Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

LAKI – LAKI 72 TAHUN DENGAN BPH DAN VESICOLITHIASIS

Disusun oleh:
Niko Febri Ryando

Pembimbing:
dr V. F. Yohari Listia. A

Narasumber:
dr. Kristian Yoci Santoso, Sp. U

RS MARDI RAHAYU KUDUS


Program Internship Periode Mei 2021 – Februari 2022

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui laporan kasus dengan judul:

LAKI – LAKI 53 TAHUN DENGAN ORCHITIS KANAN

Disusun Oleh:
dr. Niko Febri Ryando
Dokter Internship RS Mardi Rahayu
Periode Mei 2021 – Februari 2022

Kudus, 31 Januari 2022

Dokter Pembimbing Dokter Internsip

dr V. F. Yohari Listia. A dr. Niko Febri Ryando


dr. Sudjatmoko

Dokter Pendamping

dr. Kristian Yoci Santoso, Sp.U

2
BIDANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Niko Febri Ryando


Nama Wahana : RS Mardi Rahayu Kudus
Topik : LAKI – LAKI 72 TAHUN DENGAN BPH DAN
VESICOLITHIASIS

Tanggal Kasus : 27 Januari 2022


Nama Pasien : Tn. W No. RM : 255XXX
Ruang rawat: Maranatha Jaminan: BPJS non PBI Tanggal masuk RS: 27 Januari
2022
Nama Pembimbing : dr. Kristian Yoci Santoso, Sp.U
Nama Pendamping : dr. V.F. Yohari Listia A.
Tanggal Presentasi : 16 Februari 2022
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RS Mardi Rahayu
Objektif Presentasi: :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan
Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak  Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi Pasien datang dengan keluhan bengkak dan nyeri pada skrotum kanan
Tujuan Mengetahui segala aspek tentang penyakit pasien dan penanganannya
Bahasan:  Tinjauan Pustaka o Riset o Kasus o Audit

Cara o Diskusi  Presentasi dan Diskusi o Email o Pos


Pembahasan:

3
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
No Rekam Medis : 285798
Alamat : Welahan RT. 04 RW. 04, Jepara
Tanggal lahir : 18 – 10 – 1948 (usia 72 tahun)
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Masuk IGD : 27 Januari 2022, pukul 17.40

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sulit buang air kecil

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sulit buang air kecil terutama 2 hari ini. Keluhan sulit kencing
mulai dirasakan sejak sekitar 1 tahun SMRS. Setiap kali kencing pasien memerlukan
waktu lama untuk mulai kencing, harus mengedan untuk kencing, kencing menetes dan
setelah kencing masih terasa ada sisa dan terasa belum puas. Pasien juga mengeluh nyeri
saat kencing. BAK dirasakan sering tiap 1-2 jam sekali. Pasien sering terbangun untuk
BAK saat tidur di malam hari >1x. Pasien sering mengompol sebelum sampai ke toilet.
Riwayat kencing berwarna merah (+), kencing nanah (-), kencing batu (-), nyeri
pinggang (-).
Pasien pernah berobat untuk keluhan tersebut di RSUD Loekmonohadi Kudus
sekitar dua bulan yang lalu dan dikatakan memiliki penyakit batu kandung kemih dan
prostat. Pasien sempat menerima pengobatan untuk batu kandung kemih dan prostat
namun keluhan tidak membaik, setelah diperiksa ulang dikatakan batu masih ada dan
prostat bertambah besar sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke RS Mardi
Rahayu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat sakit darah tinggi disangkal
4
 Riwayat sakit kencing manis disangkal
 Riwayat trauma daerah kemaluan disangkal
 Riwayat penyakit menular seksual disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat sakit darah tinggi disangkal
 Riwayat sakit kencing manis disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien sudah tidak bekerja. Saat ini pasien berobat dengan menggunakan BPJS.
Kesan sosial ekonomi: Cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Januari pukul 18.00 di IGD.
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit
Kesadaran: compos mentis, GCS: E 4 M 6 V 5 = 15

2. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 140/72 mmHg
Nadi : 101 x/ menit, regular, isi dan tegangan cukup, kuat angkat baik
Frekuensi nafas : 20 x /menit
Suhu : 36,90C
Saturasi : 99%

3. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey dilakukan di IGD
 Airway & C-Spine control : Pasien bisa menyebutkan nama dengan jelas  Airway
clear, tidak tampak adanya jejas & luka pada leher keatas, pada palpasi tidak
dirasakan adanya krepitasi, dan nyeri tekan (-), pasien dapat menggerakan leher
dengan bebas  C-spine control clear.
 Breathing & Ventilation control :

5
o Inspeksi : Dinding dada bergerak simetris saat statis maupun dinamis, tidak
tampak adanya jejas, luka luka terbuka dan menghisap (-) pada dinding dada,
RR : 20 x / menit, SpO2 : 99%.
o Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, tidak didapatkan adanya krepitasi dan
nyeri tekan pada dinding thorax
o Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-).
 Circulation & Hemmorhage control : Tekanan darah : 115/72 mmHg, Nadi : 101x /
menit, isi dan tegangan cukup, regular, kuat angkat (+), akral dingin (-), CRT < 2” 
circulation clear.
 Disability : GCS E4M6V5 (15), Kesan : compos mentis
 Exposure : Tidak tampak jejas yang mengancam nyawa

