OLEH :
1. HANIFA ISNIYAH
2. LUSI DWI GUSPITA
3.RETNO ALFITRA
4.ZAHARA FARAH ADIBA RIZAL
XII. MIA 1
2
Daftar isi
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A.Latar Belakang.........................................................................................................................4
B.Rumusan Masalah....................................................................................................................4
C.Tujuan......................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................5
1.Pengertian „am..........................................................................................................................5
2.Bentuk lafadz „am.....................................................................................................................5
3.Kaidah „am................................................................................................................................7
4.Pengertian khaash.....................................................................................................................8
5.Bentuk lafadz khaash................................................................................................................8
6.Kebolehan mentakhsish lafadz „am..........................................................................................9
7.Macam-macam takhsis...........................................................................................................10
BAB III KESIMPULAN & PENUTUP.....................................................................................13
A.Kesimpulan............................................................................................................................13
B.Saran.......................................................................................................................................13
C.Daftar pustaka.........................................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendukung dalam mengkaji islam adalah
Ilmu ushul fiqh,yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam
menetapkan hukum-hukum syari‟at yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil
yang rinci.Melalui kaidah-kaidah Ushul akan diketahui nash-nash yang syara‟ dan hukum-
hukum yang ditunjukkannya.
Al-Qur‟an dan Al-sunnah merupakan sumber utama umat islam,petunjuk dalam kehidupan
sehari-hari.Semua dalil selain kedua nash tersebut harus mengacu kepadanya,atau memakai
kaidah umum yang di tetapkan berdasarkan nash.Maka seharusnya tidak ada pertentangan
selama dasar dan pemahaman dalil-dalil serta menggali hukumnnya dilakukan dengan benar.
Materi ini banyak dibahas secara mendalam oleh Ulama Ushul Fiqh sejak dulu,karena
masa-lah ini sering melahirkan perbedaan pendapat diantara mereka.Perbedaan tersebut terjadi
karena berhubungan dengan kedudukan hadis-hadis ahad dengan keumuman Al-Qur‟an,dan
kedudukan Qiyas terhadap nash-nash yang bersifat umum.Dari segi cakupan lafadz terhadap
satuannya dibagi menjadi bentuk yang umum („am) dan khusus (khash).
B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian „am?
2.Bagaimana bentuk lafadz „am?
3.Bagaimana bentuk kaidah „am?
4.Apa pengertian khaash?
5.Bagaimana bentuk lafadz khaash?
6.Apa kebolehan mentakhsish lafadz „am?
7.Apa saja macam-macam takhsish?
C.Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui pengertian „am
2.Untuk mengetahui bentuk lafadz „am
3.Untuk mengetahui bentuk
4
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian ‘am
Menurut bahasa „am artinya umum, merata, dan menyeluruh. Sedangkan menurut istilah
dapat kita perhatikan uraian dari para ulama berikut ini: Abu Husain Al-Bisyri, sebagimana
kutipan yang diambil dari Muhammad Musthafa Al-Amidi sebagai berikut:
"„Am adalah lafadz yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup satuansatuan (afrad)
yang terdapat dalam lafadz tanpa pembatasan jumlah tertentu"
Menurut Al-Syaukani pengertian „am yaitu:
"„Am adalah suatu lafadz yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu arti yang
dapat terwujud pada satuan-satuan banyak, tanpa batas."
Seperti lafadz insan pada firman Allah Swt.:
" Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian." (QS. Al-Ashr [103]:2-3)
Lafadz insan yang artinya manusia dalam ayat ini, yang disebut insan itu
meliputi dan mencakup seluruh manusia.
2. Bentuk Lafadz ‘Am
Dalam bahasa Arab bahwa ditemukan lafadz-lafadz yang arti bahasanya menunjukkan
makna yang bersifat umum („am) di antaranya adalah sebagai berikut:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran [3]: 185)
Penjelasan: Siapa saja yang bernyawa pasti akan mati dan apa saja semua yang ada di muka
bumi dijadikan Allah Swt. untuk manusia.
5
b.Lafadz mufrad yang dima‟rifatkan oleh ْ ْ اَلsnneْ gnjn juunnْ gnay ygrgp aْrnpnْ
iap nnْieen ْtw ْagpauj ْana
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru”'.(QS. Al-
Baqarah [2]: 228)
Penjelasan: Siapa saja yang namanya wanita apabila ditalak suaminya wajib menunggu
tiga quru‟(suci).
f. Isim istifham (kalimat tanya) meliputi seperti pada firman Allah SWT
”n nnensnْ rgp aeanennْ ieen h"ْ lnen en ْ tgyjneej nsnْ daenun ْ p"
ْrgp aeanennAllah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 214)
Penjelasan: Pertolongan Allah Swt. itu bersifat umum, kapan saja dapat diberikan.
6
g. Isim nakiroh sesudah الnafi, seperti pada sabda Nabi Muhammad Saw
“|jn juْ gnaun ْ nuْ unaْrnpnْrg jpn ْanpnneyanrnْpann npnْun jْ n rja gnpnuen ْ gnauaْ
)ui ْdju npaْpnnْajyea (”
ign genynnaْtg jnْrg jpnْsnneْyjpn ْ n rjْ gnaun ْ nunْpawn aaunnْygegpnْ gnauah
3. Kaidah ‘am
anen ْfy jeْgaua ْannsnuْunapn ْsnneْagp jajnennْpgnennْeninpnْanmْ pann npnnsnْnpnen
igp n nْhnapn ْ a
Kaidah ini dapat dipahami bahwa hukum yang berlaku orang yang memerintah dan juga berlaku
bagi orang yang diperintah, kecuali dalam hal ini tidak berlaku bagi Allah Swt. kaidah ini guru
juga harus datang tepat waktu.
