Anda di halaman 1dari 20

‘AM DAN KHOSH

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH STUDI QUR’AN

DOSEN PENGAMPU: AHMAD RIANDI,S.Sy.,MH

Disusun oleh:

NAYLA RAMADHANI (NIM: 233360057)

YAYASAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
TAHUN AJARAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah
memperjuangkan agama Islam.

Kemudian dari pada itu, kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-


dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terselesaikannya
makalah ini

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan


dan kekeliruan,maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritik positif yang
bersifat membangun sehingga makalah ini bisa diperbaiki seperlunya.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kelompok
kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................i

Daftar Isi .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 1

C. Tujuan Pembelajaran ................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian ‘Amm dan Khash ..................................................... 3

B.Lafal-lafal ‘Amm ........................................................................ 5

C.Macam-macam ‘Amm ................................................................ 7

D.Pengertian Khash dan Mukhassis ............................................. 10

E.Pembagian Mukhassis .............................................................. 11

F.Takhsis sunnah dengan Al-Qur’an ........................................... 14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 17


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan Bahasa Arab. Sebagai bahasa Al Qur’an,
Bahasa Arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga tidak sedikit
dijumpai lafadz yang kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti . Dalam Al
Qur’an banyak dijumpai istilah yang biasa dipakai untuk menunjukan makna
tertentu seperti lafadz ‘am, khas, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya.
Untuk bisa memahami dengan baik dan benar bahasa Al Qur’an tersebut,
para ulama, baik ulama ushul fiqh, ulama tafsir, ulama lughah, dan lain sebagainya,
telah mengadakan penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz, khususnya yang
terkait dengan uslub atau gaya bahasa arab.
Hasil penelitian dari para ulama tersebut kemudian disusun menjadi
beberapa kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk
memahami nash-nash Al Qur’an secara baik dan benar. Kaidah kaidah tersebut bisa
berupa kaidah yang terkait dengan masalah kebahasan, hukum, ilmu-ilmu Al
Qur’an, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk
membahas kaidah-kaidah kebahasan dalam Al Qur’an, khususnya dalam hal alfa dz
‘am dan khas.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, disusun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian lafadz ‘am dan khas?
2. Bagaimana cara mengetahui lafadz ‘am dan khas?
3. Apa saja jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am ?
4. Apa pengertian khas dan mukhasssis?
5. Bagaimana pembagian mukhassis?
6. Bagaimana pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an?
2

C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui pengertian lafadz ‘am dan khas.
2. Mengetahui lafadz ‘am dan khas.
3. Mengetahui jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am.
4. Mengetahui pengertian khas dan mukhassis
5. Mengetahui pembagian mukhassis
6. Mengetahui cara pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ‘Amm dan Khash

Al ‘amm secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara


terminologi atau istilah, Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa al ‘amm
adalah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian
tiap lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu. 1

Lafaz amm ini adalah menurut kepada bentuk dari suatu lafadz, di dalam
lafadz itu tersimpul, atau masuk semua jenis yang sesuai dengan lafadz itu.
Sebagaimana kita katakan al-insan (manusia, maka di dalam kata-kata al-insan ini
termasuk semua manusia yang ada di dunia ini,baik manusia itu kecil ataupun besar,
baik dia merdeka maupun dia masuk golongan budak, baik dia bebas maupun dia
terikat. Adakalanya lafadz umum itu ditentukan dengan lafadz yang telah
disediakan untuk itu, seperti lafadz “kullu, jami’u, dan lain-lain.

Maka yang dimaksud dengan ‘amm yaitu suatu lafadz yang dipergunakan
untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu
dengan mengucapkan sekali ucapan saja.seperti kita katakan arrijal, maka lafadz
ini meliputi semua laki-laki.2
4

Manna’ Khalil al-Qattan mendefinisikan ‘Amm sebagai berikut yaitu:


“lafadz yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa
ada pembatasan”.3

Adapun Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Amm sebagai berikut yaitu


Al-‘Amm ialah lafadz yang menurut arti bahasanya menunjukkan atas mencakup
dan menghabiskan semua satu-satuan yang ada di dalam lafadz itu dengan tanpa
menghitung ukuran tertentu dari satuan-satuan itu.4

Al-‘amm (keumuman) ialah lafadz yang menunjukkan pengertian yang


meliputi seluruh objek-objeknya seperti:

ْ ‫اِنَّ اْ ِال ْن َسانَ لَ ِف‬


‫االية‬.…‫ي ُخس ٍْر‬

“sesungguhnya manusia itu dalam kerugian….”.(QS. Al asr:2)

Lafadz Insan adalah umum, yakni menunjukkan pengertian menyeluruh atas semua
orang.5

Dari sini bisa disimpulkan bahwa lafadz ‘amm atau umum ialah lafadz yang
diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafadz itu sendiri tanpa
dibatasi dengan jumlah tertentu.

Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa,
3

Bogor, 2011), 312

4Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada), 298

5Muhammad Al-Khudhori Biek, Ushul Fiqih, (Pekalongan: Raja Murah, 1986),


187
5

B. Lafal –Lafal ‘Amm

1. Lafal kulun, jamiun,kaffah,masya (seluruhnya). Masing-masing lafal

tersebut meliputi segala yang menjadi mudhaf ilaihi dari lafal-lafal

itu,misalnya :

a. Kullan

ِ ْ ‫كُل نَ ْفس ٍ ذَائِقَةُ ْال َمو‬


‫ت‬

Artinya : ”tiap-tiap yang berjiwa, akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran:185).

b. Jamiun

‫هُو َ الَّذِي َخلَقَ لَكُ ْم َما فِي الْ ْ َر ْ ض ِ َجمِ يع‬

Artinya : ”Dia-lah (Allah) yang menjadikan bagimu apa-apa yang ada di bumi,

semuanya.”(QS. Al-Baqarah;29).

c. Mas’yar

َ َ‫و َ يُ ْنذِر ُ و ْ نَكُ ْم ِلقَ ۤا َء ٰي َم ْعشَر َ ْالج ِ ن ِ و َ الْ ْ ِ ْنس ِ اَلَ ْم يَأْتِكُ ْم ر ُ سُل م ِ ْنكُ ْم يَقُصو ْ ن‬
ْ ِ‫علَ ْيكُ ْم ٰا ٰيت‬
‫ي‬

‫َيو ْ مِ كُ ْم ٰهذَا‬

Artinya : ”hai golongan jin dan manusia ! apakah tidak pernah dating

kepadamu Rasul-rasul dari golonganmu sendiri, yang menyampaikan

kepadamu ayat-ayat-Ku dan member peringatan kepadamu, terhadap

pertemuan hari ini ?” (QS. Al-An’am :130)


6

d. kaffah

‫ِو َ َمآ أَر ْ َس ْل ٰنَك َ ِإلْ َّ كَآفَّة ل ِلنَّاس‬

Artinya : ”dan kami tidak mengutusmu melainkan kepada manusi semuanya

.”(QS. Saba :28)

2. Isim istifham ialah man (siapa), ma (apa), aina, ayyun ( di mana), dan mata

(kapan), misalnya :

a. Man ( siapa )

‫َمن ْ ذَا الَّذِي يُ ْقر ِ ض ُ ال َّل َّ َ قَر ْ ض ا َح َسن ا‬

Artinya : “Siapakah yang mau berpiutang kepada Allah dengan piutang yang

baik ?” (QS. Al-baqarah :245)

b. Ma ( apa )

‫ قَالُو ْ ا َل ْم‬، َ ‫ي َسقَر‬


ْ ِ‫ص ِل ينَ َما َسلَ َككُ ْم ف‬
َ ‫نَكُ مِنَ ال ُم‬

Artinya : "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka

menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan

shalat." (QS. Al-Muddassir :42-43)

c. Ayyun (siapakah)

