Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

DISPEPSIA

Dosen Pembimbing:
dr. H. A. Sanoesi Tambunan, Sp.PD-KR

Oleh:
Annisa Ichlasia Haryati
2017730011

KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA


RUMAH SAKIT ISLAM CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Dispepsia”.
Laporan kasus ini penulis ajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik stase Penyakit Dalam di Program Studi
Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Jakarta.

Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan laporan selanjutnya.
Atas selesainya laporan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada dr. H. A. Sanoesi Tambunan, Sp.PD-KR yang
telah memberikan persetujuan dan pembimbingan. Semoga laporan ini dapat
menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, 29 Juli 2021

Annisa Ichlasia Haryati


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
KASUS..............................................................................................................................1
A. Identitas Pasien....................................................................................................1
B. Anamnesis............................................................................................................1
C. Pemeriksaan Fisik...............................................................................................1
D. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................1
E. Resume.................................................................................................................1
F. Daftar Masalah....................................................................................................1
G. Assesment.............................................................................................................1
H. Follow Up.............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................1
A. Definisi..................................................................................................................2
B. Epidemiologi........................................................................................................2
C. Etiologi.................................................................................................................2
D. Patofisiologi..........................................................................................................2
E. Diagnosis..............................................................................................................2
F. Tatalaksana..........................................................................................................2
G. Komplikasi...........................................................................................................2
H. Prognosis..............................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................3
BAB I
KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Tanggal lahir : 20 Juli 1975
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cempaka Baru
Tanggal Masuk RS : 08 Juli 2021
No RM : 0100xxxx

B. Anamnesis
 Keluhan Utama
Mual dan muntah sejak 3 hari SMRS
 Keluhan Tambahan
Nafsu makan menurun, ulu hati terasa nyeri, perut terasa kembung,
lemas. Demam, batuk, sesak, hilang penciuman disangka. BAB dan
BAK normal
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mual yang disertai muntah sejak 3
hari SMRS. Muntah setiap habis makan. Frekuensi muntah 3-4x dalam
sehari. Muntah tidak disertai dengan darah. Muntah bercampur dengan
makanan yang volumenya ± 1 gelas. Nafsu makan pasien menurun.
Pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati, perut terasa kembung, dan
lemas. Demam, sesak ataupun nyeri dada disangkal. BAB dan BAK
pasien normal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengeluh nyeri pada ulu hati seperti ini tetapi hilang
timbul dalam ± 6 bulan terakhir. Riwayat diabetes melitus, hipertensi,
dan penyakit jantung disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung pada
keluarga disangkal.
 Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan, obat-
obatan ataupun cuaca.
 Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien pernah mengkonsumsi promag dan merasa
nyeri ulu hatinya membaik.
 Riwayat Psikososial
Pasien mengatakan pola makannya tidak teratur. Setiap pagi pasien
suka mengkonsumsi kopi dan teh. Pasien tidak merokok ataupun
minum alkohol. Pasien mengaku perokok pasif. Suami pasien
merokok ± sudah 15 tahun.

C. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis
 Tanda – tanda vital
 Tekanan darah : 128/75 mmHg
 Nadi : 88 kali/menit, regular, teraba kuat
 Pernapasan : 18 kali/menit
 Suhu : 36.1oC
 SpO2 : 98%
 Status Antropometri
 Berat badan : 52 kg
 Tinggi badan : 156 cm
 Indeks Massa Tubuh : 21.28 kg/m2
 Status gizi : Ideal (Normoweight)
 Pemeriksaan Generalisata
- Kepala : Normocephal (+)
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+)
- Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-/-)
- Telinga : Normotia, sekret (-/-)
- Mulut : Mukosa bibir kering dan pucat, sianosis (-), lidah
kotor (-)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-), peningkatan JVP (-)
- Paru
o Inspeksi : Normochest (+), pergerakan dinding dada kanan
dan kiri simetris (+), retraksi dinding dada (-/-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-/-), massa (-/-), krepitasi (-/-), vokal
fremitus (+/+)
o Perkusi : Sonor (+/+)
o Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis terlihat (-)
 Palpasi : Ictus cordis teraba (-)
 Perkusi : Batas atas ICS III linea parasternalis dextra
Batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri ICS IV linea midclavicular sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I = II regular (+), murmur (-),
gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Tampak datar, distensi (-), jaringan parut (-)
 Auskultasi : Bising usus normal (+)
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri tekan 4 kuadran abdomen (-)
 Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen (+)
 Ekstremitas
 Akral hangat : Superior (+/+), Inferior (+/+)
 CRT < 2 detik : Superior (+/+), Inferior (+/+)
 Edema : Superior (-/-), Inferior (-/-)
 Sianosis : Superior (-/-), Inferior (-/-)
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tanggal 08/07/2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi lengkap