7
d. Kaidah Keempat
“Khaas adalah lafadz yang dipakai untuk satu arti yang sudah diketahui kemandiriannya.”
Definisi khaas menurut Abdul Wahab Khalaf adalah
“Khaas adalah tiap-tiap lafadz yang dipakai untuk arti satu yang tersendiri dan terhindar dari arti
lain yang musytarak.”
Dari dua definisi khaash tersebut, dapat dipahami bahwa khaash adalah lafadz atau
perkataan yang menunjukkan arti sesuatu tertentu , tidak menunjukkan arti umum.
8
muqayyad, sedangkan topik dan sebab pembicaraannya sama, maka semua hukumnya harus ikut
sama.
Contohnya; keharaman darah, ditentukan oleh lafadz „am darah yang mengalir atau yang
membeku (semua darah) hukumnya haram. Namun dalam QS Al-An‟am ayat 145, ditentukan
lafadz muqayyad darah yang haram itu hanya darah yang mengalir saja.
c. Lafadz khaash berbentuk amar (perintah). Maksudnya apabila lafadz khaash berbentuk
amar atau yang mengandung arti amar, hukumnya wajib.
Contoh; Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan . (QS. AlMaidah [5]: 38)
d. Lafadz khaash berbentuk nahi (larangan), maksudnya adalah jika lafadzkhaash itu
mengandung arti nahi, hukum yang terkandung di dalamnya adalah haram.
Contoh ;Larangan pada ayat tersebut menunjukkan hukum haram. Namun, apabila terdapat
tanda yang memalingkan lafadz dari arti yang sebenarnya karena adanya qarinah, maka
pengertian hukumnya harus disesuaikan dengan tandatersebut, memungkinkan mengandung arti
makruh, do‟a, irsyad dan lain sebagainya
“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-
Rahman [55]:27)
b. Haramnya menikah dengan ibu kandung ataupun ibu rodho‟ah (susuan),
seperti pada firman Allah Swt.:
9
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. AnNisa‟ [4]: 22)
c. Setiap yang bernyawa (makhluk) pasti akan mati, seperti pada firman Allah Swt.:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. (QS. Ali Imran[3]: 183)
d. Allah Swt. selalu menjamin rezeki makhluq-Nya, seperti pada firman Allah
Swt.:
e. Allah Swt. penguasa alam semesta ini baik yang ada di langit maupun di bumi.
4. Macam-Macam Takhsish
Takhsish (pengkhususan) dalam ilmu Ushul Fikih dibagi menjadi dua: Takhsish
muttasil dan takhsish munfasil.
a. Takhsish Muttasil (bersambung)
Takhsish muttasil adalah takhsish yang tidak dapat berdiri sendiri; tetapi
pengertiannya bersambung, dari potongan ayat awal disambung oleh potongan ayat berikutnya
dalam satu ayat , berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya....(QS. AlBaqarah [2]: 282)
10
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, ...(QS. An-Nisa‟ [4]: 101)
dari isteri yang telah kamu campuri, (QS. An-Nisa‟ [4]: 23)
11
menggunakan tadah hujan, maka zakat yang wajib dikeluarkan sebanyak 5 % dari hasil
panen
5) Al-Qur‟an ditakhsis (dikhususkan) al-Qiyas
Keumumuman ayat tersebut di atas ditakhsish oleh qiyas, hamba sahaya cukup
didera 50 kali dera. Berdasarkan ayat lain menyatakan hukuman bagi hamba sahaya itu
separoh dari orang merdeka
6) Al-Qur‟an ditakhsish al-Ijma‟
kewajiban sholat jum‟at untuk semua orang yang mukallaf baik laki-laki maupun
perempuan. Keumuman ayat tersebut ditakhsish oleh ijma‟ yang membatasi (khusus)
kewajiban sholat jum‟at hanya untuk orang mukallaf laki-laki saja
12
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya di makalah ini, kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
lafadz „am adalah lafadz yang memilikimakna umum yang didalamnya terdapat dua makna atau
lebih, tanpa ada batasan tertentu. Dan juga menurut Manna‟ Khalil Al-Qattan sedikitnya ada 6
sighat tentang „am. Adapun juga lafadzkhash adalah suatu lafadz yang menunjukkan makna
khusus, tanpa ada Batasan yangmembatasi terkait khas, dan juga mentakhsis keumuman Al Qur-
an dengan al-Quranatau dengan as-Sunah yang mutawattir adalah boleh. Karena nash nash
al qur‟an dan assunnah yang mutawattir itu bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bias
mentakhsissebagian yang
B.Saran
Diharapkan dengan adanya makalah mengenai materi ini,semua siswa dapat
mengerti,memaha-mi,dan membedakan nya,serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.Demikian makalah ini kami buat.Kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kekurangan.Kami mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun agar kami bisa
membuat makalah yang lebih sempurna dan baik lagi.Sekian kami ucapkan terima kasih.
C. DAFTAR PUSTAKA
KSI Al-Khairot 2020. Khos Dan Takhsis Dalam Ushul Fiqih
https://www.alkhoirot.org/2020/01/khos-dan-takhsis-dalam-ushul-fiqih.html [ diakses 15 Januari
2022]
http://amiyorizakaria.blogspot.com/2015/11/telaah-lafaz-amm-dan-khash-oleh-rahmi.html [ diakses
16 Januari 2022]
Karim Syafi‟i, 1997, Fiqih – Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia
Syafe‟i Rahmat, 2010, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV Pustaka Setia
13
14