TUTOR PEMBIMBING :
Dr. Rika Sa'diyah, M. Pd
DI SUSUN OLEH :
Nama : Kharis Nur Aziyah
NIM : 051747788
~ JAWABAN ~
1. • Pembenaran dalam hati adalah keyakinan yang kuat dan tulus terhadap ajaran
agama. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip agama dan
keyakinan bahwa ajaran tersebut benar. Pembenaran dalam hati menjadi dasar bagi
ikrar dan pembuktian melalui perbuatan.
• Ikrar dengan lisan adalah pengakuan terhadap keyakinan iman yang dimiliki.
Dengan mengucapkan ikrar, seseorang secara terang-terangan menyatakan
keyakinannya kepada Tuhan dan masyarakat. Ikrar dengan lisan merupakan
manifestasi dari pembenaran dalam hati dan menjadi wujud nyata dari keyakinan
iman.
• Pembuktian melalui perbuatan adalah tindakan nyata yang mencerminkan
keyakinan iman seseorang. Ini melibatkan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama
dan nilai-nilai iman. Pembuktian melalui perbuatan menunjukkan keseriusan dan
konsistensi seseorang dalam menjalankan keyakinannya.
Ketiga aspek ini saling terkait dan saling mempengaruhi. Pembenaran dalam hati
menjadi dasar bagi ikrar dengan lisan, karena keyakinan yang kuat akan mendorong
seseorang untuk mengungkapkan keyakinannya secara terbuka. Selain itu, ikrar dengan lisan
juga dapat memperkuat pembenaran dalam hati, karena dengan mengucapkan keyakinan
tersebut, seseorang semakin mengokohkan keyakinannya.
Pembuktian melalui perbuatan merupakan konsekuensi logis dari pembenaran dalam
hati dan ikrar dengan lisan. Tindakan nyata yang sesuai dengan keyakinan iman menunjukkan
keseriusan dan kejujuran seseorang dalam menjalankan ajaran agama. Sebaliknya, jika
seseorang tidak memperlihatkan perbuatan yang sesuai dengan keyakinannya, hal ini dapat
meragukan kejujuran dan konsistensi imannya.
3. Di dalam agama Islam, kewajiban menuntut ilmu sangatlah ditekankan, meski tidak
ada ayat Al-Quran yang secara eksplisit menyebutkan “kewajiban menuntut ilmu.”
Namun, terdapat ayat-ayat yang secara tidak langsung menunjukkan kewajiban
menuntut ilmu Salah satunya adalah Surah Thaha Ayat 114 yang berbunyi :
ب ِزدْنِى ع ِْل ًما ِ ٱّلل ْٱل َم ِلكه ْٱل َحق ۗ َو َل تَ ْع َجلْ بِ ْٱلقهرْ َء
َ ان مِن قَ ْب ِل أَن يه ْق
ِ ض َٰى ِإلَيْكَ َوحْ يهههۥ ۖ َوقهل َر فَتَ َٰعَلَى َ ه
Artinya : “Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan
katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.’” (QS. Thaha: 114)
Ayat ini menunjukkan pentingnya menuntut ilmu dan memohon kepada Allah untuk
diberikan pengetahuan yang lebih luas. Dalam konteks ini, menuntut ilmu adalah suatu
kewajiban bagi setiap Muslim. Dengan menuntut ilmu, kita dapat memperoleh pemahaman
yang lebih baik tentang agama, dunia, dan kehidupan sehari-hari. Ilmu pengetahuan juga
memungkinkan kita untuk berkontribusi secara positif dalam masyarakat dan memperbaiki
diri kita sendiri.
Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, kita harus selalu berusaha untuk
meningkatkan pengetahuan kita dan memohon kepada Allah untuk memberikan kita
kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih dalam.
4. Ilmu adalah salah satu kata yang sering digunakan dalam Al-Qur’an untuk
menggambarkan pengetahuan dan pemahaman. Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa
kata derivasi yang memiliki kesamaan makna dengan “ilmu” dalam beragam
bentuknya. Berikut adalah beberapa contohnya:
• ‘Alim
Kata ini berasal dari akar kata “ilmu” dan memiliki arti “yang mengetahui”
atau “yang memiliki pengetahuan”. Kata ini digunakan untuk menggambarkan Allah
sebagai Yang Maha Mengetahui dan juga untuk menggambarkan orang-orang yang
memiliki pengetahuan yang luas.
• ‘Alam
Kata ini berasal dari akar kata “ilmu” dan memiliki arti “alam semesta” atau “dunia”.
Dalam Al-Qur’an, kata ini digunakan untuk menggambarkan penciptaan Allah dan keajaiban-
keajaiban yang ada di alam semesta.
• ‘Alimun
Kata ini juga berasal dari akar kata “ilmu” dan memiliki arti “orang yang mengetahui”
atau “orang yang memiliki pengetahuan”. Kata ini digunakan untuk menggambarkan orang-
orang yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan.
•‘Alimun bihakim
Kata ini merupakan gabungan dari kata “alimun” (orang yang mengetahui) dan
“bihakim” (dengan hukum). Kata ini digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang
memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan dalam menjalankan hukum-hukum Allah.
•‘Alimun ladun
Kata ini juga berasal dari akar kata “ilmu” dan memiliki arti “pengetahuan yang
berasal dari sisi Allah”. Kata ini digunakan untuk menggambarkan pengetahuan yang hanya
dimiliki oleh Allah dan tidak dapat dipahami sepenuhnya oleh manusia.
•‘Alimun khabir
Kata ini merupakan gabungan dari kata “alimun” (orang yang mengetahui) dan
“khabir” (yang mengetahui segala sesuatu). Kata ini digunakan untuk menggambarkan Allah
sebagai Yang Maha Mengetahui tentang segala sesuatu.
5. Ayat yang menyebutkan bahwa manusia bisa lebih sesat atau buruk dari hewan ternak
terdapat dalam Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 179. Berikut adalah ayat tersebut
beserta tafsirnya:
ْص هرونَ ِب َها َولَ هه ْم َءاذَان َل ِ نس ۖ لَ هه ْم قهلهوب َل َي ْفقَ ههونَ ِب َها َولَ هه ْم أَ ْعيهن َل يهب
ِ ٱْل ً َولَقَدْ ذَ َرأْنَا ِل َج َهنَ َم َكث
ِ ْ ِيرا مِنَ ْٱل ِج ِن َو
َضل ۚ أ ه ۟و َٰلَئِكَ هه هم ْٱل َٰغَ ِفلهون
َ َيَ ْس َمعهونَ بِ َها ۚ أ ه ۟و َٰلَئِكَ ك َْٱْل َ ْن َٰعَ ِم بَلْ هه ْم أ
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan untuk Jahannam banyak dari jin dan
manusia; mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah),dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179)
Tafsir yang pertama dari ayat ini adalah bahwa Allah menciptakan banyak jin dan
manusia yang akan masuk ke dalam neraka Jahannam. Mereka memiliki hati, mata, dan
telinga, tetapi tidak memanfaatkannya dengan baik. Mereka tidak menggunakan hati mereka
untuk memahami ayat-ayat Allah, tidak menggunakan mata mereka untuk melihat tanda-
tanda kekuasaan Allah, dan tidak menggunakan telinga mereka untuk mendengar ayat-ayat
Allah. Dalam hal ini, mereka lebih buruk daripada binatang ternak, karena binatang ternak
tidak memiliki akal dan kemampuan untuk memahami ayat-ayat Allah. Oleh karena itu,
mereka yang lalai dan tidak memanfaatkan akal dan indera yang diberikan oleh Allah akan
menjadi lebih sesat dan buruk daripada binatang ternak.
Tafsir yang kedua pada ayat ini dijelaskan mengapa seseorang tidak mendapat
petunjuk dan mengapa pula yang lain disesatkan. Dan demi keagungan dan kekuasaan kami,
sungguh, akan kami isi neraka jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia karena
kesesatan mereka. Hal itu karena mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami ayat-ayat Allah dan mereka memiliki mata tetapi tidak dipergunakannya untuk
melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan ayat-ayat Allah.
Mereka layaknya seperti hewan ternak yang tidak menggunakan akal yang diberikan
Allah untuk berpikir, bahkan mereka sebenarnya lebih sesat lagi dari binatang, sebab,
binatang itu’dengan instinknya’ akan selalu mencari kebaikan dan menghindari bahaya,
sementara mereka itu malah menolak kebaikan dan kebenaran yang ada. Mereka itulah
orang-orang yang lengah. Demikianlah, seseorang terjerumus ke dalam neraka karena
mengabaikan tanda-tanda keesaan Allah dan tidak mengingat-Nya. Maka pada ayat ini, Allah
mengingatkan agar kita tidak melalaikannya dan selalu memanggil-Nya dengan nama-nama-
Nya yang terbaik.
Jangan dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan menyebut nama-nama
yang tidak sesuai dengan sifat-sifat keagungan Allah, atau dengan memakai al-asma’ al-
husna’, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan al-asma’ al-husna’
untuk nama-nama selain Allah. Mereka kelak, di dunia atau di akhirat, akan mendapat
balasan yang sesuai dengan kadar kedurhakaan mereka disebabkan apa yang telah mereka
kerjakan.