Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PATOFISIOLOGI

”PNEUMONIA”

DISUSUN OLEH:
Mentari cahyani (1734019)

DOSEN PEMBIMBING:
Margaretha Haiti S.Pd.,S.Kep.,M.Kes

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN
PNEUMONIA

A. Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveolil oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar
alveoli yang tidak berfungsi.
(Sumber: Somantri, Irman. 2007. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan
GangguanSistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 67).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat.
Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga ditemukan pada orang dewasa dan
pada orang usia lanjut
(Sumber: Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada
AnakBalita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer).
Pneumonia adalah peradangan paru oleh bakteri dengan berupa panas tinggi yang disertai
batuk berdahak, napas cepat dengan frequensi nafas >50 kali/menit, sesak serta gejala
lainnya yaitu sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang. Pneumonia merupakan
masalah kesehatan didunia karena angka kematianya yang tinggi, tidak hanya dinegara
berkembang, tetapi juga dinegara maju seperti amerika serikat, kanada dan negara eropa.
(Sumber: M Arifin Nawas, Yunus Faisal. 2019. jurnal Respirologi Indonesia. Vol 39,
No.1. ISSN 0853-7704).

B. Penyebab
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri) dan
sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau
sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran
pernapasan (aspirasi). Berbagai penyebab pneumonia tersebut dikelompokkan
berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya
(komplikasi).
Mikroorganisme tersering sebagai penyebab pneumonia adalah virus, terutama
Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%, sedangkan golongan bakteri
yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influena type
b (Hib). Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), kemudian
terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran napas bagian atas ke jaringan
(parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah.
(Sumber: Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada
AnakBalita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer).

C. Tanda dan gejala


Gejala umum dan tanda-tanda yang terjadi bila seseorang menderita pneumonia adalah:
 Didahului dengan infeksi saluran napas bagian atas (ISPA) selama satu minggu.
 Panas yang tinggi (mencapai 40 derajat Celsius) disertai menggigil dengan
gemeretak gigi, bahkan sampai muntah.
 Batuk, jenis batuk biasanya produktif mengeluarkan lendir yang berwarna hijau
atau merah tua.
 Sakit pada bagian dada yang hebat.
 Kesulitan bernapas.
 Mengeluarkan banyak keringat.
 Bibir dan kuku membiru.
 Kesadaran pasien menurun.
(Sumber: Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B First. Hal 20).

D. Patofisiologi
Penyebab pneumonia dapat virus, bakteri, jamur, protozoa, atau riketsia
pneumonitis hipersensitivitas dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia dapat
juga terjadi akibat aspirasi. Paling jelas adalah pada klien yang diintubasi, kolonisasi
trakhea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran pernapasan atas yang terinfeksi. Tidak
semua kolonisasi akan mengakibatkan pneumonia. Mikroorganisme dapat mencapai
paru melalui beberapa jalur:
1. Ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, mikroorganisme
dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain.
2. Mikroorganisme dapat juga terinspirasidengan aerosol (gas nebulasi) dari
peralatan terapi pernapasan yang terkontaminasi.
3. Pada individu yang sakit atau higiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat
menjadi patogenik.
4. Staphilococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari
infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat yang terkontaminasi.
Pada individu yang sehat, patogen yang mencapai paru dikeluarkan atau
tertahan dalam pipi melalui mekanisme pertahanan diri seperti refleks batuk, klirens
mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan,
patogen yang masuk kedalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang
bersifat merusak dan menstimulasi respons inflamasi dan respons imun, yang
keduanya mempunyai efek samping merusak. Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin
yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme merusak membran mukosa bronkhial
dan membran alveolokapiler. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan
bronkhioles terminalis terisi oleh debris infeksius dan eksudat,yang menyebabkan
abnormlitas ventiasi-perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh Staphilococcus atau
bakteri gram-negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.
Pneumonia pneumokokus. Pada pneumonia pneumokokus, organisme S.
Pneumoniae merangsang respons inflamasi, dan eksudat inflamasi menyebabkan
edema alveolar, yang selanjutnya mengara pada perubahan-perubahan lain.
Pneumonia viral, pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya bersifat ringan dan
self-limited tetapi dapat membuat tahap untuk infeksi sekunder bakteri dengan
memberikan suatu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan bakteri dan dengan
merusak sel-sel epitel bersilila, yang normalnya mencegah masuknya patogen ke jalan
napas bagian bawah.
(Sumber: Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy.
2003.KeperawatanMedikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : EGC.Hal 65-67).
Hepatisasi merah diakibatkan perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari
kapiler paru-paru. Perembesan tersebut membuat aliran darah menurun , alveoli
dipenuhi dengan leukosit dan eritrosit ( jumlah erotrosit relatif sedikit). Leukosit lalu
melakukan fagositosis pneumoccocus dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag
masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit beserta pneumococcus, paru paru masuk
kedalam tahap hepatipasi abu-abu dan tambak berwarna abu abu kekuningan. Secara
perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli sehingga
terjadi pemulihan sempurna. Paru-paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas.
(sumber: Somantri, Irman. 2007. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan
GangguanSistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 67).
E. Komplikasi
Pengobatan dan perawatan yang tepat dapat dicegah akibat fatal dari
penyebaran kuman pneumonia ke organ tubuh lainnya. Jika kuman menyebar ke
selaput otak maka dapat menyebabkan meningitis, meningitis adalah infeksi pada
bagian pembungkus otak dan syaraf tulang belakang.
jika kuman menyebar ke perut maka dapat menyebabkan peritonitis
( radang selaput perut ) peritonitis adalah penyakit peradangan di selaput perut.
penderita merasa sakitnya di bagian perut besa yang Biasanya si penderita
mempunyai denyutan jantung yang cepat , demam , muntah, mata masuk kedalam,
muka muram .
dan jika kuman menyebar ke jantung maka dapat menyebabkan endocarditis,
Endokarditis merupakan infeksi katup dan permukaan endotel jantung yang
disebabkan oleh invasi langsung bakteri atau organisme lain dan menyebabkan
deformitas bilah katup.
Ketiga hal tersebut merupakan penyakit yang berbahaya dan terutama terjadi
pada bayi.
(sumber: Prihaningtyas Rendi Aji. 2014. Deteksi dan Cepat Obati 30+ Penyakit
yang sering Menyerang Anak. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal 16).
F. Pencegahan
Mengingat pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya
sangat mirip dengan flu. Untuk melakukan pencegahan dapat dilakukan cara sebagai
berikut:
 Segera berobat jika mendapati kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika
disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot diantara tulang rusuk (
retraksi).
 Periksakan kembali jika dalam 2hari belum menampakan perbaikan dan segera
kerumah sakit jika kondisi memburuk.
 Menghindar dari kontak dengan penderita ispa.
 Menghindar dari asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berfotensi
penularan.
 Imunisasi hib ( untuk memberikan kekebalan terhadap haemphilus influenzae, vaksin
pneumokokal heptavalen (mencegah IPD= invasive pneumocooccal disease) dan
vaksinasi influenzae pada anak yang beresiko tinggi.
(Sumber: Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada
AnakBalita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer).
Dan cara pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
 Hidup sehat dengan rutin berolahraga untuk meningkatkan vitalitas tubuh dan
asupan nutrisi yang baik dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan juga
sehat.
 Kenali gejala dan tanda tanda pneumonia.
 Untuk pencegahan pneumonia pada anak adalah dengan memberikan ASI
esklusif fan imunisasi pneumokokus atau imunisasi IPD. Imunisai IPD
dilakukan pasa usia anak, sebanyak 4 kali yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6
bulan, dan 12 bulan.
(sumber: Suryo, Jo ko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B First. Hal 20.

G. Prevalensi
Prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis nakes menurut provinsi pada tahun 2013-
2018.
Berdasarkan prevalensi pneumonia yang terjadi pad tahun 2013- 2018 pada provinsi :
 Papua pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 3,0% dan mengalami
peningkatan pada tahun 2018 sebesar 3,5 %.
 Bengkulu pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,3 % dan mengalami
peningkatan pada tahun 2018 sebesar 3,4%.
 Papua barat pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 2,0% dan pada tahun
2018 mengalami peningkatan 2,9%.
 Jawa barat pada tahun pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 2,0 % dan
mengalami peningkatan pada tahun 2018 sebesae 2,6%.
 Aceh pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar1.7% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan sebesar 2,5%.
 Kalimantan utara pada tahun 2018 mengalami pneumonia sebesar 2,5 %.
 Sumatera selatan pada tahun 2013 mengalami pneumonia 0,9% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,8%.
 Dki pada tahun 2013 mengalami pneumonia 1,8% dan pada tahun 2018 mengalami
peningkatan 2,2%.
 Sulawesi barat pada tahun 2013 mengalami pneumonia 1,0% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,2%.
 Sumatera utara pada tahun 2013 mengalami pneumonia 1,1 % dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,1%.
 Kalimantan barat pada tahun 2013 mengalami pneumonia 1,1% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,1%.
 Maluku utara pada tahun 2013 mengalami pneumonia 2,8% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,1%.
 Lampung pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,2% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,0%.
 Banten pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,6% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,0%.
 Indonesia pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,6% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 2,0%.
 Jambi pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,7% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 1,9 %.
 Kalimantan tengah pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,4% dan pada
tahun 2018 mengalami peningkatan 1,9 %.
 Maluku pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,4% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 1,9 %.
 Jawa tengah pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 2,0 % dan pada tahun
2018 mengalami penurunan 1,8 %.
 Jawa timur pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,4% dan pada tahun
2018 mengalami peningkatan 1,9 %.
 Kalimantan timur pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,2
% dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan 1,9 %.
 Sulawesi utara pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,9 % dan pada tahun
2018 mengalami penurunan 1,8%.
 Gorontalo pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,2 % dan pada tahun
2018 mengalami peningkatan 1,9 %.
 Sumatera barat pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,5% dan pada tahun
2018 mengalami peningkatan 1,8 %.
 Kepri pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,3 % dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 1,8 %.
 Kalimantan selatan pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,2% dan pada
tahun 2018 mengalami peningkatan 1,8 %.
 Sulawesi tengah pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,5% dan pada
tahun 2018 mengalami peningkatan 1,8 %.
 Sulawesi selatan pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,8% dan pada
tahun 2018 mengalami penurunan 1,5 %.
 Sulawesi utara pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,5% dan pada tahun
2018 mengalami peningkatan 1,6 %.
 Riau pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,0 % dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 1,5 %.
 Bangka belitung pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 0,9 % dan pada
tahun 2018 mengalami peningkatan 1,5 %.
 NTB pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,6% dan pada tahun 2018
mengalami penurunan 1,5 %.
 DIY pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,2% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 1,4 %.
 NTT pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 1,0% dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 1,4 %.
 Bali pada tahun 2013 mengalami pneumonia sebesar 0,8 % dan pada tahun 2018
mengalami peningkatan 1,0 %.