Secondary Survey
Kepala : Normocephali, tidak tampak adanya lesi atau jejas
Mata : Edem palpebra (-/-), konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, reflex cahaya (+/+), diameter pupil 3 mm
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), serumen (-/-), keluar darah (-),
secret (-), jejas (-)
Hidung : Tidak tampak deviasi septum, pernafasan cuping hidung (-), sekret (-),
epistaksis (-), jejas (-), luka (-)
Mulut : simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-), pucat (-), jejas (-), luka (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
pembesaran kelenjar parotis (-)
Thorax : Bentuk normo chest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-),
tidak tampak jejas dan luka
Cor
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus kordis teraba di sela iga V linea midclavicularis sinistra
 Perkusi : Konfigurasi jantung normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
 Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
 Palpasi : Pergerakan dada kanan = kiri, stem fremitus kanan = kiri
6
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen
 Inspeksi : Tampak cembung, luka (-), darah (-), jejas (-), massa (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan perut, nyeri (-), pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-)
 Palpasi : Supel, Nyeri tekan suprapubik (+), hepar dan lien tidak teraba, defans
muskuler (-), VU teraba kencang dan penuh, Nyeri CVA -/-

Extremitas Superior Inferior


Pucat -/- -/-
Edema -/- -/-
CRT <2”/<2” <2”/<2”
Akral dingin -/- -/-
Perabaan baik/baik baik/baik
Status lokalis
Rectal Touche
Sulcus Medianus tidak teraba, pool atas tidak teraba, ampula recti intak, tonus sphincter baik,
massa -, darah -

DIAGNOSA
Diagnosis Kerja: BPH dengan Vesicolithiasis
Diagnosis Banding:
1. Striktur uretra
2. Batu buli-buli kecil
3. Kanker prostat
4. Kelemahan detrusor,
5. Infeksi saluran kemih
6. Prostatitis
7. Batu ureter distal

7
8. Batu vesika kecil.

PENATAKSANAAN
IGD 27 Januari 2022, pukul 18.10
 Infus NaCl 20 tpm
 GDS – 108
 EKG – SR
 RDT C-19
 Pasang DC

IGD 27 Januari 2022, pukul 18.30 (advis DPJP dr. Yoci, Sp.U)
 X Foto Thorax
 BNO 1 posisi
 Lab CBC, ureum, creatinin, SGOT, SGPT, CT, BT, GDS, Skrining bedah
 Infus NaCl 20tpm
 Ketorolac 2x1
 Ranitidine 2x1
 Hasil laboratorium

8
Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.4 g/dl 13.2 – 17.3
Leukosit 6.90 10^3/ul 3.6 – 11.0
Hematokrit 44.60 % 41 – 52
Trombosit 356 10^3/ul 150 – 400
Eritrosit 5.2 10^6/ul 4.40 - 5.90
MCV 86 fL 80 – 100
MCH 28 pg 26 – 34
MCHC 32 g/dL 32 – 36
RDW 12.8 % 11.5 – 14.5
PDW 11.5 fL 10 – 18
MPV 9.5 fL 6.8 – 10
Kimia
Gula darah stik 108.0 72 – 110
Ureum 21.5 19 – 44
HEMOSTASIS
Waktu pembekuan 5.00 menit 2–6
Waktu perdarahan 1.00 menit 1–3
IMUNOSEROLOGI
HBsAg stik Negatif Negatif
HIV stik Negatif Negatif
Creatinin
Creatinin 1.22 Mg/dL 0.9 – 1.3
eGFR L 59
SGOT 24 U/L 15 – 40
SGPT 47 U/L 10 – 40
Pemeriksaan Foto Thorax dan Abdomen (27-01-2022)

9
Kesan Foto Thorax:
- Cardiomegaly (S/ pembesaran vent. Kiri)
- Elongatio aorta
- Pulmo : aspek tenang

Kesan Foto Abdomen :


- Lesi opak pada kavum pelvis DD. Vesikolith, kalsifikasi
- Gambaran plebolith kavum pelvis bilateral

Pemeriksaan USG Abdomen (dari RS Islam Sunan Kudus 11-02-2021)

10
Hepar : ukuran normal, struktur parenkim homogen, nodul (-), v. hepatica tidak
melebar, v. Porta tidak melebar, v. Cava inferior tak melebar
Lien : ukuran normal, struktur parenkim homogen, Nodul (-), v. Lienalis tak
melebar
Gall Bladder : uk. normal, dinding tak menebal, batu (+) multiple bergerombol, sludge (-)
Pankreas : uk. Normal, massa –
Aorta abdominalis : tak tampak pembesaran limfonodi para aorta
Ginjal Dx : uk. Normal, batas korteks medulla normal, PCS tak melebar, batu (-), kista(-)
Ginjal Dx : uk. Normal, batas korteks medulla normal, PCS tak melebar, batu (-),
kista(+) kecil
VU : dinding menbal, Batu (+) uk 2,57cm, massa (-)
Prostat : Membesar, volume 43,58cc
Kesan :
- Cholelithiasis multiple bergerombol
- Cystitis dengan batu baik uk. 2,57cm
- BPH vol. 43,58cc
- Kista ginjal kiri mengecil

11
CATATAN KEMAJUAN PASIEN

28 Januari 2022
S : Tidak nyaman karena terpasang DC, VAS 3
O : KU : tampak sehat
Kes : GCS E4M6V5
TD : 107/69 mmHg
Nadi : 77 x / menit
RR : 20 x / menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,2 oC
Mata : Conjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
Jantung : Bunyi jantung I & II murni, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
abdomen (-)
A : BPH
P : Pro TURP jam 15.00 Anestasi Spinal 30’
Anbacim 1g IV profilaksis
Pelaporan Operasi
- Batu Buli 3 buah @ 15x20mm
- Lithotripsy
- Kissing prostate
- TURP  PA
- 3 Way catheter 22F/35/
- Spooling NaCl

29 Januari 2022
S : Nyeri post op, VAS 3, hilang timbul
O : KU : tampak sehat
Kes : GCS E4M6V5
TD : 123/80 mmHg
Nadi : 80 x / menit

12
RR : 22 x / menit
SpO2 : 99%
Suhu : 36,6 oC
Mata : Conjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
Jantung : Bunyi jantung I & II murni, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
abdomen (-)
Urine bag : urine bercampur darah post op 300cc
A : BPH + Batu Buli
P : Infus RL 20 tpm
Asam Tranexamat 500mg/5ml Injeksi 3x1amp
Ketorolac 30mg/1ml injeksi 2x1amp

30 Januari 2022
S : Tidak nyaman karena terpasang DC, VAS 3
O : KU : tampak sehat
Kes : GCS E4M6V5
TD : 107/69 mmHg
Nadi : 77 x / menit
RR : 20 x / menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,2 oC
Mata : Conjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
Jantung : Bunyi jantung I & II murni, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
abdomen (-)
A : BPH + Batu Buli
P : Obat pulang :
 Asam Traneksamat 500mg 3x1

13
 Cefixime 100mg kaps 2x1
 Asam Mefenamat 500mg 3x1

• Kontrol poliklinik tanggal 8/2/2022


Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi
Makroskopis :
Keping – keping jaringan seberat 16 gram, putih, kenyal (cetak sebagian, 3blok)
Mikroskopis :
Sediaan dari prostat menunjukkan keping – keping jaringan terdiri dari proliferasi ductus dan
acinus dilapisi epitel kolumner selapis yang tufting dan sel basal, tersusun padat, sebagian
melebar kistik, dalam proliferasi stroma fibromuskuler sembab, nekrotik, bersebukan
limfosit, histiosit, dan foam cells membentuk struktur granuloma
Kesan :
Gambaran di atas menyokong diagnosis Benign prostate hyperplasia disertai radang kronik
granulomatous

Prognosis:
• Ad vitam : ad bonam
• Ad fungsionam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi & Pendahuluan


Benign prostate hyperplasia atau sering disebut pembesaran prostat jinak adalah
sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana terjadi pembesaran
prostat (Dipiro et al, 2015). BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel
epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon
sitokin. Pada penderita BPH hormon dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi dalam jaringan
prostat. Sitokin dapat memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat membesar
mengakibatkan penyempitan uretra sehingga terjadi gejala obstruktif yaitu : hiperaktif
kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah.1
Benign prostate hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala saluran kemih bawah,
Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak yaitu
nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai darah,
dan merasa tidak tuntas setelah berkemih.
Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut, peranan faktor pertumbuhan (growth factor) sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat, meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang
mati dan terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma
dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan. 1
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah:2
a. Teori Dihidrotestosteron Untuk pertumbuhan sel kelenjar prostat sangat dibutuhkan
suatu metabolit androgen yaitu dihidrotestosteron atau DHT. Dihidrotestosteron dihasilkan
dari reaksi perubahan testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH. Dihidrotestosteron yang telah berikatan dengan reseptor androgen
(RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein
growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2012). Perubahan
testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5α-reduktase. Pada berbagai penelitian
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat
normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen

15
lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal
(Purnomo, 2012)
b. Teori Ketidakseimbangan Estrogen dan Testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar
testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara
estrogen dan testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat
berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron
menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga
masa prostat menjadi lebih besar (Purnomo, 2012).
c. Teori Interaksi Stroma dan Epitel Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)
tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma (Purnomo,
2012)
d. Berkurangnya Kematian Sel Prostat Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat
adalah mekanisme fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya selsel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi
oleh enzim lisosom (Purnomo, 2012). Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara
laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada
prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti
faktorfaktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam
menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan
aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel
prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF-β berperan dalam proses apoptosis (Purnomo,
2012).
e. Teori Sel Stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung

16
pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang
terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada
BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel kelenjar (Purnomo, 2012).
Faktor risiko
Dalam penelitian terakhir, pengaruh makanan terhadap pembesaran prostat telah
menjadi kontroversi. Menurut sebuah studi yang menganalisis data dari kelompok plasebo
dalam Prostate Cancer Prevention Trial (PCPT), yang terdaftar 18.880 pria berusia lebih dari
50 tahun, tingginya konsumsi daging merah dan diet tinggi lemak dapat meningkatkan risiko
BPH, dan tingginya konsumsi sayuran dikaitkan dengan penurunan risiko BPH. Lycopene
dan suplemen dengan vitamin D bisa menurunkan risiko pembesaran prostat, tetapi vitamin
C, vitamin E, dan selenium dilaporkan tidak ada hubungannya dengan BPH. Aktivitas fisik
juga terbukti mengurangi kemungkinan pembesaran prostat dan Lower Urinary Tract
Symptom (LUTS).3
Dalam meta-analisis yang terdaftar 43.083 pasien laki-laki, intensitas latihan itu
terkait dengan pengurangan risiko pembesaran prostat. Sebuah korelasi negatif antara asupan
alkohol dan pembesaran prostat telah ditunjukkan dalam banyak studi penelitian (Yoo &
Cho, 2012)
Pria yang mengkonsumsi alkohol secara sedang memiliki risiko 30% lebih kecil
kemungkinan terjadi gejala BPH, 40% lebih kecil kemungkinan untuk mengalami
transurethral resection prostate, dan 20% lebih kecil kemungkinan mengalami gejala
nokturia. Namun, dalam meta-analisis dari 19 studi terakhir, menggabungkan 120.091 pasien,
pria yang mengkonsumsi 35 gram atau lebih alkohol per hari dapat menurunkan risiko BPH
sebesar 35% tetapi peningkatan risiko LUTS dibandingkan dengan pria yang tidak
mengkonsumsi alkohol (Yoo & Cho, 2012).
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus
(Purnomo, 2012).

17
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal (Purnomo, 2012)
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya
aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode yang
mungkin adalah prostatektomi parsial, Transurethral Resection of Prostate (TURP) atau insisi
prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral hiperplasia insisi transuretral
melalui serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urin, dilatasi balon
pada prostat untuk memperbesar lumen uretra, dan terapi antiandrogen untuk membuat atrofi
kelenjar prostat.4
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap kelenjar. Pada prostat normal
rasio stroma dibanding dengan kelanjar adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi
4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat
dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan
obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik
sebagai penyebab obstruksi prostat (Purnomo, 2012).

Manifestasi klinis
Gejala klinis hanya terjadi sekitar 10% pada laki-laki yang mengidap kelainan ini. Hal
ini dikarenakan BPH mengenai bagian dalam prostat, manifestasinya yang tersering adalah
gejala obstruksi saluran kemih bawah (Kumar dkk., 2007).
Gejala klinis berkembang lambat karena hipertrofi detrusor kandung kemih
mengkompensasi untuk kompresi uretra. Seiring dengan osbtruksi berkembang, kekuatan
pancaran urin menurun, dan terjadi keraguraguan dalam memulai berkemih dan menetes
diakhir berkemih. Disuria an urgensi merupakan tanda klinis iritasi kandung kemih (mungkin
sebagai akibat peradangan atau tumor) dan biasanya tidak terlihat pada hiperplasia prostat.
Ketika residual pasca-miksi bertambah, dapat timbul nokturia dan overflow incontinence
(Saputra, 2009).
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih, yaitu:
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
(LUTS) terdiri atas gejala voiding, storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan

18
dari keluhan pada saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi urologi
membuat sistem penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
Sistem penilaian yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor
Internasional Gejala Prostat atau International Prostatic Symptom Score (IPSS) (Purnomo,
2012)
Sistem penilaian IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0−5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup diberi nilai 1−7. Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala
LUTS dalam 3 derajat, yaitu ringan (skor 0−7), sedang (skor 8−19), dan berat (skor 20−35)
(Purnomo, 2012).
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus,
seperti volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada saat cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung
diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan, massa prostat tiba-
tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat
akut, setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau
dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa
(Purnomo, 2012).
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada
saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis (Purnomo, 2012).
c. Gejala di luar saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh
adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal
(Purnomo, 2012).
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba
massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang-kadang didapatkan urin
yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan tanda dari inkontinensia
paradoksa. Pada colok dubur yang diperhatikan adalah tonus sfingter ani/refleks bulbo-
kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, dan
keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat,
simetrisitas antara lobus dan batas prostat (Purnomo, 2012)

19
Colok dubur pada pembesaran prostat jinak menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul,
sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras atau teraba nodul dan mungkin
di antara prostat tidak simetri (Purnomo, 2012).
Komplikasi
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal
Pemeriksaan
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan
lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada
perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri
simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat
hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat,
konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.
Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi

20
kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila
sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus
mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa
untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan
miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi penuh dan teraba masa
kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra
simfisis.
A. Endapan Urin Untuk memeriksa unsur-unsur pada endapan urin ini diperlukan
pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dari tiga jenis
pemeriksaan rutin urin yaitu pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan miskroskopis
(pemeriksaan sedimen) dan pemeriksaan kimia urin. Pada pemeriksaan makroskopis yang
diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pemeriksaan kimia
urin dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen
dan nitrit (Hapsari, 2010).
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen
urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat
ringannya penyakit. Pada BPH sendiri, unsur sedimen yang paling banyak terdapat antara lain
adalah eritrosit, leukosit, dan bakteri. Keberadaan dari endapan urin ini mengiritasi dan dapat
menyebabkan luka pada dinding kandung kemih sehingga menyebabkan terjadinya
perdarahan mukosa. Hal ini lebih lanjut terlihat pada terjadinya hematuria makros (darah
pada urin). Terkumpulnya endapan urin yang lebih banyak dapat menyebabkan obstruksi
aliran kemih sehingga lama kelamaan menjadi tidak dapat mengeluarkan urin sama sekali
(Hapsari, 2010).
B. Urinalisis Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan
hematuria. Benign Prostate Hyperplasia yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran
kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, yaitu: karsinoma
buli-buli insitu atau striktur uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya
kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan
pemeriksaan kultur urin, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu
dilakukan pemeriksaan sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin
dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak

21
banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat
pemasangan kateter (IAUI, 2003).
C. Pemeriksaan Fungsi Ginjal Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan
pada traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH
terjadi sebanyak 3−30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya
komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal
(17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Pasien LUTS yang diperiksa
ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalis 0,8% jika kadar kreatinin serum normal
dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatinin serum. Oleh karena itu
pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan
pencitraan pada saluran kemih bagian atas (IAUI, 2003).
D. Pemeriksaan Prostate Specific Antigen Prostate Specific Antigen (PSA) disintesis oleh sel
epitel kelenjar prostat dan bersifat organ spesifik tetapi bukan kanker spesifik. Serum PSA
dapat dipakai untuk mengetahui perjalanan penyakit dari BPH, dalam hal ini jika kadar PSA
tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat BPH atau laju
pancaran urin lebih buruk, dan lebih mudah terjadinya retensi urin akut. Pertumbuhan volume
kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Semakin tinggi kadar PSA
makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap
tahun pada kadar PSA 0,2−1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA
1,4−3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3−9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada peradangan, setelah
manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urin akut, kateterisasi,
keganasan prostat, dan usia yang makin tua (IAUI, 2003).
E. Uroflometri Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses miksi
secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih
bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai
volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Nilai Qmax
dipengaruhi oleh: usia, jumlah urin yang dikemihkan, serta terdapat variasi individual yang
cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urin (>150 mL)
dan diperiksa berulang kali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi
positif Qmax untuk

22
menentukan (Direct Bladder Outlet Obstruction (BOO) harus diukur beberapa kali. Untuk
menilai ada tidaknya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urin 4 kali (IAUI,
2003).
F. Ultrasonografi (USG) Merupakan penggunaan gelombang suara frekuensi sangat tinggi
atau ultrasonik (3,5−5 MHz) yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik pada transduser untuk
membantu diagnosis. Yang digunakan dalam bidang kedokteran antara 1−10 MHz (Hapsari,
2010).
Gelombang tersebut berjalan melewati tubuh dan dipantulkan kembali secara bervariasi,
tergantung pada jenis jaringan yang terkena gelombang. Dengan transduser yang sama, selain
mengirimkan suara, juga menerima suara yang dipantulkan dan mengubah sinyal menjadi
arus listrik, yang kemudian diproses menjadi gambar skala abu-abu. Citra yang bergerak
didapatkan saat transduser digerakkan pada tubuh. Potongan-potongan dapat diperoleh pada
setiap bidang dan kemudian ditampilkan pada monitor. Tulang dan udara merupakan
konduktor suara yang buruk, sehingga tidak dapat divisualisasikan dengan baik, sedangkan
cairan memiliki kemampuan menghantarkan suara dengan sangat baik (Hapsari, 2010). Pada
pemeriksaan USG kelenjar prostat, zona sentral dan perifer prostat terlihat abu-abu muda
sampai gelap homogen. Sedangkan zona transisional yang terletak lebih anterior terlihat
hipoekogenik heterogen. Keheterogenan dan kehipoekogenikan tergantung dari variasi
jumlah sel stromal dan epitelial kelenjar (Hapsari, 2010)
Zona transisional biasanya merupakan 5% bagian pada prostat lakilaki muda. Akan tetapi
dapat menjadi 90% bagian prostat pada pasien BPH. Dengan meningkatnya ukuran zona
transisional, zona perifer dan sentral prostat menjadi tertekan ke belakang. Selain itu, zona
transisional yang membesar juga melebar ke arah distal sehingga menyebabkan overhanging
apex zona perifer. Hal tersebut dapat dilihat melalui TRUS. Selain itu, melalui TAUS, dapat
dilihat terdapat pembesaran lobus median prostat ke arah intra-vesikal (protrusi) dan
gambaran residu urin dalam jumlah banyak (>40 cc) (Hapsari, 2010).
G. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
melihat perubahan metabolisme dari perubahan jaringan yang terjadi. Pemeriksaan ini sangat
penting dalam kaitan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan
diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu
(McVary & Roehrborn, 2010).
Metode teknik pembuatan preparat histopatologi: (1) Organ yang telah dipotong secara
representatif dan telah difiksasi formalin 10% 3 jam; (2) Bilas dengan air mengalir 3−5 kali; (3)
Dehidrasi dengan: alkohol 70% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam, alkohol 96%

