Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

DRESS
(Drug Reaction with Eosinophilia and
Systemic Symptoms)

DISUSUN OLEH:
dr. Hasian Ayusari Silalahi

DOKTER PENANGGUNG JAWAB PASIEN:


dr. Silvia Wilvestra, SpDV

PENDAMPING:
dr. Nanik Setyaningsih

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR
MARET 2022
LAPORAN KASUS
DRESS (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Program Internsip Dokter Indonesia


Rumah Sakit Umum Daerah Cileungsi Kabupaten Bogor

Disusun oleh:

dr. Hasian Ayusari Silalahi

telah diperiksa, disetujui dan disahkan oleh:


dr. Silvia Wilvestra,SpDV

Pendamping Internship:
dr. Nanik Setyaningsih

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... 2


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
BAB II ILUSTRASI KASUS ............................................................................ 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..15
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 34
BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………….38
BAB VI DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..39

3
BAB I
PENDAHULUAN

Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS) adalah reaksi obat merugikan
yang jarang terjadi namun termasuk reaksi berat, ditandai dengan demam, erupsi kulit, dan
keterlibatan satu atau lebih organ internal. Meskipun ini pertama kali diperkenalkan oleh Bocquet
dkk pada tahun 1996, istilah DRESS masih tidak konsisten karena manifestasi klinis yang
beragam dan kadar eosinofil yang tidak tentu membuatdiagnosis kelainan ini sangat menantang.

Insidensi Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah 1 hingga 1,4 per 1 juta penduduk, sedangkan
sindrom Stevens-Johnson (SSJ) 2.9 hingga 6.1 per 1 juta penduduk. Namun, sindrom DRESS
memiliki angka kematian yang tinggi, yaitu berkisar 3-10%. Kasus kematian terutama disebabkan
oleh banyak orang kegagalan organ dan sepsis. Berbagai obat telah dijelaskan menjadi penyebab
DRESS. Ini terjadi pada sekitar 1 dalam 3000 paparan agen seperti antikonvulsan aromatik,
lamotrigin, antimikroba sulfonamide, dapson, nitrofurantoin, nevirapine, minocycline,
metronidazole, dan allopurinol. Fenitoin dan allopurinol adalah dua yang paling banyak
dilaporkan sebagai obat penyebab kelainan.

4
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. B
Usia : 67 tahun
Tanggal Lahir : 1 Maret 1955
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Cileungsi, Bogor
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidian : SMA
Agama : Islam

NRM : 165262
Tanggal Masuk IGD : 19 Maret 2022
Ruang Perawatan : Tulip
Tanggal Perawatan : 19 – 21 Januari 2022
Pembiayaan : BPJS Kesehatan Kelas 3

5
2.2 Primary Survey

Airway Jalan napas bebas, tidak ada stridor


Breathing Napas simetris, RR 24 x/menit, teratur, dalam, tidak ada suara napas
tambahan, wheezing dan ronki
Circulation Hemodinamik stabil. Nadi 112x/menit, reguler, kuat, isi cukup. Akral
hangat, CRT <2 detik. TD 182/102 mmHg. SpO2 98% room air
Disability Koma. GCS E1V1M3
Exposure Tidak ada jejas, tidak ada trauma

2.3 Anamnesis
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 19 Maret 2022

2.3.1 Keluhan Utama


Gatal dan merah diseluruh tubuh

2.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan gatal disertai merah di seluruh tubuh sejak 6 hari lalu.
Awalnya muncul daerah punggung, lalu mulai menyebar ke area depan tubuh dan
menyebar ke ekstremitas atas dan bawah. Gatal(+). Pasien juga mengeluh ada batuk
berdahak sejak 6 hari lalu, nyeri menelan sejak 6 hari memberat sejak 4 hari. Pilek(-),
mual(-), muntah(-), BAB cair(-), BAK tidak ada keluhan

6
2.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT terkontrol dengan Amlodipin 5 mg.

2.3.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM, penyakit jantung, ginjal, alergi dan autoimun di keluarga disangkal.

2.3.5 Riwayat Sosial Ekonomi


Kebiasaan minum alkohol, penggunaan narkoba suntik disangkal. Pasien sudah
menikah,. Pasien merupakan karyawan dengan kegiatan sehari-hari bekerja. Pasien
merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Adiknya tidak mengalami keluhan yang
sama.

7
2.4 Pemeriksaan Fisik

2.4.1 Tanda Vital


Keadaan umum : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5; GCS 15)
Tekanan darah : 138/49 mmHg
Laju nadi : 90 x/menit, reguler, kuat, isi cukup
Laju pernapasan : 21 x/menit, reguler, kedalaman cukup, abdominotorakal

Suhu : 37 oC per axilla


SpO2 : 98% room air

2.4.2 Status Generalis

• Mata: Edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik


• Leher: Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid, JVP 5-2 cmH2O
• Paru:

o Inspeksi: Bentuk dada normal, pernapasan simestris, reguler, kedalaman cukup, abdominotorakal

o Palpasi: ekspansi simetris, fremitus sama kanan dan kiri, tidak ada krepitasi

o Perkusi: sonor seluruh lapang paru, batas paru-lambung di garis aksilaris anterior kiri ICS 6, batas paru hepar di garis midklavikula kanan ICS 5

o Auskultasi: Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, ronki dan wheezing negatif
• Jantung:

o Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat,

o Palpasi: Iktus kordis teraba di garis midklavikula kiri ICS 5, tidak ada heaving, tapping, maupun thrilling.

o Perkusi: Batas jantung kiri di 1 jari lateral garis midklavikula kiri ICS 5, batas jantung kanan di garis parasternal kanan ICS 3,
batas pinggang jantung di garis midklavikula kiri ICS 2.

o Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur dan gallop

• Abdomen:
o Inspeksi: Tampak supel, tidak membuncit.
o Auskultasi: Bising usus 4-6x/menit
o Palpasi: tidak tegang, tidak teraba pembesaran hepar dan limpa, tidak ada nyeri tekan
o Perkusi: undulasi (-), shifting dullness (-)
• Ekstremitas: Pitting edema (-/-), akral hangat, capillary refill time < 2 detik

• Status Dermatologi :
Tampak makula dengan dasar eritema serta ada lesi target pada seluruh tubuh, tersebar diskret. Gatal(+), nyeri(+), hangat(+)
2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Pemeriksaan Darah

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah tanggal 27 Januari 2022Keterangan Hasil


Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin 13,7 g/dL
Hematokrit 40%
MCV 89 fl
MCH 32 pg (H)
MCHC 35 g/dL
Trombosit (N: 150–400 x 103) 272.000 /uL
Leukosit (N: 4000–12.000) 17900 /uL (H)
LED 52 mm/jam (H)

Hitung Jenis
Basofil 0%
Eosinofil 4 % (H)
Neutrofil 88 % (H)
Limfosit 5 % (L)
Monosit 17 % (H)
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 93 mg/dL
Ureum 47 mg/dL
Kreatinin 1,3 mg/dL
SGOT 109 U/L (H)
SGPT 314 U/L (H)
Natrium 132 mmol/L (L)
Kalium 2,9 mmol/L (L)
Klorida 90 mmol/L (L)

2.5.2 Pemeriksaan Radiologi


• Foto toraks tanggal 19 Maret 2022:

Kesan : normal, tidak ada corakan bronkovaskular

2.5.3 Skrining COVID-19

• Swab Antigen SARS CoV-2 tanggal 19 Maret 2022:


Negatif

2.6 Diagnosis

• DRESS (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms)

2.7 Tatalaksana
• IVFD 1 kolf/10 jam
• Metylprednisolon 1x ½ ampul
• Cetirizine 2x10 mg
• Ranitidine inj 2x1 ampul
• Hidrokortison 2,5 2x sehari pada bercak merah
2.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam


Follow-Up

19 Maret 2022 20 Maret2022 21 Maret 2022

Subjective Masih merasa gatal Gatal dan merah sudah direncanakan untuk
namun kemerahan jauh berkurang pulang dan control poli
berkurang

Objective KU sedang GCS KU sedang GCS KU ringan GCS


E4M6V5 E4M6V5 E4M6V5
TD 144/98 mmHg TD 109/70 mmHg TD 100/70 mmHg
Nadi 80 x/menit Nadi 106 x/menit Nadi 87x/menit
Suhu 37.2oC Suhu 36.7oC Suhu 36.2 C
RR 19 x/menit RR 19 x/menit RR 20 x/menit
SpO2 98% room air SpO2 99% room air SpO2 98% room air

Mata: Edema palpebra Mata: CA-/-,ikterik-/- Mata: CA-/-,ikterik-/-


(-/-), konjungtiva tidak sklera tidak ikterik Ekstremitas: edema
anemis, sklera tidak Jantung: Bunyi jantung (-)/(-), CRT<2 detik,
ikterik I dan II reguler, akral hangat
Jantung: Bunyi jantung murmur (-),gallop (-)
I dan II reguler, Paru: vesikuler di Paru: vesikuler di
murmur (-),gallop (-) seluruh lapang paru, seluruh lapang paru,
Paru: vesikuler di rhonki (-)/(-), rhonki (-)/(-),
seluruh lapang paru, wheezing (-)/(-) wheezing (-)/(-)
rhonki (-)/(-), Abdomen: BU (+), Abdomen: BU (+),
wheezing (-)/(-) tegang, undulasi (-). tegang, undulasi (-).
Abdomen: BU (+), Ekstremitas: edema Ekstremitas: edema
tegang, undulasi (-). (-)/(-), CRT<2 detik, (-)/(-), CRT<2 detik,
Ekstremitas: edema akral hangat akral hangat
(-)/(+), CRT<2 detik,
akral hangat Hasil Lab 20/3/2022
SGOT 98
Hasil Lab 19/3/2022 : SGPT 198
SGOT : 107
SGPT 267
Assessment DRESS perbaikan DRESS DRESS
perbaikan perbaikan

Planning
• IVFD 1 kolf/10 • IVFD 1 kolf/10 • IVFD 1 kolf/10
jam jam jam
• MP 1x1/2 amp • MP 1x1/2 amp • MP 1x1/2 amp
• Ranitidine inj 2x1 • Ranitidine inj 2x1 • Ranitidine inj 2x1
amp amp amp
• Cetirizine 2x10 • Cetirizine 2x10 • Cetirizine 2x10
mg mg mg
• Hidrokortison • Hidrokortison • Hidrokortison
2.5% 2x sehari 2.5% 2x sehari 2.5% 2x sehari
pada bercak merah pada bercak merah pada bercak merah
• Ceftriaxone 1x2 gr • Ceftriaxone 1x2 gr
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi DRESS

Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptom (DRESS) yang sering juga dikenal
sebagai Drug Hypersensitivity Syndrome atau Hypersensitivity

Syndrome Reaction (HSR) merupakan reaksi idiosinkratik yang terjadi pada pemberian obat
dalam dosis terapi, yang ditandai adanya erupsi eritematous, demam, kelainan hematologi
terutama adanya eosinofilia dan adanya keterlibatan organ dalam seperti: limfadenopati, hepatitis,
1,2
pneumonitis, miokarditis, nefritis.

Angka Insiden sindrom DRESS bervarasi, 1 diantara 1000 sampai 1 diantara 10.000 yang
terpapar obat. Lebih sering mengenai dewasa dan kebanyakan kasus sporadik tanpa perbedaan
jenis kelamin. Dalam praktik klinis, sindroma DRESS sering diabaikan karena manifestasi
3
klinisnya beraneka ragam dan tampak seperti biasa saja.

3.2 Etiologi DRESS

Sindroma DRESS sering disebabkan oleh obat seperti trimetropim, metronidazol, allopurinol,
dapson dan abacavir, juga dapat terjadi akibat reaksi silang obat, seperti obat anti konvulsan
(carbamazepin, fenitoin, fenobarbital) dan obat anti inflamasi non steroid ( seperti piroksikam).
Pasien yang mengalami hipersensitivitas terhadap obat-obat tersebut, memiliki kemungkinan
akan bereaksi terhadap obat lainnya sebesar 75%. Penyebab lainnya adalah keterlibatan koinfeksi
4
virus yaitu reaktivasi dari Human Herpes Virus-6 (HHV-6).

3.3 Manifestasi DRESS

Pada sindroma DRESS dikenal trias klasik berupa demam, erupsi kulit, dan keterlibatan
organ dalam. Demam dan malaise biasanya merupakan tanda yang pertama kali muncul.
Demam dapat terjadi 2-3 hari sebelum atau bersamaan dengan erupsi kulit. Demam
berkisar antara 38 - 39 0C. Erupsi kulit muncul antara 1 sampai 8 minggu setelah terapapar
dengan obat penyebab atau 2 bulan pertama dimana ruam kulit melibatkan setengah dari
18
permukaan tubuh bahkan bias berkembang menjadi eritroderma. Erupsi kulit bervariasi,
dapat menyerupai makulopapular pada hampir 95 % kasus, vesikobulosa, papulopustular,
eritroderma atau dermatitis eksfoliatif dan biasanya selalu disertai gejala gatal.
Keterlibatan mukosa jarang ditemukan, tetapi seandainya ada biasanya hanya berupa
6
stomatitis atau faringitis yang ringan.

Kelainan sistemik atau keterlibatan organ dalam pada sindrom DRESS dapat
asimptomatik atau dapat timbul setelah 1 sampai 2 minggu. Kelainan sistemik yang sering
ditemukan adalah gangguan pada hati, berupa hepatitis (terjadi sekitar 75 – 94%), nekrosis
7
hati dan gagal hati.

3.4 Patogenesis dan Patofisiologi DRESS

19
3.5 Kriteria Diagnosis DRESS

Dalam menegakkan diagnosis sindroma DRESS terdapat tiga macam kriteria diagnosis yang
dipakai untuk mendiagnosis sindrom DRESS yaitu kriteria Bocquet, RegiSCAR (The European
Registry of Severe Cutaneous Adverse Reaction study group) dan J-SCAR (Japanese Research
Committee on Severe Cutaneous Adverse Reaction group).8

20
3.6 Prognosis Pasien

Prognosis pada pasien pada kasus ini dapat dijelaskan berdasarkan:

• Ad vitam: dubia ad malam


Pada pasien ini, sudah ada kerusakan yang mulai bersifat permanen untuk semua fungsi secara
keseluruhan bisa dinilai dari tingkat kesadaran pasien yang semakin hari semakin memburuk,
sehingga prognosis ad vitam pada pasien ini dapat dianggap bonam

• Ad fungsionam: dubia ad malam

Pada pasien ini, faktor prognostik buruk dari aspek fungsionam adalah besarnya perdarahan
dan tingkat kesadaran, , sehingga dari segi gangguan fungsi pasien, prognosis ad fungsionam
pasien dubia ad bonam.

• Ad sanationam: dubia ad malam

Pada pasien dengan stroke hemoragik, tingkat mortalitas masih sangat tinggi walaupun sudah
dilakukannya Tindakan pembedahan. Pada kasus ini bisa dilihat pada hasil follow up observasi
harian pasien. Oleh sebab itu ada sanationam prognosis pasien sudah kea rah malam.

21
BAB V
KESIMPULAN

• Pasien Laki-Laki usia 67 tahun, datang dengan keluhan gatal disertai merah di seluruh
tubuh sejak 6 hari lalu. Awalnya muncul daerah punggung, lalu mulai menyebar ke area
depan tubuh dan menyebar ke ekstremitas atas dan bawah. Gatal(+). Pasien juga mengeluh
ada batuk berdahak sejak 6 hari lalu, nyeri menelan sejak 6 hari memberat sejak 4 hari.
Pilek(-), mual(-), muntah(-), BAB cair(-), BAK tidak ada keluhan. DIberikan tatalaksana
IVFD 1 kolf/10 jam, Metylprednisolon 1x ½ ampul, Cetirizine 2x10 mg, Ranitidine inj
2x1 ampul, Hidrokortison 2,5 2x sehari pada bercak merah

22
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 9. Pharmacologic approaches to glycemic treatment:


standards of medical care in diabetes-2019. Diabetes care. 2019 Jan;42(Suppl 1):S90-102.
2. Draznin B, Aroda VR, Bakris G, Benson G, Brown FM, Freeman R, Green J, Huang E, Isaacs
D, Kahan S, Leon J. 9. Pharmacologic Approaches to Glycemic Treatment: Standards of Medical
Care in Diabetes-2022. Diabetes care. 2022 Jan 1;45(Supplement_1):S125-43.
3. Eliana F, SpPD KE, Yarsi BP. Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus Perkeni 2021. PB
Perkeni Jakarta. 2021.
4. American Diabetes Association. 11. Microvascular complications and foot care: standards of
medical care in diabetes-2020. Diabetes care. 2020 Jan;43(Suppl 1):S135-51.
5. Caruso P, Longo M, Signoriello S, Gicchino M, Maiorino MI, Bellastella G, Chiodini P,
Giugliano D, Esposito K. Diabetic foot problems during the COVID-19 pandemic in a tertiary
care center: the emergency among the emergencies. Diabetes care. 2020 Oct 1;43(10):e123-4.
6. Peters EJ, Lipsky BA. Diagnosis and management of infection in the diabetic foot. The Foot
in Diabetes. 2020 Apr 24:265-86.

23

Anda mungkin juga menyukai