DOSEN :
DISUSUN OLEH :
KAJIAN TEORI
B. Klasifikasi ISPA
ISPA dibagi menjadi infeksi saluran pernafasan bagian atas (Upper
Respiratory Tract Infections) dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah
(Lower Respiratory Tract Infectons). Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan
untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan golongan 2 bulan- 5 Tahun
(Kemenkes RI,2019)
1. Golongan umur 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada
saatdiperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis
ataumeronta) atau saturnasi oksigen < 90 %.
b. Pneumonia sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
1) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
2) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
c. Bukan Pneumonia
Tidak ada tanda-tanda pneumonia berat maupun pneumonia.
Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:
1) Tidak bisa minum
2) Kejang
3) Kesadaran menurun
4) Stridor
5) Gizi buruk
2. Golongan umur 2 bulan
a. Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada
bagianbawah atau napas cepat.Batas napas cepat untuk
golongan umurkurang 2 bulan yaitu 60x per menit atau lebih.
b. Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawahatau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur
kurang 2bulan, yaitu:
1) Kejang
2) Kesadaran menurun
3) Stridor
4) Wheezing
5) Demam / dingin
D. Etiologi
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran
nafas dan menimbulkan reaksi inflamasi. Selain itu polusi dari bahan
bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon,
Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen juga bisa menyebabkan ISPA
karena sangat berbahaya bagi kesehatan pernafasan. Infeksi Saluran
Pernafasan Atas disebabkan oleh bakteri dan virus yang jumlahnya lebih
dari 300 macam.
Infeksi saluran pernafasan bawah terutama pneumonia disebabkan
oleh bakteri dari genus streptokokus, haemofilus, pnemokokus, bordetella
korinebakterium, dan virus miksovirus, koronavirus, pikornavirus dan
herpesvirus. Berdasarkan penelitian virus yang paling sering menyebabkan
ISPA pada balita adalah influenza-A, adenovirus, dan parainfluenza virus.
Tabel 2. Etiologi ISPA
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir- 20 Bakteri Bakteri
hari
E.colli Bakteri Anaerob
Streptococcus grub B Sstreptococus grub D
Listeria monocytogenes Haemophilus Influenza
Streptococus Pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 minggu-3 Bakteri Bakteri
bulan
Clamydia pneumonia Bordetella pertusis
Streptococus pneumoniae Haemophilus influenza tipe
b
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylacocus aerosus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMC
4 bulan-5 Bakteri Bakteri
tahun
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Streptococus pneumoniae Legionella sp
Mycoplasma pneumoniae Staphyloccocus aerosus
Virus Virus
Adenovirus Adenovirus
Rinovirus Epstein- barr
Influenza Rinovirus
Parainfluenza Varisela zoster
Influenza/ parainfluenza
E. Patogenesis
Infeksi patogen mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel
epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. ISPA
melibatkan invasi langsung ke dalam mukosa yang melapisi saluran
pernafasan. Inokulasi atau masuknya bakteri atau virus terjadi ketika
tangan seseorang kontak dengan patogen, kemudian orang tersebut
memegang hidung atau mulut, atau ketika seseorang secara langsung
menghirup droplet dari batuk penderita ISPA.
Setelah terjadinya inokulasi, virus dan bakteri akan melewati
beberapa pertahanan tubuh, seperti pertahanan fisik dan mekanikal,
humoral, pertahanan imunitas. Pertahanan fisik dan mekanikal seperti
rambut halus yang melapisi hidung sehingga dapat menangkap dan
menyaring patogen, lapisan mukosa banyak terdapat pada saluran
pernafasan atas sehingga dapat mencegah masuknya bakteri yang
potensial, sudut yang dihasilkan dari persimpangan antara hidung dan
faring menyebab kanpartikel-partikel besar akan jatuh kebelakang
tenggorokan, sel-sel bersilia pada saluran pernafasan bawah menangkap
dan membawa patogen kembali ke faring dan dari situ pathogen tersebut
akan dibawa ke lambung.
Inflamatory cytokines dari sel host memediasi respon imun untuk
menyerang patogen. Flora normal nasofaring seperti spesies staphilokokus
dan sterptokokus membantu pertahanan melawan patogen yang potensial.
Pasien dengan fungsi imun dan humoral yang kurang optimal
meningkatkan risikotertular ISPA, dan mereka berada dalam risiko tinggi
untuk penyakit yang lebih lama dan berat.
Penyebaran virus dari manusia ke manusia sering terjadi pada
ISPA. Patogen menyebabkan kerusakan dengan berbagai mekanisme
seperti dengan memproduksi toxin, protease, dan faktor dari bakteri
sendiri seperti pembentukan kapsul yang tahan terhadap fagositosis
Waktu inkubasi sebelum munculnya gejala sangat bervariasi tergantung
darijenis patogen yang meninfeksi. Rhinovirus dan grup A dari
streptokokusmungkin memiliki masa inkubasi 1 – 5 hari, influenza dan
parainfluenzamungkin memiliki masa inkubasi 1 – 4 hari, dan respiratory
syncytial virus (RSV) mungkin memiliki masa inkubasi sampai satu
minggu.Infeksi awal pada nasofaring mungkin menyerang beberapa
struktursaluran nafas dan menyebabkan sinusitis, otitis media, epiglottitis,
laringitis,trakeobronkitis, dan pneumonia. Inflamasi yang menyerang pada
level epiglotis dan laring dapat membahayakan jalannya udara terutama
pada balita.
F. Manifestasi klinis
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian
saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat
peradangandan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi
mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan
gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas),
anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut
cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suaranafas), dyspnea
(kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikandada), hipoksia
(kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafasapabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.. Sedangkan tanda
gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
1. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara(misal pada waktu berbicara atau menangis).
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi
anakdiraba.
2. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai
gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala
sebagaiberikut:
a. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang
berumurkurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit
pada anakyang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung
pernafasanialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam
satu menit.Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
b. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer).
c. Tenggorokan berwarna merah.
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
g. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
3. Gejala dari ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai
gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernafas.
c. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
d. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak
gelisah.
e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
f. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
g. Tenggorokan berwarna merah.
A. Kasus ISPA
Anak R umur 15 bulan dengan ISPA ringandi Puskesmas
Tawangsari, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjopada tanggal 6
Juli 2020. Format asuhan kebidanan pada balita sakit menurut Hellen
Varney meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnose potensial,
antisipasi tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
B. Dokumentasi Kebidanan
Ruang : Periksa
Tanggal : 6 Juli 2020
I. Pengkajian
Tanggal : 6 Juli 2020 Pukul : 08.50 WIB
A. Identitas
1. Identitas Anak
a. Nama : An. R
b. Umur : 15 bulan
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Anak ke :3
e. Alamat : Cemetuk Lorog, Tawangsari, Sukoharjo
2. Identitas Ibu Identitas Ayah
Nama : Ny. S Nama : Tn. S
Umur : 32 tahun Umur : 40 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : Cemetuk Lorog, Tawangsari,Sukoharjo
B. Anamnesa (Data Subyektif)
1. Alasan datang ke puskesmas:
Ibu mengatakan ingin memeriksakan anaknya yang sejak
kemarin batuk, pilek dan ibu juga mengatakan anaknya belum
diberi obat apapun.
2. Riwayat kesehatan
a. Imunisasi
Ibu mengatakan :
1) BCG : Tanggal 1 Mei 2019
2) DPT 1 : Tanggal 1 Juni 2019
3) DPT 2 : Tanggal 1 Juli 2019
4) DPT 3 : Tanggal 7 Agustus 2019
5) Polio 1 : Tanggal 1 Mei 2019
6) Polio 2 : Tanggal 1 Juni 2019
7) Polio 3 : Tanggal 1 Juli 2019
8) Polio 4 : Tanggal 7 Agustus 2019
9) Campak : Tanggal 8 Januari 2020
10) Imunisasi yang lain : Tidak ada
b. Riwayat penyakit yang lalu
Ibu mengatakan sebelumnya, anaknya belum pernah
menderita penyakit apapun yang menyebabkan harus dibawa
ke rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan bahwa anaknya sekarang sedang menderita
batuk, pilek, sejak kemarin.
d. Riwayat penyakit keluarga/menurun
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun keluarga
suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
menurun seperti DM, Jantung, Asma dan tidak ada yang
menderita penyakit menular seperti hepatitis, TBC.
