Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

A. Konsep penyakit

1. Definisi

a. ISPA  adalah penyakit saluran pernafasan akut dengan disertai atau tanpa radang perenkim paru
(pneumonia),  yang diebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun reketsia ke
dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14
hari. (Wijayaningsih, 2013, hal. 1).
b. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada sistem pernapasan
terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati
bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama
yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan -bulan
musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak
hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi
silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing,
serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik. (Kunoli, 2012, hal. 218) .

Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA atas dan ISPA bawah, dengan batas
anatomis adalah bagian dalam tenggorokan yang biasa disebut epligotis.

1. ISPA atas : ISPA atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan atau
pharingitis dan radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu
(streptococcus hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis).
Sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat ketulian.
2. ISPA bawah yang berbahaya adalah pneumonia dimana penyakit ini menyerang paru-paru
dan ditandai dengan batuk dan kesukaran bernafas.  (Stillwell, 2011, hal. 128).

2. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri ( diplococcus pneumoniea, pneumococcus,
stretokokus, stafilokokus, hemofillus dan korinebacterium), virus (influenza, adenovirus,
sitomegagalovirus dll), jamur (aspergilus sp. Gandida albicans histoplasm) dan aspirasi (makanan, asap
kendaraan bermotor, bahan bakar minyak tanah, cairan  amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian)
mainan plastik kecil, dll.) (Morton, 2011, hal. 721).

ISPA sendiri sering disebabkan oleh bacteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang ada
di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan
hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak yang berusia dibawah 2 tahun dimana
kekebalan tubuhnya masih lemah, adanya peralihan musim kemarau ke musim hujan dapat menimbulkan
resiko serangan ispa. Faktor lain yang dapat diperkirakan adanya rendah asupan antioksidan, status gizi
kurang dan buruknya sanitasi lingkungan. (Wijayaningsih, 2013, hal. 2)

Beberapa faktor pencetus terjadinya ISPA diantaranya yaitu:

a. Usia : Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA
lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya
lebih rendah.
b. Status Imunisasi : Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
c. Lingkungan : Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan
asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.(Wijayaningsih, 2013, hal. 3)

3. Manifestasi Klinis

a. Demam : sering tampak sebagai tanda infeksi pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan – 3
tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5ºC bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan
peka rangsang atau terkadang euforia (perasaan senang berlebihan) dan lebih aktif dari normal,
beberapa anak bicara dengan cepat kecepatan yang tidak biasa.
b. Anoreksia : merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-kanak sering kali
merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit
melalui tahap demam dari penyakit.
c. Muntah : merupakan suatu reflek yang tidak dapat dikontrol untuk mengeluarkan isi lambung
dengan paksa melalui mulut. Biasanya anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit
yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi.
d. Batuk : merupakan gambaran umum dari penyakit pernapasan. Dapat menjadi bukti hanya selama
fase akut.
e. Sakit tenggorokan : merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai
dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
f. Keluar sekret cair dan jernih dari hidung, sering menyertai infeksi pernapasan. Mungkin encer
dan sedikit atau kental dan purulen, tergantung pada tipe atau tahap infeksi.(Wijayaningsih, 2013,
hal. 2)

4. Patofisiologi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A
streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan
pneumokokus  atau juga karena faktor berbagai macam polusi masuk ke sluran pernafasan atas (hidung,
pharing, laring) dan menginvasi bakteri jika tidak segera ditangani maka akan menyerang dan
menginflamasi saluran pernafasan bagian bawah yang akan membuat peradangan dimana suhu tubuh
meningkat sehingga menimbulkan  demam atau hipetermi sebagai reaksi tubuh melawan patogen asing
dalam tubuh.

Adanya faktor pencetus ISPA pada  pernafasan bagian bawah( bronkus, bronkiolus, dan alveolus)
juga akan menjadikan dilatasi atau pelebaran pada pembuluh darah semakin banyak benda asing yang
masuk dan mengiritasi paru-paru maka akan menimbulkan eksudat yang dapt masuk ke alveoli
sehingga  mengganggu  difusi gas antara CO2 dengan O2 pada paru, maka pasien juga akan tergangu
pada pola nafas dan juga kapasitas fisiologisnya terjadi penurunan  untuk beraktivitas atau intoleransi
aktivitas,akumulasi secret berlebih pada bronkus maka mukus juga akan meningkat dengan adanya
bakteri dibagian pernafasan maka akan ada peluang bagi bakteri tersebut membawa kotoran dan
menimbulkan pembengkakan didaerah mulut, bau mulut akibatb adanya penyakit disaluran pernafasan
akan mengakibatkan perasaan yang tidak nyaman dan juga bisa mengakibatkan gangguan makan atau
anoreksia, jika terus berlanjut maka akan menimbulkan masalah asuhan keperawatan yaitu kurangnya
nutrisi dari kebutuhan pasien.

Patogen dari luar yang masuk lebih dalam  pada saluran cerna akan menginfeksi saluran cerna
yang menjadikan flora yang semula normal dalam usus meningkat dan menjadikan peristaltik usus juga
meningkat, jika peristaltik pada usus terus meningkat kemungkinan malabsorbsi akan terjadi dan pasien
mengalami diare dimana pasien bisa BAB >3x per harinya,jika keadaan tersebut terus berlanjut maka
akan menimbulkan gangguan pada cairan tubuh pasien  (Nurarif, 2015, hal. 65).
5. Klasifikasi

Klasifikasi pada ISPA menurut (Kunoli, 2012, hal. 217) adalah sebagai berikut

a. Bukan pneumonia mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan
gejala peningkatan frekuwensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding pada bagian
bawah ke arah dalam. Contohnya adalah Common Cold, Faringitis, dan Oritis
b. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas diagnosis gejala ini
berdasarkan umur. Frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2 bulan sampai < 1 tahun =
50x/menit, untuk anak usia 1 sampi < 5 tahun = 40x/menit.
c. Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk kesukaran bernafas disertai sesak nafas atau
tarikan dinding dada bagian bawah dalam (chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai
<5 tahun. Untuk anak berusia kurang 2 bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya
nafas cepat yaitu frequensi pernafasan sebanyak 60x/menit atau lebih.

6. Komplikasi

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited disease yang sembuh sendiri
dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti:

a. Laringitis
peradangan pada laring (pangkal tenggorokan), disebabkan oleh inveksi virus atau bakteri pada
saluran pernapasan bagian atas pada penderita anak-anak dengan struktur saluran pernapasan
yang kecil, bisa saja terjadi kesulitan bernapas jika terus memburuk hingga lebih dari dua minggu
menjadi faktor penyebab ISPA pada saluran pernafasan bawah
b. Bronkitis
Komplikasi ini terjadi ketika infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri dari saluran
pernafasan atas menyebar lebih jauh ke dalam paru-paru
c. Sinusitis
Kondisi ini sering kali disebabkan oleh virus flu atau pilek  yang disebarkan sinus dari saluran
pernapasan atas. Biasanya setelah terjadi pilek atau flu, infeksi bakteri sekunder bisa terjadi. Ini
akan menyebabkan dinding dari sinus mengalami peradangan atau inflamasi, Faktor pemicu
sinusitis infeksi virus adalah infeksi jamur dari luar tubuh  (Nurarif, 2015, hal. 129).
7. Pathway
8. Penatalaksanaan ISPA

a. Penatalaksanaan Medis
Antipiretik dan analgetik : Asetoal, Parecetamol, Metampiron
Antitusif : Kodein – HCL, Noskapin
Antibiotik
Vitamin C
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Kompres air hangat/dingin
2) Perasan jeruk nipis dicampur kecap/madu
3) Inhalasi buatan
4) Fisioterapi dada

9. Pemeriksaan penunjang Ispa

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad
renik itu sendiri. Ada tiga cara pemeriksaan yang lazim dikerjakan, yaitu :

a. Biakan Virus
Bahan berasal dari secret hidung atau hapusan dinding belakang faring kemudian dikirim dalam
media gelatin lactalbumine dan ekstrak yeast (GLY) dalam suhu 40C. Untuk enterovirus dan
adenovirus selain bahan diambil dari dua tempat dapat juga diambil dari tinja dan hapusan
rektum. Untuk pembiakan Mikoplasma pneumonia digunakan media tryticase, soya boilon dan
bovine albumin (TSB).
b. Reaksi Serologis
Reaksi serologis yang digunakan anatara lain adalah pengikatan komplemen, reaksi hambatan
hemadsorpsi, reaksi hambatan hemaglutinasi, reaksi netralisasi, RIA serta ELISA.
c. Diagnostik Virus secara langsung
Dengan cara khusus yaitu imonofluoresensi RIA, ELISA dapat didentifikasi virus influenza, RSV
dan mikoplasma pneumonia, mikropon electron juga dipergunakan pada pemeriksaan virus
corona. Selain itu, jumlah leukosit dan hitung jenis. Leukositosis dengan peningkatan sel PMN di
dalam darah maupun sputum menandakan ada infeksi sekunder oleh karena bakteri. Jarang terjadi
leokositosis yang paling sering jumlah leukosit normal atau rendah (Alsagaff & Mukty, 2010).
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas

Umur : ISPA bisa menyerang siapa saja termasuk seseorang yang mengalami kelainan sistem kekebalan
tubuh, juga pada seorang lanjut usia dikarenakan kekebalan tubuh menurun dan juga memiliki resiko pada
balita dan anak-anak, dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sepenuhnya.

Jenis kelamin : bisa menyerang laki laki atau perempuan

1) Status kesehatan saat ini

 Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

 Alasan masuk rumah sakit (Biasanya pasien masuk ke rumah sakit dengan keadaan demam, sakit
tenggorokan)

 Riwayat penyakit sekarang ( klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit tenggorokan.) (Wijayaningsih,
2013, hal. 4).

2) Status kesehatan saat ini


 Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
 Alasan masuk rumah sakit (Biasanya pasien masuk ke rumah sakit dengan keadaan demam,
sakit tenggorokan)
 Riwayat penyakit sekarang ( klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit tenggorokan.)
(Wijayaningsih, 2013, hal. 4).
3) Riwayat kesehatan terdahulu
 Riwayat penyakit sebelumnya
Mengkaji klien sebelumnya telah memiliki riwayat penyakit asma, pneumonia dan
sebagainya. (Kunoli, 2012, hal. 213)
 Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang
dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan gangguan
sistem pernafasan seperti riwayat penyakit ASMA. (Stillwell, 2011, hal. 139)
 Riwayat Pengobatan
 Pnemunia berat : Dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan
sebagainya
 Pneumonia : Dirawat obat antibiotik kontrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan
penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksilin
atau penisilin prokain
 Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung
zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) di sertai
pembesaran kelenjar getah bening di leher, di anggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.(Kunoli,
2012, hal. 217).
 Riwayat sosial ( kemungkinan terbesar pasien terkena penyakit ISPA ketika pasien
tersebut tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya dan seringnya
pasien berkontak dengan polusi baik asap kendaraan bermotor dan polusi udara yang
lainnya)(Wijayaningsih, 2013, hal. 131)

2. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum
Kesadaran (Biasanya pada penderita ISPA tingkat kesadaranya adalah composmentis, tetapi jika
keadaan pasien sudah parah maka tingkat kesadarannya bisa Somnolen.) (Marni, 2014, hal. 222)
2) Tanda-tanda vital
TD :pada pasien ISPA tekanan darah meningkat
Suhu :suhu melebihi 38.5⁰C (> 101.3⁰F) melalui rektum
RR :pernapasan meningkat (>24 kali/menit)
Nadi : nadi teraba cepat (100 kali/menit). (Stillwell, 2011, hal. 128)
3) Body system
 Sistem pernafasan
 Inspeksi
 Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jarinan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung
 Palpasi
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher atau nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
 Perkusi
 Suara paru normal (resonance)
 Auskultasi
 Suara nafas vesikuler atau tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
 Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
Palpasi : Denyut nadi cepat
Perkusi : Batas jantung mengalami pengeseran
Auskultasi : Tekanan darah meningkat
 Sistem persarafan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem perkemihan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem pencernaan
Inspeksi : bentuk abdomen (cembung/cekung/ datar), kesimetrisan, masa atau benjolan
Auskultasi : lakukan asukultasi abdomen untuk menentukan adanya bising usus pada pasien.
Palpasi : lakukan palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau distensi, adanya
nyeri tekan, dan adanya massa atau asites. (Wahid, 2013, hal. 196).
 Sistem integument
Inspeksi : ada tidaknya lesi, ada tidaknya jaringan parut,
Warna kulit : Pucat
Sianosis
Palpasi Turgor menurun (Morton, 2011, hal. 630)
 Sistem muskuloskeletal: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem endokrin: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem reproduksi: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem penginderaan
Pemeriksaan mata
Inspeksi : kesimetrisan mata, ada tidaknya oedem pada kelopak mata/palpebra,konjungtiva
dan sklera tidak ada perubahan warna
Pemeriksaan telinga
Inspeksi : bentuk simetris,terdapat serumen, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
hiperpigmentasi
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Pemeriksaan hidung
Inspeksi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah pembengkokan atau
tidak,) terdapat secret atau tidak,
Palpasi  :ada atau tidaknya terdapat nyeri tekan, dan masa
Pemeriksaan mulut
Inspeksi : amati bibir (kelainan konginetal : labioseisis, palatoseisis atau labiopalatoseisis),
warna lidah terdapat perdarahan atau tidak, ada abses atau tidak (Marni, 2014, hal. 26)
 Sistem imun: Virus yang menyerang saluran nafas dapat menyebar ke tempat- tempat lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyerang sistem imun dan dapat menyebabkan
demam (Nurarif, 2015, hal. 65)
4) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman
(+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.(Wahid, 2013)
5) Penatalaksanaan
1. Penderita pneumia (ISPA berat) dapat dirawat di rumah, tetapi jika keadaannya berat
penderita harus di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang memadai,
seperti cairan intravena jika sangat sesak,oksigen, serta sarana rawat lainnya
2. Untuk orang dewasa dapat diberikan kotrimoksazol 2×2 tablet. Pada kasus dimana
rujukan tidak memungkinkan diberikan injeksi amoksilin atau gentamisin
3. Pada orang dewasa, terapi kausal secara empiris adalah penisilin prokain 600.000-
1.200.000 IU sehari atau ampisilin 1 gram 4 kali swhari terutama pada penderita dwngan
batuk produktif
4. Bila penderita elergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan eritromisin 500mg 4
kali sehari. Demikian juga bila diduga penyebabnya mikoplasma
5. Tergantung jenis batuk, dapat diberikan kodein 8 mg 3 x sehari atau bronkhodilator
(theophilin atau salbutamol)
6. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll. (Kunoli, 2012, hal. 220).

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Wilkinson, 2011, hal. 1016) diagnosa keperawatan pada ISPA yang muncul antara lain:

1. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan
Batasan Karakteristik:
a. Subjektif
Ketidaknyamanan atau dipsneea saat beraktivitas Keletihan atau kelemahan secara verbal
b. Objektif
Respon frekuensi jantung atau tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, Perubahan
elektrokardiogram (EKG) yang menunjukkan aritmia, iskemia dan abnormalitas konduksi.
Faktor yang berhubungan
1. Tirah baring dan imobilitas
2. Kelemahan umum
3. gaya hidup kurang gerak
4. Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Herdman, 2015, hal. 241).
 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inspeksi

2. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas


Definisi: ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran napas guna
mempertahankan jalan napas yang bersih.
Batasan karakteristik
a. Subjektif : dyspnea
b. Objektif : suara napas tambahan (misalnya, rale, crackle, ronki dan mengi), perubahan pada irama
dan frekuensi pernapasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, sianosis, kesulitan untuk berbicara,
penurunan suara napas, otropnea, gelisah, sputum berlebihan, mata terbelalak. (Wilkinson, 2011,
hal. 37).
Faktor yang berhubungan:
1. Adema
2. Peningkatan dan kekentalan sekresi trakeobronkial atau paru.
3. Inflamasi trakeobronkial.
4. Nyeri pleuritik
5. Batuk tidak efektif sekunder akibat keletihan (Wilkinson, 2011, hal. 1016).
6. Intervensi
7. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas.
DAFTAR PUSTAKA
 
Herdman, T. H. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Aplikasi. Jakarta: EGC.
Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta Timur: Trans Info Media.
Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. Yogyakarta : Gosyen.
Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Morton, P. G. (2011). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis dan Nanda Nic –
Noc. Jogjakarta: Mediaction.
Olivya dkk. (2016). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA DENGAN
PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK USIA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING KOTA MANADO. E-jurnal
Sariputra. vo. 3(2), 76.
SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat.
Stillwell, S. B. (2011). pedoman keperawatan kritis. Jakarta: EGC.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta Timur: Trans
Info Media.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Cv. Trans Info Media.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai