Makalah Ini disusun untuk memenuhin tugas mata kuliah ” Tafsir Tarbawi II ”
Dosen Pengampu
H.Subhan, MA
Disusun Oleh
Egi Febrian
Neli Lianawati
Sidik
Alhamdulilah kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah yang maha esa, atas
segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat di susun hingga selesai.
Terlepasdari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari bpk dosen dan temen temen pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang
“HADIST TARBAWI II” ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................iii
A.Latar belakang........................................................................................iii
Rumusan masalah......................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN
4....................................................1
6.........................................................3
44.....................................................10
66.........................................................13
A.
Kesimpulan......................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
iii
bisa dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal
dan hati.
B. Rumusan Masalah
iv
BAB II
PEMBAHASAN
و المنعمHرحمن هH وذالك ألن ال, وافتتح هذه السورة بلفظ ( الرَّحْ َمنُ ) إشارة الى أنها مشتلمة على نعم عظيمة
بجالئل النعم كما وكيفا
1
Artinya : ‘Surat ini dimulai dengan lafadz ُ الرَّحْ َمنmenunjukkan bahwa surat ini
mencakup banyak nikmat yang besar, karena lafadz ُ الرَّحْ َمنbermakna Dzat yang
memberi nikmat-nikmat besar, baik secara kualitas maupun kuantitas.’ (Syekh
As-Shawi, Hasyiyah Showi ‘ala Tafsir Jalalain. [Beirut: Dar Al-Fikr, 2014] juz 4,
hal. 125)
Imam Fakhrudin Ar-Razi, mengisahkan bahwa suatu hari Ibrahim bin Adham
melihat ada burung Gagak mengambil potongan roti. Beliau pun terheran dan
mengikuti burung tersebut, ternyata burung tadi membawa potongan roti dan
memberikannya pada seorang lelaki yang kedua tangannya terikat.
Dari kisah ini Imam Ar-Razi menggarisbawahi, bahwa sifat ُ الرَّحْ َمنsangat luas,
bahkan terhadap burung gagak pun Allah Swt memberinya sifat rahmat(kasih
sayang). Dan sifat ُ الرَّحْ َمنadalah salah satu asmaul husna yang khusus hanya bagi
Allah Swt. (Imam Ar-Roziy, Tafsir Kabir, [Kairo : Dar Al-Hadits,2012] juz 1, hal.
261)
Walhasil, ayat kedua ini menyampaikan ; Allah Swt, dengan sifat Maha
Kasih sayangNya menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad Saw, untuk
kemudian diajarkan kepada semua umat manusia, guna dijadikan pedoman dalam
kehidupan mereka.
2
Kedua, setelah menyampaikan nikmat terbesar berupa diajarkannya Al-Quran,
ayat ketiga dan keempat dalam Surat Ar-Rahman menjelaskan nikmat besar
selanjutnya, yaitu tercipta sebagai manusia. Syekh Wahbah Az-Zuhailiy
menjelaskan sebagai berikut :
اHو ممH وه،ق والفهمHان أي الكالم والنطHه البيH وتعليم،النعمة الثانية والثالثة خلق جنس اإلنسان إلعمار الكون
ّ ف
ضل به اإلنسان على سائر الحيوان
Artinya : Nikmat yang kedua dan ketiga adalah diciptakan sebagai manusia, untuk
meramaikan dunia, dan mengajarkannya bayan, yaitu berbicara dan kefahaman,
hal itu termasuk salah satu yang dianugerahkan kepada manusia, tidak kepada
hewan.” (Syekh Wahbah Az-Zuhailiy, Tafsir Munir, [Beirut : dar Al-Fikr, 2018],
juz 14, hal. 215)
Dari sini kita bisa mengampil kesimpulan bahwa surat Ar-Rahman ayat 1-4
menjelaskan dua nikmat besar yang diberikan kepada kita, yaitu Al-Quran,
sebagai pedoman hidup, dan diciptakan sebagai manusia yang mampu berfikir
guna memahami ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyyah. Wallahu A’lam1
3
jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang
disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan. Subjek pendidikan yang
dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah Orang tua, guru-guru di
institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat,
sedangkan pendidikan pertama ( tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini
adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan
bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah yang kedua adalah Rasulullah.
Sebagaimana dapat kita lihat dalam surat al-‘Alaq : 4-5
الَّ ِذي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم . َعلَّ َم اإل ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَم
Artinya :
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya
Dari penjelasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa subjek pendidikan
adalah seseorang atau sesuatu yang telah mengajarkan kita ilmu. Seseorang ini
bukan hanya seorang guru tapi siapapun atau apapun yang dapat mengajari kita.
Pendidikan yang pertama kali terjadi dalam ruang lingkup yang sangat sederhana
yaitu keluarga. Subjek pendidikannya adalah orang tua, terutama ibu. Kita dapat
memperoleh ilmu dari mana saja, seperti lingkungan, masyarakat, alam, dan
semua ciptaan Allah SWT
4
2. Pendidik menurut jabatan, yaitu guru
Guru adalah pendidik kedua setelah orang tua. Mereka tidak bisa disebut secara
wajar dan alamiah menjadi pendidik, karena mereka mendapat tugas dari orang
tua, sebagai pengganti orang tua. Mereka menjadi pendidik karena profesinya
menjadi pendidik, guru di sekolah misalnya.
Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru
adalah pendidk profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik,
pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formanl, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Guru berfungsi sebagai pendidik di samping sebagai pengajar. Guru membentuk
sikap siswa, bahwa guru menjadi contoh atau teladan bagi siswa-siswanya. Hal itu
tidak mungkin kalau guru hanya bertuigas mengajar saja.[1]
٦﴿ ﴾ ُذو ِم َّر ٍة فَا ْستَ َوى٥﴿ ﴾عَلَّ َمهُ َش ِدي ُد ْالقُ َوى
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal
yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.
Menurut Tafsir kemenag
٥﴿﴾عَلَّ َمهُ َش ِدي ُد ْالقُ َوى
Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw (kawan mereka
itu) diajari oleh Jibril. Jibril itu sangat kuat, baik ilmunya maupun amalnya.
Dalam firman Allah dijelaskan:
Sesungguhnya (Al-Qur'an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh)
utusan yang mulia (Jibril), yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di
sisi (Allah) yang memiliki 'Arsy, yang di sana (di alam malaikat) ditaati dan
dipercaya. (at-Takwir/81: 1921)
Kemudian Muhammad saw mempelajarinya dan mengamalkannya. Ayat ini
merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa Muhamamd
5
saw itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan dongeng-dongengan
(legendalegenda) orang-orang dahulu. Dari sini jelas bahwa Muhammad saw itu
bukan diajari oleh seorang manusia, tapi ia diajari oleh Malaikat Jibril yang sangat
kuat.
٦﴿ ﴾ ُذو ِم َّر ٍة فَا ْستَ َوى
Wahyu yang diterimanya diajarkan kepadanya oleh jibril, malaikat yang sangat
kuat, yang mempunyai keteguhan sangat hebat; maka ia menampakkan diri
kepada nabi Muhammad dengan rupa yang asli, yakni bagus dan perkasa. yaitu
jibril, pada saat itu berada di ufuk langit yang tinggi. Kemudian dia mendekat ke
arah nabi Muhammad, lalu turun sehingga bertambah dekat lagi
6
petunjuk-petunjuk tersebut, menyucikan dan mengajarkan manusia menuju arah
yang benar sesuai dengan Syari’at yang dibawanya, yaitu Islam.
Kata (‘ )علّمهallamahu/ diajarkan kepadanya bukan berarti bahwa wahyu
tersebut bersumber dari malaikat jibril. Seorang yang mengajar tidak mutlak
mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Bukankah kita mengajar
anak kita membaca, padahal sering kali bacaan yang diajarkan itu bukan karya
kita. Menyampaikan atau menjelaskan sesuatu secara baik dan benar adalah salah
satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah dengan tugas
menyampaikannya secara baik dan benar kepada Nabi saw., dan itulah yang
dimaksud dengan pengajaran disini.
Kata ()مرّة mirrah terambil dari kalimat ( )أمرت الحبلamrartu al-habla yang
berarti melilitkan tali guna menguatkan sesuatu. Kata (رّةHH )ذو مdzu mirrah
digunakan untuk menggambarkan kekuatan nalar dan tingginya kemampuan
seseorang. Al-Baqa’i memahaminya dalam arti ketegasan dan kekuatan yang luar
biasa untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa sedikit pun
mengarah kepada tugas selainnya disertai dengan keikhlasan penuh. Ada juga
yang memahaminya dengan kekuatan fisik, akal, nalar.[2] Penjelasan lain dari kata
Dzu mirrah adalah yang mempunyai kecerdasan akal. Sifat Jibril yang pertama
menggambarkan tentang betapa kuat pikiran dan betapa nyata pengaruh-
pengaruhnya yang mengagumkan. Kesimpulannya, bahwa Jibril memiliki
kekuatan-kekuatan pikiran,dan kekuatan-kekuatan tubuh. Sebagaimana telah
diriwayatkan bahwa ia pernah mencukil kaum luth dari laut hitam yang waktu itu
berada dibawah tanah, lalu memanggulnya pada kedua sayap dan diangkatnya dari
negeri itu ke langit, kemudian dibalikkan. Pernah pula ia berteriak kepada kaum
Tsamud, sehingga mereka meti semua.
Ayat tersebut merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa
Muhammad itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan
dongengdongengan(legenda-legenda orang terdahulu).
Penjelasan lain tentang wahyu yang diterima nabi Muhammad Saw.adalah
bahwasannya yang mengajarkan wahyu itu kepada beliau adalah makhluk yang
7
sangat kuat. Ibnu katsir dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan yang
sangat kuat itu adalah malaikat Jibril.
“Yang mempunyai keteguhan”(pangkal ayat 6), Mujahid, Al-Hasan dan Ibnu Zaid
memberi arti: “yang mempunyai keteguhan”. Ibnu Abbas memberi arti: “yang
mempunyai rupa yang elok”. Qatadah memberi arti: “yang mempunyai bentuk
badan yang tinggi bagus.” Ibnu katsir ketika memberi arti berkata: “tidak ada
perbedaan dalam arti yang dikemukakan itu. Karena malaikat Jibril itu memeng
bagus dipandang mata dan mempunyai kekuatan luar biasa. Lanjutan ayat ialah:
fastawa, yang artinya: yang menampakkan diri yang asli.”(ujung ayat 6)
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim yang diterimanya dari Abdullah bin
Mas’ud, bahwasannya raulullah itu melihat rupanya yang asli itu dua kali. Yang
pertama adalah ketika Rasulullah Saw.meminta kepada Jibril supaya sudi
memperlihatkan diri menurut rupanya yang asli. Lalu kelihatanlah dia dalam
keasliannya itu memenuhi ufuk. Yang kedua adalah ketika dia memperlihatkan
diri dalam keadaannya yang asli itu, ketia Jibril akan menemani beliau pergi Isra’
dan Mi’raj. Dalam pernyataan diri dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan
sayap yang sangat banyak, yakni 600 sayap.
Yang dimaksud pengajar atau yang menjadi subyek disini adalah Malaikat Jibril,
bukan berarti bahwa wahyu tersebut bersumber dari Malaikat Jibril. Seseorang
yang mengajar tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang
pengajar. Bukankah kita mengajar seorang anak membaca, padahal bacaan itu
juga bukan merupakan karya kita? Menyampaikan sesuatu secara baik dan benar
adalah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahu dari Allah dengan tugas
menyampaikannya secara baik dan benar kepada Nabi Muhammad Saw., dan
itulah yang dimaksud pengajaran disini.
