Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ISPA ( INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT )

DISUSUN OLEH :
AULIA AYU NINGTYAS
S21130028

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. Pengertian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun
karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit. (Karundeng
Y.M, et al. 2016)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya,
seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada
balita dan anak-anak mulai dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang berat
jika masuk kedalam jaringan paru-paru akan menyebabkan Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian
terutama pada anak-anak (Jalil, 2018).

B. Etiologi
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari
genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella, dan
korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya
virus para influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus,
pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh manusia melalui partikel udara
(droplet infection). Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan
mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus
dan masuk ke saluran pernapasan yang mengakibatkan demam, batuk, pilek,
sakit kepala dan sebagainya. (Marni,2014)
Selain bakteri dan virus ISPA juga dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
yaitu kondisi lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan asap bahan
bakar memasak, kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi rumah
kelembaban, kebersihan, musim, suhu), ketersediaan dan efektifitas
pelayanan kesehatan serta langkah-langkah pencegahan infeksi untuk
pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan,
kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan merokok,
kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi sebelumnya atau
infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi kesehatan
umum) dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya tular, faktor virulensi
misalnya gen, jumlah atau dosis mikroba). (WHO,2007:12). Menurut
Widoyono (2008), Kondisi lingkungan yang berpotensi menjadi faktor risiko
ispa adalah lingkungan yang banyak tercemar oleh asap kendaraan bermotor,
bahan bakar minyak, asap hasil pembakaran serta benda asing seperti mainan
plastik kecil.

C. Manifestasi Klink
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila
peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
(Suriani, 2018) Gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai
berikut Rosana (2016):

a. Gejala dari ISPA ringan


Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika
dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.

b. Gejala dari ISPA sedang


Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60
kali per menit atau lebih untuk umur 2 -< 5 tahun.
2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

c. Gejala dari ISPA berat


Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai
gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
6) Tenggorokan berwarna merah.

D. Patofisiologi
Saat bakteri masuk atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau
mulut, amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang
berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan
pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody
terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang kadang amandel sudah
kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi dari virus ini lah yang
menyebabkan tonsilitis. Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-
tonsil epitel mejadikan terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada
tonsil. Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang
ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala menelan. Infeksi tonsil
yang ini adalah peradangan di tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses
(abses peritonsiler). Abses besar yang terbentuk di belakang tonsil
menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam tinggi (39c-40c) abses secara
perlahan-lahan mendorong tonsil menyebrang ke tengah tenggorokan. Di
mulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokan nya sehingga berhenti makan. Tonsilitis
dapat menyebabkan kesukaran menelan,panas,bengkak dan kelenjar getah
bening melemah didalam daerah submandibuler,sakit pada sendi dan
otot,kedingan, seluruh tubuh sakit,sakit kepala dan biasa nya sakit telinga.
Sekresi yang berlebih membuat pasien sukar menelan,belakang tenggorokan
merasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasa nya
berakhir 72 jam ( Edward,2001 Reeves Charlene J.Roux,Gayle dkk,2001).
INVASI BAKTERI / VIRUS PATOGEN

PENYEBARAN LIMFOGEN

MENUJU FARING & TONSIL

INFLAMASI

TONSILITIS AKUT HIPERTERMI, BANYAK


BERKERINGAT, BATUK, PILEK

EDEMA TONSIL PEMBENGKAKAN TONSIL & ADENOID

NYERI ATAU SULIT SALURAN NAFAS


OBSTRUKSI PADA TUBA INFEKSI SEKUNDER
SAAT MENELAN TERGANGGU
EUSTACHIUS

NAFSU MAKAN
MENURUN PENDENGARAN MENURUN, OTITIS MEDIA MENGOROK
SAKIT KEPALA SAAT TIDUR

KEKURANGAN
NUTRISI
GANGGUAN PADA SENSORI SUARA SENGAU
PENDENGARAN

LEMAH & AKTIFITAS


MENURUN
E. Pemeriksan Penunjang
1. Tes laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang
ada dalam tubuh pasien merupakan akteri grup A, karena grup ini disertai
dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan usap tenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan,
terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan pemeriksaan ini kita dapat
mengetahui kuman penyebabkan dan obat yang masih sensitive
terhadapnya.
3. Pemeriksaan darah lengkap yaitu
Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan lekosit pada
anak, apabila ada menandakan anak terkena infeksi.
4. Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

F. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
1. Abses pertonsil
2. Otitis media akut
3. Mastoiditis akut
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis

G. Penatalaksanaan Medis
Tonsilitis kronis kebanyakan berasal dari bakteri yang terdapat di
parenkim tonsil dibanding permukaan tonsil, sehingga swab dari permukaan
tonsil saja dapat menjadi keliru. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian
antibiotik sesuai kultur. Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang
paling sering dilakukan pada penderita tonsilitis kronis, yaitu berupa tindakan
pengangkatan jaringan tonsil palatina dari fosa tonsil (Jeyakumar, dkk.,
2013). Kaedah tonsilektomi sangat efektif dilakukan pada anak yang
menderita tonsilitis kronis dan berulang dan indikasi absolut karena adanya
sumbatan jalan napas akibat hipertrofi tonsil, tetapi tonsilektomi dapat
menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi. Tonsilitis yang
disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik. Obat kumur,
analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala yang timbul
biasanya akan hilang sendiri. Efektivitas penggunaan obat kumur masih
dipertanyakan, karena bisa saja saat berkumur tidak mengenai tonsil tetapi
lebih banyak mengenai dinding faring.

H. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Umur, nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Penderita biasanya demam, nyeri tengkorak, mungkin sakit berat
dan merasa sangat nyeri terutama saat menelan dan membuka
mulut disertai dengan trismus (kesulitan membuka mulut). Bila
laring terkena, suara akan menjadi serak. Pada pemeriksaan tampak
faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis : terdapat detritus
(tonsillitis folibularis), kadang detritus berdekatan menjadi sati
(tonsillitis laturasis) atau berupa membrane semu. Tampak arkus
palatinus anterior terdorong ke luar dan uvula terdesak melewati
garis tengah. Kelenjar sub mandibula membengkak dan nyeri
tekan, terutama pada anak-anak. Pembesaran adenoid dapat
menyebabkan pernafasan mulut, telinga mengeluarkan cairan,
kepala sering panas, bronchitis, nafas bau dan pernafasan bising.
b) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dengan tonsillitis diturunkan dari keluarga. Penyakit yang
mungkin di derita oleh keluarga adalah gangguan infeksi
pernafasan. Tetapi tonsilitis lebih disebabkan karena anak
mengkonsumsi makanan seperti makanan manis, mengandung
banyak pengawet dan perawatan mulut yang tidak baik.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Tidak ada penyakit selama ibu hamil yang menjadi latar belakang
dari tonsillitis. Hanya saja kemungkinan besar anak terserang
tonsillitis dikarenakan anak dilahirkan premature. Hal itu
disebabkan dari kegunaan organ tubuh yang belum matur sehingga
akan menyebabkan cepat dan gampang diserang penyakit. Hal itu
termasuk dengan tonsil pada anak.
3) Pemeriksaan fisik
a) Nadi
Pada pasien yang memiliki tonsillitis biasanya nadinya cepat
(takikardi)
b) Suhu
Bila terjadi infeksi tonsillitis suhu akan naik (hipertermi, >
37,5oC)
c) Pernapasan
Pada pasien dengan tonsillitis memiliki respirasi yang meningkat.
d) B1 (breathing)
 Inspeksi
Pada pasien dengan tonsillitis terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi
Ekspansi paru meningkat, fremiktus traktil dada berkurang
atau tidak ada
 Perkusi
Pada dada terdengar suara normal, diafragma mendatar dan
menurun, penanjakan hati mengecil, batas paru dan hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
e) B2 (Blood)
Pada pasien dengan tonsilitis terlihat peningkatan tekanan darah
dan nadi, serta terjadi pula peningkatan suhu karena infeksi pada
tonsil sehingga terjadi pembengkakan tonsil.
f) B3 (brain)
Pada infeksi perlu dikasi tingkat kesadarannya. Di samping itu, di
perlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran
klien apakah composmentis, somnolen,dll.
g) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan
dengan kecukupan intake cairan, output urine menurun
h) B5 (Bowel)
 Mual/muntah (anoreksia)
 Nafsu makan memburuk
 Tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan karena
pembengkakan tonsil
 Penurunan berat badan menetap.
i) B6 (Bone)
Penderita tonsillitis merasa keletihan, kelemahansecara umum
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Hal tersebut diakibatkan karena kebutuhan nutrisi dan
cairan pasien berkurang akibat nyeri saat menelan makanan dan
minuman.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b.d proses penyakit
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
3. Nyeri akut b.d pencedera fisiologis
4. Gangguan rasa nyaman b.d tindakan pembedahan

c. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
( Pre Operasi ) Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
Hipertermia b.d proses tindakan keperawatan (I.15506)
penyakit (D.0130) selama 1 x 24 jam 1. Observasi:
masalah termoregulasi a. Identifikasi penyebab
( L.14134) bisa teratasi hipertermia
dengan kriteria hasil: (mis.dehidrasi,terp
- Suhu tubuh apar lingkungan
membaik panas,penggunaan
- Suhu kulit incubator)
membaik b. Monitor suhu tubuh
- Mengigil menurun c. Monitor komplikasi
akibat hipertermia
2. Terapeutik
a. Berikan cairan oral
b. Lakukan pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada
dahi,leher,dada,abd
omen,aksila)
3. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena,jika perlu
( Pre Operasi ) Setelah dilakukan Redukasi Ansietas
Ansietas b.d perubahan tindakan keperawatan 1. Observasi
status kesehatan 1x24 jam diharapkan a. Identifikasi saat
tingkat Ansietas pasien tingkat ansietas
menurun dengan berubah (mis.
kriteria hasil: kondisi, waktu,
- Verbalisasi stressor)
khawatir akibat b. Monitor tanda-
kondisi yang tanda ansietas
dihadapi membaik (verbal dan
- Perilaku tegang nonverbal)
menurun 2. Terapeutik
- Pola tidur a. Temani pasien
membaik untuk mengurangi
- Frekuensi kecemasan, jika
pernapasan memungkinkan
membaik b. Pahami situasi yang
- Frekuensi nadi membuat ansietas
membaik c. Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
d. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
e. Diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang akan
datang
3. Edukasi
a. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, Jika perlu
b. Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
c. Latih teknik
relaksasi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
( Post Operasi ) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Nyeri akut b.d pencedera tindakan keperawatan 1. Observasi
fisiologis 3x24 jam diharapkan a. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri pasien karakteristik, durasi,
menurun dengan frekuensi, kualitas
kriteria hasil: nyeri
- Keluhan nyeri b. Identifikasi skala
menurun nyeri
- Skala nyeri c. Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
- Meringis menurun 2. Terapeutik
- Perasaan takut a. Berikan teknik non
mengalami cedera farmakologis untuk
berulang menurun mengurangi rasa
- Gelisah menurun nyeri
- Pola tidur membaik 3. Edukasi
- Sikap protektif a. Ajarkan teknik
menurun (SLKI, nonfarmakologis
08066) untuk mengurangi
rasa nyeri (SIKI,
I.08238)
( Post Operasi ) Setelah dilakukan 1. Observasi
Gangguan rasa nyaman tindakan keperawatan a. Identifikasi lokasi,
b.d tindakan pembedahan 3x24 jam diharapkan karakteristik, durasi,
tingkat nyeri pasien frekuensi, kualitas,
menurun dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: b. Identifikasi skala
- Dukungan sosial nyeri
dari keluarga c. Identifikasi respon
mengingat nyeri non verbal
- Gelisah menurun d. Identifikasi faktor
- Kebisingan yang memperberat
menurun dan memperingan
- Keluhan sulit tidur nyeri
menurun e. Monitor efek
- Pola tidur samping
membaik penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis,
akupresure, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres
hangat atau dingin,
terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri

3. Edukasi
a. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
b. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah di rencanakan oleh perawat untuk di kerjakan dalam
membantu pasien mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau
respon yang di timbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan,
pelaksanaan tindakan keperawatan. Implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat sebelumnya.

e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi yang diharapkan antara lain :
1. Hipertermia pada pasien sudah teratasi
2. Ansietas pada pasien sudah teratasi
3. Nyeri akut pada pasien sudah teratasi
4. Gangguan rasa nyaman pada pasien sudah teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Jeyakumar, SM. Vajreswari, A. Sesikeran, B. Giridharan. 2013. Vitamin A


Supplementation Induces Adipose Tissue Loss Through Apoptosis in
Lean but not in Obese Rats of the WNIN/Ob Strain. Journal of
Moleculer Endrocrinology, Vol. 35: 391-398
Manurung, S. 2011. Buku ajar keperawatan maternitas asuham keperawatan
intranatal. Jakarta : Trans Info Media.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius
Mansjoer, dkk. 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai