Anda di halaman 1dari 19

TAFSIR TARBAWI TERHADAP SURAH AL-FATIHAH

(Studi Al-Quran Tarbawi)

Syafarina
(2208695)

Nur Fadhillah Mukarrami


(2208261)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tafsiran surah al-Fatihah menurut para
mufassir dan menganalisa nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya serta
mengaitkan nilai-nilai pendidikan islam tersebut dengan pendidikan Islam. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan
khususnya pendidikan Islam serta dapat memberi manfaat bagi pembaca dalam memahami
makna surah al-Fatihah. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research),
dengan menggunakan pendekatan filosofis, yakni berusaha melihat nilai-nilai pendidikan Islam
yang terkandung dalam surah al-Fatihah. Sumber data yang digunakan adalah menggunakan
sumber data primer yakni dari sumber utama adalah kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan sumber data
sekunder yaitu beragam literatur yang berhubungan dengan objek penelitian diantaranya; Tafsir
Ayat-Ayat Pendidikan(Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy),. Dalam surat Al-Fatihah memuat beberapa
nilai aqidah, yaitu keimanan dan tauhid. Dan dalam surat Al-fatihah memuat tiga jenis tauhid
secara lengkap, yaitu rububiyyah, uluhiyyah, dan asma’ wa shifat.
Kata Kunci: Al-Fatihah, Tafsir Tarbawi
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha yang direncanakan untuk mendidik individu-individu
supaya menjadi manusia yang berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan berkarakter (berakhlak)
mulia. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20/2003
menegaskan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU
Sisdiknas Nomor 20/2003, pasal 3).
Pendidikan Islam sebagai bagian dari syariah tidak bisa dilepaskan dari Alquran. Oleh
sebab itu, nilai sebagai sebagai patokan normatif yang mempengaruhi manusia tidak dapat
dipisahkan dari Alquran. Alquran adalah dasar pokok pendidikan Islam yang memuat nilai-nilai
absolut yang sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan tempat.
Arti surat Al fatihah adalah surat pembuka al-quran, ayat pertamanya berarti dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Surah al-fatihah merupakan surah pembuka dalam al-quran. Surah ini diturunkan
dimekkah yang terdiri dari 7 ayat dan surah pertama yang dibaca seseorang dalam setiap rakaat
shalat. Surah ini memiliki banyak nama diantaranya Ummul-Kitab (Induk Kitab) atau Ummul-
Quran (Induk Quran) yang merupakan induk dari semua Al-quran. Nama lainnya adalah As-
sab’ul Matsani (tujuh yang berulang ulang) karena jumlah surah al-fatihah sebanyak 7 ayat yang
dibaca berulang-ulang dalam shalat, Asy-Syifa atau Ar-Ruqyah.
Isi kandungan surah al-fatihah meliputi :
- Ayat pertama dan ketiga, Menyakini Allah dengan segala sifat keutamaanNya.
- Ayat kedua, Menyakini bahwa Allah telah mencurahkan kasih sayang-Nya dan menciptakan
serta mengatur alam semesta. Karena Allah adalah Sang Penguasa alam.
- Ayat keempat, Menyakini bahwa hanya Allah yang mengetahui dan menentukan hari akhir.
- Ayat kelima, Meyakini bahwa tidak ada Dzat lain yang patut disembah dan dimintai
pertolongan kecuali Allah SWT. Sehingga ayat ini berisi tentang keikhlasan, kepasrahan dan
totalitas.
- Ayat keenam dan ketujuh, Hendaknya manusia hidup dengan mematuhi segala
perintahNya dan menjauhi segala laranganNya agar Allah selalu menunjukkan umatNya ke
jalan yang benar dan mudah.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk katagori penelitian kepustakaan (library research), sebab data yang
diteliti bersumber dari naskah atau buku dari khazanah kepustakaan. Selain referensi yang sudah
tercetak, karya-karya non cetak yang yang tersimpan dalam media elektronik juga dijadikan
sumber data dalam penelitian kepustakaan ini (Harahap, 2014: 68-74; Nazir, 1985: 25; Khatibah,
2011: 36-39).

Nama-nama Surah al-Fatihah


Surah al-Fatihah memiliki nama yang cukup banyak dan begitu indah. Didalam tafsir al-
Jami‘ li ahkam al-Qur‘an sebagaimana dikutip dalam buku tafsir al-asas, misalnya Imam al-
Qurthubi Rahimahullah menyebutkan nama-nama surah al-Fatihah sebagai berikut: Ash-shalah
(shalat), al-Hamdu (segala puji), fatihatul Kitab (pembuka kitab), ummul Kitab (induk kitab),
ummul Qur’an (induk al-Qur‘an), as-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang), al-
Qur’an al-‘Azhim (al-Qur‘an yang agung), asy-Syifa’ (penawar/obat), al-Asas (pondasi), ar
Ruqyah (jampi), al-Wafiyah (penyempurna), al Kafiyah (yang mencukupi).
Imam Jalaluddin as-Suyuthi Rahimahullah menyebutkan nama-nama surah al-Fatihah
sebanyak 25 nama, sebagaimana di kutib oleh Mashri Sirojuddin Iqbal dalam bukunya Pengantar
Ilmu Tafsir, nama-nama tersebut sebagai berikut: Fatihatul Kitab (pembuka kitab), fatihatul
Qur‘an (pembuka al-Qur‘an), ummul Kitab (induk kitab), ummul Qur’an (induk al-Qur‘an), al-
Qur’an al- ‘Azhim (al-Qur‘an yang agung), as-Sab’ul Matsani(tujuh ayat yang dibaca berulang-
ulang), al-Wafiyah (penyempurna), al-Kanzu (perbendaharaan), al Kafiyah (yang mencukupi),
al-Asas (pondasi), an- Nur (cahaya), al-Hamdu (segala puji), al-Syukru (ucapaan terima kasih),
al-Hamdu al-Aula (pujian yang utama), al-Hamdu al-Qushra (pujian singkat), ar-Ruqyah
(jampi), asy-Syifa’ (obat), asy-Syafiyah (penyembuh), ash-shalah (shalat), suratut Thalab
(permintaan), ad-Du‘a (berisi do‘a), as-Sual (pengaduan), ta‘limul Mas‘alah (adab meminta), al-
Munajat (permohonan), al-Tafwidh (menyerahkan diri dengan segala-galanya).
Turunnya Surah Al-Fatihah
Sebagaimana namanya yang berbeda-beda, mengenai turunnya surat al-Fatihah pun
banyak Riwayat yang menyebutkan. Sebagian menyebutkan bahwa surat al-Fatihah diturunkan
di Makkah, yaitu pada permulaan disyari’atkannya shalat, dan surat inilah yang pertama kali
diturunkan secara lengkap tujuh ayat.

Surat Al-Fatihah dan Terjemah


Surah ini juga dinamakan “Ummul Quran” (induk al-Quran) atau “Ummul Kitab” (induk
Al Kitab) kerana ia merupakan induk dan intisari bagi isi kandungan al-Quran. Al-Bukhari
mengatakan: “Dinamakan dengan Ummul Kitab kerana surah tersebut menjadi surah pembuka
dalam penyusunan mashafnya, dan juga menjadi pembuka pada bacaan dalam solat.”
Dinamakan juga “As-Sab’ul matsaani” (tujuh yang berulang-ulang) kerana ayatnya yang tujuh
dibaca berulang-ulang dalam solat. 

١ ‫ٱلر ِح ِيم‬ َّۡ ‫بِ ۡس ِم ٱللَّ ِه‬


َّ ‫ح َٰم ِن‬
‫ٱلر‬

1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
ِ ۡ ِّ ‫ٱ ۡلحمۡ ُد لِلَّ ِه ر‬
َ ‫ب ٱل َٰعلَم‬
٢ ‫ين‬ َ َ

2. Segala puji bagi Allah, Rab alam semesta

٣ ‫ٱلر ِح ِيم‬
َّ ‫ٱلر ۡح َٰم ِن‬
َّ

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang


ِ ِ‫ٰمل‬
٤ ‫ك يَ ۡوِم ٱلدِّي ِن‬ َ

4. Yang menguasai Hari Pembalasan


ِ َ َّ‫اك نَ ۡعب ُد وِإي‬
ُ ‫اك نَ ۡستَع‬
٥ ‫ين‬ َ ُ َ َّ‫ِإي‬
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan
ِ ‫ط ۡل‬ ِّ ‫ٱ ۡه ِدنَا‬
َ ‫ٱم ۡستَق‬
٦ ‫يم‬ ُ َ ‫ٱلص َٰر‬

6. Tunjukilah kami jalan yang lurus

َ ِّ‫وب َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ٱلضَّٓال‬


٧ ‫ين‬ ِ ‫ض‬ُ ‫ت َعلَ ۡي ِهمۡ غَ ۡي ِر ٱ ۡل َم ۡغ‬
َ ۡ‫ين َأ ۡن َعم‬ ِ َّ َ ‫ص ٰر‬
َ ‫ط ٱلذ‬ َ
ِ

7. (Iaitu) jalan orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka, bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat

Makna Q.S. al-Fatihah


Ada perbedaan pendapat mengenai jumlah ayat QS al-Fatihah.Perdebatan muncul seputar
apakah lafadz bismillahirrahmanirrahim termasukbagian dari QS al-Fatihah atau tidak.
Perbedaan itu hanyalah masalah khilafiyah, yang masingmasing mengemukakan argumentasi
yang sama-samakuat. Karenanya, perlu dikembangkan sikap toleransi, yaitu
mempersilahkankepada umat untuk mengikuti pendapat mana yang dirasakan paling cocok.
Dengan cara demikian, perbedaan pendapat tersebut tidakmenimbulkan konflik, melainkan
mendatangkan rahmat, karena masingmasingmemliki pilihan-pilihan yang secara bebas dapat
mengambil pendapatmana yang paling cocok. Adapun tafsir pada setiap lafadz QS al-Fatihah
sebagaimana yang dikemukakan oleh para mufasir adalah sebagai berikut.
Lafads pertama:
Terjemahnya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.1
Kata ism menurut al-Baidhawi adalah lafadz yang menunjukkan pada nama pribadi
seseorang seperti Muhamamd dan manusia, atau menunjukkan pada sebuah pengertian 20 M.
Abstrak seperti ilmu dan kesopanan. Dengan demikian, pada konteks ini kata ism menunjukkan
pada nama Allah, di mana ayat-ayat al-Qur’an banyak memerintahkan agar menyebut nama-

1
Bustami A. Gani,dkk., al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahdli Thiba’at al-Mushaf al-
Syarif, 1418 H.), h. 6.
Nya.2 Selanjutnya lafadz Allah, adalah nama khusus bagi zat yang wajib dipuja dan tidak dapat
diberikan sama sekali nama tersebut kepada selain Dia, sebagaimana orang Arab Jahiliyah ketika
ditanya siapakah yang menciptakan langit dan bumi; ia menjawab Allah, dan jika ditanya apakah
al-Lata dan al-Uzza termasuk sesuatu yang diciptakan? Ia menjawab tidak.3
Al-Rahman al-Rahim, sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Katsir, keduaduanya diambil
dari kata al-rahmah, yang berarti pengertian yang bersemayam dalam hati yang dimunculkan
oleh orang yang memiliki dalam bentuk perbuatan baik terhadap orang lain. Lafadz al-rahman
menunjukkan pada sifat orang yang melakukan kasih sayang dengan cara memberikan
kenikmatan dan kebaikan pada orang lain. Sedangkan al-rahim menunjukkan pada tempat
munculnya kasih sayang, karena al-rahim mengacu kepada sifat yang tetap dan mesti
berlangsung selama-lamanya. Karenanya, jika Allah swt diberi sifat al-rahman, maka
maksudnya bahwa Allah adalah Zat yang berkuasa memberikan kenikmatan, namun ini tidak
dapat dipahami bahwa alrahmah termasuk sifat yang wajib selamanya pada Allah. Sedangkan
jika sesudah itu disifati dengan al-rahim, maka dapat diketahui bahwa pada zat Allah terdapat
sifat yang tetap dan terus berlangsung, yaitu al-rahmah yang pengaruhnya terlihat dalam berbuat
baik kepada seluruh ciptaan-Nya selamalamanya.
Tafsir Kedua
Terjemahnya:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam.4
Menurut Ibn Katsir, maksud dari lafadz al-hamdu dari segi bahasa adalah pujian atau
sanjungan terhadap perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang melalui uasahnya apakah
semula ia mengharap pujian atau tidak. Kata al-hamdu ini selanjutnya menjadi pangkal kalimat
pernyataan syukur, sebagaimana Allah tidak bersyukur kepada seorang hamba yang tidak
memuji-Nya. Hal yang demikian didasarkan pada alasan karena menyatakan kenikmatan dengan
lisan danpujian terhadap orang yang melakukannya menyebabkan ia terkenal di kalangan sesama
manusia, dan menyebabkan pemiliknya memiliki perasaan yang menyenangkan. Adapun
bersukur dengan hati termasuk perbuatan yang tidak tampak dan sedikit sekali orang yang

2
Nasiruddin bin Muhammad al-Syairazi al-Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi al-Musamma al-Nur al-Tanzil wa al-Israr
al-Ta’wil, Juz I, (Beirut-Libanon: Daar al-Kitab al-Ilmiah, t.th.), h. 6.
3
Nasiruddin bin Muhammad al-Syairazi al-Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi al-Musamma al-Nur al-Tanzil wa al-Israr
al-Ta’wil, Juz I, (Beirut-Libanon: Daar al-Kitab al-Ilmiah, t.th.), h. 7.
4
Bustami A. Gani,dkk., al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahdli Thiba’at al-Mushaf al-
Syarif, 1418 H.), h. 7.
mengetahuinya, demikian juga bersyukur dengan perbuatan tidak dapat terlihat tampak jelas di
kalangan manusia.5
Sedangkan kata rabb menurut al-Maraghi dapat berarti pemilik yang mendidik yaitu
orang yang mempengaruhi orang yang dididiknya dan memikirkan keadannya. Sedangkan
pendidikan yang dilakukkan Allah terhadap manusia ada dua macam; yaitu pendidikan,
pembinaan atau pemeliharaan terhadap kejadian fisiknya yang terlihat pada pengembangan jasa
atau fisiknya sehingga mencapai kedewasaan, serta pendidikan terhadap perkembangan potensi
kejiwaan dan akal pikirannya, pendidikan keagamaan dan akhlaknya yang terjadi dengan
diberikannya potensi-potensi tersebut kepada manusia, sehingga dengan itu semua manusia
mencapai kesempurnaan akalnya dan bersih jiwanya. Selanjutnya kata rabb dapat pula
digunakan oleh manusia, seperti ungkapan rabb al-dar memiliki rumah dan rabb hadzihi
alan’am yang berarti memiliki binatang ternak ini.6
Adapun kata al-alamin yang bentuk tunggal alam adalah meliputi seluruh yang tampak
ada. Kata alamin ini biasanya tidak digunakan kecuali pada kelompok yang dapat dibedakan
jenis dan sifat-sifatnya yang lebih mendekati pada makhluk yang berakal, walaupun bukan
manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Katsir. Yang dapat dimasukkan ke dalam
kelompok ini adalah alam al-insan (alam manusia), alam al-hayawan (alam binatang), dan alam
nabat (alam tumbuh-tumbuhan), dan tidak dapat dimasukkan alam al-hajar (alam batu), alam al-
turab (alam tanah). Pengertian ini didasarkan pada adanya kata rabb yang mendahului kata alam
tersebut, yang berarti mendidik, membina, mengarahkan dan mengembangkan yang
mengharuskan adanya unsur kehidupan seperti makan dan minum serta berkembang biak.
Sedangkan batu dan tanah tidak memiliki unsur-unsur yangdemikian itu. 7 Setiap pujian yang
baik hanyalah untuk Allah, karena Dia-lah sumber segala yang ada. Dia-alah yang mengerahkan
seluruh alam dan mendidiknya mulai dari awal hingga akhir dan memberikannya nilai-nilai
kebaikan dan kemaslahatan. Dengan demikian, puji itu hanya kepada pencipta dan syukur
kepada yang memiliki keutamaan.
Tafsir Ketiga
Terjemahnya:

5
Ibn Katsir al-Damasqy,Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz I, (Beirut: Maktabah al-Nur al- Ilmiah, t.th, h 23.
6
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir Nasiruddin bin Muhammad al-Syairazi al- Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi al-
Musamma al-Nur al-Tanzil wa al-Israr al-Ta’wil, Juz I, (Beirut-Libanon: Daar al-Kitab al-Ilmiah, t.th.), h.30-31.
7
Ibn Katsir al-Damasqy, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz I, (Beirut: Maktabah al-Nur al-Ilmiah, t.th,h. 23
Yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
Sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Katsir di atas, bahwa al-rahman adalah yang
memberikan kenikmatan yang baik kepada hamba-hamba-Nya tanpa mengenal batas dan akhir.
Lafadz ini hanya untuk Allah dan tidak dapat dilekatkan pada yang lain-Nya. Sedangkan al-
rahim adalah Zat yang padanya terdapat sifat rahmah (kasih sayang) yang daripadanya dapat
dimbul perbuatan yang baik.
Tafsir Keempat
Terjemahnya:
Pemilik hari pembalasan.8
Kata maliki berarti mengatur perilaku orang-orang yang berakal dengan cara memberikan
perintah, larangan dan balasan. Hal ini sejalan dengan ungkapan malik al-naas yang mengatur
dan menguasai manusia. Sedangkan lafadz al-din dari segi bahasa digunakan untuk pengertian
al-hisab, yakni penghitungan, dan berarti pula memberikan kecukupan, pembalasan yang setara
dengan perbuatan yang dilakukan manusia semasa hidup di dunia.9
Tafsir Kelima
Terjemahnya:
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan.
Kata ibadah dalam ayat ini menurut al-Maraghi berarti merendahkan yang disertai
perasaan dan getaran hati yang muncul karena menggunakan Zat Yang Disembah (Allah swt)
yang didasarkan pada keyakinan bahwa pada-Nya terdapat kekuasaan yang hakikatnya tidak
dapat dijangkau oleh akal pikiran, karenamelampaui batas yang dapat dijangkau oleh pemikiran
atau dicapai oleh sejauh kemampuan nalarnya.
Menurut al-Maraghi, inti ayat ini berisi perintah Allah agarseseorang tidak menyembah
selain Allah, karena Dialah yang tersendiri denagn kekuasaan-Nya. Selain itu, ayat itu juga
melarang seseorang menyekutukan-Nya atau mengagungkan selain diri-Nya, dan menyuruh agar
tidak meminta pertolongan kepada selain Dia atau meminta pertolongan yang dapat
menyempurnakan perbuatannya dan menyampaikan kepada hasil yang diharapkan.

