Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Pustaka

Tuberkulosis (TB)

Pembimbing
dr. Tresna Lestari

Penyusun
Nama: Andry Dzaqi Ramadhan
Nim: 2017730008

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Program Studi


Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah, karena dengan rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas tinjauan Pustaka ISPA-

tuberkulosis ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa

laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca, agar

penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang lebih baik

kedepannya.

Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di

stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya.

Banjar, 23 Maret

2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
ISPA (infeksi saluran napas akut) merupakan penyakit yang menginfeksi
saluran pernapasan bagian atas yang meliputi hidung, faring, laring dan
saluran napas bagian bawah meliputi trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus. Proses infeksi saluran napas yang terjadi berlangsung akut yakni
kurang dari 14 hari.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan


atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi
ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Timbulnya
gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa
hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok,
sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas.

Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan kondisi lingkungan


yakni polutan udara, kepadatan anggota keluarga, kelembaban, kebersihan,
musim, ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan serta langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran melalui vaksin, akses
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, faktor pejamu dan faktor virulensi.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular melalui udara, yang


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh manusia. Pada tahun 2016, TB
terus menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas, terutama di negara
berkembang yang berpenghasilan rendah dan menengah.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) telah
menerbitkan laporan TB global setiap tahun sejak 1997. Secara global,
diperkirakan sekitar 10,0 juta (kisaran 9,0 – 11,1 juta) yang di diagnosis
terinfeksi TB pada tahun 2018. Jumlah yang sangat bervariasi antar negara,
sekitar kurang dari lima hingga lebih dari 500 kasus baru per 100.000
penduduk per tahun, dengan rata-rata global sekitar 130. TB dapat
menginfeksi semua kelompok usia, kelompok tertinggi yang terinfeksi TB
adalah laki – laki dewasa sebesar 57% dari seluruh kasus TB pada tahun
2018, sedangkan pada perempuan dewasa sekitar 32% dan anak – anak
sebesar 11%.
Indonesia merupakan salah satu dari lima negara dengan kasus insidens
TB paling besar. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-3 dunia untuk
jumlah kasus insidens TB terbesar setelah India dan Nigeria. Pada tahun
2018 di Indonesia terjadi peningkatan jumlah kasus TB yaitu sebesar
563.879 dibandingkan pada tahun 2015 jumlah kasus TB sebanyak 331.703
(+70%), termasuk peningkatan sebesar 121.707 (+28%) antara tahun 2017
dan 2018.

Di Indonesia penyakit TB masih menjadi masalah utama kesehatan


masyarakat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menempatkan Provinsi Jawa
Barat sebagai peringkat pertama dengan kasus TB terbanyak di Indonesia
dengan prevalensi TB paru sebesar 0,7%. sedangkan berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2018 Provinsi Jawa Barat menempatkan peringkat
kedua setelah Provinsi Banten dan Papua dengan prevalensi 0,6%.

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik


(anamnesis), pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik/ sputum BTA,
dan pemeriksaan radiologik, serta pemeriksaan penunjang lainnya (PDPI,
2006). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan bakteriologis/ sputum BTA dan pemeriksaan foto thoraks.
Pemeriksaan sputum BTA adalah pemeriksaan gold standard dalam
menegakkan diagnosis pasti TB, yang akan dilakukan pemeriksaan
spesimen dahak, sedangkan pemeriksaan radiologi atau foto thoraks
bertujuan untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan foto thoraks
diperlukan untuk mendiagnosis TB paru apabila pada pemeriksaan sputum
BTA didapatkan hasil negatif yang tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik OAT (obat anti tuberkulosis)
1.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas
atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,
faktor lingkungan, dan faktor pejamu.

1.2 Epidemiologi
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di
dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Penyakit ISPA lebih sering
diderita oleh anak-anak. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak,
dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama
konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian
perawatan anak.

1.3 Etiologi
Infeksi saluran pernapasan akut dapat disebabkan virus, bakteri, fungal, parasit
dan polusi udara. Tetapi kasus ISPA paling sering diakibatkan oleh bakteri dan
virus. bakteri penyebab terbanyak berasal dari genus streptokokus, haemofilus,
pnemokokus, bordetella dan korinebakterium. Berdasarkan penelitian virus yang
paling sering menyebabkan ISPA adalah Influenza-A, Adenovirus, Parainfluenza
Virus, Rhinovirus, Respiratory Syntical Viruses (Rsvs).

.
1.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Patomekanisme

Bakteri, virus, jamur, parasit, bahan iritan


(benda asing)

Terhirup masuk ke saluran napas

Menempel pada epitel mukosa hidung,


faring,laring, trakea,bronkus,
bronkiolus, alevolus

Terjadi proses infeksi

Timbul respon peradangan Respon imun baik Tidak sakit

Pengeluaran mediator Release sitokin IL-1, IL-6


proinflamasi (PMN, Makrofag) TNFα, INFδ

Respon pertahanan saluran Respon sistemik, menyebabkan


Sebabkan
napas : pengeluaran mukus pengeluaran PG E2 di epitel
peningkatan
oleh sel goblet hipotalamus sebabkan gangguan
permeabilitas mukosa
saluran napas termoregulasi

Batuk Akumulasi mukus dan


eksudat Hiperemis dan edema Demam
mukosa saluran napas

Hidung tersumbat, Suara serak


rinorea (rhinitis) (laryngitis) Edema mukosa
sebabkan
penyempitan saluran
napas

Sesak napas - Stridor


-Wheezing
-Ronkhi
1.5 Klasifikasi
A. Klasifikasi berdasarkan umur (Kemenkes RI, 2011b), sebagai berikut :
Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a) Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti
berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang,
rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang
tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah
(di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit,
penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan
apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
b) Bukan pneumonia: jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60
kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :


a) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernapas yang disertai
dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding
dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
b) Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding
dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
c) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernapas) dan pernapasan cepat
tanpa penarikan dinding dada.
d) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): ditandai secara klinis oleh batuk
pilek (atau kesulitan bernapas), bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinitis, faringitis, laringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
e) Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit
walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
14 adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan
dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.

Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi, sebagai berikut :


a) Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA) Infeksi yang menyerang
hidung sampai bagian laring, seperti pilek, faringitis, dan laryngitis.
b) Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA) Infeksi yang
menyerang mulai dari bagian trakea sampai dengan alveoli, dinamakan
sesuai dengan organ saluran napas, seperti laringotrakeitis, bronkitis,
bronkiolitis, pneumonia.
BAB IV
Pencegahan

 Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh


 Membuka jendela agar rumah mendapatkan sinar matahari dan udara segar
 Menjemur alastidur agar tidak lembab
 Mendapatkan suntikan vaksin BCG bagi bayi yang baru lahir hingga berusia 2 bulan
untuk menghindari TBC berat (meningitis dan miller)
 Olahraga teratur
 Tidak merokok
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin z,bahar .Tuberkulosis buku ajaran ilmu penyakit dalam. Jilid II edisi IV Jakarta:
pusat penerbitan departeman ilmu penyakit dalam FKUI,2006. Hal 863-871.
2. Pengurus besar ikatan dokter Indonesia.panduan praktek klinis .edisi I Jakarta:
cetakkan ke II
3. Price.A Wilson L.M tuberkulosis paru. Dalam patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit,bab 4, edisi VI,Jakarta EGC,2004
4. Balitbang Kemenkes RI (2013) Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
5. Balitbang Kemenkes RI (2018) Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
6. PDPI (2006) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
Jakarta: PDPI.
7. Hill, A.T., Wallace, W.A.H. & Emmanuel, X. (2005) ‘Chapter 4: Tuberculosis (Adam
T Hill; William AH Wallace; Xavier Emmanuel)’, in. Oxford: Clinical Publishing.
8. Kemenkes RI (2014) Pedoman Nasional Pengendalian TB 2014. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
9. Kemenkes RI (2018) Infodatin Tuberkulosis 2018. Jakata: Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai