wadah (bejana-bejana)nya sama dengan bilangan bintang-bintang. Diusir darinya seseorang
hamba, maka aku berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya dia dari umatku.” Maka dikatakan,
“Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang telah dibuat-buatnya sesudahmu.” (HR. Ahmad;
shahih)

Berdasarkan asbabun nuzul ini, sebagian ulama berpendapat surat Al Kautsar adalah madaniyah.
Karena Anas bin Malik masuk Islam setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Namun ada pula yang
berpendapat, surat ini turun di Makkah, lalu diturunkan lagi di Madinah. Ibnu Katsir dalam tafsirnya
tidak memastikan apakah Al Kautsar ini makkiyah atau madaniyah.

Asbabun nuzul yang lain, surat ini turun berkenaan dengan Ash bin Wail. Dia menghina Rasulullah
sebagai abtar (terputus) karena putra beliau meninggal sehingga nasabnya terputus. Lalu Allah
menurunkan surat ini memberitakan bahwa Ash bin Wail yang telah memusuhi Rasulullah itulah
yang abtar. Peristiwa itu terjadi di Makkah sehingga menjadi hujjah bahwa surat ini merupakan surat
Makkiyah.

.Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak َ َ‫إِنَّٓا أَ ۡعطَ ۡي ٰن‬
١ ‫ك ۡٱل َك ۡوثَ َر‬

Kata َ َ‫أَ ۡعطَ ۡي ٰن‬berasal dari kata a’tha  yang artinya adalah memberi. Biasa digunakan untuk pemberian
‫ك‬
yang menjadi milik pribadi seseorang. Kata ‫ر‬ َ َ‫ ۡٱل َك ۡوث‬berasal dari kata katsir artinya banyak. Bisa
digunakan untuk menunjuk sesuatu yang bilangannya banyak, bisa pula untuk menunjuk sesuatu yang
tinggi nilainya.

Banyak makna al kautsar dalam ayat ini. Ada yang berpendapat maknanya adalah sungai di surga
dengan berhujjah pada hadits di atas dan hadits-hadits sejenis yang menerangkan al kautsar.Ada yang
berpendapat maknanya adalah keturunan Rasulullah sangat banyak. Merupakan dari lawan abtar,
pada ayat terakhir. Meskipun putra-putra beliau meninggal semasa kecil, putri beliau Fatimah telah
memberikan keturunan yang darinya Ali Zainal Abidin -yang selamat dari pembantaian di Karbala-
kemudian memiliki banyak keturunan hingga saat ini. Ada pula yang berpendapat maknanya adalah
nikmat yang banyak.
Sebenarnya makna-makna ini tidak saling bertentangan. Al kautsar adalah nikmat yang banyak, yang
diberikan Allah kepada Rasulullah, di antaranya adalah keturunan yang banyak dan telaga al kaustar di
surga. Sehingga Sayyid Qutb menafsirkannya dalam Tafsir Fi Zilalil Quran: “Sesungguhnya Kami telah
memberikan kepadamu nikmat yang banyak dan melimpah ruah, yang tidak bisa dihalangi dan tidak
putus-putusnya.

.Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah ٢ ‫ك َو ۡٱن َح ۡر‬ َ َ‫ف‬
َ ِّ‫صلِّ لِ َرب‬

َ adalah bentuk perintah dari shalat . Sedangkan kata ‫ ۡٱن َح ۡر‬berasal dari kata nahr yang
Kata  ِّ‫صل‬
artinya pangkal leher, sekitar tempat meletakkan kalung. Dari sana muncul makna penyembelihan
karena menyembelih unta itu di pangkal leher. Setelah diberi penegasan nikmat yang demikian
banyak, maka Rasulullah diarahkan untuk mensyukuri nikmat itu dengan shalat dan berkorban.

Qatadah, Atha’ dan Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah mendirikan shalat idul
adha dan menyembelih hewan qurban. Sedangkan Ibnu Jarir menjelaskan bahwa maknanya adalah
jadikan seluruh shalatmu untuk Tuhanmu, dengan niat ikhlas hanya kepada-Nya, tidak kepada
siapapun selain-Nya. Demikian pula jadikan hewan sembelihanmu hanya untuk-Nya, bukan untuk
berhala-berhala. Itu semua kamu lakukan demi rasa syukur atas segala yang telah Dia berikan
kepadamu berupa kemuliaan dan kebaikan yang tiada tandingannya. Dia mengkhususkan hal itu
hanya untukmu. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, melalui ayat ini Allah
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk senantiasa shalat. Ini merupakan kebalikan dari sifat
orang yang meninggalkan shalat pada Surat Al Ma’un. Allah memerintahkan shalat dengan ikhlas
(lirabbika), lawan dari shalat yang riya’ pada Surat Al Ma’un.

.Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus ٣ ‫ك هُ َو ٱأۡل َ ۡبتَ ُر‬
َ َ‫إِ َّن َشانِئ‬

َ َ‫ َشانِئ‬berasal dari kata syana’aan  yang artinya adalah kebencian. Kata ini digunakan untuk
Kata ‫ك‬
menunjukkan kebencian yang bukan pada tempatnya dan yang lahir dari iri hati. Ayat pertama
menetapkan bahwa Rasulullah bukanlah orang yang terputus dari nikmat Allah. Ayat terakhir ini
menegaskan bahwa orang yang membencinya justru yang terputus dari nikmat Allah. Ayat pertama
menetapkan bahwa Rasulullah memiliki keturunan yang banyak, yang bertolak belakang dari hinaan
orang-orang musyrikin Makkah yang menyebut Rasulullah abtar. Ayat terakhir ini menegaskan bahwa
orang yang menghina Rasulullah itu justru orang yang pada akhirnya abtar.

Ash bin Wail yang suka menghina Rasulullah “biarkan dia, sesungguhnya dia abtar” akhirnya justru
menjadi orang abtar karena semua anaknya mati. Ia juga abtar karena terputus dari sejarah, namanya
tidak dikenal kecuali dengan kejelekan. Juga abtar karena terputus dari nikmat Allah. Para pembenci
Nabi pasti abtar sebagaimana ayat ini, walaupun ia punya anak banyak. Walid bin Mughirah yang
membenci Nabi, ia punya sebelas anak. Tapi anaknya tidak melanjutkan misi dan pandangan Walid
sehingga ia bisa disebut abtar. Terputus dari keturunannya dan terputus pula dari kebajikan.  Orang
yang abtar, jika dihubungkan dengan al kautsar yang bermakna telaga surga, ia juga tidak akan bisa
meminum dari sana.

Surat Al Kautsar adalah surat yang menjelaskan bahwa Allah memberikan nikmat yang banyak kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antara nikmat yang banyak itu, Allah memberikan
keturunan yang banyak kepada Rasulullah dan telaga kautsar di surga nanti. Surat ini memberikan
arahan (taujih Rabbani) agar Rasulullah mensyukuri nikmat itu dengan shalat dan berqurban. Shalat
yang semata-mata karena Allah dan berqurban juga untuk Allah. Surat ini juga merupakan mukjizat
yang menjadi bukti kebenaran Rasulullah. Bahwa siapapun yang membenci Rasulullah, dia akan
terputus dari kebaikan dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dunia, mereka terputus dari rahmat
Allah dan terputus dari keturunannya, sedangkan di akhirat kelak mereka tidak bisa minum dari telaga
kautsar.

Wallahu a’lam bish showab

Anda mungkin juga menyukai