(sumber: Kemenkes Kesehatan RI. 2018. Riskesdas 2018).

H. Angka kejadian dan angka kematian didunia, indonesia dan sumatera selatan.
1. Angka kejadian dan kematian didunia
Pneumonia menjadi penyebab sekitar satu juta kematian balita di Afrika
dan Asia Selatan. Pada tahun 2015 dan 2016, pneumonia menjadi penyebab
dari 15-16% kematian balita di dunia. Penyakit ini menyerang semua umur di
seluruh wilayah. Namun kasus terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-
Sahara. Pneumonia telah membunuh sekitar 2.400 anak per hari dengan besar
16% dari 5,6 juta kematian balita atau sekitar 880.000 balita pada tahun 2016
dan telah membunuh 920.136 balita pada tahun 2015 (Matthew, 2015). Pada
Profil Kesehatan Republik Indonesia data tahun 2017 didapatkan angka insiden
pneumonia di Indonesia sebesar 20,54 per 1000 balita. Jumlah kasus pneumonia
balita di Indonesia tahun pada tahun 2013 hingga 2017 mengalami kenaikan dan
penurunan. Pada tahun 2013 ditemukan kasus pneumonia balita sebanyak
571.547 kasus. Kasus tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2014 menjadi
657.490 kasus. Penurunan angka kasus terjadi pada tahun 2015 dengan besaran
554.650 kasus. Namun, pada tahun 2016 kembali mengalami kenaikan hingga
sebanyak 568.146 kasus dan menurun pada tahun 2017 sebesar 511.434 kasus.
(Sumber: Sari Merlinda Permata, Cahyati Widya Hary. 2019. Higeia Journal Of
Public Health Research And Development. Journal 3. No 3).

(sumber: Kemenkes Kesehatan RI. 2018. Riskesdas 2018).

2. Angka kejadian dan kematian di indonesia


Pada Profil Kesehatan Republik Indonesia data tahun 2017 didapatkan
angka insiden pneumonia di Indonesia sebesar 20,54 per 1000 balita. Jumlah
kasus pneumonia balita di Indonesia tahun pada tahun 2013 hingga 2017
mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2013 ditemukan kasus
pneumonia balita sebanyak 571.547 kasus. Kasus tersebut mengalami kenaikan
pada tahun 2014 menjadi 657.490 kasus. Penurunan angka kasus terjadi pada
tahun 2015 dengan besaran 554.650 kasus. Namun, pada tahun 2016 kembali
mengalami kenaikan hingga sebanyak 568.146 kasus dan menurun pada tahun
2017 sebesar 511.434 kasus. Provinsi Jawa Tengah menempati urutan ketiga
dengan kasus pneumonia balita tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 hingga
2017 setelah Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Sedangkan, Kota Semarang
berada di posisi ketiga secara berturut-turut pada tahun 2016 dan 2017.
Penemuan kasus pneumonia balita di Kota Semarang mengalami angka kasus
yang naik turun dari tahun 2012 hingga 2017. Tahun 2017 telah ditemukan
sebanyak 9.586 kasus, tahun 2016 terdapat 4.173 kasus, dan tahun 2015
sebanyak 7.759 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, kasus pneumonia balita di
Kota Semarang tahun 2017 menunjukkan jika jumlah kasus pada perempuan
lebih sedikit dibanding laki-laki, yaitu 46% perempuan dan 54% laki laki.
(Sumber: Sari Merlinda Permata, Cahyati Widya Hary. 2019. Higeia Journal Of
Public Health Research And Development. Journal 3. No 3).
Hasil Sample Registration System (SRS) tahun 2014 menyatakan bahwa
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 pada balita di Indonesia yaitu
sebesar 9,4% dari jumlah kematian balita. Diperkirakan 2-3 orang balita setiap jam
meninggal karena Pneumonia.5 Menurut Profil Kesehatan Indonesia, pneumonia
menyebabkan 15% kematian balita yaitu sekitar 922.000 balita pada tahun 2015 di
Indonesia.7 Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2015, sebanyak 4,62% kasus
pneumonia pada balita ditemukan di Provinsi Jawa Barat. Angka tersebut
merupakan angka tertinggi di pulau Jawa.6 Sedangkan di Kota Banjar ditemukan
1.202 kasus pneumonia pada balita dari 306.133 kasus di Jawa Barat pada tahun
2014. Prevalensi kejadian pneumonia pada balita di Kota Banjar 7,25% dan
menduduki peringkat 10 besar di Jawa Barat.8 Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Kota Banjar, selama 3 tahun terakhir wilayah kerja Puskesmas Langensari II di Kota
Banjar menduduki peringkat pertama kasus pneumonia balita. Dari tahun 2014
sampai tahun 2016 penemuan penyakit pneumonia di Puskesmas Langensari II
selalu terjadi peningkatan. Pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 277 (11,7%) balita
menderita pneumonia terjadi peningkatan 6% di tahun 2015 dengan jumlah 289
kasus (12,2%), kemudian terjadi peningkatan kembali sebesar 8,5% pada tahun 2016
menjadi 309 kasus (13,05%). Sedangkan untuk target yang telah ditetapkan oleh
Dinas Kesehatan Kota Banjar yaitu 8,6%.9.
(sumber: Solihati Euis Novi. Suhartono, Sri Winarti. 2017. Studi Epidemiologi
Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas langesari 2 Kota
Banjar Jawa Barat tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 5. No 5).
3. Angka kejadian dan kematian pneumoniadi sumatera selatan
Pada tahun 2017 jumlah penemuan kasus Pneumonia Balita pada
Program P2 ISPA Provinsi Sumatera Selatan adalah 13.031 kasus atau sebesar
44,86 % dari target [Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan]| Profil Tahun
2017 29 dimana target penemuan penderita sebanyak 29.047 balita. Pada kasus
pneumonia golongan umur <1 tahun sebanyak 4.269 kasus (33,6 %) dan untuk
golongan umur 1-5 tahun sebanyak 8,423 kasus (66,4) dari seluruh kasus
pneumonia. Pada pneumonia berat untuk golongan umur <1 tahun sebanyak 200
kasus (59%) dan pada golongan umur 1-5 tahun sebanyak 139 kasus (41%) dari
seluruh kasus pneumonia berat. Hasil kegiatan penemuan kasus dapat dilihat
pada tabel terlampir. Dilihat dari realisasi cakupan penderita berdasarkan target
penemuan yang ada persentase tertinggi dicapai oleh kabupaten muara
enim( 106,3 %) sedangkan kabupaten terendah yaitu kota pagaralam dan kota
lubuk linggau sebesar 0 (0%).
(Sumber: DINKES PROVINSI SUMATERA SELATAN. 2017.Profil Kesehatan
Provinsi Sumatera Selatan).
DAFTAR PUSTAKA

 Somantri, Irman. 2007. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan


GangguanSistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 67.
 Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada AnakBalita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer).
 DINKES PROVINSI SUMATERA SELATAN. 2017.Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan.
 Solihati Euis Novi. Suhartono, Sri Winarti. 2017. Studi Epidemiologi Kejadian
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas langesari 2 Kota Banjar Jawa
Barat tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 5. No 5.
 Sari Merlinda Permata, Cahyati Widya Hary. 2019. Higeia Journal Of Public Health
Research And Development. Journal 3. No 3.
 Kemenkes Kesehatan RI. 2018. Riskesdas 2018.
 Prihaningtyas Rendi Aji. 2014. Deteksi dan Cepat Obati 30+ Penyakit yang sering
Menyerang Anak. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal 16.
 Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy. 2003.KeperawatanMedikal
Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta : EGC.Hal 65-67.
 Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta:
B First. Hal 20.
 M Arifin Nawas, Yunus Faisal. 2019. jurnal Respirologi Indonesia. Vol 39, No.1.
ISSN 0853-7704.

Anda mungkin juga menyukai