3. Riwayat sosial
a. Yang mengasuh
Ibu mengatakan mengasuh anaknya dengan suami.
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Ibu mengatakan hubungan dengan anggota keluarga baik dan
harmonis.
c. Hubungan dengan teman sebaya
Ibu mengatakan anak senang bermain-main dengan teman
sebayanya.
d. Lingkungan rumah
Ibu mengatakan lingkungan rumah aman, rapi dan bersih,
letak rumah berdekatan dengan rumah yang lain, jumlah
anggota keluarga 5 orang.
4. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
1) Makanan yang disukai
Ibu mengatakan makanan yang disukai anaknya antara
lain nasi, sayur, lauk, buah, ASI, roti/biskuit.
2) Makanan yang tidak disukai : tidak ada
3) Pola makan yang digunakan
Sebelum sakit :
a) Pagi: Ibu mengatakan anaknya makan pagi pukul 07.00
WIB, jenis makanan nasi, sayur, lauk, jenis minumanair
putih, ASI.
b) Siang: Ibu mengatakan anaknya makan siang pukul
11.30 WIB, jenis makanan nasi, sayur, lauk, buah
(pisang, pepaya), jenis minuman air putih, ASI.
c) Malam: Ibu mengatakan anaknya makan malam
pukul18.00 WIB, jenis makanan nasi, sayur, lauk, jenis
minuman air putih, ASI.
Selama sakit :
a) Pagi: Ibu mengatakan anaknya makan pagi pukul 07.00
WIB, jenis makanan nasi, sayur, lauk, jenis minuman
air putih, ASI.
b) Siang: Ibu mengatakan anaknya makan siang pukul
11.30 WIB, jenis makanan nasi, sayur, lauk, buah
(pisang, pepaya), jenis minuman air putih, ASI.
c) Malam: Ibu mengatakan anaknya makan malam
pukul 18.00 WIB, jenis makanan nasi, sayur, lauk, jenis
minuman air putih, ASI.
b. Istirahat / tidur
1) Tidur siang
a) Sebelum sakit: Ibu mengatakan setiap hari anaknyatidur
siang mulai jam 11.30 WIB ± 2-3 jam /hari.
b) Selama sakit: Ibu mengatakanselamasakit
polaistirahat anaknya tidak ada perbedaan dengan
sebelum sakit, anak tidur siang mulai jam 11.30 WIB ±
2-3 jam/hari.
2) Tidur malam
a) Sebelum sakit: Ibu mengatakan tidur lamanya ± 10-
11jam, kadang terbangun untuk minum dan kadang
ngompol.
b) Selama sakit: Ibu mengatakan tidur lamanya ± 10jam
sering terbangun karena batuk.
c. Mandi
1) Sebelum sakit: Ibu mengatakan anaknya mandi 2 kali
sehari, ganti baju sewaktu-waktu ketika baju kotor terkena
kencing, berak atau keringat dan selesai mandi.
2) Selama sakit: Ibu mengatakan anaknya tidak dimandikan
karena masih demam dan hanya dibasuh dengan air
hangat.
d. Aktivitas
Ibu mengatakan sehari-hari anak bermain dengan teman
sebayanya dengan pengawasan ibu/ayah.
e. Eliminasi
1) BAK : Ibu mengatakan ± 5 – 6 x/hari, warna kuning
jernih.
2) BAB : Ibu mengatakan ± 1 – 2 x/hari, warna kuning,
konsistensi lunak.
C. Pemeriksaan Fisik (Data Obyektif)
Tanggal : 6 Juli 2020 Pukul : 08.55 WIB
1. Keadaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. TTV : S : 36,3o C, R : 33x /menit, N: 110x /menit
d. BB/TB : 8400 gram/ 86 cm
e. LK/LLA : 45 cm/15 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit: Bersih, lembut, turgor baik.
b. Muka: Simetris kanan dan kiri, tidak ada oedema, tidak
pucat.
c. Mata: Simetris kanan kiri, conjungtiva merah muda, sklera
putih dan bersih.
d. Telinga: Kanan dan kiri simetris, bersih, tidak ada
kotoran dan tidak ada cairan yang keluar.
e. Hidung: Hidung simetris, terdapat cairan/lendir berwarna
jernih dan encer, kulit hidung bagian luar tampak kemerahan.
f. Mulut: Bibir berwarna merah muda, lidah bersih, tidak ada
stomatitis,gusi tidak bengkak/berdarah, tenggorokan
kemerahan, tumbuh gigi seri sebanyak 4 buah bagian atas 2
buah bagian bawah.
g. Dada: Tidak ada tarikan dinding dada saat bernafas, tampak
simetris, tidak ada bunyi stridor dan tidak ada bunyi weezing.
h. Perut: Tidak ada nyeri tekan dan tidak kembung.
i. Ekstremitas : Dapat bergerak aktif/bebas,simetris kanan dan
kiri, jari-jari tangan dan kaki lengkap, tidak ada kelainan.
j. Pemeriksaan tingkat perkembangan
1) Perkembangan motorik kasar : Berjalan
2) Perkembangan motorik halus : Mencoret-coret
3) Perkembangan bahasa
a) Mengerti dan melakukan perintah sederhana atau
larangan dari orang lain.
b) Mengulang bunyi yang didengarnya
c) Dapat mengatakan 5-10 kata
4) Perkembangan tingkah laku social
Memperlihatkan minat dan rasa ingin tahu yang besar
terhadap hal-hal yang ada disekitarnya
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan penunjang lain : tidak dilakukan
V. Perencanaan
a. Beritahu ibu tentang keadaan anaknya.
b. Anjurkan pada keluarga/ ibu untuk tetap memberikan nutrisi yang
seimbang pada anaknya.
c. Anjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan.
d. Anjurkan pada keluarga/ ibu untuk membersihkan hidung jika anak
pilek.
e. Anjurkan ibu untuk membawa anaknya kontrol ulang jika terjadi
tanda bahaya pada anak.
VI. Pelaksanaan
Tanggal : 6 Juli 2020 pukul : 09.05 WIB
a. Memberitahu pada ibu tentang penyakit anaknya, bahwa anaknya
mengalami ISPA ringan.
b. Menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk tetap memberikan nutrisi
yang seimbang pada anaknya, yaitu menu yang mengandung
karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.
c. Menganjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan.
d. Menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk membersihkan hidung jika
anak pilek agar mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah.
e. Menganjurkan ibu pada anak untuk istirahat yang cukup.
f. Menganjurkan ibu untuk menenangkan/memberikan rasa nyaman
pada anaknya.
g. Memberikan terapi obat.
h. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang jika terjadi tanda bahaya
pada anak, sepertianak tidak mau minum/menyusu, anak selalu
memuntahkan semua yang telah dimakan dan anak mengalami
kejang.
VII. Evaluasi
Tanggal : 6 Juli 2020 Pukul : 09.30 WIB
a. Ibu sudah mengerti tentang penyakit anaknya
b. Ibu bersedia untuk memberikan nutrisi yang cukup pada anaknya.
c. Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan perorangan anaknya dan
lingkungan.
d. Ibu bersedia untuk membersihkan hidung anaknya.
e. Ibu bersedia melakukan anjuran bidan agar anaknya istirahat
cukup.
f. Terapi sudah diberikan, ibu bersedia untuk
memberikan/meminumkan obat pada anaknya.
g. Ibu bersedia untuk kontrol ulang bila terjadi tanda bahaya pada
anak.
C. Pembahasan
Pembahasan pada bab ini didasarkan ada atau tidaknya kesenjangan
antara teori dengan kenyataan dilapangan pada pengelolaan manajemen
kebidanan pada An.R dengan ISPA ringan. Hasil anannesa pada An.R
umur 14 bulan, ibu mengatakan ingin memeriksakan anaknya sejak
kemarin batuk, pilek dan ibu mengatakan anaknya belum diberi obat
apapun. Menurut Kemenkes RI bahwa usia mempengaruhi kejadia ISPA
pada anak,semakin muda umur balita,akan semakin sering terkena
penyakit infeksi karena sistem imunitas yang belum sempurna. Bayi dan
balita mudah terserang infeksi dibandingkan dengan orang dewasa karena
anatomi sistem respirasi anak dengan orang dewasa yaitu epiglotis,
trackea,posisi, bentuk laring,dan volume paru yang berbeda.
Menurut WHO, bahwa kejadian ISPA ditularkan melalui kontak,
inokulasi atau masuknya bakteri atau virus terjadi ketika tangan seorang
kontak dengan patogen, kemudian orang tersebut memegang hidung atau
mulut atau ketika seseorang langsung menghirup droplet dari batuk
penderita ISPA. Droplet ditimbulkan dari orang (sumber) yang terinfeksi
terutama selama terjadinya batuk, bersin, dan berbicara. Penularan terjadi
bila droplet yang mengandung mikroorganisme ini tersembur dalam jarak
dekat (biasanya < 1m) melalui udara dan terdeposit di mukosa mata,
mulut, hidung, tenggorokan, atau faring orang lain. Karena droplet tidak
terus melayang di udara, penanganan udara dan ventilasi khusus tidak
diperlukan untuk mencegah penularan melalui droplet.
Pada kasus An.R, ibu mengatakan anak senang bermain dengan teman
sebayanya, lingkungan rumah rapi, dan bersih, letak rumah saling
berdekatan dengan rumah tetangga, jumlah anggota keluarga 5orang. Oleh
karena itu kemungkinan An.R tertular oleh kawan sepermainannya yang
membawa virus atau bakteri. .Hal tersebut sejalan dengan teori, menurut
WHO, terjadinya ISPA bervariasi menurut beberapa faktor. penyebab dan
dampak penyakit berkaitan dengan kondisi lingkungan misalnya (polutan,
kepadatan anggota keluarga, kelembaban, kebersihan, musim,
temperatur) ,ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran, faktor penjamu, dan
karakteristik patogen. Dilakukan pengkajian lebih lanjut bahwa riwayat
imunisasi dasar An.R lengkap. Keluarga mengatakan bahwa tidak
memiliki riwayat asma, TBC,Hepatitis. Menurut Depkes RI bahwa
pemberian imunisasi pada anak akan memberikan kekebalan pasif ketika
terinfeksi oleh kuman yang ganas. Imunisasi yang tidak memadai
menyebabkan anak mudah terkena penyakit infeksi. Imunisasi dasar
lengkap dapat membangun kekebalan pasif dari Corynebacterium
diptheriae, Bordetella pertusis yang menerang sistem saluran pernafasan.
Hal ini sesuai dengan teori dimana anak yang sudah diimunisasi
memberikan kekebalan pasif pada anak, ditandai dengan tidak terdapat
gejala dari penyakit difteri maupun pertusis.
Hasil pengkajian data objektif didapatkan TTV suhu 36,3 0 C, nadi
110 x/ menit, respirasi 33 x/menit, BB 8400 gram TB: 86 cm hidung
terdapat cairan/ lendir berwarna jernih dan encer, kulit hidung bagian luar
tampak kemerahan. Dada tidak terdapat tarikan dinding dada saat bernafas,
tampak simetris, tidak ada bunyi stridor dan tidak ada bunyi wheezing.
Menurut teori bahwa infeksi saluran berdasarkan anatomi sistem respirasi
dibedakan menjadi 2 yaitu atas dan bawah keluhan yang tampak terjadi
pada pernafasan atas. Bersadarkan gejala maka diagnosa kebidanan yang
ditetapkan adalah balita sakit An. R umur 15 bulan dengan ISPA ringan.
Sejalan dengan teori, dalam Depkes ISPA ringan ditandai dengan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), batuk tanpa
pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atau
berair, tenggorokan merah, dan telinga berair. Untuk dikatakan pernafasan
cepat adalah pada usia 2 bulan-12 bulan 50 kali per menit atau lebih, untuk
usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
Terapi yang diberikan adalah CTM 2 Tablet 25 mg, Dexamethasone 2
tablet 25 mg, Vit.C 2 tablet 25 mg, GG 2 tablet 50 mg, dibentuk puyer 10
bungkus, diminum 3x 1/hari dan menjelaskan pemberian Jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap cara pengobatan infeksi lokal dirumah.
Tidak terdapat kesenjangan antara penatalaksanaan puskesmas dengan
pengobatan terhadap An.R, untuk ISPA ringan menjelaskan kepada
keluarga mengenai pemberian obat untuk infeksi lokal dirumah diberikkan
pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman yaitu kecap manis ataau
madu dicampur dengan air jeruk nipis (madu tidak dianjurkan untuk anak
< 5 tahun). Tidak diberikannya antibiotik tetapi diberikan obat kombinasi
yaitu (GG,CTM,Dexa, dan Vitamin C) untuk menunjang pengobatan dan
perlu disampaikan kunjungan ulang 2 hari jika tidak terdapat perbaikan.
BAB III
ARTIKEL TERKAIT ISPA
A. Artikel
ABSTRAK
ABSTRACT
PENDAHULUAN
METODE
b. Analisis Bivariat
Tabel 1.2 Distribusi Silang Hubungan Kepadatan Hunian Kamar, Luas
Ventilasi, Imunisasi, Kebiasaan merokok Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita di wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas
Kabupaten Barito Kuala Tahun 2020
Be
rdasarkan tabel di atas terlihat bahwa responden di wilayah kerja UPT.
Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala yang
kepadatan hunian kamarnya padat dan balitanya ISPA sebanyak 47
(72,0%), sedangkan yang kepadatan hunian kamarnya tidak padat dan
balitanya tidak ISPA sebanyak 12 (75,0%). Berdasarkan uji korelasi
Chi-Square menggunakan software statistik antara hubungan kepadatan
hunian kamar dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja UPT.
Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala di dapatkan
p.value = 0,001 dengan demikian p.value lebih kecil dari nilai α (0,05),
hal ini berarti secara statistik ada hubungan kepadatan hunian kamar
dengan kejadian ISPA Pada Balita di wilayah kerja UPT. Puskesmas
Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa responden di wilayah kerja
UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala yang
luas ventilasinya tidak memenuhi syarat dan balitanya ISPA sebanyak
25 (59,5%), sedangkan yang luas ventilasinya memenuhi syarat dan
balitanya tidak ISPA sebanyak 13 (33,3%). Berdasarkan uji korelasi
Chi-Square menggunakan software statistik antara hubungan luas
ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja UPT.
Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala di dapatkan
p.value = 0,664 dengan demikian p.value lebih besar dari nilai α (0,05),
hal ini berarti secara statistik tidak ada hubungan luas ventilasi dengan
kejadian ISPA Pada Balita di wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat
Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa responden di wilayah kerja
UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala yang
Imunisasinya tidak lengkap dan balitanya ISPA sebanyak 11 (68,8%),
sedangkan yang Imunisasinya lengkap dan balitanya tidak ISPA
sebanyak 25 (38,5%).
Berdasarkan uji korelasi Chi-Square menggunakan software statistik
antara hubungan Imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito
Kuala di dapatkan p.value = 0,806 dengan demikian p.value lebih besar
dari nilai α (0,05), hal ini berarti secara statistik tidak ada hubungan
Imunisasi dengan kejadian ISPA Pada Balita di wilayah kerja UPT.
Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa responden di wilayah kerja
UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala yang
Kebiasaan Merokok dan balitanya ISPA sebanyak 38 (82,6%),
sedangkan yang tidak ada Kebiasaan Merokok dan balitanya tidak ISPA
sebanyak 22 (62,9%).
Berdasarkan uji korelasi Chi-Square menggunakan software statistik
antara hubungan Kebiasaan Merokok dengan kejadian ISPA pada balita
di wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten
Barito Kuala di dapatkan p.value = 0,000 dengan demikian p.value
lebih kecil dari nilai α (0,05), hal ini berarti secara statistik ada
hubungan Kebiasaan Merokok dengan kejadian ISPA Pada Balita di
wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas Kabupaten Barito
Kuala.
2. Pembahasan
a. Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja UPT. Puskesmas Rawat
Inap Berangas Kabupaten Barito Kuala Berdasarkan tabel 4.9 di ketahui
bahwa responden yang balitanya terkena ISPA sebanyak 51 balita (63,0%)
sedangkan yang tidak ISPA sebanyak 30 balita (37,0%). Dari hasil
penelitian di dapatkan balita yang terkena ISPA sebagian besar berusia 1-3
tahun yaitu sebanyak 44 balita (64,7%) sedangkan berusia 4-5 tahun yang
terkena ISPA sebanyak 7 balita (53,8%). Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa balita yang memiliki riwayat ISPA proporsinya lebih
banyak dari pada balita yang tidak ISPA. Hal ini di sebabkan karena
masyarakat kurang memahami cara pencegahan penyakit ISPA, berbagai
upaya telah di lakukan pihak puskesmas seperti penyuluhan kesehatan,
namun dampak keberhasilan belum dirasakan, kelambatan keberhasilan
upaya penyuluhan kesehatan ini dapat di pahami mengingat sasaran dari
penyuluhan kesehatan adalah perilaku manusia. Selain hal di atas terdapat
masalah lain yang bisa jadi salah satu penyebab kejadian ISPA pada balita
di wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas yaitu kebakaran
hutan dan lahan di wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas
masih sering terjadi, terutama pada musim kemarau sehingga
menyebabkan kabut asap dan polusi udara. Upaya pihak dinas Kehutanan
dan Kepolisian sudah di laksanakan dalam mengatasi pembakaran lahan
dan hutan, salah satunya memasang spanduk larangan di setiap desa agar
tidak membakar lahan dan hukuman pidana yang akan di berikan jika
terbukti melakukan pembakaran. Namun hal tersebut masih di indahkan
oleh sebagian oknum sehingga tetap terjadi pembakaran lahan.
kamarnya padat dan balitanya ISPA sebanyak 47 (72,3%) dan yang tidak
ISPA sebanyak 18 (27,7%). Hal ini dapat di simpulkan bahwa kepadatan
hunian di wilayah kerja UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas yang
kepadatan huniannya padat lebih banyak terkena ISPA di bandingkan
kepadatan huniannya yang tidak padat dan mengakibatkan adanya
hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kejadian ISPA di wilayah kerja UPT. Puskesmas
Rawat Inap Berangas khususnya pada balita di sebabkan oleh tingkat
kepadatan hunian kamar yang melebihi kapasitas yang seharusnya. Hal ini
yang memungkin bakteri atau virus dapat menular melalui pernafasan dari
satu orang ke orang lainnya yang ada di dalam ruangan tersebut. Selain hal
di atas kepadatan hunian kamar juga dapat mempersempit ruangan
sehingga mempunyai dampak kekurangan oksigen di dalam ruangan
khususnya ruangan kamar sehingga daya tahan tubuh responden menjadi
menurun, yang mengakibatkan timbulnya penyakit ISPA. Bangunan
yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan
mempunyai dampak kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya
tahan tubuh penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit
saluran pernafasan seperti ISPA. Ruangan yang sempit akan membuat
sesak nafas dan mudah tertular penyakit oleh anggota keluarga yang lain.
Kepadatan hunian akan meningkatkan suhu ruangan yang di sebabkan oleh
pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap
air dari pernafasan. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang di
lakukan oleh Evytrisna Kusuma Ningrum (2015) di wilayah kerja
Puskesmas Sungai Pinang tahun 2011. Yang menunjukkan hasil nilai
Pvalue = 0,281 (pvalue > 0,05), yang artinya tidak terdapat hubungan
antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
REFERENSI
11. UPT Puskesmas Rawat Inap Berangas 2018. Laporan tahunan program
UPT Puskesmas Rawat Inap Berangas.
DAFTAR PUSTAKA