Sedangkan jika dikaitkan dengan pengajar atau pendidik yakni seorang guru,
maka dapat di ambil beberapa kriteria guru yakni diantaranya adalah seorang guru
itu harus mempunyai kekuatan, baik kekuatan secara jasmani maupun rohani.
Kekuatan jasmani yakni berupa totalitas dalam mengajar, penampilan dan
perilaku yang baik,karena perilaku kita akan dijadikan cerminan oleh murid-murid
kita.
8
Sedangkan yang dimaksud dengan kekuatan rohani yakni cerdas aqliyah maupun
fi’liyah, kesungguhan dalam menyampaikan mata pelajaran kepada anak didik,
serta kesabaran dalam mendidik dan menanamkan akhlakul karimah kepada
peserta didik.
Jika ayat diatas kita kaitkan dengan nilai-nilai pendidikan, maka akan
mengandung beberapa hal, yaitu :
a. Wahyu yang dibawa oleh Jibril (Al-Qur’an), yaitu sebagai pedoman hidup
manusia, serta menjadikannya petunjuk dan pelajaran bagi manusia, sehingga
manusia bisa menjalankan misinya dengan baik yaitu mengemban amanat Allah
SWT sebagai kholifah dimuka bumi. Seperti yang dijelaskan dalam ayat 30 surat
Al-Baqarah: Sesungguhnya aku hendaki menjadikan seorang khalifah dimuka
bumi, dan surat Hud ayat 61 ;
Dia (Allah) Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya….
Artinya, manusia yang dijadikan khalifah itu bertugas memakmurkan atau
membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh yang
menugaskan (Allah) yang telah tertuang dalam Al-Qur’an.
b.Dengan jiwa yang kuat serta akal yang sehat, manusia akan bisa menjalankan
fungsinya dengan baik, baik secara fertikal maupun horisontal. Dengan
mempunyai jiwa dan akal yang cerdas maka akan bisa menghasilkan ilmu,
kesucian dan etika, sedangkan dengan kondisi yang kuat, akan menghasilkan
jasmani yang terampil. Dengan menggabungkan ketiga unsur tersebut, terciptalah
makhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan akherat, ilmu dan
iman. Itu sebabnya dalam pendidikan islam dikenal istilah adab al-din dan adab
al-dunya.
c.Pelajaran untuk tidak bersifat lemah, bodoh, serta selalu mengkaji ilmu, baik
yang berhubungan dengan agama maupun yang berhubungan dengan dunia.
d.Tidaklah ada batasan ilmu yang dipelajarinya, untuk mencapai keseimbangan
yang tersebut diatas.
e.Dalam penyajian materi pendidikan, peran akal sangatlah penting untuk bisa
memahami Al-Qur’an, sehingga manusia merasa berperan dalam menemukan
9
hakikat materi yang disajikan itu sehingga merasa memiliki dan bertanggung
jawab untuk membelanya.
f.Dalam mengajar disarankan untuk saling berhadap-hadapan, karena dengan ini
akan mempermudah bagi si murid untuk menerima ilmu.2
ِّ سأَلُوا أَ ْه َل
الذ ْك ِر إِن ُكنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون ْ وحي إِلَ ْي ِه ْم فَا َ َو َما أَ ْر
ِ ُّس ْلنَا_ ِمن قَ ْبلِكَ إِاَّل ِر َجااًل ن
Terjemahan: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,
َإِن ُكنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُم____ون (jika kalian tidak mengetahui) hal tersebut, mereka pasti
mengetahuinya karena kepercayaan kalian kepada mereka lebih dekat daripada
kepercayaan kalian terhadap Nabi Muhammad saw.
2 https://tafsirweb.com/10119-quran-surat-an-najm-ayat-5.html
10
Maksudnya, bertanyalah kepada orang-orang Ahli Kitab terdahulu, apakah para
Rasul yang di utus kepada mereka berupa manusia atau Malaikat? Jika para Rasul
itu berupa Malaikat, berarti boleh kalian mengingkari dan jika dari manusia, maka
janganlah kalian mengingkari kalau Muhammad adalah seorang Rasul.
Tafsir Kemenag: Allah menyatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang rasul pun
sebelum Nabi Muhammad kecuali manusia yang diberi-Nya wahyu. Ayat ini
menggambarkan bahwa rasul-rasul yang diutus itu hanyalah laki-laki dari
keturunan Adam a.s. sampai Nabi Muhammad saw yang bertugas mem-bimbing
umatnya agar mereka beragama tauhid dan mengikuti bimbingan wahyu.
Oleh karena itu, yang pantas diutus untuk melakukan tugas itu adalah rasul-rasul
dari jenis mereka dan berbahasa mereka. Pada waktu Nabi Muhammad saw
diutus, orang-orang Arab menyangkal bahwa Allah tidak mungkin mengutus
utusan yang berjenis manusia seperti mereka. Mereka menginginkan agar yang
diutus itu haruslah seorang malaikat,
َس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّكرُون ِّ الزبُ ِر َوأَن َز ْلنَا إِلَ ْي َك
ِ الذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلنَّا ِ بِا ْلبَيِّنَا
ُّ ت َو
ُّ و (dan
الزبُ ِر َ ِّ َوأَن َز ْلنَا إِلَ ْي َك (Dan Kami turunkan
kitab-kitab) yakni kitab-kitab suci. الذ ْك َر
kepadamu Adz-Dzikr) yakni Alquran.
11
َ َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّكرُون (dan supaya mereka memikirkan) tentang hal tersebut kemudian
mereka mengambil pelajaran daripadanya.
maksudnya dari Rabb mereka, karena pengetahuanmu dengan arti apa yang telah
Allah turunkan kepadamu, karena pemeliharaanmu terhadapnya, karena kamu
mengikutinya, dan karena pengetahuan Kami bahwa sesungguhnya kamu adalah
orang yang paling mulia di antara para makhluk dan pemimpin anak Adam.
Maka dari itu engkau (ya, Muhammad!) harus merinci untuk mereka apa yang
mujmal (gobal) dan menerangkan apa yang sulit untuk mereka.
Tafsir Kemenag: Sesudah itu Allah swt menjelaskan bahwa para rasul itu diutus
dengan membawa bukti-bukti nyata tentang kebenaran mereka. Yang dimaksud
dengan bukti-bukti yang nyata dalam ayat ini ialah mukjizat-mukjizat yang
membuktikan kebenaran kerasulan mereka.
Di akhir ayat, Allah swt menegaskan agar mereka memikirkan kandungan isi Al-
Qur’an dengan pemikiran yang jernih untuk memperoleh kesejahteraan hidup di
dunia dan kebahagiaan di akhirat, terlepas dari berbagai macam azab dan bencana
seperti yang menimpa umat-umat sebelumnya.
12
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan
Surah An-Nahl Ayat 43-44 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan
Tafsir Kemenag. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita3.
ْ سى َه ْل أَتَّبِ ُعكَ َعلَى أَن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما ُعلِّ ْمتَ ُر
Tafsir Jalalain: شدًا َ قَا َل لَهُ ُمو (Musa berkata kepada
Khidhir, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu
yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?)” yakni ilmu yang
dapat membimbingku.
Menurut suatu qiraat dibaca Rasyadan. Nabi Musa meminta hal tersebut kepada
Khidhir. karena menambah ilmu adalah suatu hal yang dianjurkan.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah swt menceritakan tentang ucapan Musa kepada orang
alim, yakni Khidhir yang secara khusus diberi ilmu oleh Allah Ta’ala yang tidak
diberikan kepada Musa as, sebagaimana Dia juga telah menganugerahkan ilmu
kepada Musa yang tidak Dia berikan kepada Khidhir.
3 https://pecihitam.org/surah-an-nahl-ayat-43-44-terjemahan-dan-tafsir-al-quran/
13
seharusnya pertanyaan seorang pelajar kepada orang berilmu. Dan ucapan Musa,
“Bolehkah aku mengikutimu?” Yakni menemanimu.
ْ َعلَى أَن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما ُعلِّ ْمتَ ُر (“Supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar
شدًا
di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”) Maksudnya, sedikit ilmu
yang telah diajarkan Allah Ta’ala kepadamu agar aku dapat menjadikannya
sebagai petunjuk dalam menangani urusanku, yaitu ilmu yang bermanfaat dan
amal shalih.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menyatakan maksud Nabi Musa a.s.
datang menemui Khidir, yaitu untuk berguru kepadanya. Nabi Musa memberi
salam kepada Khidir dan berkata kepadanya, “Saya adalah Musa.” Khidir
bertanya, “Musa dari Bani Israil?” Musa menjawab,
“Ya, benar!” Maka Khidir memberi hormat kepadanya seraya berkata, “Apa
keperluanmu datang kemari?” Nabi Musa menjawab bahwa beliau datang
kepadanya supaya diperkenankan mengikutinya dengan maksud agar Khidir mau
mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang telah diajarkan Allah kepadanya,
yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.
Dalam ayat ini, Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa sebagai calon
murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk
pertanyaan.
Itu berarti bahwa Nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan merendahkan hati.
Beliau menempatkan dirinya sebagai orang yang bodoh dan mohon
diperkenankan mengikutinya, supaya Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu
yang telah diberikan kepadanya. Menurut al-Qadhi, sikap demikian memang
seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar dalam mengajukan pertanyaan kepada
gurunya.
BAB III
Kesimpulan
14
Surat Al-Rahman
Dari sini kita bisa mengampil kesimpulan bahwa surat Ar-Rahman ayat 1-4
menjelaskan dua nikmat besar yang diberikan kepada kita, yaitu Al-Quran,
sebagai pedoman hidup, dan diciptakan sebagai manusia yang mampu berfikir
guna memahami ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyyah. Wallahu A’lam
Surat Al-Najm
Melihat dari ayat ini bahwa sanya subjek dari pada pendidikan yaitu Allah
Swt,Malaikat Jibril dan Manusia (Nabi Muhammad Saw)
Melihat dari pembahasan surat Al-Najm mengenai seorang guru, maka dapat di
ambil beberapa kriteria guru yakni diantaranya adalah seorang guru itu harus
mempunyai kekuatan, baik kekuatan secara jasmani maupun rohani. Kekuatan
jasmani yakni berupa totalitas dalam mengajar, penampilan dan perilaku yang
baik,karena perilaku kita akan dijadikan cerminan oleh murid-murid kita.
Sedangkan yang dimaksud dengan kekuatan rohani yakni cerdas aqliyah maupun
fi’liyah, kesungguhan dalam menyampaikan mata pelajaran kepada anak didik,
serta kesabaran dalam mendidik dan menanamkan akhlakul karimah kepada
peserta didik
15
Dalam ayat ini kalau dikaikan dengan pendidikan bahwa sanya ketika kita tidak
mengetaui segalala sesuatu mengenai ilmu maka tanyakanlah kepada yang
tau,supaya kita tidak terjerumus dari yang namanya kesesatan.
Surat Alkahfi ini Bila dikaitkan dengan pendidikan maka seorang murid itu harus
takdim terhadap guru baik dalam sikap,tutur kata dan segala hal yang berkaitan
tentang perilaku bahkan ketika kita bertanya kepada seorang guru itu harus tau
adab nya.
16