8
Bustami A. Gani,dkk., al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahdli Thiba’at al-Mushaf al-
Syarif, 1418 H.), h. 9.
9
Ahmad Musthafa al-Maraghi,Tafsir Nasiruddin bin Muhammad al-Syairazi al- Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi al-
Musamma al-Nur al-Tanzil wa al-Israr al-Ta’wil, Juz I, (Beirut-Libanon: Daar al-Kitab al-Ilmiah, t.th.), h. 35.
Tafsir Keenam
Terjemahnya:
Tunjukilah kami jalan yang lurus.
Kata hidayah yang terdapat dalam ayat ini menurut Ibn Katsir mengandung arti petunjuk
yang membawa kepada tercapainya sesuatu yang diharapkan. Sedangkan al-shirath menurut
Jalaluddin al-Suyuthi berarti jalan, dan mustaqim berarti lurus, lawan dari bengkok. Selanjutnya,
hidayah Allah yang diberikan kepada manusia bermacam-macam. (1) hidayah al-ilham, yaitu
hidayah yang diberikan keapda bayi sejak kelahirannya, seperti perasaan butuh terhadap
makanan dan ia menangis karena mengharapkan makanan tersebut. (2) hidayah al-hawas.
Hidayah ini dan hidayah yang pertama keduaduanya diberikan kepada manusia dan binatang,
bahkan kedua hidayah tersebut lebih sempurna pada binatang dibandingkan pada manusia,
karena hidayah ilham dan hidayah hawas pada manusia pertumbuhannya amat lambat, dan
bertahap dibandingkan pada binatang, yang ketika lahir sudah dapat bergerak, makan, berjalan
dan sebagainya. (3) hidayah al-aql, yaitu hidayah yang kedudukannya lebih tinggi daripada
hidayah yang pertama dan kedua. Hidayah ini hanya untuk manusia, karena manusia diciptakan
untuk hidup bersama dengan yang lainnya, sedangkan ilham dan hawasnya tidak cukup untuk
mencapai kehidupan bersama itu. Untuk mencapai kehidupan bersama orang lain harus disertai
akal yang dapat memperbaiki kesalahan yang diperbuat pancaindera. Pancaindera terkadang
melihat tongkat yang sebenarnya lurus menjadi bengkok ketika tongkat itu berada dalam air, dan
terkadang lidah merasakan pahit terhadap makanan yang sebenarnya manis, dan sebaginya. (4)
hidayah al-adyan wa al-syara, yaitu hidayah yang ditujukan kepada manusia yang cenderung
mengikuti hawa nafsunya, membiarkan dirinya terperdaya oleh kelezatan duniawi dan syahwat
menempuh jalan keburukan dan dosa, saling bermusuhan antara sesamanya, saling mengahalkan
antara satu dan lainnya yang kesemuanya itu terjadi karena akalnya dikalahkan oleh hawa nafsu.
Keadaan seperti ini dijelaskan batas-batas dan aturan, agar mereka berpegang teguh kepadanya.
Batas-batas dan aturan tersebut adalah hidayah al-din yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
Karenanya, tafsir ayat tersebut berarti petunjuk jalan yang lurus (shirat), yaitu Islam.10
Tafsir Ketujuh
Terjemahnya:

10
Jalaluddin al-Syuyuthi, al-Dur al-Mansur fi Tafsir al-Mansur, Juz I, (Beirut-Libanon:Daar al-Kitab al-Imiah,
t.th.), h. 40-48.
(yaitu) jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepadanya,bukan(jalan) mereka yang
dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Yang dimaksud dengan kata al-ladzina
dalam ayat ini menurut Ibn Katsir adalah orang-orang yang mendapatkan kenikmatan Allah,
yaitu para Nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang shaleh yang terdiri atas kelompok
pemeluk Islam terdahulu.11 Sedangkan al-maghdlubi alaihim sebagaimana dikemukakan oleh al-
Maraghi adalah orang-orang yang menolak agama yang benar yang disyari’atkan Allah
kepadanya. Mereka berpaling dari kebenaran dan tetap mengikuti apa yang diwariskan nenek
moyang mereka, dan semua itu menyebabkan mereka dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
Lafadz al-dlallin adalah orang-orang yang tidak mengenal kebenaran, atau tidak mengetahui
sesuatu secara benar, yaitu orang-orang yang kepadanya tidak sampai risalah, atau sampai risalah
kepada mereka namun mereka enggan mengikutinya. Dari pendapat para mufasir di atas dapat
disimpulkan bahwa kandungan QS al-Fatihah di atas mengandung pokok-pokok kandungan al-
Qur’an secara global, yaitu mengenai tahuid, janji dan ancaman, ibadah yang menghidupkan
tauhid, penjelasan tentang jalan kebagahiaan dan cara mencapainya di dunia dan di akhirat, dan
pemberitaan atau kisah generasi terdahulu. Kelima pokok ajaran terserbut tercermin pada; ajaran
tauhid pada ayat kedua dan kelima, janji dan ancaman tersurat pada ayat pertama, ketiga dan
ketujuh, ibadah pada ayat kelima dan ketujuh, sedangkan sejarah atau kisah masa lalu
diisyaratkan oleh ayat terakhir.

Pengajaran
Antara keutamaan surah Al-Fatihah:
1. Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda kepada Abu Sa’id bin al-Mu’alli Radhiallahu
‘anhu: “Aku akan mengajarkan kamu surah paling agung dalam al-Quran sebelum kamu
keluar dari masjid.” Abu Sa’id berkata: “Kemudian baginda menggamit tanganku dan
ketika baginda hendak keluar dari masjid, aku berkata kepada baginda: ‘Wahai Rasulullah
sesungguhnya engkau mengatakan bahawa engkau akan mengajarku surah paling agung
yang terdapat dalam al-Quran.’” Maka baginda bersabda: “Ya, ia adalah  َ‫ٱل َحمۡ ُد هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬ ,
ۡ

ia adalah sab’ul matsani dan al-Quran al-‘Azim yang telah diberikan kepadaku.” (Hadits
riwayat Bukhari)

11
Ibn Katsir al-DamasqyIbn Katsir al-Damasqy, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz I, (Beirut: Maktabah al-Nur al-
Ilmiah, t.th, , h. 27.
- Diriwayatkan daripada Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘anhu bahawa Rasulullah
Sallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Allah tidak pernah menurunkan dalam taurat
ataupun injil ataupun surah, sepertimana Ummul Quran, ia adalah sab’ul
matsani…” (Hadits riwayat Nasa-i)
- Diriwayatkan daripada Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata: “Kami
berada dalam sebuah perjalanan kemudian kami singgah sebentar pada satu kaum.
Tiba-tiba seorang budak wanita datang menghampiri dan berkata: ‘Pemimpin kaum
kami diserang demam, orang kami sedang tiada, apakah antara kamu dapat
melakukan ruqyah (jampi)?’. Kemudian salah seorang daripada kami, yang kami
anggap dapat melakukan ruqyah, berdiri bersamanya. Kemudian meruqyah
pemimpin tersebut sehingga dia benar-benar sembuh. Kemudian pemimpin itu
memerintahkan agar menyembelih tiga puluh ekor kambing dan memberikan kami
susu.Ketika dia (yang mengubati pemimpin) kembali, kami bertanya kepadanya:
‘Apakah engkau mengubatinya atau engkau meruqyahkannya?’. Dia menjawab:
‘Tidak, aku tidak melakukan apa-apa kecuali membacakan Ummul Kitab kepadanya’.
Kami berkata: ‘Jangan membacakan apa pun sehinggalah kita mengadap
Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam dan menanyakan hal ini kepada
baginda’.Ketika kami telah sampai di Madinah, kami menceritakan hal tersebut
kepada baginda, kemudian baginda bersabda: ‘Apakah kamu tahu yang seperti itu
adalah ruqyah?’. Kemudian baginda bersabda lagi: ‘Kamu telah berbuat benar,
bahagikanlah dan sisakanlah untuk satu bahagian’”. (Hadits riwayat Bukhari dan
Muslim)
- Diriwayatkan daripada Ibn Abbas Radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah
Sallallahu’alaihiwasallam sedang bersama kami, di samping beliau ada Jibril. Tiba-
tiba terdengar suara di atas, lalu Jibril mengangkat pandangannya ke langit dan
berkata: ‘Ini adalah pintu yang dibukakan dari langit setelah tidak dibuka sama
sekali’. Ibn Abbas berkata: ‘Lalu turunlah para malaikat menghampiri Rasulullah
Sallallahu’alaihiwasallam, berkata: ‘Aku datang memberikan khabar gembira
dengan membawa dua cahaya yang belum pernah diberikan kepada para Nabi
sebelum engkau, iaitu: Fatihatul Kitab (al-Fatihah) dan ayat-ayat terakhir daripada
surah al-Baqarah. Tidaklah engaku membaca satu huruf daripadanya kecuali aku
akan mendatangimu.’” (Hadits riwayat Muslim dan Nasa-i)
- Diriwayatkan daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, daripada Nabi
Sallallahu’alaihiwasallam, baginda bersabda: “Barangsiapa yang melakukan solat
tanpa membaca Ummu Quran maka solatnya gugur.” Beliau mengatakan tiga kali
tidak akan sempurna. Abu Hurairah ditanya: “Bagaimana apabila kami solat
bersama dengan imam?”. Abu Hurairah menjawab: “Bacalah al-Fatihah untuk
dirimu sendiri. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam
bersabda: ‘Allah Subhanahuwata’ala telah berfirman: solat itu dibahagi kepada dua,
setengah untuk-Ku dan setengah lagi untuk hamba-Ku. Untuk hamba-Ku adalah apa
yang diminta. Apabila hamba-Ku membaca ( َ‫)ٱل َحمۡ\\\ ُد هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬, hamba-Ku
ۡ telah
memuji-Ku. Apabila hambaku membaca (‫)ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱل َّر ِح ِيم‬, hamba-Ku telah menyanjung-
ِ ِ‫) ٰ َمل‬, hamba-Ku telah mengagungkan-Ku
ِ ‫ك يَ\ ۡ\و ِم ٱل\د‬
Ku. Apabila hambaKu membaca (‫ِّين‬
dan telah memasrahkan dirinya kepada-Ku. Apabila hamba-Ku membaca (\‫ِإيَّاكَ ن َۡعبُ ُد‬
ُ‫) َوِإيَّاكَ ن َۡستَ ِعين‬, ini adalah dua bahagian antara Aku dan hamba-Ku, maka bagi hamba-
Ku adalah apa yang dia minta. Apabila hambaKu membaca (‫)ٱه ِدنَا ٱلصِّ ٰ َرطَ ۡٱل ُم ۡستَقِي َم‬,
ۡ (َ‫ص ٰ َرط‬
ِ
ِ ‫)ٱلَّ ِذينَ َأ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهمۡ غ َۡي ِر ۡٱل َم ۡغضُو‬, ini adalah bahagian bagi hamba-Ku maka
َ‫ب َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ٱلضَّٓالِّين‬
baginya adalah apa yang ia minta. (Hadits riwayat Muslim)
Kandungan umum surah ini:
1. Keimanan: beriman kepada Rab Yang Maha Esa terdapat dalam ayat 2 ( َ‫ٱل َحمۡ ُد هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬ 
ۡ

Segala puji bagi Allah, Rab semesta alam). Di sini dinyatakan dengan tegas bahawa
segala puji dan syukur hanya ditujukan kepada Allah Subhanahuwata’ala sebagai
Pencipta dan sumber segala nikmat yang terdapat di alam ini.Antara nikmat itu ialah
nikmat penciptaan, pendidikan dan penjagaan. Perkataan “Rabb” dalam kalimat “Rabbul
‘aalamin” meliputi erti pendidikan (tarbiah) dan pemeliharaan. Ini bermakna Allah
Subhanahuwata’ala sentiasa mencipta, mendidik dan memelihara makhluk-Nya.Segala
nikmat yang didapati oleh seorang hamba dalam dirinya sendiri dan dalam alam semesta,
semuanya bersumberkan Allah Subhanahuwata’ala. Maka, Allah-lah Yang Maha
Berkuasa di alam ini. Pendidikan, penjagaan dan pemeliharaan Allah-lah yang berlaku di
seluruh alam ini.Keimanan kepada Allah Subhanahuwata’ala merupakan perkara paling
asas. Keimanan dalam hati mesti dibuktikan dengan pengabdian hamba-Nya kepada-Nya
semata-mata. Juga mesti dibuktikan dengan kebergantungan hamba-Nya kepada-Nya
semata-mata. Ini ditegaskan dalam ayat 5 ( ُ‫ك ن َۡس\تَ ِعين‬
َ ‫ك ن َۡعبُ\ ُ\د َوِإيَّا‬
َ ‫ِإيَّا‬ Hanya Engkaulah yang
kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.)Maksud ayat 4 (
ِ ِ‫ ٰ َمل‬, Yang menguasai hari pembalasan) ialah pada hari akhirat Allah-lah satu-
‫ك يَ ۡو ِم ٱلدِّي ِن‬
satunya Yang Berkuasa. Segala sesuatu tunduk kepada kebesaran-Nya, mengharapkan
nikmat-Nya dan takutkan siksa-Nya. Allah-lah Yang memberi pahala terhadap amalan
baik dan memberi ancaman terhadap perbuatan buruk.
2. Hukum-hakam: Hukum-hakam dan segala peraturan Islam adalah jalan yang lurus.
Inilah yang dimaksud daripada ayat (‫ٱلص\ ٰ َرطَ ۡٱل ُم ۡس\تَقِي َم‬ ۡ , tunjukanlah kami jalan yang
ِّ ‫ٱه\ ِدنَا‬
lurus). Ia adalah jalan kebahagiaaan dan jalan yang wajib dilalui oleh manusia untuk
memperolehi kebahagiaan dunia dan akhirat. Maksud “hidayah” di sini ialah hidayah
yang menjadi sebab untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan
akhirat, samada yang berkaitan dengan keyakinan, akhlak atau peraturan.
3. Kisah-kisah: Yakni kisah para nabi, orang beriman dan orang terdahulu yang menentang
Allah Subhanahuwata’ala.Sebahagian besar daripada ayat-ayat al-Quran memuatkan
kisah para nabi dan kisah orang terdahulu yang menentang Allah Subhanahuwata’ala.
Yang dimaksudkan dengan orang yang diberi nikmat dalam ayat ( ۡ‫ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذينَ َأ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهم‬
ِ
, jalan orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka) ialah para nabi, para
siddiqin (orang yang bersungguh-sungguh beriman), para syuhada (orang yang mati
syahid) dan para salihin (orang yang soleh).Manakala golongan yang dimurkai ialah
seperti kaum Yahudi dan golongan yang sesat ialah seperti kaum Nasrani, adalah
sepertimana yang dimaksudkan dalam ayat ( َ‫ٱلض\ٓالِّين‬
َّ ِ ‫ غ َۡي ِر ۡٱل َم ۡغضُو‬, bukan (jalan)
‫ب َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل‬
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat).

Nilai-Nilai Edukatif dalam Surat Al-Fatihah


Alquran sebagai sumber hukum dan rujukan utama dalam Islam memuat nilai-nilai yang
absolut sebagai patokan normatif. Nilai-nilai dalam Al-Quran harus dijadikan sebagai rujukan
dan keyakinan dalam menentukan pilihan tindakan. Al-Quran sebagai acuan pokok pendidikan
Islam memuat nila-nilai normatif dalam tiga aspek;
(1) nilai i’tiqadiyah yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, (2) nilai khuluqiyah yang
berkaitan dengan pendidikan etika, (3) nilai amaliyah (Syariah) yang berkaitan dengan
pendidikan tingkah laku sehari-hari, baik yang berhubungan dengan persoalan ibadah maupun
muamalah. Ketiga bagian tersebut saling terkait satu sama lain. Hal ini sesuai dengan kandungan
Alquran yang dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian; aqidah, syariah, dan akhlak (Marzuki,
2015:4-5; Shihab, 1994:33; Khallaf, 1971: 23-24; Mujid dan Muzakir, 2006:36). Sebagaimana
disebutkan dalam pendahuluan, tulisan ini akan dibatasi kajian hanya pada nilai pendidikan
aqidah saja. Aqidah, iman, dan tauhid adalah tiga terminologi yang saling berhubungan. Aqidah
adalah sinonim dari kata iman. Iman memiliki cakupan yang sangat luas, salah satu cakupan
iman adalah tauhid (Bin Baz,1420: 218; Fauzan, tt: 15). Namun, kajian terkait tauhid sering kali
dikaji oleh para ahli menjadi bagian tersendiri, dipisah dari kajian iman secara global. Tetapi
pada pembahasan ini, penulis tidak memisahkan antara nilai keimanan dan ketauhidan. Sebab
tauhid adalah bagian dari keimanan itu sendiri.
Iman dan tauhid merupakan nilai yang paling penting yang harus dimiliki manusia. Sebab
iman adalah fondasi utama yang menopang kehidupan manusia. Dan, iman merupakan rujukan
dan keyakinan seseorang dalam menentukan sikap. Oleh sebab itu, semua sikap dan prilaku
manusia adalah cerminan dari keimanan manusia tersebut (Mujid dan Muzakir, 2006:36).
Sebagian ulama membagi tauhid menjadi tiga jenis (Al-Utsaimin,1424:11-23; Al-Fauzan, tt: 15-
95; Kementrian Agama dan Waqaf Saudi Arabia, 1421; 11-96):
1. Tauhid Rububiyyah. Tauhid rububiyyah adalah proses mengesakan Allah melalui perbuatan
Allah. Dengan cara meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan semua makhluk, hanya
Allah yang memberi rezeki semua makhluk, dan hanya Allah yang mengatur seluruh alam
semesta. Pengakuan terhadap tauhid rububiyyah tidak memasukkan seseorang kedalam Islam,
dan dianggap bertauhid tanpa tauhid uluhiyyah dan asma wa shifat. Oleh sebab itu, Allah tidak
mengakui keislaman dan keimanan orang kafir jahiliyah, padahal mereka mengtauhidkan Allah
dalam aspek rububiyyah.
2. Tauhid Uluhiyyah. Tauhid uluhiyyah adalah konsekuensi dari tauhid rububiyyah. Jika tauhid
rububiyyah merupakan proses mengesakan Allah melalui perbuatan Allah, maka tauhid
uluhiyyah merupakan proses mengesakan Allah melalui perbuatan makhluk. Perbuatan makhluk
disebut ibadah, jadi seluruh ibadah hanya boleh dipersembahkan kepada Allah semata. Hanya
Allah satu-satunya yang boleh dipersembahkan ibadah kepada nya. Inilah hakikat mengesakan
Allah dalam aspek uluhiyyah. Oleh sebab itu, tauhid uluhiyyah juga disebut dengan tauhid
ibadah. Orang yang mengakui bahwa hanya Allah saja yang memberi rezeki, maka dia akan
berdoa memohon rezeki hanya kepada Allah. Begitulah hubungan antara tauhid rububiyyah dan
tauhid uluhiyyah. Namun, dalam tauhid inilah terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh orang
kafir jahiliyyah. Mereka mengakui tauhid rububiyyah, tetapi dalam hal ibadah mereka
persembahkan kepada selain Allah. Bentuk ibadah sangat banyak, salah satunya adalah doa.
3. Tauhid Asma’ wa Shifat. Tauhid asma’ wa shifat adalah proses mengesakan Allah dalam hal
nama dan sifat Allah. Dalam Alquran dan hadis, Allah disebutkan memiliki nama dan sifat, tapi
hakikat dari nama dan sifat tersebut berbeda dengan nama dan sifat makhluk. Allah tidak sama
dengan makhluk. Jadi nama dan sifat tersebut harus dikhususkan hanya kepada Allah dan
berbeda dengan makhluk. Ringkasnya, tauhid asma’ wa shifat adalah menetapkan nama dan sifat
bagi Allah sebagaimana ditetapkan oleh Allah dalam Alquran dan disebutkan oleh Rasulullah
dalam hadis, tanpa menolak nama dan sifat tersebut (Ta’til), menyamakan dengan makhluk
(Tamsil), tanpa mempertanyakan hakikatnya (Ta’kif), dan tanpa memelintir atau merubah
maknanya (Takwil).
Ketiga Tauhid diatas disebutkan dalam surat Al-Fatihah. Pertama, tauhid rububiyyah
terkandung dalam ayat ke-2, yaitu pada ucapan hamdallah ( ‫ ) رب العالمن هلل الحمد‬yang memiliki
arti Segala puji bagi Allah, tuhan seluruh alam”. Dalam ayat ini mengandung suatu penegasan
bahwa hanya Allah satu-satunya rab (Tuhan) yang menguasai dan memelihara alam semesta.
Begitu juga pada ayat ke-3, yaitu “raja yang memiliki hari akhir” ( ‫) مالك يوم ال\دين‬. Ayat ini
menjelaskan pengakuan bahwa Allah satu-satunya raja yang memiliki hari akhir, sebagaimana
Allah adalah satu-satunya yang mengatur alam ini sebelum terjadi kiamat. Kedua ayat diatas
adalah penegasan tentang hakikat tauhid rububiyyah.
Kedua, tauhid uluhiyyah. Tauhid ini terkandung dalam ayat ke-5, yaitu “Hanya kepada
kami menyembah dan hanya kepadamu kami memohon pertolongan ” (‫)اياك نعب\د\ واي\اك نس\عتعينإ‬.
Menyembah dan memohon pertolongan adalah bagian dari bentuk ibadah. Kedua ibadah tersebut
dikhususkan hanya kepada Allah dengan menggunakan uslub qashar. Inilah hakikat tauhid
uluhiyah, yaitu mempersembahkan seluruh ibadah hanya kepada Allah.
Ketiga, tauhid asma’ wa shifat. Diantara nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam
surat Al-Fatihah adalah “ar-Rahman dan ar-Rahim” (‫) الرحمن والرحيم‬. Kedua nama dan sifat
tersebut terdapat di beberapa ayat dalam surat Al-Fatihah. Tentu, kedua sifat dan nama tersebut
wajib kita imani dan tidak boleh kita ingkari serta melakukan ta’til, takwil, tamsil dan ta’kif.
Inilah hakikat tauhid asma’ wa shifat.
Nilai keimanan dan ketauhidan diatas sangat berpengaruh terhadap karakter seseorang.
Sebab pendidikan karakter memerlukan subsansi nilai untuk menjadi materi dalam membentuk
karakter seseorang. Sebab tindakan yang dilakukan oleh seseorang atas dasar nilai yang diyakini.
Nilai merupakan preferensi yang tercermin dari prilaku seseorang, seseorang melakukan atau
tidak melakukan sesuatu tergantung pada sistem nilai yang diyakininya. Singkatnya, nilai adalah
rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan Nilai keimanan dan ketauhidan dalam surat
Al-fatihah adalah wordview atau basic belief bagi seorang muslim. Wordview yang menjadi nilai
utama yang menggerakkan prilaku seseorang. Akidah dan tauhid merupakan fondasi yang
menjadi tumpuan dari syariah dan akhlak. Syariah adalah impelemtasi dari aqidah. Sedangkan
akhlak merupakan cerminan daripada aqidah dan syariah. Oleh sebab itu, bagi seorang muslim,
nilai-nilai keimanan dan ketauhidan harus dijadikan sebagai pijakan dan asas dalam segala
prilaku manusia. Secara khusus dalam bidang pendidikan, nilai keimanan dan ketauhidan harus
diberikan sedini mungkin selagi masih muda dan mudah dibentuk sebelum didahului oleh
berbagai ideologi lainnya.

KESIMPULAN
Nilai sangat penting untuk ditanamkan pada diri seseorang, sebab nilai adalah rujukan
dan keyakinan dalam menetukan sikap. Nilai sangat berpengaruh pada karakter dan prilaku
seseorang. Sebab dalam pendidikan karakter memerlukan subsansi atau isi yang menjadi materi
dalam membangun kepribadian. Materi pendidikan karakter berupa nilai-nilai. Alquran sebagai
sumber hukum dan rujukan utama dalam Islam memuat nilai-nilai yang absolut sebagai patokan
normatif. Nilai-nilai dalam Alquran harus dijadikan sebagai rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan tindakan. Surat Al-Fatihah adalah salah satu dari 114 surat dalam Alquran.
Ummu Alquran ( ‫ ) أم القرآن‬adalah nama surat Al-Fatihah yang diberikan Rasululah shallahu ‘alai
wasallam. Ummu Alquran artinya induk Alquran yang memuat semua isi dari 114 surat yang
dalam Alquran.
Ketiga Tauhid diatas disebutkan dalam surat Al-Fatihah. Pertama, tauhid rububiyyah
terkandung dalam ayat ke-2, Kedua, tauhid uluhiyyah. Tauhid ini terkandung dalam ayat ke-5,
dan Ketiga, tauhid asma’ wa shifat. Diantara nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam surat
Al-Fatihah adalah “ar-Rahman dan ar-Rahim”
Kandungan umum surah Al-Fatihah:
(1) Keimanan: beriman kepada Rab Yang Maha Esa terdapat dalam ayat 2 ( َ‫ٱل َحمۡ ُد هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬ 
ۡ ,

Segala puji bagi Allah, Rab semesta alam). (2) Hukum-hakam: Hukum-hakam dan segala
peraturan Islam adalah jalan yang lurus. Inilah yang dimaksud daripada ayat (‫ص ٰ َرطَ ۡٱل ُم ۡستَقِي َم‬ ۡ
ِّ ‫ٱه ِدنَا ٱل‬
, tunjukanlah kami jalan yang lurus) (3) Kisah-kisah: Yakni kisah para nabi, orang beriman dan
orang terdahulu yang menentang Allah Subhanahuwata’ala.Sebahagian besar daripada ayat-ayat
al-Quran memuatkan kisah para nabi dan kisah orang terdahulu yang menentang Allah
Subhanahuwata’ala. Yang dimaksudkan dengan orang yang diberi nikmat dalam ayat ( َ‫ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذين‬
ِ
ۡ‫ َأ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهم‬, jalan orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka)

DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, S. ((2014)). Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektif. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.
Ahmad Musthafa al-Maraghi,Tafsir Nasiruddin bin Muhammad al-Syairazi al- Baidhawi, Tafsir
al-Baidhawi al-Musamma al-Nur al-Tanzil wa al-Israr al-Ta’wil, Juz I, (Beirut-Libanon:
Daar al-Kitab al-Ilmiah, t.th.),
Al-Fauzan, S. (t.t). Aqidah Tauhid. Shamela Books Lybrary-AppEdtech: Maktabah Shamela.
Al-Maqdisi, I. Q. (2019). Mukhtasar Minhajil Qasidin. Riyadh: Maktabah darul hijaz.
Al-Qurtubi. (1422). Al-Jamik li Ahkami Qur’an (III ed.). Beirut: Dar Kutub Islamiyah.
Al-Syaibany, A. b. (2001). Musnad al-Imam Ahmad. Beirut: Muassasah al-Risalah.
Arabia, K. A. (1421). Ushul Iman fi Dhau Kitab wa Sunnah. Shamela Books Lybrary
AppEdtech: Maktabah Shamela.
Asy-Syaukani, M. b. (1422). Fath Al-Qadir (I ed.). Riyadh: Maktabah Rusdy.
Baz, A. A. (1420). Majmu Fatawa. Shamela Books Lybrary-AppEdtech: Maktabah Shamela.
Bustami A. Gani, dkk., al-Qur’an dan Terjemahnya Madinah: Mujamma’ al- Malik Fahdli
Thiba’at al-Mushaf al-Syarif, 1418 H.
Harahap, N. (2014). Penelitian Kepustakaan. Jurnal Iqra’ Vol. 08, No. 01, 68-74.
Ibn Katsir al-DamasqyIbn Katsir al-Damasqy, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz I, (Beirut:
Maktabah al-Nur al-Ilmiah,
Jalaluddin al-Syuyuthi, al-Dur al-Mansur fi Tafsir al-Mansur, Juz I, (Beirut-Libanon:Daar al
Kitab al-Imiah, t.th.),
J.R, S. A. (2014). Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektif. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.
Khallaf, A. W. (1971). Ilmu Ushul Al-Fiqh. Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.
Khatibah. (2011). Penelitian Kepustakaan. Jurnal Iqra’ Vol.05, no.01, 36-39.
Lickona, T. (2013). Character Matters: How to Help Our Children Develop Good Judgment,
Integrity, and Other Esensial Virtues. (J. A. Zien, Trans.) Jakarta: Bumi Aksara.
Lickona, T. (2015). Educating For Character: How Our Schools Can teach Respect and
Responsibility. Jakarta: Bumi Aksara.
Marzuki. (2015). Pendidikan Karakter Islam. Jakarta: Amzah.
Mujib, A. d. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Mukodi. (2011). Nilai-nilai Pendidikan dalam Surat Luqman. Jurnal Walisongo, 19(2), 429-450.
Mulyana, R. (2011). Mengartikulasi Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Nashir, H. (2013). Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya. Yogyakarta: Multi
Presindo.
Nazir, M. (1985). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nazir, M. (1985). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Shihab, M. Q. (1994). Membumikan Alquran. Bandung : Penerbit Mizan.
Suriasumantri, J. (1998). Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan, dan Keagamaan: Mencari Paradigma
Kebersamaan. In D. &. Ridwan. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan
Antardisiplin Ilmu (p. 41). Bandung: Nuansa.
Tafsir, A. (2013). Filsafat ilmu. . Remaja Rosdakarya.: Bandung: .
Tafsir Al-Munir, Juz 30, Dr. Wahbah Al-Zuhaily (Terjemahan). Penerbit: Persatuan Ulama
Malaysia dan Intel Multimedia And Publication, Selangor, 2001.
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Di Bawah Naungan Al-Qur’an), Sayyid Quthb. Penerbit: Gema Insani,
Jakarta, 2001.
Mukhtashar Tasir Ibn Katsir (Ringkasan Tafsir Ibn Katsir), Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni.
Penerbit: Jabal, Bandung, 2013.
Tafsir Al-Wadih, Dr Muhammad Mahmud Hijazi (Terjemahan). Penerbit: Pustaka Salam, Kuala
Lumpur, 2005.
Al-Qur’an dan Terjemahnya

Anda mungkin juga menyukai