23
selama 0,5 jam, alkohol absolut selama 1 jam, alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam; (4)
Clearing:xylolI selama 1 jam, xylolII selama 1 jam; (5) Impregnansi dengan parafin selama 1 jam
dalam oven suhu 65°C; (6) Pembuatan blok parafin: sebelum dilakukan pemotongan blok parafin
didinginkan dalam lemari es. Pemotongan menggunakan rotary microtome dengan menggunakan
disposable knife. Pita parafin dimekarkan pada water bath dengan suhu 60°C. Selanjutnya
dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) (Muhartono dkk., 2013)
Diagnosis Banding
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:
1. Struktur uretra
2. Batu buli-buli kecil
3. Kanker prostat
4. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang
menggunakan obat-obat parasimpatolitik.
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.
Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:
- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih
menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100
ml.
- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih
dari 100 ml
- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat


gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom Score). Skor ini
berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah

24
dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan
menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul
obstruksi. Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan, yaitu :
- Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan
pengobatan secara konservatif.
- Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang
sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR).
Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan
seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
- Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman
biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya
dilakukan operasi terbuka.
- Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita
dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu
baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi
definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.

25
Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan BPO5
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan
kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan
bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus).
Meskipun demikian pada decade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah
yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat
gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar
periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka
pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

26
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada
leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Terapi Konservatif Non Operatif
1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-
obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan
minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan control keluhan (sistem
skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan α blocker (penghambat
alfa adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormone
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik


Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan
leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui
di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-
obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat
penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu α1a
(tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat
dikurangi.
Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan
antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak
kontraktilitas detrusor. Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine,
menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit
hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd,

27
biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah
pemakaian obat.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang
membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha
blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping
obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan
untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds.
Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya
pengendalian prostatisme BPH dalam konteks “watchfull waiting strategy”. Saw Palmetto
menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
- frekuensi nokturia berkurang
- aliran kencing bertambah lancar
- volume residu di kandung kencing berkurang
- gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:


- menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen
- bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim
cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,
kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

28
Gambar 2.2 Algoritma Pilihan terapi Operatif5
1. Prostatektomi terbuka
a. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
· Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
· Mortaliti rate rendah
· Langsung melihat fossa prostat
· Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

29
· Perdarahan lebih mudah dirawat
· Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka
vesika
Kerugian :
· Dapat memotong pleksus santorini
· Mudah berdarah
· Dapat terjadi osteitis pubis
· Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
· Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
· Baik untuk kelenjar besar
· Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
· Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu buli, batu
ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os
pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.
Kerugian :
· Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
· Sulit pada orang gemuk
· Sulit untuk kontrol perdarahan
· Merusak mukosa kulit
· Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
· Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neckstenosis 4%)
· Inkontinensia (<1%)
· Perdarahan
· Epididimo orchitis
· Recurent (10 – 20%)
· Carcinoma
· Ejakulasi retrograde
· Impotensi
· Fimosis
· Deep venous trombosis

30
c. Transperineal
Keuntungan :
· Dapat langssung pada fossa prostat
· Pembuluh darah tampak lebih jelas
· Mudah untuk pinggul sempit
· Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
· Impotensi
· Inkontinensia
· Bisa terkena rektum
· Perdarahan hebat
· Merusak diagframa urogenital
2. Prostatektomi Endourologi
a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya
terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya.
Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada
sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna
untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan
selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya
cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini
dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat
reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien
yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam
keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.

31
Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP dipakai cairan non ionik
yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin,
membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik
untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan :
· Luka incisi tidak ada
· Lama perawatan lebih pendek
· Morbiditas dan mortalitas rendah
· Prostat fibrous mudah diangkat
· Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
· Teknik sulit
· Resiko merusak uretra
· Intoksikasi cairan
· Trauma sphingter eksterna dan trigonum
· Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
· Alat mahal
· Ketrampilan khusus
Komplikasi:
· Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
· Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
· Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.
b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal.Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada
pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-
buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi
memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara
ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian
ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
C. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

32
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat
yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan
TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi
yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan
ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan
prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian
masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam
setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat
menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
· Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat bekuan darah
dan tidak memerlukan transfusi
· Teknik lebih sederhana
· Waktu operasi lebih cepat
· Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
· Tidak memerlukan terapi antikoagulan
· Resiko impotensi tidak ada
· Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
3. Invasif Minimal
a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C ini mulai diperkenalkan dalam tiga
tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini
dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang
radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan
menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga
obstruksi berkurang. Lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan
microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka

33
perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses
pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang
“radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga
arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar
(pada
pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.
b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal). Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.
Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
c. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan
ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan
untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme
ejakulasi dapat dipertahankan.
4. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter
tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam
bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai
protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan
pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter
pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat
dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi
infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi
penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif.

34
35
Vesikolitiasis
A. Definisi

Urolithiasis adalah terbentuknya batu atau material kalsifikasi didalam traktus


urinarius. Vesikolitiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat batu atau material kalsifikasi
didalam vesika urinaria.
B. Epidemiologi

Jenis batu yang paling sering ditemukan adalah kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam
urat, struvit (magnesium ammonium fosfat), dan sistin. Batu struvit berkaitan dengan infeksi
saluran kemih oleh Proteus dan Klebsiella. Batu asam urat berkaitan dengan hiperurikosuria
pada pasien gout, dehidrasi dan tingginya intak purin. Batu sistin berkaitan dengan gangguan
metabolism asam amino pada usus dan tubulus renalis proksimal.6,7
Pada studi oleh Curhan et al., menunjukkan insiden 300 per 100.000 populasi pria,
dan 100 per 100.000 populasi wanita. Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu
saluran kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu
salurankemih bagian atas. Angka kejadian batu saluran kemih pada berbagai Negara berbeda-
beda. Pada negara maju penyakit batu saluran kemih bagian atas lebih banyak dijumpai.
Sementara pada negara-negara berkembang, masih sering dijumpai batu endemik pada buli-
buli yang biasanya dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau sering
menderita dehidrasi atau diare.
Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit batu saluran kemih,
sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran
kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi
disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.1,2,6
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita 3:1. Puncak kejadian di usia 30-60
tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12%untuk pria dan 7% untuk wanita.7
C. Etiologi

Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat
benda asing di vesika urinari yang kemudian menjadi inti batu. Gangguan miksi terjadi pada
pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel, dan gangguan neurogenik.
Benda asing tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non iatrogenik. Benda iatrogenic
terdiri dari bekas jahitan, balon folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan karena

36
iritasi balon kateter, peralatan kontrasepsi, prostetik uretral stents. Non-iatrogenik disebabkan
adanya benda yang terkandung pada buli-buli.
Selain itu batu vesika dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke
vesika yang banyak dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering
menderita dehidrasi atau diare. Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat timbulnya
batu. Inflamasi pada vesika disebabkan karena hal sekunder misalnya sinar radiasi atau
infeksi. Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan batu.
Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan kalsium dan struvit.1,6,7
D. Patofisiologi

Batu pada vesika dapat berasal dari vesika urinaria sendiri (batu primer) atau berasal
dari ginjal, traktus urinarius bagian atas (batu sekunder). Pada umumnya batu vesika
terbentuk dalam vesika urinari, tetapi pada beberapa kasus batu terbentuk di ginjal lalu turun
menuju buli-buli, kemudian terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi
besar. Batu vesika yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat
melalui ureter dan dapat dikeluarkan spontan melalui uretra.6
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tampat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises
ginjal atau vesika. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostate benigna, dan striktur
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri
atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut
di dalam urine.
Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi)
yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih.
Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi
kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh
pH larutan,adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine

37
di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat;
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama.
Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu
magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. Pada penderita yang
berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu merupakan batu asam urat yaitu lebih dari
50% dan batu paling banyak berlokasi di vesika. Batu yang terdiri dari kalsium oksalat
biasanya berasal dari ginjal. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika
umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu yang berasal
dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika.
E. Faktor Risiko

Faktor intrinsik
1. Herediter (keturunan)
Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diturunkan. Untuk jenis batu umum penyakit,
individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi
menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi
genetik dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya, diet).
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria, insiden mulai
meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun. Untuk wanita, tingkat insiden
tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an dan pada usia 50.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Faktor Ekstrinsik
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari
pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah
Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

38
2. Iklim dan temperature
Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan
cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan
ekskresi kalsium dan oksalat) sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran
kemih. Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya batu saluran
kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh,
5. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktifitas atau
sedentary life.
Beberapa faktor resiko terjadinya batu kandung kemih :
1) obstruksi infravesika
2) neurogenic bladder
3) infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria)
4) adanya benda asing
5) divertikel kandung kemih.
Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa
daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemic yang
disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik.
F. Komposisi Batu2
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium
fosfat (75%), asam urat (7%), magnesium ammonium fosfat (15%,), sistein (2%), xanthin,
silikat dan senyawa lainnya (1%). Data mengenai kandungan atau komposisi batu sangat
penting untuk pencegahan timbulnya batu yang residif.
1. Batu Kalsium, merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 70- 80% dari
seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium oksalat, kalsium fosfat
atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagai berikut:
 Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang melebihi
250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, gangguan
reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau
tumor paratiroid.

39
 Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45 gram/hari, keadaan ini
banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan usus karena post operasi dan diet
kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant, minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan
sayuran yang berwarna hijau terutama bayam.
 Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi 850mg/24 jam. Asam
urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu terhadap pembentukan batu
kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam urin berasal dari makanan yang mengandung
banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
 Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin sehingga kalsium
tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat, karenanya merupakan penghambat terjadinya
batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.
 Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya sitrat. Penyebab
tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus yang diikuti gangguan absorbsi. Penyebab
tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang
diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
2. Batu struvit, disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini karena proses
infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi yang sebagian besar karena
kuman pemecah urea, sehingga urea yang menghasilkan suasana basa yang mempermudah
mengendapnya magnesium fosfat, ammonium, karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah
Proteus spp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphyilococcus.
3. Batu asam urat, merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 75- 80% adalah batu
asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam oksalat. Batu ini banyak
diderita oleh pasien dengan gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi
antikanker, dan banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat,
kegemukan, peminum alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya batu
asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air minum yang kurang dan
tingginya asam urat dalam darah.
Asam urat relatif tidak larut dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali
membentuk Kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Factor yang
menyebabkan terbentuknya batu asam urat, antara lain; (1) urine yang terlalu asam (pH urin
<6), (2) volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 liter/hari) atau dehidrasi, (3) hiperurikosuri
atau kadar asam urat yang tinggi.
4. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, batu silikat dan batu indavir sangat
jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme yaitu kelainan absorbsi
sistin di mukosa usus. Pemakaian antasida yang mengandung silikat berlebihan dalam jangka
waktu yang lama dapat memungkinkan terbentuknya batu silikat. Pada pasien yang menjalani
terapi Indavir pada pasien HIV dapat ditemukan adanya batu indavir.
G. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan batu vesika kadang asimptomatik, tetapi gejala khas batu buli adalah nyeri
kencing/dysuria sampai stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, kencing tiba-tiba

40
berhenti kemudian menjadi lancer kembali setelah perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat
miksi seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang,
sampai kaki. Pada anak seringkali megeluh adanya enuresis nokturna, disamping sering
menarik-narik penis atau menggosok-gosok vulva, miksi mengedan sering diikuti defekasi
atau prolapsus ani. Jika terjadi infeksi ditemukan tanda cyistitis, kadang-kadang terjadi
hematuria. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi,
adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi atau teraba adanya urin yang banyak
(bulging), hanya pada batu yang besar dapat diraba secara bimanual.
2. Pemeriksaan Penunjang.
BNO Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radio-opasitas
beberapa jenis batu saluran kemih:
Jenis batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/sistin Non opak

Gambar 2.3. a) batu vesika pada foto polos abdomen , b) batu vesika setelah diangkat
 IVP Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak terlihat di BNO,
menilai anatomi dan fungsi ginjal, mendeteksi divertikel, indentasi prostat.
 USG Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow), hidronefrosis,
pembesaran prostat.

41
Gambar 2.4. a) USG transvaginal, b) USG transabdominal  gambaran echoic shadow (batu
vesika)
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin, kimia darah, urinalisa dan kultur urin. Pemeriksaan ini sering dilakukan
karena cenderung tidak mahal dan hasilnya dapat memberikan gambaran jenis batu dalam
waktu singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan
yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase, dan darah. Batu vesika sering
menyebabkan disuria dan nyeri hebat oleh karena itu banyak pasien yang sering mengurangi
konsumsi air sehingga urin akan pekat. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel
darah merah dan leukosit, dan adanya kristal yang menyusun batu vesika. Pemeriksaan kultur
juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasioal jika dicurigai adanya infeksi.
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan
batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai diuretik. Dengan
produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi
menghilang dengan pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur. Adanya batu
struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan antibiotik. Batu
strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan
dengan pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk
menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin. Pengobatan yang efektif
untuk pasien yang mempunyai batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi
supaya batu asam yang terbentuk akan dilarutkan.
Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2.
Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam
urat diharapkan larut. Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4
dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan
menggunakan sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan
batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan produksi

42
kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi
hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan.68
2. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi dengan
kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung
kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan
memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang
kejut luar tubuh (ESWL = Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan
batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh
dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar
bersama kemih.
3. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut atau
bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus memerlukan suatu indikasi.
Misalnya apabila batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat
sehingga perlu diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan
batu dalam batas kuran 3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu
kejut atau sistolitotomi.
 Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu ditunjukkan
dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuatnya menjadi fragmen yang
akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan dapat
berupa energi mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser.
 Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk dewasa juga
digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan endoskopi untuk membuat
fragmen batu lebih cepat hancur lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik
yang pertama dengan tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh
debris pada batu.
 Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan ukuran besar,
juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan diverculotomy. Pengambilkan prostate
secara terbuka diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah
cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang
melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi
kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih
lama dirawat di rumah sakit, lebih lama menggunakan kateter.
I. Pencegahan

 Terapi medis/pembedahan terhadap kondisi yang dapat menyebabkan gangguan


pengosongan urin.
 Modifikasi diet dan terapi antibiotik terhadap komponen pembentuk batu.
 Hidrasi yang adekuat dapat memcegah pembentukan batu.

43
Daftar Pustaka

1. Purnomo BB. Dasar - Dasar Urologi. Edisi 3. Sagung Seto; 2016.


2. Partin AW. Campbell Walsh Wein Urology 12th Edition. 12th Editi. Elsevier Ltd;
2021.
3. McAninch JW, Lue TF. Smith & Tanagho’ s General Urology 18th Ed.; 2013.
4. Joshep A. Smith J. Hinman’s Atlas of Urologic Surgery 4th Edition. 4th Editio.
Elsevier Ltd; 2018.
5. S. Gravas; J.N. Cornu, M. Gacci, C. Gratzke, T.R.W. Herrmann, C. Mamoulakis, M.
Rieken, M.J. Speakman, K.A.O. Tikkinen; M. Karavitakis, I. Kyriazis, S. Malde, V.
Sakalis RU. Management of Non-Neurogenic Male Lower Urinary Tract Symptoms
LastName(LUTS), incl. Benign Prostatic Obstruction (BPO). Eur Assoc Urol Guidel.
Published online 2021. https://uroweb.org/wp-content/uploads/EAU-Guidelines-on-
Non-Neurogenic-Male-LUTS-incl.-BPO-2020.pdf

44

Anda mungkin juga menyukai