Hemoglobin 12.7 g/dL 11.7 – 15.5

Jumlah leukosit 5.89 103/µL 3.60 – 11.00

Hitung jenis

Basofil 0 % 0-1

Eosinofil 0 % 2-4

Neutrofil Batang 3 % 3-5


Neutrofil Segmen 63 % 50 - 70
Limfosit 26 % 25 - 40
Monosit 8 % 2-8
Neutrofil Limfosit Ratio (NLR) 2.54 ≤3.13
Laju Endap Darah 96 mm 0-20
Hematokrit 35 % 35-47

Jumlah trombosit 195 103/µL 150-440

Eritrosit 4.24 106/µL 3.80-5.20


Jumlah Retikulosit
Absolut 47 25-75
Persen 1.11 % 0.50-2.00
MCV/VER 84 fL 80-100
MCH/HER 30 pg 26-34
MCHC/KHER 36 g/dL 32-36
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 156 mg/dL 70-200
Faal Hati
SGOT (AST) 24 U/L 10-31
SGPT (ALT) 35 U/L 9-36
Immunoserologi
CRP Kuantitatif 20.2 mg/L <6
Rapid Test Antigen SARS CoV 2 Negatif Negatif
Elektrolit
Natrium darah 129 mEq/L 135-147
Kalium darah 3.5 mEq/L 3.5-5.0
Klorida darah 85 mEq/L 94-111
Foto thorax (08/07/2021)

Kesan: - Cor tidak membesar


- Bronkitis kronis dan post TB paru
E. Resume
Pasien perempuan berusia 45 tahun datang dengan keluhan nausea
disertai vomitus sejak 3 hari SMRS. Vomitus tiap setelah makan dengan
frekuensi 3-4x/hari. Anoreksia (+), abdominal discomfort (+), abdominal
bloating (+), malaise (+), riwayat konsumsi obat (+), konsumsi teh dan
kopi (+) pola makan tidak teratur (+) suami perokok aktif (+).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan: TD: 128/75, Nadi: 88x/menit,


RR: 18x/menit, Temperatur: 36.1ºC, SpO2: 98%, Mukosa bibir kering (+),
NTE (+).

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan: Hitung jenis eosinofil


0%; Laju endap darah meningkat 96mm, CRP kuantitatif meningkat 20.2,
hiponatremia 129 mEq/L, hipokloridanemia 85 mEq/L. Pemeriksaan foto
thorax: tidak tampak kardiomegali, corakan bronkovaskular kasar,
bronkitis kronis dan post tb paru.

F. Daftar Masalah
 Sindroma dispepsia
 Imbalance elektrolit

G. Assesment

1. Sindroma dispepsia
S Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah sejak 3 hari SMRS.
Selalu muntah sehabis makan. Nafsu makan pasien menurun, perut
terasa kembung, dan nyeri pada ulu hati
O TD: 128/75, Nadi: 88x/menit, RR: 18x/menit, Temperatur: 36.1ºC,
SpO2: 98%, NTE (+).
Rapid antigen SARS-COV: negatif
A Sindroma dispepsia
dd/GERD, IBS, Gastritis
P Planning diagnostik: Pemeriksaan endoskopi, urea breath test
Planning nonfarmakologi: Memberikan edukasi agar dapat
mengatur pola dan jenis makanan dan makan tepat waktu, bedrest,
dan monitoring ttv
Planning farmakologi:
- NaCl 3% 1070cc/12 jam
- Lansoprazole PO 2x30 mg
- Ondasetron IV 2x1 amp
- Ranitidin IV 2x1 amp
- Sucralfat syrup PO 4x10cc
2. Imbalance elektrolit
S Pasien muntah tiap setelah makan. Frekuensi muntah 3-4x sehari
dengan volume 1 gelas. Pasien tidak nafsu makan, dan merasa
lemas.
O TD: 128/75, Nadi: 88x/menit, RR: 18x/menit, Temperatur: 36.1ºC,
SpO2: 98%, mukosa bibir kering (+)
Natrium: 129 mEq/L
Klorida: 85 mEq/L
A Imbalance elektrolit
P Planning diagnostik: Pemeriksaan laboratorium hematologi (kadar
elektrolit post koreksi)
Planning nonfarmakologi: Memantau asupan gizi dan nutrisi,
bedrest.
Planning farmakologi:
- NaCl 3% 1070cc/12 jam

H. Follow Up
Tanggal 9/7/2021
S Mual (+), Lemas (+), Tidak nafsu makan (+), Nyeri ulu hati (+),
O TD: 130/90, Nadi: 78x/menit, Temperatur: 36.2ºC, SpO2: 98%,
Mukosa bibir kering (+), NTE (+).
Natrium: 129 mEq/L
Klorida: 85 mEq/L
A Sindroma dispepsia dengan imbalance elektrolit
dd/ GERD, IBS, Gastritis
P Planning diagnostik: pemeriksaan endoskopi (tidak dilakukan), urea
breath test (tidak dilakukan). Pemeriksaaan kadar elektrolit (post
koreksi)
Planning nonfarmakologi: Istirahat, dan memberikan edukasi agar
dapat mengatur pola dan jenis makanan dan makan tepat waktu.
Melakukan monitoring gizi dan nutri pasien.
Planning farmakologi:
- Asering 1070cc/12 jam
- Lansoprazole 2x30 mg
- Ondasetron 2x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp
- Sucralfat syrup 4x10cc
Tanggal 10/07/2021
S Mual (-), setelah makan sudah tidak muntah, nafsu makan
membaik.
O TD: 132/85, Nadi: 86x/menit, Temperatur: 35.7ºC, SpO2: 98%
Natrium: 134 mEq/L (normal)
Klorida: 98 mEq/L (normal)
A Sindroma dispepsia dengan perbaikan
Imbalance elektrolit dengan perbaikan
P Planning nonfarmakologi: Memberikan edukasi agar dapat
mengatur pola dan jenis makanan dan makan tepat waktu.
Planning farmakologi:
- Asering 1070cc/12 jam
- Lansoprazole 2x30 mg
- Diperbolehkan untuk pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kata ‘dispepsia’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) dan
‘pepse’ (digestion) yang berarti gangguan percernaan. Definisi dispepsia
adalah kumpulan gejala saluran pencernaan atas meliputi rasa nyeri atau
tidak nyaman di area gastro-duodenum (epigastrium/uluhati), rasa
terbakar, penuh, cepat kenyang, mual atau muntah.1

Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua, yaitu organik (struktural)


dan fungsional (nonorganik). Pada dispepsia organik terdapat penyebab
yang mendasari, seperti penyakit ulkus peptikum (Peptic Ulcer
Disease/PUD), GERD (GastroEsophageal Reflux Disease), kanker,
penggunaan alkohol atau obat kronis. Non-organik (fungsional) ditandai
dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas yang kronis atau
berulang, tanpa abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan endoskopi.1

B. Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 15-40% populasi di dunia memiliki keluhan
dispepsia kronis atau berulang; sepertiganya merupakan dispepsia organik
(struktural).1 Penyakit dispepsia ini termasuk salah satu penyakit yang
paling umum di temukan. WHO (2015) menemukan bahwa, ternyata kasus
dispepsia di dunia mencapai 13-40% dari total populasi dalam setiap
Negara. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika
Serikat dan Oseania, prevalensi dispepsia sangat bervariasi antara 5-43 %.2
Beberapa penelitian yang dilakukan dalam beberapa populasi hasilnya
menunjukkan perbandingan wanita lebih banyak menderita dispepsia
daripada laki-laki.3

C. Klasifikasi
Ada 2 klasifikasi pada dispepsia yaitu, dispepsia organik dan
dispepsia fungsional. Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan
oleh ulkus peptikum, GERD, kanker gastrik atau esofagus, gangguan
pankreas atau empedu, intoleransi makanan atau obat, infeksi, atau
penyakit sistemik.1
Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang paling sering terjadi dan
dibagi menjadi 3 subtipe yaitu berdasarkan kriteria Rome IV, yaitu:
a. Sindroma nyeri episgatrium (EPS)
Merupakan nyeri epigastrium atau rasa terbakar di epigastrium
yang terjadi tidak hanya sesaat setelah makan, namun dapat terjadi
selama berpuasa atau tidak adanya makanan yang masuk dan dapat
juga muncul setelah makan.4
b. Sindroma distress posprandial (PDS)
PDS ditandai dengan gejala dispepsia yang diinduksi oleh
makanan yang menunjukkan adanya gangguan motilitas.4
c. Overlapping dari EPS dan PDS.
EPS dan PDS yang tumpang tinding ditandai dengan gejala
dispepsia akibat makan dan juga terdapat rasa nyeri epigastrium atau
rasa terbakar di ulu hati.4

D. Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan dispepsia adalah sebagai berikut:

a. Faktor psiko-sosial
Adanya stres dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat salah satunya dispepsia. Hal
ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan dan adanya
penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual
setelah stimulus stres sentral. Selain itu, stres mengubah sekresi asam
lambung, motilitas, dan vaskularisasi saluran pencernaan. 5
b. Penggunaan obat-obatan golongan NSAID
Efek langsung terjadi lokal bisa disebabkan karena beberapa
OAINS bersifat asam lemah sehingga bila berada dalam lambung
yang lumennya bersifat asam akan berbentuk partikel yang tidak
terionisasi yang nantinya akan berdifusi ke dalam sel epitel mukosa
dan terperangkap disana. Proses ini akan menyebabkan kerusakan sel
sehingga dapat menurunkan pertahanan mukosa lambung.6
c. Pola makan yang tidak teratur
Frekuensi makan yang tidak teratur, jumlah makan yang tidak
sesuai, dan jeda makan yang terlalu lama dapat mencetuskan sindrom
dispepsia. Jika proses ini terlalu lama, maka produksi asam lambung
akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung dan
menimbulkan keluhan berupa mual. 3
d. Gaya hidup yang tidak sehat
Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol,
minum kopi dan terlalu sering makan makanan yang berlemak dapat
menyebabkan penurunan tekanan spingter esofagus bagian bawah
sehingga menyebabkan refluk gastroesofagus dan menganggu
pengosongan lambung.3

E. Etiologi dan Patofisiologi


Etiologi yang dapat menyebabkan dispepsia adalah sebagai berikut:1

Idiopatik/dispepsia fungsional (50-70%)


Ulkus peptikum (10%)
GERD (5-20%)
Kanker lambung (2%)
Gastritirs, duodenitis
Gastroparesis
Infeksi Helicobacter pylori
Pankreatitis kronis
Penyakit kandung empedu
Malabsorpsi karbohidrat
Obat NSAID
Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama
seperti gangguan motilitas gastrodudodenal, infeksi helicobacter pylori,
asam lambung, hipersensitivitas visceral dan faktor psikologis. Serta
faktor lain yang dapat berperan adalah genetik, gaya hidup, lingkungan,
diet dan riwayat infeksi saluran cerna.7

a. Gangguan motilitas gastroduodenal

Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan


kapasitas lambung dalam menerima makanan (impaired gastric
accommodation), inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan
pengosongan lambung. Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan
salah satu mekanisme utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional,
berkaitan dengan perasaan begah setelah makan, yang dapat berupa
distensi abdomen, kembung, dan rasa penuh.7

b. Hipersensivitas visceral

Hipersensitivitas viseral berperan penting dalam patofisiologi


dispepsia fungsional, terutama peningkatan sensitivitas saraf sensorik
perifer dan sentral terhadap rangsangan reseptor kimiawi dan reseptor
mekanik intraluminal lambung bagian proksimal. Hal ini dapat
menimbulkan atau memperberat gejala dispepsia.7

c. Faktor psikososial

Gangguan psikososial merupakan salah satu faktor pencetus yang


berperan dalam dispepsia fungsional. Derajat beratnya gangguan
psikososial sejalan dengan tingkat keparahan dispepsia. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa depresi dan ansietas berperan pada
terjadinya dispepsia fungsional.7

d. Asam lambung

Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia


fungsional. Hal ini didasari pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam
dari beberapa penelitian pasien dispepsia fungsional. Data penelitian
mengenai sekresi asam lambung masih kurang, dan laporan di Asia
masih kontroversial.7

e. Infeksi Helicobacter pylori

Mukosa gaster terlindungi dengan sangat baik dari infeksi bakteri,


namun Helicobacter pylori memiliki kemampuan adaptasi yang baik
terhadap lingkungan ekologi lambung. Setelah memasuki saluran cerna,
bakteri Helicobacter pylori harus menghindari aktivitas bacterisidal yang
terdapat pada lumen lambung, dan masuk ke dalam lapisan mukus.
Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan dalam langkah
awal infeksi. Urease menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan
ammonia, sehingga Helicobacter pylori mampu bertahan hidup dalam
lingkungan asam.7

F. Diagnosis
Berdasarkan kriteria Rome IV, kriteria dispepsia fungsional harus
mencakup satu atau lebih dari hal berikut:1
a. Rasa penuh pasca-makan yang mengganggu
b. Cepat kenyang
c. Nyeri epigastrium
d. Rasa terbakar di ulu hati
e. Tidak ada bukti penyakit struktural (dari endoskopi) yang
menjadi penyebab timbulnya gejala
Kriteria diatas terpenuhi 3 bulan terakhir dengan onset minimal 6
bulan sebelum diagnosis.

Kriteria dispepsia fungsional tipe nyeri epigastrium harus mencakup


semua hal berikut:1
Kriteria dispepsia fungsional tipe distress postprandial mencakup salah
satu dari:1

Alur diagnosis dispepsia


G. Tatalaksana
Tata laksana dispepsia dimulai dengan usaha untuk identifikasi
patofisiologi dan faktor penyebab. Terapi dispepsia dapat dimulai
berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum dilakukan pemeriksaan
penunjang/belum teridentifikasi) dan dilanjutkan sesuai hasil pemeriksaan
penunjang.8

a. Dispepsia belum diinvestigasi8


Strategi tata laksana optimal pada fase ini adalah memberikan terapi
empirik selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu
pemeriksaan adanya Hp. Obat yang dipergunakan dapat berupa:
- Antasida
- PPI (Proton Pump Inhibitor) yang terdiri dari omeprazole,
lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, esomeprazole
- H2 Receptor antagonis
- Prokinetik
- Sitoprotektor
b. Dispepsia yang telah diinvestigasi8
 Dispepsia Organik
Apabila ditemukan lesi mukosa (mucosal damage) sesuai hasil
endoskopi, terapi dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan.
Kelainan yang termasuk ke dalam kelompok dispepsia organik antara
lain gastritis, gastritis hemoragik, duodenitis, ulkus gaster, ulkus
duodenum, atau proses keganasan. Pada ulkus peptikum (ulkus gaster
dan/ atau ulkus duodenum), obat yang diberikan antara lain:
- Kombinasi PPI
Misal rabeprazole 2x20 mg/ lanzoprazole 2x30 mg dengan
mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg.
 Dispepsia Fungsional
Apabila setelah investigasi dilakukan tidak ditemukan kerusakan
mukosa, terapi dapat diberikan sesuai dengan gangguan fungsional
yang ada.
- Sindroma nyeri epigastrium
Diberikan PPI dengan atau tanpa prokinetik
- Sindroma distress posprandial
Diberikan prokinetik (metoklopramid/domperidone) dengan
atau tanpa PPI
(Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter Pylori)

Selain tatalaksana farmakologi, tatalaksana nonfarmakologi juga


dapat diberikan pada pasien seperti memberikan edukasi untuk agar
dapat mengurangi makanan/minuman pemicu gejala dispepsia (pedas,
berlemak, asam, kopi, dan alkohol), membiasakan makan porsi sedikit
frekuensi sering, tidak langsung berbaring setelah makan, elevasi
tubuh bagian atas saat tidur dan menurunkan berat badan
direkomendasikan.1

H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada dyspepsia antara lain
perdarahan gastrointestinal, stenosis pilorus, dan perforasi.

I. Prognosis
Prognosis umumnya baik namun sebagian besar penderita
dispepsia fungsional kronis dan kambuhan, dengan periode asimptomatik
diikuti episode relaps. Berdasarkan studi populasi pasien dispepsia
fungsional, 15-20% mengalami gejala persisten, 50% mengalami
perbaikan gejala, dan 30-35% mengalami gejala fluktuatif. Pada studi di
Cina, prognosis dispepsia fungsional mungkin dipengaruhi beberapa hal;
kurang tidur dan status pernikahan buruk memiliki prognosis negatif,
sedangkan personalitas ekstrovert memiliki prognosis positif. Meskipun
dispepsia fungsional berlangsung kronis dan mempengaruhi kualitas
hidup, tetapi tak terbukti menurunkan harapan hidup.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari L. Faktor Risiko , Klasifikasi , dan Terapi Sindrom Dispepsia.


Contin Med Educ. 2017;44(12):870-873.
2. Octaviana ESL. Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya keluarga
dalam pencegahan penyakit dispepsia di wilayah kerja Puskesmas
Mangkatip Kabupaten Barito Selatan. J Langsat Vol 5 No 1. 2018;5(1):14.
3. Nugroho R, Safri, Nurchayati S. Gambaran Karakteristik Pasien Dengan
Sindrom Dispepsia Di Puskesmas Rumbai. JOM FKp. 2018;5(2):823-830.
4. Stanghellini V. Functional Dyspepsia and Irritable Bowel Syndrome:
Beyond Rome IV. Dig Dis. 2018;35(1):14-17. doi:10.1159/000485408
5. Rahmaika B. Hubungan Antara Stres Dengan Kejadian Dispepsia di
Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta. Published online 2014.
6. Hutapea MN. Perbedaan Kejadian Dispepsia Antara Pengguna Obat
Antiinflamasi Non Steroid (OAINS) dan Bukan Pengguna Obat
Antiinflamasi Non Steroid (OAINS) di RSUP. Haji Adam Malik Medan.
Fak Kedokt Univ Sumatera Utara. Published online 2017.
7. Syam AF, Simadibrata M, Makmun D, et al. National Consensus on
Management of Dyspepsia and Helicobacter pylori Infection. Acta Med
Indones. 2017;49(3):279-287.
8. PGI, KSHPI. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia Dan Infeksi
Helicobacter Pylori.; 2014.

Anda mungkin juga menyukai