َ ‫أْتِينِي ِب َعر ْ شِ َها قَ ْب َل أَن ْ َيأْتُونِي ُم ْسلِمِ ينَ قَا َل َيا أَي َها ْال َم َل َ ُ أَيكُ ْم‬
‫ي‬

Artinya : Siapakah di antara kamu yang bisa membawa kursi tahta

kerajaannya (Bulqis) di hadapanku sebelum mereka datang menyerahkan diri


7

kepadaku.” (QS: an-Naml : 38)

d. Mata (kapan)

Artinya :”Kapan datangnya pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya

pertolongan Allah itu sangat dekat.”(QS. Al-Baqarah :214)

e. Aina ( di mana)

‫أ ين مسكنك ؟‬

Artinya :”Di manakah tempat tinggalmu?”

C. Macam-macam ‘Amm

Abdul Wahab Khalaf menyimpulkan bahwa menurut hasil penelitiannya


terhadap beberapa nash, telah ditetapkan bahwa al-‘amm itu ada tiga bagian6 :

1. ‘Amm yang tetap dalam keumumannya (Al-‘amm al-baqi ala umumih)

Seperti ‘Amm dalam firman Allah SWT :

َ َّ‫ض اِال‬
‫علَى هللاِ ِر ْزقُ َها‬ ِ ْ‫مِن دَابَّ ٍة فِي اْالَر‬
ْ ‫َو َما‬

“dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang
memberi rizkinya.” (QS. Hud : 6)

Dan firman Allah :

6
Abdul Wahab Khalaf, 305
8

ِ ‫َو َجعَ ْلنَا مِنَ اْلماَءِ كُ َّل َشي ٍْئ َحي‬

“Dan daripada air ,kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS.Al Anbiya 30)

Di dalam masing-masing ayat tersebut terdapat ketetapan sunnah tuhan yang umum
yang tidak ditakhsiskan atau diganti. Jadi Al-‘Amm yang terdapat dalam dua ayat
tersebut, adalah pasti dalalahnya tentang keumumannya dan tidak mempunyai
kemungkinan bahwa yang dimaksud daripadanya adalah kekhususan.

Contoh lain seperti dicontohkan oleh Manna Khalil al-Qattan misalnya :

• dalam surat An-Nisa’ayat 176 :‫لى ُّك ِل َشي ٍْئ قَ ِديْر‬


َ ‫ع‬َ ‫وهللا‬.
• ْ ‫والَ َي‬.
Dalam surat Al-Kahfi ayat 49 :‫ظ ِل ُم َربُّكَ أَ َحدًا‬ َ
• Dalam surat An-Nisa’ ayat 23 :‫علَ ْيكُ ْم ا ُ َّم َهاتُكُ ْم‬
َ ْ‫‘ح ُِر َمت‬

Amm dalam ayat-ayat di atas tidak mengandung kekhususan.7

2. (Al-‘amm al-murad bihi al-khusus)

Yaitu ‘amm yang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan


ketetapan al-‘amm kepada keumumannya, dan dapat menjelaskan bahwa yang
dimaksud daripadanya ialah sebagian satuannya. Seperti firman Allah :

… ً‫طاعَ اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬ ِ ‫اس حِ ُّج اْلبَ ْي‬


َ َ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ َّ‫علَى الن‬
َ ِ‫َوهلل‬

”mengerjakan haji ke baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah” (QS.


Ali Imron:97)

Manna’ Khalil Al-Qattan, 317


7
9

Manusia dalam pengertian nash ini adalah ‘am, yang dimaksud dengan itu khusus
orang-orang mukallaf. Karena akal itu (sebuah batasan) yang menetapkan tidak
masuknya anak kecil dan orang-orang gila. Seperti firman Allah :

َ ‫ب أَ ْن يَتَ َخلَّفُ ْوا‬


)۱٢ .: ‫ع ْن َرس ُْو ِل هللاِ (التوبة‬ ِ ‫َماكَانَ ِأل َ ْه ِل اْل َم ِد ْينَ ِة َو َم ْن َح ْولَ ُه ْم مِنَ اْالَع َْرا‬

“tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Baduwi yang
berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berjuang)
(QS. At-Taubah : 120)

Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu setiap
penduduk madinah dan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang sakit dan
orang-orang lemah harus turut menyertai Rasulullah pergi berperang.Namun yang
dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah makna umum itu, tetapi hanyalah orang-
orang yang mampu.8

Contoh lain adalah seperti firman Allah ;

ُ ‫َاخ ش َْوهُ ْم فَزَ ا َدهُ ْم اِ ْي َمانًا َوقَالُ ْوا َح ْس ُبنَا‬


‫هللا َو ِن ْع َم اْ َلو ِك ْي ُل (ال عمران‬ ْ ‫اس قَدْ َج َم ُع ْوا لَكُ ْم ف‬ ُ َّ‫اَلَّ ِذيْنَ قَا َل لَ ُه ُم الن‬
َ َّ‫اس اِنَّ الن‬
)۱٧۳ :

Maksud an-Nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang An-Nas kedua
adalah Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak dimaksudkan untuk makna
umum.kesimpulannya ditunjukkan pada ayat sesudahnya ‫ اِنَّ َما ذَا ِلكُ ْم‬sebab syarat
dengan ‫ ذَا ِل ُك ْم‬hanya menunjukkan kepada satu orang tertentu.

3. ‘Amm yang di khususkan (Al-‘amm al-makhsus)

yaitu‘amm al-Muthlaqyang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan


kemungkinan mentakhsisnya, dan tidak pula merupakan qorinah yang dapat
meniadakan dalalahnya atas umum. Seperti kebanyakan nash yang di dalamnya

8
Satria Effendi, M. Zein Ushul Fiqh, 199
10

terdapat sighot umum, adalah digeneralkan dari qorinah-qorinah berupa akal atau
lafadz, atau urf (kebiasaan) yang dapat menentukan umum atau khusus. Ini jelas
َ ‫“و ْال ُم‬perempuan-
umum sampai ada dalil yang mentakhsisnya.Seperti : َ‫طلَّقَاتُ يَت ََربَّصْن‬ َ
perempuan yang dijatuhi talak itu menahan diri atau menunggu” .dalam
membedakan antara, al-‘am yang dimaksudkan dengan itu al-khusus dan al-amm
al-makhsus, imam asy-Syaukani berkata : Al-‘amm yang dimaksudkan dengan itu
al-khusus ialah bukan umum. Seperti khitab-khitab taklif yang umum. Maka yang
dimaksud dengan al-amm di sana ialah khususnya orang-orang yang menjadi objek
taklif. Karena akal merupakan batasan yang menghendaki memperkecualikan
bukan mukallaf.9

‘Amm macam ini banyak ditemukan dalam Quran sebagaimana akan dikemukakan
nanti. Contohnya, ayat 97surat ali Imran :

ً‫طاعَ اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬ ِ ‫اس حِ ُّج ْالبَ ْي‬


َ َ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ َّ‫لى الن‬
َ ‫ع‬َ ِ‫َوهلل‬

D. Pengertian Khas dan Mukhassis

Lafadz khas merupakan lawan dari lafadz ‘am, jika lafadz ‘am memberikan
arti umum, yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-satuan yang bnyak,
maka lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna khusus. 10 Definisi
lafadz khas dari para ulama adalah sebagai berikut:

1. Menurut Manna al-Qaththan, lafadz khas adalah lafadz yang merupakan


kebalikan dari lafadz ‘am, yaitu yang tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa ada pembatasan.

9
Abdul Wahab Khalaf, 306

10
Mohammad Nor Ikhwan, Memahami Bahasa Al-qur’an,( Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), 185
11

2. Menurut Mushtafa Said al-Khin, lafadz khas adalah setiap lafadz yang
digunakan untuk menunjukkan makna satu atas beberapa satuan yang
diketahui.
3. Sedangkan menurut Abdul Wahhab Khallaf, lafadz khas adalah lafadz yang
digunakan untuk menunjukkan satu orang tertentu. 11

Khas adalah lawan kata ‘amm, karena itu tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang
dicakup lafadz ‘amm. Dan mukhassis (yang mengkhususkan) ada kalanya muttasil,
yaitu yang antara ‘amm dan mukhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal, dan
adakalanya munfasil, yaitu kebalikan dari muttasil12

Seperti yang dikemukakan Adib Shalih, lafadz khash adalah lafadz yang
mengandung satu satu pengertian tunggal secara tunggal atau beberapa pengertian
yang terbatas. Sedangkan Saiful Hadi mengatakan lafadz khusus adalah lafadz yang
menunjukkan arti satu atau lebih tapi masih dapat di hitung atau terbatas, seperti
13
ُ ‫ أَ ْل‬,‫ َر ُجالَ ِن‬,‫َرجُل‬
]‫ف ِر َجا ٍل‬

Jadi yang dimaksud dengan khas ialah lafadz yang tidak meliputi
mengatakannya sekaligus terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa
menghendaki kepada batasan. 14

E. Pembagian Mukhassis

11
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994), 299.

Manna’ khalil Al-Qattan, 319


12

13
Saeful Hadi, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), 46

14
Nazar Bakri, 195
12

Manna’ Khalil Al-Qattan membagi mukhassin menjadi 2 bagian yaitu


mukhassin muttashil dan mukhassis munfasil. Mukhassis muttashil ada lima
diantaranya :

1. Istisna’ (pengecualian) seperti firman Allah :

ُ ‫ت ث ُ َّم لَ ْم َيأْت ُ ْو ِبأَرْ َب َع ِة‬


َ‫ش َهدَا َء فَاجْ ِلد ُْوهُ ْم ثَ َما ِنيْنَ َج ْل َدةً َوالَ تَ ْق َبلُ ْوا لَ ُه ْم َش َها َدةً أَ َبدًا َوأُولَئِك‬ َ ْ‫َوالَّ ِذيْنَ يَرْ ُم ْونَ ْال ُمح‬
ِ ‫صنَا‬
ْ‫( هُ ُم الفاَسِ قُونَ اِالَّ الَّ ِذيْنَ تَابُوا‬An-Nur : 4-5)

2. Sifat, misalnya

َّ‫ي دَخ َْلت ُ ْم بِ ِهن‬


ْ ِ‫مِن نِ َسائِكُ ُم الالَّت‬
ْ ‫ي ُحج ُْو ِركُ ْم‬
ْ ِ‫َو َربَائِبُكُ ُم الالتي ف‬

lafadz l َّ‫ي دَخ َْلت ُ ْم بِ ِهن‬


ْ ِ‫ الالَّت‬adalah sifat bagi lafadz nisa’ukum. Maksudnya,
anak perempuan istri telah digauliitu haram dinikahi oleh suami, dan halal
bila belum menggaulinya.

3. Syarat, misalnya

َ ‫صيَّ ُة ل ِْل َوا ِلدَيْنَ َوا‬


: ‫ال ْق َر ِبيْنَ ِبال َم ْع ُر ْوفِ َح َّق‬ َ ‫ض َر أَ َحدَكُ ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن ت ََركَ َخي ًْر‬
ِ ‫الو‬ َ ‫علَ ْيكُ ْم اِذَا َح‬ َ ‫كُت‬
َ ‫ِب‬
َ‫لى ْال ُمحْ سِ ِنيْن‬
َ ‫ع‬َ (al-Baqarah : 180).

lafadz‫ا ِْن ت ََركَ َخي ًْر‬

(jika ia meninggalkan harta) adalah syarat dalam wasiat. Dan

َ ‫َوالَّ ِذيْنَ َي ْبتَغُ ْونَ ْال ِكت‬


َ ‫َاب مِ َّما َم َلكَتْ أَ ْي َمنُكُ ْم فَكَا ِتب ُْوهُ ْم ا ِْن‬
(An-Nur :23) ً‫عل ِْمت ُ ْم ِف ْي ِه ْم َخيْرا‬

yakni mengetahui adanya kesanggupan untuk membayar ayau jujur dan


penghasilan.

4. Ghayah (batas sesuatu), seperti dalam


13

ُ ْ‫ى يَ ْبلُ َغ ْال َهد‬


(Al-Baqarah : 196) ‫ي َمحِ لَّه‬ ْ َّ‫َوالَ تَحْ ِلقُ ْو ُر ُؤ َسكُ ْم َحت‬

(Al-Baqarah : 222) ْ ‫َوالَ تَ ْق َرب ُْوهُنَّ َحتَّى َي‬


َ‫ط ُهرْ ن‬

5. Badal Ba’d min kull (sebagian menggantikan keseluruhan) Misalnya : ِ‫َوهلل‬

َ‫طاعَ اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬ ِ ‫اس حِ ُّج ْالبَ ْي‬


َ َ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ َّ‫علَى الن‬ َ َ‫ َم ِن ا ْست‬adalah badal
َ (ali Imran : 97) lafadz َ‫طاع‬
ِ َّ‫الن‬. maka kewajiban haji hanya khusus bagi mereka yang mampu. 15
dari ‫اس‬

Mukhassin munfasil adalah mukhassis yang terdapat di tempat lain, baik ayat, hadis,
ijma’ ataupun qiyas. Contoh yang ditakhsis oleh Quran ialah : َّ‫طلَّقَاتُ يَت ََربَّصْنَ بِأ َ ْنفُسِ ِهن‬
َ ‫وال ُم‬
ٍ‫( ثَالَثَةَ قُ ُر ْوء‬al-Baqarah : 228). Ayat ini adalah ‘Amm, mencakup setiap istri yang
dicerai baik dalam keadaan hamil maupun tidak, sudah digauli maupun belum.
Tetapi keumuman ini ditakhsis oleh ayat : َّ‫ض ْعنَ َح ْملَ ُهن‬ َ ‫( وأوالَتُ االَحْ َما ِل أَ َجلُ ُهنَّ اَ ْن َي‬at-
Thalaq : 4) dan firmannya ‫علَ ْي ِهنَّ مِ ْن‬
َ ‫مِن قَ ْب ِل اَ ْن تَ َمس ُّْوهُنَّ فَ َمالَكُ ْم‬
ْ َّ‫موهُن‬ ْ ُ ‫ط َّل ْقت‬ ِ ‫اِذَا نَكَحْ ت ُ ُم ْال ُمؤْ مِ نَا‬
َ ‫ت ث ُ َّم‬
ٍ‫( ِعدَّة‬al-Ahzab : 49).

Contoh yang ditakhsis oleh hadis ialah ayat : ‫( َواَ َح َّل هللا ال َب ْي َع َو َح َّر َم ال ِر َبا‬al-Baqarah :
275). Ayat ini di takhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam
sejumlah hadis. Antara lain disebutkan dalam kitab sahih bukhari, dari ibnu umar,
ia berkata : “Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan”.

Dalam sahihain diriwayatkan dari ibnu umar bahwa Rasulullah melarang jual beli
kandungan binatang yang mengandung, jual beli seekor unta sampai unta itu
melahirkan, kemudian anaknya itu beranak pula. (redaksi hadis ini adalah redaksi
bukhari). Dan hadis-hadis lainnya.

15
Manna’ khalil Al-Qattan, 319
14

Dan dari jenis riba didispensasikanlah jual beli ‘ariyah, yakni menjual
kurma basah yang masih di pohon dengan kurma kering. Jual beli ini diperkenankan
(mubah) oleh sunnah.

ِ ِ‫ي بَي ِْع ْالعَ َرايَا بِخ‬


َ‫رص َها فِ ْي َما د ُْون‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم َر َّخ‬
ْ ِ‫ص ف‬ َ ‫ع ْنهُ أَنَّ ََ َرس ُْو َل هللا‬
َ ‫ص َّل هللا‬ َ ُ‫ي هللا‬
َ ‫ض‬ ْ ِ‫ع ْن أَب‬
ِ ‫ي ه َُري َْرةَ َر‬ َ
‫ق‬ ُ ‫ي خ َْم َس ِة أَ ْو‬
ٍ ‫س‬ ْ ِ‫ق أَوء ف‬ ُ ‫خ َْم َس ِة أَ ْو‬
ٍ ‫س‬

“Dari Abi Hurairah, Bahwa Rasulullah member keringanan untuk jual beli
‘ariyah dengan ukuran yang sama jika kurang dari lima wasaq’ (muttafaqun
‘alaihi)16

F. Takhsis sunnah dengan al-Quran

Di antara ulama ushul tidak ada perbedaan di dalam hal bahwa mentakhsis
keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah yang mutawattir
adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah yang mutawattir itu
bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa mentakhsis sebagian yang lain.
Adapun mentakhsis al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir, menurut
mayoritas ulama’ ushul boleh.Mereka beralasan bahwa hal itu terjadi, dan sepakat
mengamalkannya.

Jadi hadits: ُ‫ط ُه ْو ُر َما ُؤهُ ْالحِ ُّل َم ْيتَتُه‬


َ ‫ ه َُو ال‬mentakhsis keumuman firman Allah ْ‫ح ُِر َمت‬
ُ‫علَ ْيكُ ُم ْال َم ْيتَة‬
َ

Hadits ‫ب‬ ِ ‫الرضَاءِ َما يَحْ ُر ُم مِنَ النَّ َس‬


َّ َ‫يَحْ ُر ُم مِن‬adalah mentakhsis keumuman firman
Allah‫َوأُحِ َّل َل ُك ْم َما َو َرا َء َذا ِل ُك ْم‬

Mendakwahkan kemutawatiran atau kemasyhuran hadis-hadis ini, adalah


tidak ada dalilnya.Inilah madzhab yang benar.Mereka yang melarang mentakhsis
keumuman al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir adalah berarti

16 Manna’ khalil Al-Qattan, 320


15

menolak beberapa pengkhususan oleh Nabi.Bagi mereka tidak ada jalan


mengingkari, mentakwili, dan menetapkan kemutawatiran hadits-hadits tersebut.17

17
Abdul Wahab Khalaf, 313
16

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan

Dari uraian sebelumnya di makalah ini, kami menyimpulkan diantaranya:

1. Lafadz ‘am adalah lafadz yang memiliki makna umum yang di dalamnya
terdapat dua makna atau lebih..
2. Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm
3. Macam-macam ‘Amm:

a) Al-‘amm al-baqi ala umumih


b) Al-‘amm al-murad bihi al-khusus
c) Al-‘amm al-makhsus
4. Lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna khusus.
5. Pembagian Mukhassis ada 4 yaitu:
a. Istisnak.
b. Sarat
c. Sifat
d. Ghayah
e. Badal Ba’d min kull
6. mentakhsis keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah
yang mutawattir adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah
yang mutawattir itu bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa
mentakhsis sebagian yang lain.
17

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan.Manna’ Khalil.2011. Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor;Litera Antar Nusa.

Bakry. Bakrey.1996.Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta; PT Rajagrafindo Persada.

Beak.Muhammad Al-Khudhori.1986.Ushul Fiqih, Pekalongan; Raja Murah

Effendi Satria Zein. M.2005.Ushul Fiqh, Jakarta; Prenada Media.

Hadi.Saeful.2011.Ushul Fiqih, Yogyakarta;Sabda Media.

Ikhwan.Mohammad Nor.2002.Memahami Bahasa Al-qur’an, Jogjakarta;Pustaka


Pelajar.

Khalaf.Abdul Wahab.1996.Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta;PT


Rajagrafindo Persada,

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel.2012.Studi Al-Quran, Surabaya;IAIN


SA Press.

Al Quran Terjemahan.2009.Pena Al-Qur’an.,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai