Anda di halaman 1dari 29

DIROSAH QUR’AN MA’NANAN

RPP TAHUN AJARAN 2020 -2021

KELAS 8

ُ َ َّ َ ‫آن َو‬
َ ْ ُ ْ َ َّ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ
‫ا‬
Sebaik-baik kalian adalah orang yang
mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya

[HR. Bukhari dan Muslim]

Nama Santri :
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN DIROSAH QUR’AN
TAHUN AJARAN 2020 - 2021

A. Arah Materi Pembelajaran

a. Membangun motivasi hidup santri bersandar dengan Al Qur’an


b. Membangun keyakinan dan pemahaman bahwa bahasa arab dan bahasa Al Qur’an adalah bahasa
yang mudah di hafal dan di fahami
c. Membangun perhatian dan kepedulian yang tinggi untuk menjadikan Al qur’an sebagi sumber
informasi dan sumber hukum
d. Membangun motivasi santri agar senantiasa menjadikan Al Qur’an sebagai dalil pada setiap
amal.

B. Target Materi Pembelajaran :

a. Support mapel bahasa arab khususnya menambah kosa kata bahasa arab
b. support mapel bahasa indonesia baik lisan maupun tulisan
c. Menghafal dan memahami arti per kata dan arti secara menyeluruh
d. Memahami tafsir singkat dari ayat-ayat Al Qur’an
e. Mengaplikasikan dalam materi pidato atau kultum
f. Mengaplikasikan dalam kehidupan pribadi dan membantu menyelesaikan persoalan ummat

C. Indikator Keberhasilan
a. Materi diawali menterjemah kata perkata surat-surat pendek juz 30 (juz amma) dengan
menambah penjelasan tafsir singkat yang banyak diambil dari tafsir Jalalain dan Al Qurthubi.

b. Keberhasilan santri diukur melalui proses PBM kelas, yaitu mampu mengulang hafalan arti
perkata dari surat atau ayat yang sudah dihafalkan dan santri mampu menjelaskan gambaran
umum dari surat yang sudah di pelajari dalam bentuk materi kultum, artikel sederhana dan
sebagainya.
Pertemuan 1 - 2
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : AT Tiin
Kelas :8
Waktu : 2 x 60 menit

َ َ َّ
ِ ِ ّ ‫ٱ ِٱ ّ ٱ‬
َ3 ۡ َ‫ أ‬6ِٓ 7 َ 89 َ
ٰ َ ِ:ۡ ‫ َ َ ۡ َ&; ٱ‬-ۡ َ َ 2 ِ ,ۡ ‫ ٱ‬-ِ َ .َ ۡ ‫ا ٱ‬/َ ٰ1َ ‫ َو‬+ َ ِ&'ِ( ِ‫ َو ُ* ر‬% ‫ ُ! ِن‬#ۡ $َّ ‫َوٱ ّ!ِ َوٱ‬
ِ ِ ِ

َ َHِ ٰIَّ ‫ َ َءا َ ُ& ا ْ َو َ ُ ا ْ ٱ‬Kِ/َّ ‫ إ َّ; ٱ‬E َ ?@ َ َ َ ۡ َ ُ ٰ َ ۡ َ َ َّ ُ


ُ ۡ Mَ ٌ Oۡ ‫ ۡ أ‬Fُ َ َ7 G
ِ ٰ ِ ِ ٰ
ِ ِ A?(‫ أ‬B‫ ردد‬D > =#
َۡ
ٖ ِ

َ ۡ َ ۡ َ ُ َّ َ ۡ َ َ َ ّ َ َ
َ ِ H ‫ ِ ٱ‬V ,ِS ‫ ٱ‬Z' [ X ِ Kِ-ّ RِS -ُ ۡ Tَ USُِ /VُK ; َ W Q ‫ ۡ ُ& ٖن‬Pَ
\ ِY ٰ

Penjelasan Singkat.

Surat at Tiin adalah Surat ke-95 yang terdiri atas 8 ayat dan tergolong surat Makkiyah. Adapun
gambaran tafsir singkat dari masing-masing ayatnya adalah sebagai berikut.

Ayat pertama (artinya) : “Demi buah tin dan buah zaitun”.


Buah tin adalah buah yang banyak terdapat di Damaskus (sekarang terletak di Yordania),
sedangkan buah zaitun adalah buah yang banyak terdapat di Palestina. Yordania dan Palestina dahulu
menjadi satu negeri bernama Syam bersama Suriah dan Lebanon. Kedua buah ini tidak memiliki biji
dan kulit, hanya saja zaitun dapat diambil darinya minyak, yang kita kenal dengan minyak zaitun.

Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah berkata : “Allah bersumpah dengan 2 pohon ini karena
banyaknya manfaat pada tanaman dan buahnya. Juga karena tumbuhnya 2 pohon ini di negeri Syam
yang merupakan tempat kenabian Isa bin Maryam ‘alaihima as-Salam”. (Tafsir as-Sa’di)

Al-‘Allamah al-Alusi rahimahullah berkata : “Allah Ta’ala mengkhususkan keduanya atas buah-
buahan yang lain, karena keistimewaannya yang mulia. Sesungguhnya buah tin itu adalah buah yang
bagus. Tidak ada sisa yang tidak bermanfaat padanya. Makanan yang lembut, cepat dicerna, bahkan
dikatakan : Sesungguhnya buah tin adalah buah yang paling sehat dimakan jika dimakan dalam
keadaan perut kosong. Ia adalah obat yang banyak manfaatnya, membuka lemak penyumbat,
menguatkan hati, membersihkan limpa, menghilangkan sulitnya buang air kecil dan lemah pada
ginjal, menormalkan debar jantung, menghilangkan asma, gangguan nafas, batuk, sakit dada, kaku
pada tulang betis dan lain-lain”. (Tafsir al-Alusi)

Adapun berkaitan buah zaitun, maka Allah menyebutkannya bukan hanya pada Surat At Tin.
Pada Surat An Nur ayat ke-35, Allah berfirman (artinya) : “…yang dinyalakan (dengan minyak) dari
pohon yang diberkahi (yaitu) zaitun, yang tidak tumbuh di sebelah timur dan tidak pula barat, yang
minyaknya saja hampir-hampir menerangi sekalipun tidak disentuh oleh api…”

Demikian pula melalui sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah bersabda
(artinya) : “Makanlah buah zaitun dan gunakan minyak dengannya, karena sesungguhnya ia (buah
zaitun) adalah pohon yang diberkahi”. (HR.at-Tirmidzi dan disahihkan oleh al-Albani.Lihat pula ash-
Shahihah 379)

Al-Hafizh al-Qurthubi rahimahullah berkata : “Dan ia (buah zaitun, pen) adalah lauk yang paling
banyak dimakan oleh penduduk Syam dan Maghrib. Mereka menjadikannya sebagai kuah dan
menggunakannya ketika memasak, menjadikannya sebagai bahan penerang, obat penyakit
lambung, bisul dan luka serta manfaat lain yang banyak”. (Tafsir al-Qurthubi)

Al-‘Allamah al-Alusi berkata : “Dan adapun zaitun, maka ia adalah lauk, obat sekaligus buah
menurut apa yang dikatakan tentangnya. Mereka (para pakar medis, pen) berkata : “Sesungguhnya
pemanas yang dihasilkan zaitun tidak ada sesuatu yang membandinginya dalam mencerna,
menggemukkan dan menguatkan anggota badan. Cukuplah keistimewaan yang ada padanya ketika
minyaknya dapat menjadi penerang di masjid-masjid dan semisalnya, seiring manfaat lain seperti :
memperbagus warna, menyaring campuran, menguatkan urat syaraf, membuka lemak penyumbat,
mengeluarkan cacing, memperlancar produksi ASI, menghancurkan batu ginjal, memperbaiki ginjal
sehingga dapat menyerap air panas, menghilangkan keputihan, sebagai celak yang menguatkan
pandangan mata dan selain itu. Pohon zaitun adalah pohon yang diberkahi dan dipersaksikan di
dalam At Tanzil (Al Qur’an, pen)”. (Tafsir al-Alusi)

Ayat kedua (artinya) : “Dan demi bukit (thur) Sinin”.

Nama lain dari bukit ini adalah bukit (thur) Saina’ (Thursaina’). Nama ini disebut di dalam
firman Allah (artinya) : “Dan (Kami keluarkan pula, pen) pohon yang tumbuh di bukit (thur) Saina’,
yang menghasilkan minyak dan menjadi kuah bagi orang-orang yang makan”. (Al Mu’minun : 20)

Bukit ini dahulu menjadi tempat yang Allah mengajak bicara Nabi Musa ‘alaihi as-Salam dengan
pembicaraan yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, tidak serupa dengan pembicaraan
makhluk-Nya. Di bukit itu pula, Allah memerintah Nabi Musa untuk pergi mendakwahi Fir’aun yang
sangat melampaui batas.

Ayat ketiga (artinya) : “Dan demi negeri yang aman ini”.

Yang dimaksud negeri yang aman ini adalah kota Makkah, tempat kenabian dan kerasulan
manusia terbaik, yaitu Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Dan sebagian imam muslimin berkata : “Ini adalah 3
tempat yang Allah mengutus padanya nabi yang diutus dari kalangan Ulul ‘Azmi, pengemban syariat
yang besar, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi Ulul ‘Azmi yaitu

1. Tempat adanya buah tiin dan zaitun, yaitu Baitul Maqdis, tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis
salam.
2. Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa bin ‘Imran ‘alaihis salam.
3. Negeri Mekah yang penuh rasa aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam. (Tafsir Ibnu katsir)

Ayat keempat (artinya) : “Sungguh Kami (Allah) benar-benar menciptakan manusia dalam bentuk
sebaik-baiknya”.

Al-Hafizh al-Qurthubi rahimahullah berkata : “Abu Bakr bin Thahir berkata : “(Manusia) dihiasi
dengan akal, sanggup melaksanakan perintah, mendapatkan petunjuk untuk bisa membedakan
sesuatu, tegak perawakannya dan mengambil makanannya dengan tangan”. (Tafsir al-Qurthubi)

Demikian keadaan penciptaan manusia, baik yang beriman maupun yang kafir, taat maupun
bermaksiat. Tentu saja keadaan manusia dengan penciptaan seperti ini merupakan kenikmatan yang
sangat berharga. Jika kenikmatan ini hilang, maka sebesar berapa pun harta tidak akan bisa (dengan
izin Allah) mengembalikannya seperti semula. Maka sudah semestinya manusia mensyukuri
kenikmatan ini dengan melakukan ketaatan agar kenikmatan tersebut tetap terjaga, bahkan
bertambah.

Ayat kelima (artinya) : “Kemudian Kami (Allah) kembalikan dirinya (manusia) menjadi serendah-
rendahnya”.

Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah berkata : “Yaitu : Sempurna penciptaannya, saling


bersesuaian anggota tubuhnya, berdiri tegak perawakannya, tidak kehilangan dari sesuatu yang ia
butuhkan, baik secara lahir maupun batin. Namun seiring dengan kenikmatan yang agung yang
semestinya ditegakkan syukur karenanya, ternyata kebanyakan manusia menyimpang dari syukur,
sibuk dengan kesia-siaan dan permainan. Mereka sendiri rela dengan serendah-rendah perkara dan
seburuk-buruk akhlak. Maka Allah kembalikan mereka menjadi serendah-rendahnya, berupa neraka
paling bawah yang merupakan tempat orang-orang bermaksiat dan congkak terhadap Rabb
mereka…” (Tafsir as-Sa’di)

Ayat keenam (artinya) : “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya”.

Al-‘Allamah as-Sa’di berkata : “…kecuali siapa saja yang diberi kenikmatan oleh Allah berupa
iman, amal saleh, akhlak yang utama dan tinggi. Maka bagi mereka kedudukan yang tinggi dan
pahala yang tiada putus-putusnya, bahkan kelezatan yang banyak, kebahagiaan yang berturut-turut
dan kenikmatan yang melimpah, dalam keabadian yang tidak sirna, kenikmatan yang tidak berubah,
makanan dan keteduhan di surga yang kekal”. (Tafsir as-Sa’di)
Ayat ketujuh (artinya) : “Maka apa yang menyebabkan dirimu mendustakan hari pembalasan
setelah jelas keterangan bagimu ?!”

Al-‘Allamah as-Sa’di berkata : “Yakni : Perkara apa -wahai manusia- yang menyebabkan dirimu
mendustakan hari pembalasan terhadap amalan-amalanmu ?! Padahal, dirimu telah melihat tanda-
tanda (kekuasaan) Allah yang banyak yang dengannya mestinya terwujud keyakinan pada dirimu,
dan (dirimu juga melihat) kenikmatan-kenikmatan yang mestinya menjadikan dirimu tidak
mengingkari satu pun apa yang diberitakan oleh Allah”. (Tafsir as-Sa’di)

Ayat kedelapan (terakhir) yang artinya : “Bukankah Allah itu adalah hakim seadil-adilnya ?!”

Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : “Ini adalah pertanyaan yang maknanya
pernyataan, yang Allah menyatakan bahwa Dia adalah hakim seadil-adilnya”. (Tafsir Juz ‘Amma)

Ayat ini bisa pula diterjemahkan dengan : “Bukankah Allah itu adalah hakim sebijak-bijaknya
?!”. Dengan demikian, maknanya adalah :

1) Allah adalah hakim yang seadil-adilnya, tidak akan pernah sedikit pun menzalimi seorang
pun dari hamba-Nya.Maha Suci Allah dari sifat zalim.

2) Allah adalah hakim yang sebijak-bijaknya, tidak akan pernah sia-sia membiarkan manusia
dicipta begitu saja tanpa diperintah, dilarang, dibalas dengan pahala dan dibalas dengan siksa. Maha
Suci Allah dari sifat sia-sia.

Tambahan :
Kata ulul azmi berasal dari dua kata, yakni ulul dan azmi. Arti dari kata ulu atau uli adalah memiliki,
sedangkan azmi berarti tekad atau keteguhan hati yang kuat.

Maka ulul azmi diartiakan sebagai seorang yang memiliki ketabahan, kesabaran dan keuletan yang
luar biasa dalam menjalankan tugas sucinya sebagai rasul, walaupun menghadapi berbagai
rintangan. Berikut ini lima nama Nabi yang diberi gelar ulul azmi.
1. Nabi Nuh A.S
2. Nabi Ibrahim A.S
3. Nabi Musa A.S
4. Nabi Isa A.S
5. Nabi Muhammad SAW

Wallahu a’lamu bish-Shawab


Pertemuan 3
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : AT Tiin
Kelas :8
Waktu : 2 x 60 menit

َ َّ َّ
ِ ِ ّ ‫ٱ‬ ‫ٱ ِٱ‬
َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ٓ َّ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ َ
> ‫ ك‬gِ‫ ذ‬U ;& W‫ ور‬2 ‫ ك‬Fc d e‫ِي أ‬/ ‫ ٱ‬+ ‫ وِزرك‬U& ;& b‫ وو‬% ‫رك‬-^ U ‫` ح‬9 [

َ ۡ َ َ َّ َ
\ np‫ر‬R ۡ oeR
7 Uِq‫ ر‬6ٰ r X n َ pۡ َ َ7 ‫ َذا‬:7َ Q l ٗ 3ۡ ُ j 3ۡ ُ ۡ ‫ ٱ‬kَ َ ‫ إ َّن‬E ‫ ً ا‬3ۡ ُ j 3ۡ ُ ۡ ‫ ٱ‬kَ َ ‫ َّن‬:7َ
َ َ7 G
ِ ِ ِ ِ ِ

Penjelasan Singkat.

Surat Al-insyirah merupakan surat ke-94 dalam Al-quran yang berarti 'Kelapangan'. Surat ini terdiri dari 8
ayat dan termasuk golongan surat Makkiyah. Adapun penjelasan singkat dari masing-masing ayat adalah
sebagai berikut :

1. A lam nasyrah laka sadrak Artinya:"Bukankah kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Allah telah melapangkan dada Nabi Muhammad SAW dan
menyelamatkannya dari ketidaktahuan tentang kebenaran (syariat), sebagaimana yang terjadi pada
kaum Quraisy saat itu yang diliputi dengan kejahiliyahan, tidak mau mengikuti kebenaran padahal Nabi
SAW selalu mencari jalan untuk melepaskan mereka dari lembah kebodohan. Ayat ini menjelaskan
kepada Nabi SAW bahwa Allah telah membersihkan jiwa Nabi SAW dari segala macam perasaan cemas,
sehingga dia tidak gelisah, susah, dan, gusar. Nabi dijadikan selalu tenang dan percaya akan pertolongan
dan bantuan Allah kepadanya sebagai Rasul dan serta ummat dan pengikutnya.

2. Wa wada'na angka wizrak Artinya:"Dan kami pun telah menurunkan bebanmu darimu"
Yakni dengan kenabian dan lainnya. Menurut Syaikh As Sa’diy maksudnya adalah, “Bukankah
Kami telah meluaskan dadamu untuk menerima syariat agama dan berdakwah kepada Allah, memiliki
sifat berakhlak mulia, menghadap (hati) kepada akhirat dan memudahkan kebaikan, sehingga tidak
menjadi sempit dan berat yang (keadaannya) tidak tunduk kepada kebaikan dan hampir tidak ditemukan
kelapangan.

3. Allazi angqada zahrak Artinya:"Yang memberatkan punggungmu"


Sebagian para ahli tafsir menafsirkan al-wizr adalah kesalahan dan kealpaan yang dilakukan Nabi
Muhammad sebelum beliau menjadi nabi. Semuanya telah Allah ampunkan. Allah telah mengangkat dosa
Rasulullah yang senantiasa memberatkan punggung nya. Sebagai muslim maka kita senantiasa melihat
bahwa dosa adalah sesuatu yang memberatkan. Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam bersabda bahwa
orang beriman atas dosa yang dia lakukan adalah ibarat orang yang berdiri di bawah gunung/bukit yang
akan runtuh; dan dia sangat takut diruntuhi oleh gunung/bukit itu.

Tapi, ada beberapa mufasir yang menafsirkannya dengan beban secara umum yang dihadapi oleh
Rasulullah saw dalam menyampaikan risalah kenabian. Beban dakwah baik fisik mauapun psikis yang
dialaminya di alami Rasulullah, seperti hinaan, cemoohan, ancaman, tuduhan keji atau bahkan rayuan
dan bujukan, semuanya Allah jadikan ringan. Bahkan Allah melengkapinya dengan nikmat selanjutnya.

4. Wa rafa'na laka zikrak Artinya:"dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu bagimu"


Meninggikan nama Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam di sini maksudnya ialah
meninggikan derajat dan mengikutkan nama Beliau dengan nama Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam
kalimat syahadat, azan dan iqamat, tasyahhud dalam shalat, khutbah dan lain-lain serta menjadikan taat
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk taat kepada Allah. Di samping itu, Beliau sangat
dicintai, dimuliakan dan dibesarkan di hati umatnya setelah Allah SWT.

Allah mengangkat derajat Nabi Muhammad, meninggikan kedudukan dan memperbesar


pengaruhnya. “Dan kami pun telah tinggikan sebutan namamu bagimu, kami sebut namamu secara
berurutan dengan nama-Ku, seperti dalam syahadat, azan, tasyahud, dan sebagainya. Itu adalah
kemulian tersendiri yang tidak kami berikan kepada nabi-nabi yang lain”.

5. Fa inna ma'al usri yusra Artinya:"Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan"
Allah mengungkapkan bahwa sesungguhnya di dalam setiap kesempitan, terdapat kelapangan,
dan di dalam setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu keinginan, terdapat pula jalan keluar.
Demikianlah nikmat-nikmat Ku kepadamu, maka tetaplah optimis dan berharap pada pertolongan
Tuhanmu karena sesungguhnya beserta kesulitan apapun pasti ada kemudahan yang menyertainya.
Engkau hadapi kesulitan besar dalam menyampaikan dakwah kepada kaummu; mereka ingkar dan
menentangmu, tetapi Allah memberimu kemudahan untuk menaklukkan mereka

6. Inna ma'al usri yusra Artinya:"Sesungguhnya besera kesulitan itu ada kemudahan"
Ayat ini adalah ulangan ayat sebelumnya untuk menguatkan arti yang terkandung dalam ayat
yang terdahulu. Bila kesulitan itu dihadapi dengan tekad yang sungguh-sungguh dan berusaha dengan
sekuat tenaga dan pikiran untuk melepaskan diri darinya, tekun dan sabar serta tidak mengeluh atas
kelambatan datangnya kemudahan, pasti kemudahan itu akan tiba.

7. Fa iza faraghta fansab Artinya:"Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah
bekerja keras (untuk urusan yang lain)"
Sebagian mufassir menafsirkan, bahwa apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah,
maka beribadahlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka
kerjakanlah urusan akhirat, atau apabila kamu telah selesai dari kesibukan dunia, maka bersungguh-
sungguhlah dalam beribadah dan berdoa. Ada pula yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah, apabila
kamu telah selesai mengerjakan shalat, maka berdoalah. Orang yang berpendapat demikian, berdalih
dengan pendapat tafsir ini, bahwa disyariatkan berdoa dan berdzikr setelah shalat fardhu.

8. Wa ila rabbika farghab Artinya:"dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap"


Yakni perbesarlah harapanmu agar doamu dikabulkan dan ibadahmu diterima, dan janganlah engkau
termasuk orang yang apabila telah selesai melakukan sesuatu, ia malah bermain-main dan berpaling dari
Tuhan mereka dan dari mengingat-Nya sehingga engkau termasuk orang-orang yang rugi.

Wallahu a’lamu bish-Shawab


Pertemuan 4 - 5
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Ad Duha
Kelas :8
Waktu : 2 x 60 menit

َ َّ َّ
ِ ِ ّ ‫ٱ‬ ‫ٱ ِٱ‬
َ ُۡ َ َ ّ ٞ ۡ َ ُ َ َ َ ٰ َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ ّ َ َ ٰ َ َ َ ۡ َ ّ َ ٰ َ ُّ َ
ٰ ,‫ ِ َ ٱ‬U
> z‫و‬ ‫ ِ ة‬x ‫ و‬2 6 v ; ‫ و‬Uq‫ ر‬U ‫ ; ود‬+ 6u( ‫ إ ِذا‬Aِ ‫ وٱ‬% 6st ‫وٱ‬

َ‫ك‬-َ Oَ ‫ َو َو‬X ‫ى‬ ٗ


ٰ -َ Fَ Wَ ;ّ ‚bَ ‫ َك‬-َ Oَ ‫ َو َو‬Q ‫ى‬
ٰ ‫ ََاو‬€ٔ€‫َ~ ِ ٗ ; َف‬K ‫ َك‬-ۡ u َ ۡ َ [َ E 6ٰٓ bَ ۡ !َ Wَ U
َ ُّ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ َ
ِ K q‫ ر‬U |ِ } ‫ ف‬3 ‫و‬

ۡ ّ َ َ َ ّ َ َ ۡ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ٓ َّ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َّ َ َ ٰ َ ۡ َ َ ٗ ٓ َ
%% ‫ِث‬-s7 Uِq‫ِ&ِ ِ† ر‬S ; ‫ وأ‬%… F& ; 7 Aِƒ;3 ‫ „ وأ ; ٱ‬F ; 7 ِ ~ ‫ ; ٱ‬,7 \ 6&M,7 ; ِ ƒ;

Penjelasan Singkat
Surah Adh-Dhuha adalah surat nomor urut 93, termasuk surat Makiyyah. Arti Adh-Dhuha adalah
waktu siang secara keseluruhan. Namun, ada juga yang menyatakan Adh-Dhuha adalah awal waktu
siang ketika matahari mulai meninggi.
ُّ َ
َ t
Demi waktu dhuha % 6ٰ s ‫وٱ‬
Ketika wahyu itu terputus beberapa waktu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian
malaikat datang, lantas diturunkanlah wahyu surah Adh-Dhuha. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertakbir karena gembira dan senang. Ada riwayat dari Bukhari dan Muslim, dari Jundub Al-Bajali,
ia berkata,

; َ -ُ َّ s
َ ُ ;َK G ْ َ ; َ Wَ ‫ َ أ َ ٌة‬P‫ا‬
ْ َََُْ َََْْ َْ ًََْ ْ َُ ْ ََ
! Š7 ِ ! ‫† أو‬ } 7 – (‫و‬
َ ْ ُ ُ
‫ ا‬6 ^ – 6ُّ ِ.&َّ ‫ ا‬6Y!َ ˆ‫َ} ل ا‬
َ َ َ َّ َ َّ ُّ َّ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َ َ
; َ ‫ َو‬Uqُّ ‫ َر‬U ‫ * َ ; َود‬6uَ (َ ‫ إِذا‬Aِ ْ ‫ * َوا‬6sَ t ‫ ) َوا‬AOَ ‫ َو‬$َّ ُ ‫ل ا‬$َ eŠ7 ، UŒ َ • -v ; ِ ‫ إ‬Ue;|َ ْ ˆ ‫أ َرى‬
ََ
(6 v
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadu dan tidak keluar selama satu atau dua malam. Lalu ada
seorang wanita yang datang dan berkata, ‘Wahai Muhammad, setanmu benar-benar telah
meninggalkanmu. Lantas turunlah firman Allah dalam surah Adh-Dhuha.” (HR. Bukhari, no. 4983;
Muslim, no. 1797; dan Ahmad, 4:312). Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan, “Tidak keluar
selama dua atau tiga malam.” (HR. Muslim, no. 1797)
Dalam riwayat Muslim, Jundub berkata,
َ َّ َ ْ َ َ َ ّ َْ َ ُ ْ ْ َ ََ َّ ََ ُ َ َ
$َّ ُ ‫ل ا‬$َ eŠ7 -ٌ َّ sَ ُ ‫ ُو ِدع‬-v ‫ ن‬Œِ ` ُ ‫ ;ل ا‬W - (‫و‬ ‫ ا‬6 ^- ِ ‫ َر ُ( ِل ا‬6 A#ِ ْ.Oِ ,|َ Tْ [
ََ َ َ َ َّ َ َّ ُّ َّ
(6 v ; َ ‫ َو‬Uqُّ ‫ َر‬U ‫ َ ; َود‬6uَ (َ ‫ إِذا‬Aِ ْ ‫ َوا‬6sَ t ‫ ) َوا‬AOَ ‫َو‬
Jibril lamban bertemu lagi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas orang-orang
musyrik mengatakan, ‘Muhammad telah ditinggalkan.’ Lantas turunlah surah Adh-Dhuha, ‘Demi
waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), Rabbmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu’.” (HR. Muslim, no. 1797)
َ (َ ‫ إ َذا‬Aۡ َّ ‫َوٱ‬
+ 6ٰ u
Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap) ِ ِ

Mufasir menjelaskan makna 6uَ (َ dengan banyak makna yaitu siang yang telah tertutupi gelap,
ketika malam telah istawa (telah lurus), “malam yang tenang yaitu saat datang gelap dan tidak bertambah
gelapnya lagi dan ada makhluk yang muncul pada waktu malam.
ََ َ ُ َ َ َّ
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu 2 6ٰ v ; َ ‫ َو‬Uqّ ‫ َر‬U ‫َ ; َود‬
Ayat ke-3 ini membantah pernyataan orang-orang musyrik yang menyudutkan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan menyebut bahwa Allah telah meninggalkan dan benci kepada beliau sehingga dalam
masa yang lama wahyu tidak turun. Sekali-kali Allah tidak meninggalkan Nabi bahkan akan terus
memperhatikannya dengan sebaik-baik perhatian dan akan meninggikan terus derajat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula Allah tidak membenci Nabi, bahkan akan senantiasa
mencintainya. Demikianlah kesempurnaan perhatian Allah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
َ ُۡ َ َّ ٞ ۡ َ ُ َ َ َ
ٰ ,‫ ِ َ ٱ‬U
> z‫و‬ ‫ ِ ة‬x‫و‬
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)
Allah mengabarkan bahwa seiring dengan berjalannya waktu, keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam akan semakin baik. Setiap waktu akan terus bertambah baik sehingga “yang akhir lebih baik
bagimu daripada di permulaannya”. Ada juga tafsir lain bahwa yang di maksud adalah kehidupan di
akhirat akan lebih baik daripada kehidupan di dunia untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal
tersebut juga berlaku untuk hamba-hamba Allah lainnya yang beriman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda dalam sebuah hadits Qudsi, bahwa Allah ta’ala berfirman:
“Aku telah sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah dilihat mata, belum
pernah didengar telinga, dan belum pernah pula terbersit dalam hati manusia.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Kehidupan dunia ini hanya bagaikan mata’ul ghurur (kesenangan yang menipu) sebagaimana disebutkan
dalam ayat lainnya,
ْ َ ََ َ ََْْ َ َ َْْ ٌ ُ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ٌ ُ َ َ َ ٌ َ َ ٌ ْ َ َ ٌ َ َ ْ ُّ ُ َ َ ْ َ َّ َ ُ َ ْ
ٍ M Aِ “ g ۖ ‫و ; ِد‬, ‫ال وا‬
’ ِ P, ‫ ا‬6ِ 7 •;V•‫ و‬V&'S ;? ‫&† و‬#ِ‫ وز‬F ‫ و‬nِ ; •- ‫ ;ة ا‬s ‫ا [• ; ا‬ ‫ا‬
َّ ٌ ْ ٌ -ˆَ ‫اب‬ ُ َ َّ ُ ًّ َ ْ ُ ُ َ َ َ ُ َ َّ ُ ُ ُ َ َ َ َّ ُ ْ َ َ ْ َ
ٌ /َ َ ِ ‫ ُن ُ َ|; ً ; ۖ َو™ ا ْ‚ ِ َ ة‬V
ِ ‫ َو َ — ِ? َ ة ِ َ ا‬-Kِ ِ K D ‫? ا‬oP ‫! اه‬W – Fِ K D •;.• ‫?;ر‬Y ‫ ا‬nu ‫أ‬
‫ور‬ ُ —ُ ْ ‫;ع ا‬
ُ َ َ َّ َ ْ ُّ ُ َ َ ْ َ َ ٌ َ ْ َ
! ; ِ‫• ; إ‬- ‫ ;ة ا‬s ‫ ان ۚ و ; ا‬bِ‫ور‬
ِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).

Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan bahwa manusia terlalu sibuk dengan dunianya. Dunia itu
membuat manusia kagum layaknya petani yang kagum pada tanaman. Padahal tanaman itu nantinya
kering dan menguning, lalu hancur menjadi keropos dan tertiup angin. Yang mementingkan dunia
dari akhirat, baginya siksa yang keras. Padahal dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa Allah Ta’ala menjadikan permisalan kehidupan dunia
dengan perhiasan yang akan fana (sirna) dan kenikmatan yang akan hilang. Dunia itu diibaratkan
dengan ghaits yaitu hujan yang datang setelah sekian lama tak kunjung turun. Sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat,
ْ ُّ َ ْ َ ُ َ ُ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ّ َ ُ َّ َ ُ َ
-ُ ِ sَ ‫ ا‬z ِ ‫ا‬ › ‫و‬ ۚ ! ‫ر‬ ` œ # ‫و‬ ‫ا‬ | & • ; -
ِ T ِ ’ — ‫ا‬ ‫ل‬$ِ & } ‫ِي‬
/ ‫و› ا‬
“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya.
Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28)
Ibnu Katsir rahimahullah juga menyatakan para petani itu begitu takjub pada tanaman yang tumbuh
karena hujan tadi. Sama halnya dengan orang kafir ketika memandang dunia. Orang kafir itu begitu
semangat pada dunia, hatinya pun condongnya pada dunia. Padahal tanaman tadi itu bisa
menguning, setelah sebelumnya begitu hijau dan enak dipandang mata. Kemudian akhirnya tanaman
itu hancur dan kering.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, dunia itu awalnya layaknya pemuda kemudian beranjak
menjadi berumur antara 30-50 tahun, lalu menjadi keriput dan buruk rupa. Demikian pula fisik
manusia dilihat dari umurnya. Di waktu syabab (pemuda) begitu semangat, begitu semangat dan
gesit serta enak dipandang. Lalu berubah menjadi kuhulan (tua), sebagian kekuatannya menjadi
hilang. Lantas ia beralih sepuh yang kekuatannya terus melemah. Itulah yang disebutkan pula dalam
ayat lainnya,
ٗ َ ٗ َ َُ َ َ ُ َٗ ُ َ َ َُ َ ُ ََ َ َّ َّ
ۚ †.َ 'ۡ ˆ‫ ۡ ?; َو‬b ٖ ¡ ّ v -ِ ۡ Tَ ۢ ِ A َ Oَ ّ D ‫ ّة‬v Ÿٖ ۡ b -ِ ۡ Tَ ۢ ِ A َ Oَ ّ D Ÿٖ ۡ b ِ ّ V ‫ِي‬/ ‫۞ٱ ُ ٱ‬
َۡ ۡ ُ ٓ َ ُ ۡ
E> ُ Kِ- ‫َ`; ُء ۚ َو› َ ٱ َ ِ ُ ٱ‬j ; َ ¢ُ £َK
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan
beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”
(QS. Ar-Ruum: 54)

Permisalan ini menunjukkan akan sirnanya dunia, sedangkan akhirat akan kekal abadi. Sehingga
seharusnya kita semangat untuk menggapai akhirat. Di akhirat yang ada hanyalah siksa yang pedih,
ataukah ampunan Allah.
َ َ َ ُ َ َ َ
E 6ٰٓ bۡ !َ W Uqّ ‫ َر‬U |ِ ۡ }ُ ‫ ۡف‬3َ ‫َو‬
“Dan sungguh akan/kelak diberikan kepadamu oleh Tuhanmu, lalu (hati) kamu menjadi puas.”

Di dalam At-Tafsir Al-Muyassar menjelaskan maksud ayat diatas adalah kelak Allah akan memberikan
kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat berbagai nikmat, lantas beliau akan ridha
dengan yang demikian.
Buya Hamka mengatakan, “Bahwa banyaklah karunia dan anugerah yang akan diberikan kepada
Rasulullah kelak, terutama anugerah ketinggian gengsi dan martabat, kesempurnaan jiwa dan
kebesaran pribadi, ilmu dunia dan akhirat, pengetahuan tentang umat-umat yang dahulu,
kemenangan menghadapi musuh-musuh, ketinggian agama dan penaklukkan beberapa negeri baik
yang terjadi di zaman beliau sendiri ataupun di zaman-zaman khalifah-khalifah beliau; dan akan
tersebarlah agama ini ke seluruh dunia, ke timur dan ke barat; yang semuanya itu akan
mendatangkan ridha atau senang dan bahagia dalam hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Tafsir
al Azhar, 9/604).
ۡ َ َ ٗ ٓ َ َ َ َ َ َ ٰ َ َ َ ّٗ َ َ َ َ َ َ ٰ َ َ ۡ َ [َ
\ 6&M,7 ; ِ ƒ; ‫ك‬-O‫ وو‬X ‫ى‬-FW ; ‚b ‫ك‬-O‫ وو‬Q ‫َاوى‬€ٔ€‫َ~ ِ ٗ ; ف‬K ‫ َك‬-ۡ u
ٰ َ َ
ِ K

“Bukankah Allah mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Allah
mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Allah
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”

Dalam At-Tafsir Al-Muyassar pada ayat ke 6 menjelaskan bahwa bukankah sebelumnya Allah
menjadikanmu dalam keadaan yatim, lantas Allah melindungi dan memeliharamu. Sebelumnya juga
Nabi Muhammad dalam keadaan tidak tahu kita dan tidak tahu iman, lantas Allah mengajarkan pada
Muhammad ilmu yang ia belum mengetahui, lantas diberi taufik pula pada bagusnya amal. Juga
sebelumnya Muhammad dalam keadaan fakir, lantas diberikan rezeki dan berikan kecukupan dengan
sifat qana’ah dan sabar. Demikianlah, Allah ta’ala sudah memberikan perhatian kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi sallam semenjak beliau kecil kemudian senantiasa melindunginya sampai beliau
tumbuh dewasa dan akhirnya Allah memberikan risalah ini kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Pada ayat yang ke-7, Allah menyebutkan nikmat lainnya yang diberikan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, yaitu nikmat ilmu dan hidayah. “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
bingung lalu Dia memberikan petunjuk?”. Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Allah
mendapatimu (wahai Muhammad) dalam keadaan tidak mengetahui Al-Qur’an, tidak mengetahui
iman, lalu diajarkan kepadamu yang engkau belum ketahui. Akhirnya engkau mendapatkan taufik
sehingga baik dalam amalan dan akhlak.”. Hal ini selaras dengan firman Allah:
َّ ُ ۡ
‫ِي‬-Fۡ • l‫ ٗر‬e ُ ٰ¤َ َ Oَ V
َ َ ۡ َ ُ ٰ§َِ Yۡ ‫ري َ ; ٱ‬-ۡ َ• G&
ِ ٰ¥‫¦ٰ ُ َو‬Kِ: ‫ َو ; ٱ‬n َ gُ ; َ ۚ ;َe Pۡ َ‫أ‬ َ ۡ َ ٓ َ ۡ َ ۡ َ َ َٰ َ َ
ۡ ِ ّ ; ٗ ‫ ُرو‬U
ِ ِ ِ ‫ أو &; إ‬Uِ ¨Œ‫و‬
ُ َ ٓ ََۡ َ َّ َ ٓ َ َّ
E+ =ٖ ِ !َ 3ۡ ّ ‫ ٰ ٖط‬ªَ ِ^ 6ٰ ِ ‫ِي إ‬ -F! Uer ۚ ;eِ‫;د‬.َِ ۡ ِ ‫`; ُء‬9 َ ‫ ِ ِۦ‬S

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya
kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu,
tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami
kehendaki di antara hamba-hamba Kami. (Asy Syura: 52)

Pada ayat yang ke-8, Allah menyebutkan nikmatNya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
nikmat kecukupan, “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan lalu Dia memberikan
kecukupan?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelumnya adalah seorang penggembala domba
kemudian akhirnya Allah pun bukakan berbagai negeri untuk beliau. Imam Ibnu Sa’di mengatakan,
“Dia yang telah menghilangkan kekurangan harta yang ada padamu, Dia juga akan menghilangkan
kekurangan-kekurangan lainnya darimu. Dia yang telah memberikan kecukupan, melindungimu,
menolongmu, memberikan petunjuk padamu, maka balaslah nikmat tersebut dengan rasa syukur.”
(Taisir Karimirrahman, Tafsir Surat Adh Dhuha)
Pada ayat 6-8 ini, Allah ta’ala menyebut berbagai nikmatNya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Walaupun demikian, bukan berarti kita tidak bisa mengambil pelajaran dari ayat ini karena
nikmat-nikmat tersebut pun dengan kadar yang berbeda-beda telah Dia berikan juga kepada kita.
Mungkin ada di antara kita yang dahulunya anak yatim, kemudian Allah menjaga kita melalui ibu,
saudara, kerabat sehingga kita bisa tumbuh dewasa dengan baik. Dahulu kita juga tidak mengenal
agama, tidak bisa baca al Quran, tidak tahu cara sholat dan lain-lain kemudian Allah pun memberi
hidayah pada kita melalui orang tua atau guru-guru kita yang telah mengajarkan ilmu agama pada
kita. Dahulu kita pun tidak punya apa-apa bahkan kita semua lahir ke dunia ini tanpa membawa apa-
apa, kemudian Allah memberikan kecukupan pada kita. Karenanya, kewajiban kita sebagaimana juga
Allah perintahkan kepada Nabi-Nya, untuk bersyukur atas nikmat-nikmat tersebut.

ۡ ّ َ َ َ ّ َ َ ۡ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ٓ َ ّ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َّ َ َ
%% ‫ِث‬-s7 Uِq‫ِ& ِ ِ† ر‬S ; ‫ وأ‬%… F& ; 7 Aِƒ;3 ‫ „ وأ ; ٱ‬F ; 7 ِ ~ ‫ ; ٱ‬,7

Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang! Dan terhadap
orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya! Dan terhadap nikmat Rabbmu,
maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (QS. Adh-Dhuha: 9-11)

Di ayat yang ke-9, Allah menjelaskan kepada Nabi untuk bersikap baik dengan anak yatim, “Adapun
terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang!”. Syaikh Ibnu
Utsaimin mengenai makna ayat ini, “Ingatlah dirimu sendiri ketika dahulu kamu dalam keadaan
yatim maka janganlah engkau berbuat sewenang-wenang kepada mereka, akan tetapi mudahkanlah
urusan mereka”. (Syarah Riyadhus Shalihin 2/49)
Kemudian ayat selanjutnya Allah memberi petunjuk kepada Nabi untuk orang yang meminta sesuatu
dari beliau, “Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya!”. Ada 2
makna ‘minta-minta’ dalam ayat ini yaitu minta-minta harta dan minta-minta ilmu.
Syaikh Ibnu Utsaimin tentang ayat ini, “Yang nampak dari konteks kalimat ayat adalah orang yang
minta-minta harta. Dia mengatakan, ‘beri saya harta’. Maka terhadap orang yang meminta harta
jangan kamu menghardiknya. Allah berfirman pada ayat sebelumnya yang artinya, ‘Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan lalu Dia memberikan kecukupan’. Karena Allah
sudah membuatmu berkecukupan maka jangan kamu hardik orang yang meminta, ingatlah
kondisimu dulu ketika kamu dalam keadaan fakir”.
Beliau melanjutkan, “Boleh jadi juga yang dimaksud makna ‘minta-minta’ itu selain meminta-minta
harta adalah meminta-minta ilmu. Maka orang yang bertanya tentang ilmu kepadamu, jangan
dihardik. Bahkan hadapi dengan kelapangan dada karena seandainya dia tidak perlu ilmu,
seandainya bukan karena rasa takutnya kepada Allah, dia tak akan bertanya tentang ilmu, maka
jangan dihardik.” (Syarah Riyadhus Shalihin 2/49)
Kemudian pada ayat terakhir Allah menjelaskan kepada Nabi untuk senantiasa menyebut-nyebut
nikmatNya, “Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur)”. Ada 2 bentuk menyebut nikmat Allah yaitu menyebut dengan lisan dan menyebut
dengan perbuatan.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Menyebut-nyebut dengan lisan seperti Anda mengatakan, ‘Allah
memberi nikmat ini kepadaku’, ‘dulu aku fakir, sekarang Allah beri kecukupan’, ‘dulu aku tak tahu,
kemudian Allah mengajarkanku’ dan kalimat-kalimat semacam itu.”
Beliau melanjutkan, “Menyebut-nyebut dengan perbuatan adalah dengan menampakkan nikmat
Allah tersbut pada dirimu. Jika Anda orang mampu jangan berpakaian seperti bajunya orang miskin
tapi pakailah pakaian yang sesuai dengan kemampuan. Demikian pula dengan rumah, kendaraan
dan hal-hal lainnya. Biarkan manusia mengetahui nikmat yang Allah berikan pada diri Anda, ini
termasuk bagian menyebut-nyebut nikmat Allah. Di antara bentuk menyebut-nyebut nikmat Allah
adalah dengan mengajarkan ilmu dan membicarakan ilmu kepada manusia jika Allah memberi
nikmat ilmu tersebut pada Anda.” (Syarah Riyadhus Shalihin 2/50)
Demikian tafsir surat adh Dhuha secara ringkas yang bisa kami jelaskan, semoga mengingatkan kita
untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dan kita tidak berbuat sombong dan
zhalim di hadapan manusia yang mungkin kita anggap rendahan karena kalau bukan nikmat Allah
kepada kita niscaya kita pun berada pada posisi yang rendah.
Faedah ayat
1. Dunia itu tidak lepas dari kekeruhan, kesuraman. Dan sungguh Allah telah menciptakan
manusia dalam keadaan kabad (penuh lelah, sukar, kecapekan).

2. Kita diperintahkan untuk mengingat berbagai nikmat dan berbagai kesusahan sehingga kita
bisa terus bersyukur dan bersabar.

3. Wajib mensyukuri nikmat dan disalurkan pada hal-hal yang diridai Allah.
4. Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah pada hamba-Nya.

5. Meminta-minta dalam ayat di atas mencakup meminta harta dan meminta ilmu. Seperti
mereka ini tidak boleh dihardik. Oleh karena itu, seorang yang berilmu hendaklah berakhlak
mulia di hadapan orang yang diajarkan, tetap murah senyum, memuliakan, dan menyayangi.

6. Nikmat yang disebutkan dalam ayat untuk disyukuri adalah nikmat duniawi dan nikmat
ukhrawi.

7. Dianjurkan untuk menyebut-nyebut nikmat Allah di saat ada maslahat.

Wallahu a’lam bishshawab


Pertemuan 6 - 8
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Al Lail
Kelas :8
Waktu : 2 x 60 menit

َ َّ َّ
ِ ِ ّ ‫ٱ‬ ‫ٱ ِٱ‬
َََ َ ََ ُ َّ َ ُ ۡ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ َ ّ َ َ ۡ َ َّ
; ّ ,7 > 6ٰ !ّ ` ۡ Vَ ۡ (َ ‫ إِن‬2 6ٰٓ “e, ‫ َ َوٱ‬g/ ‫ ٱ‬¢َ ; َ ‫ َو‬+ 6ٰ u • ‫;رِ إِذا‬F& ‫ وٱ‬% 6ٰ `—}َ ‫ إِذا‬Aِ ۡ ‫َوٱ‬

َّ َ ۡ ۡ َ َ َ ۢ َ َّ َ َ ٰ َ ۡ ُ ۡ ُ ُ ّ َ ُ َ َ ٰ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ َ ٰ َ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ
‫ َب‬/Œ‫ \ َو‬6ٰ &َ —!َ (‫ٱ‬ ِ S ; ‫ وأ‬X ‫ ى‬3' ِ ‫ هۥ‬3
‫ و‬A£ ِ '&37 Q 6&3s RِS ‫ق‬-^‫ و‬E 6 ‫ وٱ‬6ٰ |¬‫أ‬

َ َّ ٰ -َ Fُ ۡ َ ;&َ ۡ َ َ ‫ إ ِ َّن‬%% ‫ى‬


;&َ ‫ن‬r %+ ‫ى‬ ٰ َ 3ۡ ُ ۡ ِ ‫ ُ هُۥ‬3
ٰٓ ‫ َ¬ ۡ& ُ َ ; ُ ُ ٓۥ إ ِ َذا •َ َ َّد‬6ِ &—ۡ }ُ ; َ ‫ َو‬%… ‫ى‬ ُ َ َ ۡ
ِ ّ 'َ &3َ 7 „ 6ٰ &3ۡ sُ RِS

َّ َ َّ َ َّ َ ۡ َ ۡ َّ ٓ َ َ َّ َ َ ٗ َ ۡ ُ ُ ۡ َ َ َ ٰ َ ُ ۡ َ َ َ َ
%Q zٰ َ •‫ َب َو‬/g ‫ِي‬/ ‫ ٱ‬%E 6 ˆ, ‫; إِ ; ٱ‬Fَ ٰ ° oۡ َK ; %> 6ٰ ¯ • l‫;ر‬ e V•‫ر‬/e,7 %2 z‫و‬, ‫ ِ ة وٱ‬x

َ‫ۡ!ِ َ—;ٓء‬S‫ إ َّ; ٱ‬%„ ‫ى‬


ٰ َ - َ َ,ِ ; َ ‫ َو‬%\
ٓ $َ uۡ ُ• ٖ† َ ۡ ِ•ّ ِ ‫ ُهۥ‬-&ِ َّ َ
ٰ±$َ !َ }َ ‫ َ ; َ ُ ۥ‬²ِ ³ۡ ُK ‫ِي‬/ّ ‫ ٱ‬%X 6 َ ۡ َ ۡ َ ُ َّ َ ُ َ َ
ِ ٍ Š ‫; ٱ‬F.&u (‫و‬

ٰ َ َۡ َۡ َََ ٰ َ ۡ َۡ َّ ۡ َ
+% 6b K ‫ ف‬3 ‫ و‬+… 6 , ‫ ِ ِ ٱ‬q‫ ِ ر‬O‫و‬

Penjelasan singkat

Surah Al-Lail ke 92, terdiri dari 21 ayat dan termasuk surat Makkiyah. Surat ini merupakan gambaran
kehidupan manusia. Surah ini berbicara tentang bagaimana manusia menyikapi kehidupan yang ia
alami. Terutama terkait harta dan kenikmatan, yang nantinya mengarahkan mereka menjadi dua
golongan; apakah golongan yang beruntung, ataukah yang merugi.
ٰ ٓ َ ُ ۡ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ ٰ َّ َ َ َ َ َّ َ ٰ َ ۡ َ َ ۡ َ ّ َ
2 6“e, ‫ وٱ‬g/ ‫ ٱ‬¢ ; ‫ و‬+ 6 u• ‫;ر إِذا‬ ِ F& ‫ وٱ‬% 6`—} ‫ إِذا‬Aِ ‫وٱ‬

1. Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). 2. dan siang apabila terang benderang. 3. dan
penciptaan laki-laki dan perempuan.

Pada permulaan surah, Allah bersumpah dengan menyebut ciptaan-ciptaannya. Malam, siang, dan
penciptaan laki-laki serta perempuan. Menurut para ulama, hikmah saat Allah bersumpah dengan
menyebut malam dan siang dikarenakan ada kebenaran malam dan siang tidak bisa di bantah.
Mereka saling terikat, siang adalah waktu dimana manusia beraktifitas dan malam, adalah waktu
untuk manusia beristirahat. Dengan pembagian itu manusia akan dapat menjalani kehidupan dengan
baik. Begitupun saat Allah bersumpah dengan menyebut laki-laki dan perempuan, penegasan bahwa
hanya Dialah yang mampu menciptakan dua golongan tersebut. Berawal dari setetes mani kemudian
menjadi segumpal daging, lalu akan dijadikan laki-laki atau perempuan, hanya Dia yang Maha
menentukan.

ٰ َ ۡ ُ ۡ ُُ ّ َُ َ َ
ٰ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ َ
ٰ َ َّ َ ٰ َ ۡ َ ۡ َ َ ّ َ َ ٰ َ ّ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ّ
ِ
X ‫ ى‬3' ‫ ه ۥ‬3 ِ '&37 Q 6&3s RِS ‫ق‬-^‫ و‬E 6 ‫ وٱ‬6|¬‫ ; أ‬,7 > 6!` V ( ‫إِن‬

4. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. 5. Adapun orang yang memberikan (hartanya
di jalan Allah) dan bertakwa. 6. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). 7. maka Kami
kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah

Allah menerangkan bahwa segala sesuatu pasti memiliki perbedaan. Begitupun siklus kehidupan
manusia. Tentu ada yang baik dan kurang baik. Ada yang tampan ada yang pas-pas-an. Dalam ayat
ini Allah mengingtakan bahwa bagi mereka yang bertakwa kepada Allah serta senantiasa
menginfakkan sebagian hartanya untuk kebaikan. Maka Allah menjanjikan kepada mereka
kemudahan, yaitu kemudahan untuk beramal baik, serta kemudahan untuk menjalankan ketaatan
dan meninggalkan larangan.

َ ُ َ ۡ
‫ ¬ ۡ& ُ َ ; ُ ٓۥ إِذا‬6ِ &—}ُ ; َ ‫ َو‬%… ‫ى‬ ۡ ‫ َو‬Aَ £َS ۢ َ ; َّ َ‫َوأ‬
ِّ َ'&ُ 3َ 7َ „ 6ٰ &َ 3ۡ sُ ۡ RS ‫ َب‬/َّ Œَ ‫ \ َو‬6ٰ &َ —ۡ !َ (‫ٱ‬
ٰ َ 3ۡ ُ ۡ ِ ‫ ُ ُهۥ‬3 ِ ِ
َّ ٓ َ َ ۡ َ َ َ
َّ َ َ ٗ َ ۡ ُ ُ ۡ َ َ ٰ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َُّ
; ِ ‫; إ‬Fٰ° oK ; %> 6ٰ ¯ • l‫;ر‬ e V•‫ر‬/e,7 %2 z‫و‬, ‫ ِ ة وٱ‬x ;& ‫ن‬r %+ ‫ى‬ ٰ -َ Fُ ۡ َ ;&َ ۡ َ َ ‫ إِ َّن‬%% ‫ى‬ٰٓ ‫•َ َ َّد‬
ٰ
َّ َ َ َ َّ َ
َ َّ َ َۡۡ
%Q z •‫ب و‬/g ‫ِي‬/ ‫ ٱ‬%E 6 ˆ, ‫ٱ‬
8. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. 9. serta mendustakan pahala
terbaik. 10. maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. 11. Dan hartanya tidak
bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. 12. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi
petunjuk. 13. dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia. 14. Maka, kami
memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. 15. Tidak ada yang masuk ke dalamnya
kecuali orang yang paling celaka. 16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).

Menurut Ibnu Abbas kriteria yang disebutkan Allah pada ayat 8 adalah mereka yang tidak mau
menginfakkan harta serta merasa cukup dari rahmat Allah Swt. Mereka juga berani mendustakan
adanya balasan kebaikan berupa surga. Sebab itulah Allah menjanjikan jalan kesukaran untuk mereka
baik di dunia atau di akhirat. Harta yang mereka kumpulkan didunia dan tidak diinfakkan, akan habis
dan sia-sia. Sebab harta itu tidak bisa memberikan manfaat kepadanya sedikitpun saat di hadapan
Allah. Oleh karena itu, Allah peringatkan bahwa Dialah yang berhak memberi petunjuk kepada
hambanya. Segala kehidupan dunia dan akhirat adalah kekuasaan Allah. Bagi mereka yang meminta
kepada selain Allah, maka mereka sedang berada dalam jalan yang salah, yang bisa menghantarkan
mereka kepada jurang api neraka.

ٓ َ ۡ َّ َ ََ َ َ َ
ۡ َ َ ٰ ٓ َ ۡ ُ َّۡ ُ َ َ
ِ O‫!ِ—;ء و‬S‫ إِ ; ٱ‬%„ ‫ى‬$u• †ٖ ِ• ِ ‫هۥ‬-&ِ -ٍ ,ِ ; ‫ و‬%\ ٰ±ّ $َ !َ }َ ‫ َ ; َ ُ ۥ‬²ِ ³ۡ ُK ‫ِي‬/ّ ‫ ٱ‬%X 6 َ ۡ Šۡ ‫; ٱ‬Fَ .ُ &َّ uَ ُ (َ ‫َو‬
َ ۡ َ َۡ َََ َ ۡ َۡ َّ
+% 6ٰ b K ‫ ف‬3 ‫ و‬+… 6ٰ , ‫ ِ ِ ٱ‬q‫ر‬

17. Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. 18. yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. 19. padahal tidak ada seseorangpun memberikan
suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. 20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena
mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. 21. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.

Pada ayat 19, sebagian ahli tafsir berpendapat bahawa ayat tersebut sebagai pujian kepada Abu
Bakar al-Shiddiq yang mengeluarkan hartanya untuk membebaskan Bilal bin Rabah dari perbudakan.
Tanpa mengharapkan balasan selain ridho dari Allah. Kesimpulan dari ayat-ayat diatas adalah, sudah
seharusnya kita menyadari bahwa segala sesuatu itu milik Allah, salah satunya adalah harta. Karena
itu titipan, maka seyogyanya kita kembalikan kepada pemiliknya, yaitu dengan cara menginfakkan
harta tersebut. Bukan justru menunjukkan rasa angkuh, merasa cukup, dan lupa untuk berbagi.
Balasan bagi mereka yang bertakwa dan berinfaq, tidak lain melainkan surga dengan segala
kenikmatannya. Sedangkan balasan bagi mereka yang angkuh, sudah pasti neraka dengan segala
siksaannya. Wallahu a’lam bishshowab
Pertemuan 9 - 11
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat : Asy Syam
Kelas :8
Waktu : 2 x 60 menit

َ َّ َّ
ِ ِ ّ ‫ٱ‬ ‫ٱ ِٱ‬
ٓ َ َ ۡ َ َّ َّ َ َ ََ َ َۡ َ bُ ‫ َو‬Z ۡ `َّ ‫َوٱ‬
‫ َ ; ِء‬3ّ ‫; > َوٱ‬Fَ ٰ °`—}َ ‫ إِذا‬Aِ ۡ ‫ َوٱ‬2 ;Fَ ٰ ° Oَ ‫;رِ إِذا‬Fَ &ّ ‫ َوٱ‬+ ;Fَ ٰ ° • ‫ َوٱ َ ِ إِذا‬% ;Fَ ٰ °s ِ

ُ 7ُ ;Fَ َ Fَ ۡ Šَ َ7 X ;Fَ ٰ ¶ َّ (َ ; َ ‫ َو‬Z?ۡ •َ ‫ َو‬Q ;Fَ ٰ °s


َ·َ 7ۡ َ‫ أ‬-ۡ َv \ ;Fَ ٰ ¶ َ ۡ َ ‫ َر َ›; َو‬u َ *َ ; َ ‫ض َو‬µ َۡ َ َ ََ ََ
ِ , ‫ وٱ‬E ;Fٰ°œS ; ‫و‬
ٖ

ۡ Fُ َ ‫ َ َ;ل‬Wَ %+ ;Fَ ٰ ° َ ˆۡ َ‫’ أ‬


َ ََ ٓ َ ٰ َ ۡ َ ُ ُ َ ۡ َ َّ َ َ ٰ َ ّ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ٰ َّ َ َ
.¸‫ إِذِ ٱ‬%% ;F¶ —|ِS ‫ د‬D GS/g %… ;F°(‫ ;ب د‬-v‫; „ و‬F°Œ‫ز‬

َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ُ َّ َ َ ۡ َّ َ َ َ َّ ُ
; ‫ َو‬%> ;Fَ ٰ ¶ ّ 3َ 7 ۡ Fِ ِ.¸/ِS Fُ qّ ‫ۡ َر‬ Fِ ۡ ‫م‬- -7 ;›‫ و‬W ‫ ه‬S/Y7 %2 ;Fَ ٰ¹َ (ُ ‫† ٱ ِ َو‬v;e ِ ‫َر ُ( ل ٱ‬

ُۡ ُ َ
%E ;Fَ ٰ»َ ¬ ‫;ف‬£َK

Penjelasan Singkat

Menurut jumhur mufassirin Surat As-Syams termasuk surat Makkiyah, surat ke 91 yang terdiri dari
15 ayat. Mufassirin menyebutkan bahwa Asy Syams diturunkan setelah Surat Al-Qadar. Tema sentral
surat As-Syams ini berkisar pada dua bahasan besar, yaitu: jiwa manusia dan tabiat-tabiatnya yang
membentuk karakter baik atau buruk, kemudian tema kezhaliman dan pembangkangan yang
langsung disebut secara lugas dan eksplisit, yaitu pembangkangan kaum Tsamud yang menyembelih
unta yang mereka minta supaya keluar dari batu, padahal Nabi Shaleh as. memesan agar mereka
menjaganya dan memberinya minum. Tujuan penyembelihan ini semata hanya ingin menyelisihi
perintah dan nasihat Nabi Sahaleh as. Orang-orang seperti ini takkan pernah ditolerir oleh Allah yang
murka dan tak sedikitpun Allah khawatir akibat adzab yang ia turunkan. Semua itu tak mengurangi
atau menambah kekuasaan dan kemuliaan-Nya.

Kali ini, dalam surat ini Allah sekaligus menghadirkan tiga pasang makhluk-Nya yang digunakan-Nya
untuk bersumpah. Yaitu matahari dan bulan, siang dan malam, serta langit dan bumi.
ُ َّ
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari.” % ;Fَ ٰ °sَ b‫ َو‬Zِ ۡ ` ‫َوٱ‬
Allah bersumpah dengan matahari beserta cahayanya karena pada keduanya terdapat manfaat
semisal : pencahayaan bagi manusia hingga mereka di masa sekarang tidak banyak butuh terhadap
cahaya listrik yang dapat memakan biaya sangat besar, sebab matangnya buah-buahan,
pertumbuhan tanaman-tanaman dan manfaat lain yang tidak mengetahui jumlahnya kecuali Allah.
Ini menunjukkan kekuasaan, ilmu dan rahmat Allah kepada hamba-hambaNya.

ََ َ َۡ
“Dan demi bulan apabila mengiringinya.” + ;Fَ ٰ ° • ‫َوٱ َ ِ إِذا‬
Makna “…mengiringnya” bisa maksudnya mengiringi matahari dalam perjalanannya atau bisa pula
maksudnya mengiringi matahari dalam menerangi bumi. Ayat satu dan dua surat Asy Syams ini
menjelaskan tentang ciptaan Allah yang saling berpasangan juga yaitu pasangan matahari dan bulan.
Matahari yang sinarnya baru saja meninggi saat kita disunnahkan untuk melaksanakan shalat dhuha
dijadikan sumpah oleh Allah. Demikian juga bulan yang mengiringi matahari, yang cahayanya
merupakan pantulan cahaya matahari. Mengelilinginya bersama planet-planet yang Allah jadikan
mengorbit pada matahari.
ََ
Kata mengiringi ;Fَ ٰ ° • menurut al-Farra’ mengindikasikan bahwa bulan menyerap cahaya matahari
kemudian memantulkannya ke bumi. Pantulan ini terus berputar hingga bertemu pada titik sama
saat keduanya yaitu matahari dan bulan berhadapan sehingga menjadi bulatan penuh yang biasanya
َّ َ َ َ َ ّ َ
kita kenal dengan bulan purnama.
“Dan demi siang apabila menampakkannya.”
َ ٰ
2 ;F° O ‫;رِ إِذا‬F& ‫وٱ‬
Demi siang ketika menampakkan matahari yang telah meninggi sehingga semua jelas dan tidak
َّ
tertutupi.
َ ۡ َ
“Dan demi malam apabila menutupinya.” > ;Fَ ٰ °`—}َ ‫ إِذا‬Aِ ۡ ‫َوٱ‬
Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah berkata : “Maka pergantian antara gelap dengan terang dan
matahari dengan bulan pada alam ini dengan sangat teratur dan kokoh sungguh untuk kebaikan
semua makhluk Nya. Ini merupakan dalil bahwa Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, Maha
Kuasa atas segala sesuatu dan Dzat yang wajib di sembah satu-satunya yang segala sesembahan
selain Dia adalah batil.” (Tafsir as-Sa’di)
Ayat ketiga dan keempat menunjukkan bahwa Allah menciptakan siang dan malam sebagai
pasangan. Siang yang nampak terang benderang sepadan dengan permulaan sumpah ini, yaitu
matahari yang mulai meninggi dan mulai mengusir kabut pagi. Begitu uga dengan kegelapan malam
yang perlahan hilang sama sekali. Dan saat malam datang kembali, maka keadaan yang terang
tersebut sirna tertutup oleh hitam menjadi kegelapan malam. Padahal saat waktu siang semua
terlihat jelas karena diterangi matahari yang pada malamnya matahari menjadi tertutup.
َ ٓ َ
“Dan demi langit serta bangunannya.” E ;Fَ ٰ °œَS ; َ ‫ َ ; ِء َو‬3ّ ‫َوٱ‬
Ayat kelima ini dapat pula diterjemahkan dengan “Dan demi langit serta Zat yang
menciptakannya.” Tentu Zat yang menciptakannya tidak lain adalah Allah Ta’ala. Jika diterjemahkan
dengan “…bangunannya”, maka Allah bersumpah dengan makhluk-Nya yang menunjukkan luas,
tinggi dan kokohnya langit. Adapun jika diterjemahkan dengan “…Zat yang menciptakannya”, maka
Allah bersumpah dengan diri-Nya sendiri.
َ *َ ; َ ‫ض َو‬µ َۡ
“Dan demi bumi serta hamparannya.” Q ;Fَ ٰ °s ِ , ‫َوٱ‬
Ayat keenam ini dapat pula diterjemahkan dengan “Dan demi bumi serta Zat yang
menghamparkannya.” Penjelasan ayat dengan dua penerjemahan ini hampir mirip dengan
penjelasan ayat sebelumnya. Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah berkata : “Yaitu : Allah
menghamparkan dan melapangkannya (bumi) sehingga makhluk sanggup mengambil manfaat
darinya ketika itu dengan segenap sisi pemanfaatan.” (Tafsir as-Sa’di)

Ayat kelima dan keenam menunjukan Allah menciptakan pasangan langit dan bumi. Keluasan langit
yang seolah tiada batasnya tak ada yang tahu bagaimana Allah membuat dan menjadikannya
demikian kokoh tanpa tiang penyangga. Maka kata “banâhâ” sangat tepat mewakili ungkapan
penciptaan tersebut. Dengan kata tersebut mewakili penciptaan, pembangunan dan kemegahan
secara otomatis akal yang sehat akan menanyakan, “siapakah yang sanggup membuatnya
demikian?” Dan tentu saja jawabannya adalah Allah. Demikian juga rahasia pemilihan bumi sebagai
tempat manusia, di antara jutaan bahkan mungkin milyaran planet yang ada di alam semesta ini.
Kenapa Allah memilih bumi dan bukan yang lainnya. Maka gunakanlah akal untuk mencerna dan
mentadabburi semesta yang sangat luas.
َ َۡ
X ;Fَ ٰ ¶ ّ (َ ; َ ‫ َو‬Zٖ ?•‫َو‬
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)” (QS. 91: 7)

Keagungan dan kemegahan ciptaan-Nya yang serba berpasangan tersebut seharusnya mampu
membuat manusia sadar akan kebesaran Allah dan bermuara pada totalitas penghambaan kepada-
Nya. Apalagi semuanya, matahari, bulan, siang, malam, langit dan bumi disediakan untuk manusia.
Sumpah ketujuh dimaksudkan bahwa demi jiwa sungguh Allah yang menjadikannya dan
menyempurnakannya dengan meletakkan kekuatan raga dan ruh pada manusia sehingga menjadi
makhluk paling sempurna. Al-‘Allamah al-Alusi rahimahullah berkata : “Yaitu : Allah menumbuhkan
dan menciptakannya dalam keadaan ia siap dengan kesempurnaannya. Hal itu berupa
menyeimbangkan anggota tubuh dan kekuatan zhahir maupun batinnya.” (Tafsir al-Alusi)

Tujuh ayat diatas sangat jelas bahwa Allah Ta’ala bersumpah dengan 7 makhluk-Nya beserta
keadaannya. Tujuh makhluk tersebut, yaitu : matahari, bulan, siang, malam, langit, bumi dan jiwa

ََۡ
manusia. Maha benar Allah dengan segala firmannya.
َۡ َ ُ
\ ;Fَ ٰ ¶ َ ‫ َر›; َو‬uُ 7 ;Fَ َ Fَ Š7
“Maka Dia (Allah) mengilhamkannya (kepada jiwa) (jalan) kefajiran dan ketakwaan.”

Al-Imam ath-Thabari rahimahullah menyatakan bahwa Allah telah menjelaskan kepada jiwa manusia
apa yang selayaknya ia kerjakan atau tinggalkan dari kebaikan atau kejelekan, ketaatan atau
kemaksiatan. (Lihat Tafsir ath-Thabari). Adapun dalam tafsir Jalalain Allah menjelaskan kepadanya
jalan kebaikan dan jalan keburukan, serta memberikan kemampuan untuk melakukan salah satu yang
َّ ََۡ َ
diinginkan dari kedua hal itu.
“Sungguh beruntung orang yang telah menyucikan ( jiwanya).” „ ;Fَ ٰ °Œ‫ َ· َ َز‬7‫ أ‬-ۡ v
Ini adalah jawaban dari sumpah-sumpah sebelumnya. Ayat ini dapat diterjemahkan juga dengan
“Telah beruntunglah orang yang Dia (Allah) telah menyucikan jiwanya. Hal ini berdasarkan firman
Allah SWT
ً َ َ َ ۡ َ ٓ َ ّ َّ
>„ ; ِ!7 ‫َ`; ُء َو ; ُ}¯ ُ ن‬j َ ±ِ $َ ُK ُ ‫ ٱ‬Aِ َS........
“…sebenarnya Allah-lah yang menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak dizalimi
sedikit pun.” (An-Nisa’ : 49).

Maka, sungguh beruntung orang-orang yang menyucikan dirinya dari dosa-dosa dengan selalu dalam
keimanan dan ketaatan.
“Dan sungguh merugi orang yang telah mengotori jiwanya.”
َ َ َ َ -ۡ َv‫َو‬
%… ;Fَ ٰ °(ّ ‫;ب َ د‬
Mengotori jiwa itu dapat berupa kesyirikan, kekufuran dan kemaksiatan. Kadar kerugian seorang

ٓ ۡ ُ َ ۡ َ َّ َ
hamba itu sesuai dengan kadar ia mengotori jiwanya.
“(Kaum) Tsamud telah mendustakan karena berbuat melampaui batas.” %% ;Fَ ٰ ¶ َ —|َ ِ S ‫ ُ د‬D G S/g

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Allah Ta’ala memberitakan tentang Tsamud bahwa
mereka mendustakan Rasul mereka dengan sebab apa yang ada pada mereka berupa perbuatan
melampaui batas dan kelaliman.” (Tafsir Ibni Katsir). Yaitu, kaum Tsamûd telah mendustakan nabi
Shaleh, nabi mereka dengan sikap angkuh dan melampaui batas, terutama ketika di antara mereka

َ َۡ َ ََ
bangkit lalu berkeinginan menyembelih unta betina milik Nabi Shaleh.
“Ketika bangkit orang yang paling celaka diantara mereka.”
َ ٰ
%+ ;F° ˆ‫ ’ أ‬.¸‫إِذِ ٱ‬
Para ulama tafsir menyatakan bahwa orang ini adalah Qudar bin Salif yang berkeinginan untuk
menyembelih unta betina Nabi Shalih. Dialah orang yang paling celaka karenanya.

ۡ َّ َ َ َ َّ ُ َ َ ََ
%2 ;Fَ ٰ¹َ (ُ ‫† ٱ ِ َو‬v;e ِ ‫ ۡ َر ُ( ل ٱ‬Fُ ‫ ;ل‬W
“Maka berkata kepada mereka, yaitu Rasul Allah (Nabi Shaleh) : “(Biarkanlah) unta betina Allah dan
minumannya.”

Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam memberi ketentuan kepada kaum Tsamud agar mereka bergiliran
dengan unta ketika mengambil air sumur, membiarkan unta makan di bumi Allah dan jangan sampai
mengganggunya. Beliau mengingatkan mereka apabila unta tersebut diganggu, maka akan tiba azab

ُS/َّ Y
pedih dari Allah. Unta ini pun menjadi mu’jizat Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam.
َ َ َ ُ ََ َ َ َ َ َ َ
%> ;Fَ ٰ ¶ ّ 3َ 7 ۡ Fِ ِ.¸/ِS Fُ qّ ‫ ۡ َر‬Fِ ۡ ‫ َم‬-َ ۡ -َ 7 ;›‫ َ ُ و‬W ‫ُه‬ 7
“Lalu mereka mendustakannya dan menyembelihnya. Maka Rabb mereka membinasakan mereka
disebabkan dosa mereka lalu menyama-ratakan mereka (dengan azab).”

Lalu kaum Tsamud mendustakan ajakan, peringatan dan ancaman Rasul mereka. Mereka pun
menyembelih unta sang Rasul melalui tangan Qudar bin Salif. Mereka sempat menantang
didatangkan azab jika membunuh unta tersebut. Tidak cukup hanya itu, 9 orang diantara mereka pun
berencana membunuh Nabi Shalih namun gagal karena binasa tertimpa batu dari puncak gunung.
Tepat 3 hari setelah tantangan mereka, Allah pun menurunkan azab teramat mengerikan akibat dosa
mereka. Bahkan azab yang mereka rasakan adalah 2 bentuk, yaitu : suara menggelegar dari langit
yang ada di atas mereka dan gempa dahsyat dari bumi yang ada di bawah mereka.
ُۡ ُ َ َ
“Dan Dia (Allah) tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya.” %E ;Fَ ٰ»َ ¬ ‫;ف‬£َK ; ‫َو‬
Allah tidak takut atas tindakan-Nya membinasakan kaum Tsamud karena Dia-lah Zat yang mengatur
dan menguasai segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Wallahu a’lam bish showab.
Pertemuan 12 - 14
Mata pelajaran : Dirosah Qur’an
Surat :
Kelas :8
Waktu : 2 x 60 menit

َ َّ َّ
ِ ِ ّ ‫ٱ‬ ‫ٱ ِٱ‬
َ
> -ٍ .َ g 6ِ 7 َ 89 َ َ‫ َوأ‬% -ِ َ .َ ۡ ‫ا ٱ‬/َ ٰ¼َ S ُ ِ3vۡ ُ‫َ; ٓ أ‬
ٰ َ ِ:ۡ ‫ َ َ ۡ َ&; ٱ‬-ۡ َ َ 2 -َ َ ‫ َو َ ; َو‬-ٖ ِ ‫ َو َوا‬+ -ِ َ .َ ۡ ‫ا ٱ‬/َ ٰ¼َ ِ S ½ِ Ge ِ

َ
A َ uۡ e ۡ َ [َ X -ٌ َ َ‫َ َ ُه ٓۥ أ‬K ۡ َّ ‫ أَن‬n
ُ 3َ sۡ َK[َ Q ‫ا‬-ً .َ ُّ ;ٗ ; َ G ۡ َ ۡ َ ُ ُ َ ٞ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َّ َ ُ َ ۡ َ َ
ُ Y ›‫ } ل أ‬E - ‫ِ أ‬ ‫ِر‬- } ‫ أن‬n3sK[

َََُۡ َ َ ٰ ََۡ ٓ ََ ََََۡ َ َ َۡ ََ ۡ َ ۡ َّ ُ ٰ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ ََ ٗ َ َ ۡ َ ۡ َ ُ َّ


%+ †. ‫ ; ٱ‬U¶‫ و ; أدر‬%% †. ‫ ٱ‬s!•‫ ; ٱ‬7 %… ِ K-u& ‫ ٱ‬¤K-›‫;•; وˆ?! ِ „ و‬3ِ ‫ ِ \ و‬œ ¬ ‫ۥ‬

َ َ َّ ُ َ ۡ َ َ ٗ ۡ َۡ َ َۡ َ ٗ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َۡ َ ُّ َ
َ ِ ‫;ن‬ َ
g D %Q †ٖ q ! ‫ &; ذا‬Yِ 3ِP ‫ أو‬%E †ٍ q ‫~ ِ ; ذا‬K %> †ٖ .—3P ‫ ٖ¾ ذِي‬K 6ِ 7 ¿*ِ‫ أو إ‬%2 †ٍ .َ •‫ َر‬U7
َ َ ۡ ٞ ٰ

َ َ َٓ ْ ُ
ْ ََُ
‫? وا‬ َ Kِ/َّ ‫ َوٱ‬%\ ِ†&َ َ ۡ َ ۡ ‫ ٱ‬n ٰ َ ^ۡ ‫ أ‬U
ُ H ۡ ْ َ َ َ َ ۡ َّ ْ ۡ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َّ
ٰ ‫ أو‬%X †ِ َ َ ۡ َ RِS ‫ا^ ۡ ا‬
Àِ Á •‫ ِ و‬.o RِS ‫ ءا & ا و• ا^ ا‬Kِ/ ‫ٱ‬
َ
;&َ ِ!ٰÂ‫َا‬€ٔ€‫ب‬
ِ

ۢ ُ َ َ ۡ ُّ ٞ َ ۡ ۡ َ َ َ ۡ َۡ ُ َٰ ۡ َ ۡ ُ
+… ‫ة‬-^³ ‫;ر‬e Fِ %„ †ِ €َ ٔ€Ã ‫ ٱ‬nH^‫› أ‬

Penjelasan Singkat.

Surat Al-Balad aadalah surat ke 90, termasuk surat makiyyah, yang diturunkan oleh Allah kepada
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam sebelum beliau berhijrah ke kota Madinah. Para ulama menjelaskan
hubungan antara surat Al-Balad dengan surat Al-Fajr. Adapun pada surat Al-Fajr Allah menyebutkan
beberapa amalan-amalan yang menyebabkan orang kafir masuk neraka jahannam. Sedangkan pada
surat Al-Balad Allah menyebutkan beberapa amalan-amalan yang menyebabkan orang beriman

ََۡ َ َ ُ ُۡ َٓ
masuk surga.
Aku bersumpah dengan negeri ini (Mekah)” % -ِ . ‫ا ٱ‬/ٰ¼ِS ِ3v‫; أ‬

Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan negeri disini adalah kota Mekkah. Mekkah, tempat
Nabi Muhammad saw. lahir dan besar, juga merupakan tempat yang sangat dicintainya.
ََۡ َ َ َ ََ
“Dan engkau (Muhammad) halal bertempat di negeri (Mekah) ini” ٰ
+ -ِ . ‫ا ٱ‬/¼ِS ½ِ Ge‫وأ‬
Tafsirnya adalah dan kota suci Mekah halal bagi engkau wahai Muhammad Rasulullah SAW, untuk
tempat tinggal dan untuk berperang. Ini terjadi ketika Fathu Makkah (penaklukan kota Mekah) pada
tahun 8 H tatkala Nabi menyerang kota Mekah. Pada asalnya dilarang berperang dan menumpahkan
darah di kota Mekah dan hal inipun diketahui oleh orang-orang musyrikin Quraisy, namun pada saat
Fathu Makkah maka Allah menghalalkan bagi Nabi SAW untuk memerangi kaum musyrikin di Mekah.
Hanya beberapa saat saja Nabi diizinkan berperang di kota Mekah. Yaitu sejak terbit matahari hingga
sholat ashar ( Fathul Baari, Ibnu Hajar 4/44 dan At-Taudhiih, Ibnul Mulaqqin 12/456).

َ
“Dan demi (pertalian) bapak dan anaknya” 2 -َ ‫ َو َ ; َو‬-ٖ ِ ‫َو َوا‬
(Dan demi bapak) yaitu Nabi Adam (dan anaknya) atau keturunan anak manusia yang merupakan
faktor terpenting untuk menjaga eksistensi keberlangsungan jenisnya.
َ ٰ َ ِ :ۡ ‫ َ َ ۡ َ&; ٱ‬-ۡ َ َ
> -ٍ .َ g 6ِ 7 َ 89
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam kepayahan”

Allah ingin membantah persangkaan sebagian orang bahwa dunia ini bisa ditempuh dengan senang-
senang tanpa ada kesulitan sama sekali. Allah menjadikan manusia dalam keadan sulit dan payah
sepanjang hidupnya, bahkan sejak lahirnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi
rahimahullah bahwa seorang anak sejak lahir sudah mengalami kepayahan. Pada saat dilahirkan
pusarnya dipotong kemudian dia harus menyusu kepada ibunya, kadangkala air susu ibunya tidak
lancar. Tatkala giginya tumbuh ia merasa kesakitan dan panas. Setelah dia bertumbuh semakin besar
dia harus menghadapi kehidupannya, setelah dia menikah dia harus menanggung nafkah istri dan
anak-anaknya. Memasuki masa tuanya badannya mulai lemah dan terus menerus mengalami
kepayahan hingga akhirnya dia meninggal dunia. Di dalam kubur dia akan ditanyai oleh para malaikat,
kemudian dibangkitkan lagi dalam keadaan payah. Ini semua menunjukan bahwa ada Tuhan yang
mengatur dirinya, kalau seandainya tidak ada yang mengatur tentu dia tidak akan memilih kesulitan
dan kepayahan tersebut. Karenanya hendaknya ia tunduk kepada Tuhan tersebut yang mengatur
segala urusannya. (Tafsir al-Qurthubi 20/62-63).

Maka hendaknya ia berusaha untuk beramal sholih yang menyelamatkannya dari kesulitan-kesulitan
akhirat, jika tidak maka ia akan terus dalam kesulitan dan kepayahan yang abadi (lihat Tafsir As-Sa’di
hal 924). Manusia istirahat dari kepayahannya adalah ketika masuk ke dalam surga.

Ada seseorang datang jauh-jauh dari Khurosan untuk menemui Imam Ahmad, ia berkata;

“Wahai Abu Abdillah (yaitu Imam Ahmad) aku datang menemuimu dari Khurosan untuk bertanya
kepadamu tentang satu permasalahan?”. Imam Ahmad berkata “Tanyakanlah !”. Orang itu berkata,
“Kapankah seorang hamba merasakan nikmatnya istirahat?”. Imam Ahmad berkata: “Tatkala
pertama kali ia menginjakan kakinya di surga” (Thobaqoot al-Hanaabilah 1/293 dan al-Maqshod al-
Arsyad 2/398)
Dalam sebuah hadits dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Rasulullah menjawab,

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan
kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya.
Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba
senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari

ٞ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َّ َ ُ َ ۡ َ َ
dosa.” (HR Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024).
E - ‫ِأ‬ ‫ِر‬- } ‫ أن‬n3sK[
“Apakah dia (manusia) mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya?”

Apakah manusia mengira jika dia kuat sehingga bebas melakukan kemaksiatan, bebas melakukan apa
yang dia inginkan dan seakan-akan hidup hanya sekali di duniadan tidak akan dihidupkan lagi pada
hari kiamat kelak?. Apakah setelah tubuhnya menjadi hancur dan tulang belulangnya berubah
menjadi tanah Allah tidak mampu membangkitkannya?.
ُّ ٗ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ُ َ
“Dia mengatakan, ‘Aku telah menghabiskan harta yang banyak’.” Q ‫ا‬-ً .َ ; ; َ G Y ›‫} ل أ‬

Maksudnya adalah menghabiskan harta untuk menentang dakwah Rasulullah SAW. Namun ada yang
berpendapat bahwa maksudnya adalah menghabiskan harta sepuasnya untuk beroya foya pada hal-

ۡ ََۡ
hal yang haram, karena dia menyangka bahwasanya hartanya akan ada terus tidak habis-habis.
Karenanya Allah menamakan sikap menghabiskan harta pada kemaksiatan dengan U ›‫أ‬, yaitu
“memusnahkan”, dan Allah tidak menamakannya dengan “infaq”. Hal ini karena harta yang
digunakan untuk maksiat tidak akan memberi manfaat kepada pelakunya, dan tidaklah kembali
kepada pelakunya kecuali kerugian dan penyesalan. Lain halnya dengan orang yang berinfaq di jalan
Allah, maka ia telah berdagang dengan Allah, ia akan mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat
ganda.

ٌ َ َ ٓ ُ َ ۡ َّ َ ُ َ ۡ َ َ
“Apakah dia mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang melihatnya?” X - ‫ هۥ أ‬K
َ ‫ أن‬n3sK[

(Apakah dia menyangka bahwa) dirinya saat membelanjakan harta tiada yang melihatnya?. Padahal
Allah mengetahui darimana, berapa, untuk apa harta belanjakan. Bahkan kelak Allah akan membalas
atau menghisab atas apa yang diperbuat.

َ َ ٗ َ َ َّ َ ََ
„ ِ ۡ !َ ?ˆ‫;•; َو‬3َِ ‫ ۡ ِ \ َو‬œۡ ¬ ‫ ُ ۥ‬A َ uۡ e ۡ [

Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata”. “Dan lidah dan sepasang bibir”
Allah ingin menunjukkan karunia Allah kepada manusia. Allah telah memberikan kepadanya
kenikmatan lisan, kenikmatan dua bibir, dan kenikmatan dua mata. Ini diantara kenikmatan yang
sangat besar. Kedua mata untuk melihat keagungan dan kebesaran Allah dalam ciptaanNya, lisan dan
kedua bibir yang bisa digunakan untuk mengungkapkan isi hati. Demikian juga membantu untuk
makan dan minum serta menambah indahnya rupa. Namun kebanyakan manusia tidak
mensyukurinya dengan menggunakan nikmat-nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak bermanfaat.
Lisan yang diberikan oleh Allah tidak digunakan untuk berdzikir, melainkan hanya ucapan yang sia-
sia saja. Mata yang diberikan oleh Allah digunakannya untuk melihat hal-hal yang haram. (Tafsir Ibnu
Katsir 8/393).

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)” %…
ۡK-َ uۡ َ&ّ ‫ٰ ُ ٱ‬¤َ ۡK-َ ›َ ‫َو‬
ِ
Allah telah menjelaskan ada dua jalan dengan jelas agar manusia bisa memilih untuk meniti jalan
kebaikan dan meninggalkan jalan keburukan.

َ َ ۡ ۡ ََ
“Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar” %% †.َ َ ‫ َ ٱ‬sَ !َ •‫ ; ٱ‬7

َ ََ
†.َ ¬ dalam bahasa arab artinya jalan yang ada di sela-sela gunung-gunung. Yang dimaksudkan
adalah jalan menuju surga. Jalan menuju surga seperti menempuh jalan di atas gunung, jalurnya
sukar dan butuh perjuangan karena berlawanan dengan hawa nafsu. Seharusnya seseorang apabila
mengetahui bahwa sesuatu itu baik sepatutnya dia langsung melaksanakannya tanpa perlu berpikir
panjang meskipun itu adalah perkara yang berat. Seperti seorang yang melewati jalan-jalan gunung
yang membutuhkan perjuangan. Karena demikianlah jalan menuju surga. Sebenarnya jalan-jalan ini
adalah tidak terlalu berat hanya saja dirasa sangat berat bagi orang yang tenggelam dalam
kemaksiatan, sehingga untuk berbuat baik akan terasa sangat berat karena ia telah mengikuti hawa
nafsunya (lihat Tafsir As-Sa’di hal 924). Adapun orang yang beriman maka meski jalan-jalan ini berat
akan tetapi keimanannya menjadikannya lebih terasa ringan untuk menempuhnya.

َ ُّ َ ُ َ ۡ َ َۡٓ
%2 †ٍ .َ •‫ َر‬U7 %+ †.َ َ ‫ َ ; ٱ‬Uٰ¶‫َو َ ; أد َر‬

Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?”. “(Yaitu) melepaskan perbudakan
(hamba sahaya)”

Diantara jalan yang sulit tersebut adalah membebaskan seorang budak. Islam adalah agama yang
menganjurkan untuk membebaskan budak. Tidak seperti yang dituduhkan oleh orang-orang nasrani
bahwa islam adalah agama yang menganjurkan perbudakan. Perbudakan sudah ada di zaman Nabi
saat itu, termasuk orang-orang romawi juga memperbudak, orang-orang nasrani juga memperbudak,
begitupun dengan orang-orang yahudi. Tapi tatkala Islam datang maka Nabi SAW justru
menganjurkan untuk membebaskan budak. Makna membebaskan budak selain memerdekakannya
secara langsung adalah dengan membantunya dalam mukatabahnya (yaitu melunasi hutang sang
budak yang ingin menebus dirinya sendiri dari majikannya) juga membebaskan tawanan perang
muslim yang ditawan oleh pihak musuh.

َ َ َ
“Atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan” %> †ٖ .َ —3ۡ Pَ ‫َ ۡ ٖ¾ ذِي‬K 6ِ 7 ٞ ٰ¿*ۡ ِ‫أ ۡو إ‬
Diantara jalan yang sulit tersebut adalah memberi makan pada hari kelaparan. Pahala seorang yang
bersedekah bertingkat-tingkat sesuai dengan kondisi orang yang disedekahi, apabila kita memberi
sedekah kepada orang yang sangat membutuhkan maka pahalanya lebih besar. Al-Qurthubi berkata,
“Memberi makanan adalah kemuliaan, dan jika disertai dengan kelaparan yang amat sangat maka
lebih mulia lagi” (Tafsir Al-Qurthubi 20/69).

ۡ َ
“(Kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat” %E †ٍ qَ َ َ ‫َ~ ِ ٗ ; ذا‬K

Kesulitan selanjutnya adalah memberi makan anak yatim yang memiliki hubungan kekerabatan. Anak
yatim adalah anak yang belum baligh namun ayahnya telah meninggal dunia. Memberi makan anak
yatim yang memiliki hubungan kekerabatan lebih utama daripada anak yatim yang tidak ada
hubungan kekerabatan. Karena berinfak kepada kerabat pahalanya lebih besar, yaitu pahala infak
dan pahala silaturrahmi. Demikian pula memberi bantuan kepada anak yatim yang tidak orang yang
mengayominya lebih besar pahalanya daripada kepada anak yatim yang sudah ada yang
mengayominya (lihat Tafsir Al-Qurthubi 20/70).

َ َ ۡ َ َ ٗ ۡ َۡ
“Atau orang miskin yang sangat fakir” %Q †ٖ q ! ‫ &; ذا‬Yِ 3ِP ‫أو‬

ۡ
†ٖ qَ َ ! َ artinya tanah. Disebut memiliki tanah karena saking miskinnya seakan-akan tidak memiliki
apa-apa, hanya beralaskan tanah saja. Maksudnya adalah memberi sedekah kepada orang yang
sangat fakir miskin lebih utama dan lebih besar pahalanya dari pada bersedekah kepada orang yang
miskin tapi tidak fakir.

َ ۡ ُ َ ۡ َ َ َٓ ْ ُ ۡ ْ َ َ َ َ ۡ َّ ْ ۡ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َّ ُ
َ ۡ
%\ †ِ & ‫ ٱ‬nHَ ٰ ‫ أو‬%X †ِ َ َ ۡ َ RِS ‫ا^ ۡ ا‬
ٰ ^‫ أ‬UِÀÁ •‫ ِ و‬.o RِS ‫ ءا & ا و• ا^ ا‬Kِ/ ‫;ن ِ ٱ‬g D

“Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman, dan saling berpesan untuk bersabar dan saling
berpesan untuk berkasih sayang”. “Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan
itu) adalah golongan kanan”.

Maksudnya adalah bahwa barangsiapa yang berbuat kebajikan, diantaranya membebaskan budak,
memberi makan kepada fakir miskin, kemudian setelah itu dia masuk islam dan beriman, maka
seluruh kebajikan yang pernah dia lakukan tersebut ketika masih jahiliyyah akan diterima oleh Allah.
(lihat Tafsir al-Qurthubi 20/71). Demikianlah salah satu keistimewaan islam, barangsiapa yang masuk
islam maka amalan shaleh yang pernah dia lakukan sebelum islam akan diikut sertakan dalam
keislamannya, semua akan menjadi simpanan amal shaleh baginya. Adapun kemaksiatan yang
pernah dia lakukan sewaktu kafir semuanya akan terhapuskan. Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu
anhu, ia berkata,

“Wahai Rasulullah, apakah engkau memandang perbuatan-perbuatan baik yang aku lakukan
sewaktu masa Jahiliyyah seperti shadaqah, membebaskan budak atau silaturahmi tetap mendapat
pahala?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah masuk Islam beserta
semua kebaikanmu yang dahulu.” (HR Bukhari no. 1436)
Kemudian Allah menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, yaitu senantiasa saling berwasiat untuk
bersabar. Karena kehidupan ini butuh dengan kesabaran, yaitu kesabaran dalam menjalankan
ketaatan, kesabaran dalam menjauhi kemaksiatan, dan kesabaran tatkala ditimpa musibah. Dan
mereka juga saling mewasiatkan untuk saling merahmati satu sama lain. Dan saling mewasiatkan
untuk merahmati adalah perangai yang agung. Dan tidaklah seseorang berwashiat untuk merahmati
kecuali ia benar-benar memahami akan keagungan dan kemuliaan rahmat Allah. Rasulullah SAW
bersabda:

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah
yang di atas muka bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR Tirmidzi no.
1924).

Mereka yang memiliki sifat-sifat ini adalah orang-orang yang berbahagia dan termasuk golongan
kanan (ahlul jannah).

ۡ ُ ٞ َ ۡ َۡ َ ۡ ۡ ُ ٰ َ ۡ َ ۡ ُ َ َٰ ْ ََُ َ Kِ/َّ ‫َوٱ‬


+… ۢ ‫ ُة‬-َ ^َ ³ ّ ‫;ر‬ e Fِ %„ †ِ َ َ€ٔ€Ã َ ‫ ٱ‬n H^‫!ِ&; › أ‬Â‫َا‬€ٔ€‫ب‬
ِ ‫? وا‬

“Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri”. “Mereka
berada dalam neraka yang ditutup rapat”.

Orang kafir yang telah memasuki neraka neraka seakan-akan neraka itu menjadi tertutup bagi
mereka sehingga tidak mungkin keluar lagi. Firman Allah Ta’ala

َ ۡ ‫ ُ ُ َن ٱ‬-ۡ َK ;َ ‫ َ ; ٓ ِء َو‬3َّ ‫ ٰ ُب ٱ‬Äَ ۡS[َ ۡ Fُ َ ·ُ !َّ ?َ ُ ;َ ;Fَ &ۡ ¬َ ْ ‫ ُ وا‬.َ Y


َ–ِ َK 6ٰ !َّ َ †َ َ&ّ u ۡ َ ۡ َ َ َ
ٰ
!(‫!ِ&; وٱ‬Â‫َا‬€ٔ€‫ب‬
ْ ُ َّ َ َ َ ّ َ ّ
ِ ‫ ا‬S/g Kِ/ ‫إِن ٱ‬
ۡ َ َ َ َ Å َ ۡ ّ َ ُ َ ۡ
>… َ ِ ِ uۡ ُ ‫ي ٱ‬$ِ uۡ e Uِ ٰ ¨Œ‫;ط َو‬ ِ £ ِ ‫ ( ِ ٱ‬6ِ 7 A َ u ‫ٱ‬

“sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri


terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk
surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat jahat.” (QS Al-A’raf : 40)

Dan yang demikian itu mustahil terjadi. Naudzubillah mindzaalik.

Wallahu a’alm bishshowab

Anda mungkin juga menyukai