Anda di halaman 1dari 17

KEGIATAN BELAJAR 2

A. KEUTAMAAN (FADHILAH) TASHINUN NIYAT

Tugas utama manusia hidup di dunia ini adalah beribadah kepada Allah SWt.
Ibadah kepada Allah merupakan bukti pengabdian seseorang hamba kepada
TuhanNya. Dari berbagai macam ayat dan hadits sudah dijelaskan bahwa pada
hakikatnya manusia dalam beribadah kepada Allah adalah bahwa manusia itu
dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah dan hadits-
hadits Rasulullah saw. Dalam hal ini pengertian ibadah tidak hanya terbatas kepada
apa yang disebut ibadah mahdhah atau rukun Islam saja, tetapi cakupan pengertian
ibadah disini sangat luas aspeknya. Yang lebih penting dalam itu semua aktivitas
yang kita lakukan harus diniatkan untuk ibadah kepada-Nya dan menjadi pedoman
dalam mengontrol aktivitas ini adalah kembali lagi kepada firman Allah dan hadits
Rasulullah saw. Sebagai contoh yang terdapat dalam QS al-A‟raf ayat 29

َۚ ّ‫َٓ ٌَُٗ ٱٌذ‬١‫ظ‬


‫َٓ َو َّب‬٠ِ ُ ‫ ۡٱد‬َٚ ‫ َ٘ ُى ُۡ ِعٕذَ ُو ًِّ َِ ۡغ ِغ ٖذ‬ٛ‫ ُع‬ُٚ ْ‫ا‬ُّٛ ١ِ‫أَل‬َٚ ‫ ثِ ۡٲٌ ِم ۡغ ِۖؾ‬ّٟ‫لُ ًۡ أ َ َِ َش َس ِث‬
ِ ٍِ ‫ُٖ ُِ ۡخ‬ٛ‫ع‬
ٕ٣ َُْٚ‫د‬ُٛ‫ثَذَأ َ ُو ُۡ رَع‬

firman Allah menyebutkan tentang keihkhlasan , yang artinya : “Dan sembahlah


Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya.”

Menilik ayat diatas, kata “Mukhlisin” adalah berbentuk isim fa‟il yang bersal
dari kata “ Kholaso” yang artinya murni setelah sebelumnya diliputi kekeruhan.
Disini ikhlas merupakan usaha memurnikan dan mensucikan hati sehingga benar-
benar tertuju kepada Allah semata, sedang sebelum hati itu bersih biasanya masih
diliputi atau dihinggapi oleh hal-hal selain Allah, contohnya adalah pamrih dan lain
sebagainya.

Pada ayat ini yang dimaksudkan adalah Allah menyuruh dengan keikhlaskan
dalam ibadah yang semata-mata hanya karena-Nya, mengharap rahmat-Nya dan
takut dari azab-Nya, karena suatu amal tanpa disertai keihklasan tidak akan

267
diterima oleh allah SWT, karena Allah Maha mengetahui zahir dan batin seseorang
( QS. Az zumar ayat 11)

ٔٔ َٓ٠ِّ‫ظب ٌَُّٗ ٱٌذ‬ َّ َ‫ أ ُ ِِ ۡشدُ أ َ ْۡ أ َ ۡعجُذ‬ٟٓ ِّٔ ِ‫لُ ًۡ ا‬


ٗ ٍِ ‫ٱلِلَ ُِ ۡخ‬

dan disebutkan juga dalam Surat Ali Imran ;2

ٕ َُ ُّٛ١َ‫ ۡٱٌم‬ٟ ٰ ٓ َ ُ‫ٱلِل‬


ُّ ‫ ۡٱٌ َؾ‬َٛ ُ٘ ‫َل ِاٌََٗ ِا ََّل‬ َّ

“ Segala perbuatan zahir dan batin hendaklah dilakukan semata-mata mengharap


ridha Allah.”

Dalam keikhalasan beribadah kepada Allah yaitu dengan menyembah kepada


Allah dan menjauhi kemusyrikan adalah perintah agama yang benar dan lurus.
Menjalankan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dengan penuh
keihkalasan seperti menjalankan sholat yang tepat waktu dengan penuh khusyu,
serta menyertakan rukun dan syaratnya. Dalam melaksanakan shalat, dari awal
bertakbir maka seluruh aktifitas badan, pikiran dan perasaan kita haruslah tertuju
kepada Allah, bukan kepada yang lain, karena Allah berfirman dalam QS. Annisa
ayat 142 :

َ ‫اْ ُو‬ُِٛ ‫ ِح لَب‬ٰٛ ٍَ‫ظ‬


َْٚ‫ َُشآ ُء‬٠ ٰٝ ٌَ ‫غب‬ ُ ‫ ٰ َخ ِذ‬َٛ ُ٘ َٚ َ‫ٱلِل‬
َّ ٌ‫ ٱ‬ٌَٝ‫اْ ِا‬ٛٓ ُِ ‫ ِارَا لَب‬َٚ ُۡ ُٙ ‫ع‬ َّ َُْٛ‫ُ ٰ َخ ِذع‬٠ َٓ١ِ‫ِا َّْ ۡٱٌ ُّ َٰٕ ِفم‬
ٕٔٗ ‫ًا‬١ َّ َْٚ‫ ۡز ُو ُش‬٠َ ‫ ََل‬َٚ ‫بط‬
ٗ ٍِ َ‫ٱلِلَ ِا ََّل ل‬ َ ٌَّٕ‫ٱ‬

yang artinya “ Apabila mereka (orang-orang munafik) berdiri hendak shalat, maka
mereka akan berdiri malas, agar dilihat orang dan tidak mengingat Allah kecuali
sedikit.

Begitu pula halnya dalam menjalankan ajaran agama Islam hendaknya dilandasi
dengan niat ikhlas karena Allah semata, yang artinya dengan kesadaran semata-
mata hanya menaati perintah-Nya dan untuk memeperoleh ridha-Nya, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah pada surat al- An‟am ayat (162-163)

268
َ‫ثِ ٰزٌَِه‬َٚ ُٗ‫هَ ٌَ ۖۥ‬٠‫ٔ ََل ش َِش‬ٕٙ َٓ١ِّ ٍََ‫ ِ َّلِلِ َسةّ ِ ۡٱٌ ٰع‬ِٟ‫ َِ َّبر‬َٚ ٞ‫ب‬ ُ َُٔٚ ِٟ‫ط َالر‬
َ َ١‫ َِ ۡؾ‬َٚ ٟ‫غ ِى‬ َ َّْ ِ‫لُ ًۡ ا‬
ٖٔٙ َٓ١ِّ ٍِ ‫ ُي ۡٱٌ ُّ ۡغ‬َّٚ َ ‫أَٔ َ۠ب أ‬َٚ ُ‫أ ُ ِِ ۡشد‬

yang artinya “ Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan


matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-
tama menyerahkan diri kepada Allah.” Dalam ayat diatas merupakan ayat yang
menjelaskan tentang ikhlas beribadah, ayat diatas juga menjelaskan tentang
kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan sekaigus gambaran tentang
sikap Nabi Muhammad, bahwa sesungguhnya shalatku, dan semua ibadahku
termasuk penyembelihan binatang yang kulakukan dalam hidupku bersama yang
terkait dengannya, baik tempat waktu, maupun aktifitas dan matiku, yakni iman dan
amal shaleh yang akan aku bawa mati, kulakukan secara ikhlas dan murni hanyalah
semata-mata untuk Allah, Tuhan pemelihara semesta alam, tiada sekutu baginya
dalam zat, sifat dan perbuatannya. Kata „nusuk” biasa juga diartikan sembelihan,
namun yang dimaksud dengan „ya‟ adalah ibadah, termasuk shalat dan sembelihan
itu, pada mulanya kata ini digunakan untuk melukiskan sepotong perak yang
sedang dibakar, agar kotoran dan bahan-bahan lain tidak menyertai potongan perak
itu tidak terlepas darinya, sehingga yang tersisa adalah perak murni. Ibadah
dinamai‟ nusuk” untuk menggambarkan bahwa ia seharusnya suci, murni
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan demi karena Allah, tidak tercampur
sedikitpun oleh selain keihklasannya kepada Allah semata.

Pada ayat ini menjadi sebuah bukti ajakan Rasulullah saw kepada ummat agar
meninggalkan kesesatan dan memeluk Islam, tidak Beliau maksudkan untuk meraih
keuntungan pribadi dari mereka karena seluruh aktifitas Beliau hanya demi Allah
semata, dan ayat diatas juga menjelaskan kepada kita bahwa kita dituntut untuk
ihklas dalam menjalankan semua ibadah kepada Allah baik yang bersifat vertical
maupun yang bersifat horizontal, yaitu pada saat kita hendak melaksanakannya niat
kita haruslah lurus ( mentashih niat) semata-mata karena Allah bukan untuk karena
dilihat oleh orang atau lainnya, yang nantinya akan berakibat dapat merusak pahala

269
dari ibadah kita. Begitu pula halnya dengan ibadah yang lainnya seperti menolong
sesama, puasa dan yang lainnya hendaklah hanya tertuju kepada Allah SWT
semata.

Adapun Asbabun nuzul dari ayat tersebut diatas adalah dalam suatu Riwayat
dijelaskan bahwa ayat ini turun karena adanya tuduhan dari kafir Quraisy tentang
dakwah Nabi yang mereka mengganggap Nabi mempunyai maksud dibalik
menyuruh mereka meninggalkan kesesatan, mereka menganggap Muhammad ingin
mencari jabatan, dan kekayaan, oleh karena itu turunlah ayat ini yang menyatakan
bahwa dakwah Nabi murni dan hanya untuk Allah semata.

Dalam surat Al Bayyinah ayat 5 disebutkan :

َ‫ ٰرٌَِه‬َٚ َ ‫ َۚح‬ٰٛ ‫ٱٌض َو‬


َّ ْ‫ا‬ُٛ‫ ُۡئر‬٠َٚ َ ‫ح‬ٰٛ ٍَ‫ظ‬ َّ ْ‫ا‬ُٚ‫َعۡ جُذ‬١ٌِ ‫اْ اِ ََّل‬ٚٓ ‫ َِب ٓ أ ُ ِِ ُش‬َٚ
ِ ٍِ ‫ٱلِلَ ُِ ۡخ‬
َّ ٌ‫اْ ٱ‬ُّٛ ١‫ُ ِم‬٠َٚ ‫َٓ ُؽَٕفَب ٓ َء‬٠ِّ‫َٓ ٌَُٗ ٱٌذ‬١‫ظ‬
٘ ‫ّ َّ ِخ‬١ِ َ‫ٓ ۡٱٌم‬٠ِ ُ ‫د‬

dalam hal ini perintah untuk menyembah hanya kepada allah SWT dengan niat
ikhlas semata-mata karena Allah SWT, dan juga perintah untuk memurnikan agama
Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan, perintah untuk mendirikan shalat dan zakat,
dengan semata-mata ikhlas menyembah kepada Allah, dan menjauhi kemusyrikan
adalah agama yang benar dan lurus. Agama yang lurus ini bercirikan pada tiga hal,
yaitu adanya ketundukan dan kepatuhan hanya kepada Allah, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat. Ketundukan dan kepatuhan secara murni menjadi kunci
terbentuknya sikap yang lurus dan senantiasa condong kepada kebajikan. Namun
sebaliknya ketundukan dan kepatuhan yang tidak murni (syirik) menjadi akar
penyimpangan dan kecondongan untuk melakukan perbuatan yang berlawanan
dengan nilai-nilai kebajikan.

Sebagaimana Rasulullah saw juga bersabda “ Sesungguhnya Allah tidak akan


menerima amal kecuali dikerjakan dengan ikhlas untuk ( memperoleh ridha-Nya). (
HR. Nasai dari Abu Umamah), dan Allah berfirman didalam Surat Muhammad
ayat 31) :

270
َّ ٰ ٌ‫ٱ‬َٚ ُۡ ‫َٓ ِِٕ ُى‬٠ِ‫ذ‬ِٙ ‫ َٔعۡ ٍَ َُ ۡٱٌ ُّ ٰ َغ‬ٰٝ َّ ‫َّٔ ُى ُۡ َؽز‬َٛ ٍُ‫ٌَٕ َۡج‬َٚ
َ َ‫اْ أ َ ۡخج‬َٛ ٍُ‫ٔ َۡج‬َٚ َٓ٠‫ظجِ ِش‬
ٖٔ ُۡ ‫بس ُو‬

bahwa Allah menguji hamba-Nya di setiap keadaan, agar mengetahui siapa yang
baik dan rusak amalnya . Oleh karena itu ketaatan kepada Allah sangat diperlukan
selain orang tersebut memiliki rasa keihklasan. Imam Al Ghazali berkata “ Ketaatan
adalah makanan bagi hati manusia, dan akan tersusun dengan niat dan amal.”

Seseorang yang ikhlas adalah ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari
kerikil-kerikil dan batu-batu kecil yang ada di dalamnya, dengan tujuan beras yang
akan dimasak nanti akan menghasilkan nasi yang nikmat dimakan. Namun apabila
beras itu masih kotor, maka pada saat dimakan sudah menjadi nasi maka tidak akan
enak dikunyah karena tergigit oleh batu kecil atau kerikil. Demikian pula dengan
keikhlasan dalam menjalankan suatu perbuatan atau ibadah maka akan
menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat Lelah dan semua bentuk
pengorbanan yang dilakukan tidak menjadi berat. Namun sebaliknya apabila amal
yang dilakukan dengan riya, ujub, sum‟ah dan lain-lainnya yang negativ maka
pelakunya akan dengan mudah menyerah dan selalu kecewa.

Banyak dari kita melakukan suatu ibadah tidak berlandaskan pada rasa ikhlas
kepada Allah SWT, melainkan pada sikap riya atau sombong dengan tujuan
mendapatkan pujian dari orang lain, maka hal inilah yang dapat menyebabkan amal
ibadah kita tidak diterima oleh Allah SWT. Rasulullah saw bersabda “
Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali jika dilakukan dengan penuh
keikhlasan serta ditujukan untuk mendapat ridha-Nya ( Al Hadits). Karena itu
Sayyida Ali ra mengungkapkan bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang
memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.

Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap ( tashihun Niyat)


dalam hati setiap mukmin, kita dapat mencapainya dan memelihara ikhlas tersebut
dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai kita, yaitu dengan cara
memperhatikan hal-hal berikut :

271
1. Dengan meyakini bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun
batin, dalam bentuk sekecil apapun, pastinya akan selalu dilihat dan
didengar oleh Allah SWT dan kelak Allah akan memperlihatkan seluruh
gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang terlewatkan, dan pada akhirnya kita
akan menerima balasan atas perbuatan-perbuatan kita.
2. Memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam
beribadah hanya semata-mata kepada Allah SWT dan mencari kerudhaan-
Nya semata, setelah yakin dengan perbuatan kita sejalan dengan ketentuan
Allah dan Rasul-Nya, maka pada saat niat kita tidak akan pernah
menyimpang.
3. Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotori hati seperti, riya,
nifaq atau bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail bin Iyadh
mengatakan ; “Meninggalkan amal karena manusia adalah syirik, dan ikhlas
adalah yang akan meyelamatkannmu dari kedua penyakit tersebut.”
4. Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam
keihklasan, karena hanya Allah yang Maha Berkuasa menurunkan hidayah
dan keselamatan diri kita daripada godaan syetan yang terkutuk.

Dalam Tafsir Al Mukhtashar ( Mazkaz Tafsir Riyadh) makna dari penggalan


ayat diatas adalah sembahlah Dia dengan penuh keikhlasan dalam berdoa atau
beribadah hanya kepada-Nya dan janganlah menyembah selain-Nya. Sedangkan
dalam Tafsir al-Wajiz ( Dr. Wahbah az- Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir Suriah)
mengatakan maksud ayat diatas “ dan berdoalah ( sembahlah) Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-nya” adalah bertujuan dengan itu wajah_Nya
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya .Doa disini mencakup doa permohonan dan doa
ibadah, yakni janganlah kamu mencari tujuan dan sasaran dalam doamu selain
penghambaan kepada Allah dan ridhaNya. Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
Allah memerintahkan kepada manusia untuk ikhlas dalam beribadah hanya untuk-
Nya, karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, melainkan bila di
dalam amal itu terhimpun dua rukun berikut, yaitu hendaknya amal dikerjakan

272
secara benar lagi sesuai dengan tuntutan syariat, dan hendaknya amal dikerjakan
dengan ikhlas karena Allah bersih dari syirik.

Dalam satu hadits Rasulullah saw bersabda : “ Sesungguhnya Allah tidak


menerima suatu amal kecuali yang disertai keikhlasan dan semata-mata
mengharapkan keridhaan-Nya” (HR. Nasai dari Abu Umamah al Bahili r.a – al
Jami‟ush Shaghir ha.74) dan dalam hadits lain juga Rasulullah saw bersabda
“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan hartamu, tetapi Allah
memandang kepada hatimu dan amalmu.” (HR.Muslim dari Abu Hurairah r.a- al
jami‟ush shagir hal.74)

B. CONTOH KISAH TASHIHUN NIYAT

1. Tiada pahala bagi orang yang bertujuan dunia dan popularitas

-Diriwayatkan oleh Abu daud dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, juga
oleh Hakim dengan singkat dan dishohihkan olehnya, dari Abu Hurairah
r.a, katanya : seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai
Rasulullah, bagaimana keadaan seorang lelaki yang pergi berjihad dengan
menghendaki harta benda dunia?” Jawab Rasulullah saw; “ia tidak akan
memperoleh ganjaran apapun.” Jawaban itu dianggap banyak orang sebagai
susuatau yang sangat berat, lalu mereka menyuruh lelaki itu supaya
mengulangi pertanyaan itu kepada Rasulullah saw, maka lelaki itupun
berkata, ”Wahai Rasulullah, bagaimana keadaan seseorang lelaki yang
pergi berjihad di jalan Allah karen ingin mendapat harta benda dunia?‟
Rasulullah saw bersabda, “Ia tidak akan memperoleh ganjaran sedikitpun,‟.
Orang banyak mengganggap jawaban tersebut sangat berat, sehingga
mereka berkata, ‟ulangilah pertanyaan itu kepada Rasulullah saw. Maka
lelaki itu bertanya kepada Rasulullah saw, untuk ketiga kalinya. “Wahai
Rasulullah, bagaimana keadaan seorang lelaki yang pergi berjihad di jalan
Allah karena ingin mendapat harta benda dunia?‟. Rasulullah saw bersabda
“Ia tidak akan memperoleh ganjaran sedikitpun.”

273
- Dalam Riwayat Adu daud dan Nasa‟I, dari Abu Umamah r.a, katanya;
seorang lelaki datang menemui Rasulullah saw. dan berkata,” Bagaimana
pendapatmu mengenai seorang lelaki yang berangkat di jalan Allah untuk
mencari pahala dan pujian manusia terhadap dirinya, apakah yang akan
diperolehnya?” Rasulullah saw menjawab,” Ia tidak akan memperoleh
apapun.” Lelaki itu mengulangi pertanyaannya tiga kali, dan Rasulullah saw
menjawab,”Ia tidak akan memperoleh apapun.” Kemudian Rasulullah saw
bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan seseorang,
kecuali bila dilakukan dengan ikhlas semata-mata mengharap ridha-Nya.”
(Kitab At Targhib 2/421). * Kitab hayatus sahabah jilid 1,hal. 630. Maulana
Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Pustaka Ramadhan, Bandung)
2. Kisah seorang lelaki Arab
Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Syaddad bin al Had ,bahwa seorang lelaki
dari kabilah Arab datang menemui Rasulullah saw, lalu ia beriman dan
mengikuti Rasulullah saw. Ia berkata kepada Rasulullah saw,”aku akan
berhijrah bersamamu.” Rasulullah saw berwasiat kepada para sahabatnya
supaya memperlakukan lelaki itu dengan baik. Ketika berlangsung perang
Khaibar, Rasululah saw memperoleh harta rampasan Khaibar, lalu Beliau
membaginya dan memberi bagian juga kepadanya. Rasulullah saw juga
memberikan kepada para sahabatnya apa yang telah diberikan kepada lelaki
itu. Sementara lelaki itu selalu memelihara unta-unta mereka. Ketika ia
datang, harta itupun diserahkan kepadanya oleh para sahabat. Ia berkata
”apakah ini?” Sahabat-sabahat menjawab ,”Bagikan harta rampasan yang
telah dibagikan kepadamu oleh Rasulullah saw.”Ia berkata kepada
Rasulullah saw, ”aku mengikuti engkau bukan karena ini, akan tetapi aku
mengikuti engkau agar aku dipanah disini.”, sambil menunjukkan kearah
kerongkongannnya.,”lalu aku mati, dan bisa masuk jannah.”
Rasulullah saw bersabda, ”Sekiranya kamu berkata jujur, Allah akan
membenarkanmu.” Kemudian merekapun bangun untuk memerangi musuh.
Tidak lama kemudian, ia diangkat oleh sahabat-sahanbat yang lain karena
cidera terkena anak panah pada bagian kerongkongannya, sebaaimana yang

274
telah ditunjuknya. Rasulullah saw bersabda” Dia lelaki itu?” Para sahabat
menjawab “Ya”. Kemudian Rasulullah saw bersabda ”dia telah jujur
kepada Allah sehingga Allah membenarkannya.” Rasulullah saw
mengkafani dengan jubahnya, kemudian meletakkannya dihadapannya dan
di sholatkannya. Diantara doa Rasulullah saw yang terdengar adalah “Ya
Allah! ini adalah hamba_Mu yang telah keluar berhijrah di jalan-
Mu,kemudian terbunuh sebagai syahid dan aku sebagai saksi baginya.” (
Diriwayatkan oleh Nasa‟i tercantum dalam kitab al Bidayah 4/191,
diriwayatkan juga oleh al-Hakim 3/595) Kitab hayatus sahabah jilid 1,hal.
634 . Maulana Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Pustaka Ramadhan,
Bandung)
3. Kisah Amr bin al Ash
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad hasan dari Amr bin Al Ash,
r.a , katanya : Rasulullah saw mengirimkan utusannya kepadaku dengan
perintah, “ambillah pakaian dan senjatamu, kemudian datanglah kepadaku.”
Maka akupun pergi menemuai Rasulullah saw. Beliau bersabda kepadaku,
“Sesungguhnya aku ingin mengirimmu menjadi pimpinan satu pasukan,
kemudian Allah akan memeliharamu, memeberikan harta rampasan
kepadamu dan mengaruniakanmu dengan harta yang baik.‟ Aku pun
berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak memeluk Islam karena tamak
dengan harta, tetapi aku memeluk Islam karena cinta kepada agama Islam
itu sendiri.” Kata Rasulullah saw, “Wahai Amr, sungguh baik bila harta
yang baik diperuntukkkan kepada lelaki yang baik.”
4. Kisah Abdullah bin Zubair dan Ibunya
Diriwayatkan oleh NU‟aim bin Hammad dalam kitab „al Fitan‟ dari
Dhimam : bahwa Abdullah bin Zubair r.huma, menulis surat kepada ibunya
dengan mengatakan ,”Orang-orang telah berpaling darinya dan mereka
menyuruh aku berdamai.” Ibunya berkata , “ Jika kamu keluar untuk
menghidupkan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, maka jika kamu dibunuh,
kematian diatas kebenaran, sebaliknya, jika kamu keluar semata-mata untuk

275
mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan bagimu, apakah kamu mati
atau tidak.”
5. Kisah Quzman
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ashim bin Umar bin Qatadah r.a.
katanya : Terdapat seorang lelaki asing diantara kami yang tidak dikenal.
Dia biasa dipanggil dengan nama Quzman. Apabila disebutkan namanya,
Rasulullah saw, selalu mengatakan, “ Sesungguhnya dia termasuk ahli
neraka.” Sebelumnya dalam perang Uhud, orang itu berperang dengan
dahsyatnya sehingga dia sendirian berhasil membunuh tujuh atau delapan
orang musyrik. Ia seorang yang sangat kuat. Dalam peperangan itu, ia
cedera dan dibawa ke tempat kampung Bani Zhafar. Beberpa lelaki Muslim
berkata kepadanya, “Demi Allah! Engkau telah menunjukkan kekuatanmu
sampai musuh mencederaimu pada hari ini, hai Quzman! Maka
bergembiralah”. Tanya Quzman, “dengan apakah aku akan bergembira?
Demi Allah aku tidak berperang kecuali demi kebanggaan kaumku. Jika
bukan karena itu, aku tidak akan berperang!‟. Ketika cederanya semakin
parah, ia mengambil sebatang anak panah dari wadahnya kemudian
membunuh dirinya sendiri. ( kitab al Bidayah (4/36).
6. Kisah al Ushairim
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Abu Hurairah r.a, katanya : Aku berkata,
“ Beritahukan kepadaku mengenai seorang lelaki yang masuk Jannah
sedangkan ia belum pernah shalat sama sekali.” Ketika orang banyak tidak
mengetahuinya, orang-orangpun menanyakan menenai orang itu. Abu
Hurairah berkta, “ ia adalah Ushairim Bani Abdul Asyal, Namanya Amr bin
Tsabit bin Waqsy.” Al Hushain berkata; “ Aku bertanya kepada Mahmud
bin Labid, “ Bagaimanakah kisah Ushairin?” Mahmud berkata, “ Dia tidak
mau masuk Islam karena takut kepada kaumnya. Namun Ketika terjadi
perang Uhud, timbul pikiran baru dalam dirinya sehingga ia memeluk
Islam. Kemuadian ia mengambil pedangnya dan berangkat pagi-pagi
menuju Uhud, hingga ia masuk ditengah orang banyak. Ia turut berperang
hingga cedera membuatnya tidak bisa bergerak. Ketika lelaki Bani Abdul

276
Asyal mencari orang-orang yang terbunuh dari kalangan mereka di medan
tempur, mereka menemukan Ushairim yang hamper mati. Mereka berkata,
“Demi Allah! Sesungguhnya lelaki ini adalah Ushairim. Apakah yang
menyebabkan ia dating kemari?Kami telah meninggalkannya dan dia tidak
mau memeluk Islam.”Merekapun menanyakan kepada Ushairim mengenai
dirinya, “apakah yang menyebabkan engkau kemari, hai Amr? Apakah
karena kasihan terhadap kaummu atau karena rasa cintamu pada Islam?
Jawab Ushairim, “karena rasa cinta kepada Islam, aku telah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan aku telah memeluk Islam. Lalu aku mengambil
pedangku dan berangkat meyertai Rasulullah saw. Selanjutnya aku
berperang hingga terjadi keadaan seperti ini.” Tidak lama kemudian, ia pun
meninggal dunia di pangkuan mereka. Kemudian mereka menceritakan apa
yang telah terjadi kepada Rasulullah saw, dan Beliau menjawab,
:Sesungguhnya ia adalah dari kalangan ahli Jannah.” ( Kitab al Bidayah
4/37).97

C. CARA MENDAPATKAN TASHIHUN NIYAT:

Sebelum kita mengamalkan apa-apa yang berkaitan dalam meluruskan niat ini,
maka kita haruslah mengetahui bagaimana caranya usaha kita untuk mendapatkan
tashihun niyat itu, yaitu :

1. Duduk di Majelis- ,majelis yang selalu membicarakan tentang keutamaan


Tashihun Niyat dan Selalu menda‟wahkan pentingnya ikhlas dan
memperbaiki niat.

Satu sisi keistimewaan yang dimiliki oleh manusia yang tidak dimiliki makhluk
lainnya adalah diberikan oleh Allah akan dua potensi, yaitu akal dan hati. Kedua
potensi ini harus selalu terus dilatih dan dikembangkan. Adapun cara untuk melatih
akal pikirannya adalah dengan mencari ilmu, yaitu salah satunya melalui hadir ke
majelis-majelis ilmu. Sedangkan untuk mengasah ketajaman mata hatinya maka

97
Kitab Hikayah Shahabah

277
manusia haruslah mengasahnya dengan zikir. Dalam satu hadits disebutkan , dari
Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw bersabda “ Tidaklah berkumpul suatu
kaum dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah,
saling mengajarkan sesama mereka, kecuali diturunkan kepada mereka sakinah,
rahmat menyirami mereka, para malaikat akan mengerumuni mereka, dan Allah
akan menyebut-nyebut mereka di kalangan malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR.
Muslim, Abu Dawud). Pada zaman Nabi Muhammad saw yaitu pada saat Islam
sudah menjadi kekuatan nyata dalam masyarakat, Nabi Muhammad saw duduk di
Masjid Nabawi untuk memberikan pengajian kepada para sahabat yang dalam
sejarah terkenal dengan Ashabu Shufa, yang telah mengkhususkan dirinya untuk
mendekati Nabi guna mendapatkan pelajaran yang lebih banyak lagi. Tradisi
semacam ini diteruskan oleh para sahabat, tabi‟in, tabi‟ tabiin dan seterusnya
sampai sekarang. Di abad kejayaan Islam majelis-majelis ilmu selain sebagai
tempat menuntut ilmu juga menjadi tempat para ulama dan pemikir ( mujtahid)
dalam berbagai ilmu. Adapun salah satu hikmah apabila kita dapat menghadiri
majelis ilmu dan dzikir adalah tumbuhnya sikap positif thinking. Dengan sikap
positif thinking ini akan menuntun kita pada anugerah Allah SWT, kebaikan akan
selalu menyertai diri, keluarga dan lingkungan kita.

Adapun tentang keutamaan majelis zikir dan ilmu, Lukmanul hakim berkata
kepada puteranya :” Wahai anakku, ketika kamu melihat jamaah tengah berdzikir (
mengingat Allah atau membicarakan ilmu) maka duduklah bersama mereka. Jika
engkau pandai, maka bermanfaatlah ilmumu, dan jika engkau bodoh, maka kau
dapat menimba ilmu dari mereka. Sedangkan mereka mempunyai kemungkinan
untuk mendapatkan rahmat Allah, sehingga engkau akan memperoleh bagian pula,
dan jika kamu melihat kelompok yang tidak berdzikir, maka hati-hatilah, jangan
mendekati mereka. Jika engkau pandai tiada manfaat ilmu yang ada padamu,
sedangkan jika engkau bodoh, maka itu akan menambah kesesatanmu. Ada
kemungkinan mereka akan menerima marah Allah, sehingga engkau akan ikut
tertimpa marah-Nya.”

278
2. Melatih diri dengan :
 Membersihkan niat di awal, di tengah, dan di akhir amalan kita.
 Tidak terpengaruh oleh pujian dan celaan dalam beramal.

Suatu hal yang penting sebelum memulai suatu amal yaitu dengan cara niat,
karena niat itulah yang menjadi sandaran kita dalam menentukan tujuan. Memang
bukan suatu hal mudah untuk menegakkan niat dalam amalan ikhlas , karena
manusia adalah makhluk yang lemah. Hawa nafsu dan godaan syetan selalu
mengintai kita. Ada seorang ulama berkata „ sesuatu yang paling sulit bagiku untuk
aku luruskan adalah niatku karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Ada amal
besar yang di sisi Allah bernilai kecil, karena lantaran niat, namun ada amalan kecil,
di sisi Allah bernilai besar, itupun karena sebab niat. Oleh sebab itu sangatlah
penting bagi kita untuk memeriksa niat kita kapanpun waktunya, sehingga dari
lurusnya dan bersihnya niat kita akan mendapatkan ganjaran dari apa yang kita
lakukan.

98
3. Berdoa kepada Allah agar ditanamkan sifat ikhlas kedalam hati kita.

Dalam rangka menuju mendapatkan tashihun niat ini kita harus mengetahui hal-
hal yang kiranya dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan amal dan aktifitas
yang kita yakini, yaitu dengan cara banyak berdoa. Berdoa mempunyai peranan
sangat penting bagi manusia dan doa merupakan permohonan sekaligus pengakuan
seorang manusia bahwa hanya kepada Allah tempat meminta segala sesuatu. Berdoa
yang secara etimologis memiliki arti “ meminta kepada Allah”, memiliki tujuan-
tujuan yang bukan hanya bersifat ukhrawi ( akhirat), namun juga bersifat duniawi,
karena doa merupakan kepentingan untuk manusia itu sendiri bukan kepentingan
untuk Allah. Doa merupakan kekuatan atau senjata bagi seorang Muslim. Hal ini
sebagaimana diriwayatkan oleh hakim, dari Ali bin Abi Thalib ra, Rasulullah saw
bersabda ;” sesungguhnya doa itu adalah senjata bagi orang yang beriman, tiang

98
Muzakarah Masturat

279
agama, dan sinar langit dan bumi. Allah berfirman dalam surat al Mu‟minun ayat
60

ٙٓٙٓ َُْٛ‫ ُۡ ٰ َس ِعع‬ِٙ ّ‫ َس ِث‬ٰٝ ٌَِ‫ ُۡ ا‬ُٙ ََّٔ‫ ِعٍَخٌ أ‬َٚ ُۡ ُٙ ُ‫ث‬ٍُُٛ‫ل‬َّٚ ْ‫ا‬َٛ ‫َْ َِب ٓ َءار‬ُٛ‫ ُۡئر‬٠ َٓ٠ِ‫ٱٌَّز‬َٚ

Artinya : “Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan atau sedekah
dengan hati penuh rasa takut karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka akan
Kembali kepada Tuhan-Nya.”99

” dalam hal ini diisyaratkan kepada manusia untuk selalu menyandarkan segala
perkaranya hanya kepada Allah, walau manusia diberikan akal dan pikiran untuk
berpikir dan berusaha, namun semuanya itu bukan karena kemampuan manusia itu
sendiri melainkan ada kuasa Allah dibalik itu. Dalam satu hadits yang diriwayatkan
oleh Tirmidzi, Rasulullah saw bersabda “ Laisa syaiun akroma „alallahi ta‟ala min
ad-dua‟, yang artinya „tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah kecuali doa‟.
Syeikh Tantawi, seorang ulama besar Al-Azhar Mesir, merangkum manfaat doa itu
dalam tiga poin, yang pertama, yaitu fungsi doa adalah untuk menunjukkan
keagungan Allah swt kepada hamba-hambaNya yang lemah, dengan doa seorang
hamba menyadari bahwa hanya Allah yang memberinya nikmat, menerima taubat,
dan yang memperkenankan doa-doanya. Kedua, adalah bahwa doa mengajari kita
agar merasa malu kepada Allah, sebab manakala manusia tahu bahwa Allah akan
mengabulkan doa-doanya, maka tentu manusia itu malu untuk mengingkari nikmat
yang Allah telah berikan kepadanya. Ketiga, yaitu mengalihkan hiruk pikuk
kehidupan dunia kepada keharibaan tafakur dan kesucian bermunajat kepada Allah
swt, serta memutuskan syahwat keduniawiaan menuju ketenangan hati dan
tentramnya jiwa . Oleh karena itu jika lebih sering kita berdoa, maka Allah akan
menyukai kita, namun sebaliknya jika kita tidak sering berdoa, dan seolah-olah kita
meyakini kemapuan diri kita sendiri atas suatu amal, maka kita termasuk pada
katagori orang-orang yang sombong. Sedangkan Allah tidak suka kepada hamba-

99
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Depag RI

280
Nya yang sombong . Demikian pula halnya pada saat kita ingin amal kita dapat
ikhlas, niat kita selalu dalam kerihaan Allah, maka hal yang dapat yang kita lakukan
adalah selalu bermohon kepada Allah agar diberi kekuatan untuk meluruskan niat
dengan ikhlas ,yang kita selipkan dalam doa-doa kita.

RANGKUMAN :

Allah swt memerintahkan kepada kita, ummat Islam agar senantiasa beramal
dengan meluruskan niat beribadah hanya semata-mata karena Allah SWT dan
jangan menjadikan dunia ini sebagai tujuan daripada amalan. Masing-masing amal
memiliki tempat sendiri-sendiri, dan seseorang yang melaksanakan amal tidak
diperbolehkan meletakkan amalnya selain pada tempatnya. Niat sangat penting
dalam mencapai tujuan hidup kita, demikian pula usaha, sangat penting untuk
dilakukan dalam suatu pekerjaan yang sudah seharusnya disertai dengan niat, dan
yang lebih penting adalah memanjatkan doa, karena dengan doa segala sesuatu apa
yang diniatkan dan diusahakan akan mendapat keberhasilan, yaitu dengan cara
Allah mengabulkan atas doa-doa yang Ia kehendaki.

281
TEST FORMATIF 2

Petunjuk : Pilihlah jawaban yang tepat di bawah ini!

1. Dari contoh kisah diatas orang yang tidak ikhlas dalam niatnya adalah‟
a. Abdullah bin Zubair
b. Amr bin al Ash
c. Quzman
d. Ushairim
2. Cara untuk mendapatkan Tashihun Niat adalah ;
a. Melatih diri dengan membersihkan niat
b. Berdoa kepada Allah
c. Duduk dalam majelis
d. Semua Benar
3. Cara menjaga keikhlasan, yaitu;
a. Meyakini setiap amal akan dilihat dan didengar Allah
b. Memahami makna, hakikat niat dan meluruskan niat
c. Membersihkan hati dari sifat tercela
d. Semua benar
4. Orang yang tidak suka berdoa termasuk dalam katagori orang yang :
a. Lalai
b. Sombong
c. Riya
d. Taat
5. Yang termasuk pada rukun amal, adalah , kecuali :
a. Dikerjakan dengan benar
b. Sesuai dengan keinginan
c. Sesuai syariat
d. Dikerjakan dengan ikhlas

282

Anda mungkin juga menyukai